Disclaimer: Franchise Saint Seiya (mau yang seri dan bagian manapun) bukanlah milik saya. Adapun pembuatan fan fiksi ini bukanlah untuk mencari keuntungan (finansial ataupun bukan), melainkan untuk mencari kesenangan belaka.


Jalan: Kambing Laut

oleh masamune11


Chapitre I

Nashirah: Awal Mula Segala

Ia masih ingat dengan kisahnya sendiri; bagaimana ia bisa sampai di tempat ini, mencapai posisi ini, dan teman-teman seperjuangan yang sudah menemaninya hingga akhir.

Kerajaan Spanyol pada masanya bukanlah sebuah tempat di mana orang bisa berkeliling dengan sesuka hati. Meski El Cid dilahirkan dalam keluarga pedagang yang sederhana, bisnis yang diemban dan tanggung oleh keluarganya bukanlah sebuah ranah yang sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Lantas, El Cid masih terlalu muda untuk mengetahui bahwa di suatu malam saat musim semi, ia baru saja dijual kepada seorang pedagang pindahan. Namun, bocah ini cukup mengerti bahwa ia akan pergi ke tempat yang jauh, meskipun ibunya mengatakan bahwa dia akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Ibunya tidak pernah bohong, namun bukan berarti beliau benar.

Dalam bimbingannya, El Cid tidak pernah dianggap sebagai seorang anak. Lebih tepatnya, El Cid bekerja—biasanya memasak untuk walinya—untuk mendapatkan apa yang ia inginkan; tidak ada hal yang bisa didapatkan oleh seseorang tanpa usaha yang sebanding—sebuah prinsip yang masih ia pegang hingga sekarang.

Pernah suatu kali walinya menyuruhnya untuk berdagang, namun pada akhirnya tidak diperbolehkan karena satu insiden yang menyebabkan hancurnya seperempat barang dagangan yang mereka punya. Malam yang sama, El Cid menolak untuk menyantap makanannya sendiri, bahkan hingga ke titik membuang makanan yang seharusnya ia dapatkan.

Jika ia pikir baik-baik, rasanya ironis sekali untuk menolak makan malam terakhir dengan ayah pengasuhnya. Bocah berumur 8 tahun tentunya tidak bisa mencium marabahaya dan kematian yang dibawa oleh sekumpulan perampok gunung, pada malam yang sama.

Kejadian malam tersebut begitu buram dalam pikirannya, namun ia mengingat bau darah yang membungkam indera penciumannya, dirinya yang dilempar oleh ayahnya sendiri agar bisa berlindung di dalam salah satu peti mati di dalam karavan. Ayah pengasuhnya memang pernah bercerita bahwa ia membawa peti mati sendiri, karena tidak akan ada anggota keluarganya yang akan menguburnya—tidak ada kecuali El Cid, yang kini hidup bersamanya.

El Cid berusia 8 tahun ketika keluar dari peti mati dan menemukan ayah pengasuhnya tergeletak tak bernyawa di luar karavan. Pada saat yang sama, karavan yang menjadi rumahnya selama ini hancur dalam sebuah pusaran cosmo penuh kepedihan dan kesedihan.


Setidaknya El Cid cukup beruntung untuk ditemukan oleh sebuah kelompok scoutmen yang tengah beroperasi di perbatasan Yunani. Beberapa orang di antara mereka banyak bercerita tentang hal-hal yang tidak ia mengerti—cosmo, kekuatan, dan laporan pada pihak sentral tentang ditemukannya seorang kandidat saint. Pada saat itu, bocah berdarah Spanyol ini masih cukup syok untuk bisa menerima informasi tersebut dengan baik.

Hari pertama dirinya menginjakkan kaki untuk keluar dari tempat peristirahatannya—sebuah rumah kecil di kaki gunung Gramos—adalah hari yang sama ketika dirinya melihat keajaiban muncul di hadapannya. Dua orang yang mendampinginya menyebut dirinya sebagai saint perunggu dan melindunginya dari serangan para perampok. El Cid menyadari bahwa mereka yang bersama dengan dirinya bukanlah orang biasa… yang melindungi anak kecil seakan ia tidak bisa mengurus dirinya sendiri.

Pada hari yang sama, ia ingin menjadi lebih kuat—seperti sosok saint perunggu yang telah menunjukkannya jalan.

Hari kedua dalam perjalanannya, El Cid mulai memahami tujuan dari perjalanan mereka bertiga.

Salah satu dari saint perunggu bernama Dimitri mengatakan bahwa El Cid memiliki potensi luar biasa dan kesempatan untuk mengabdi atas nama keadilan dan kebenaran, di bawah naungan Athena. Dimitri begitu tampak antusias dengan ceritanya, bahkan pada satu titik di mana El Cid mulai membiarkannya melantur tanpa arah dan juntrungan. Toh, mengapa ia harus mendengarkan racauan dari orang yang bahkan tidak ingin mendengar kisahnya sendiri?

Sementara itu, saint perunggu satunya yang bernama Atlas lebih memilih untuk diam ketika Dimitri berbicara. Setidaknya, bagi bocah berumur 8 tahun yang lebih memilih untuk diam dan melakukan berbagai macam hal dalam kesendirian, keberadaan Atlas jauh lebih melegakan daripada Dimitri. El Cid bahkan tidak ambil pusing dengan dengungan tak terkontrol dari Dimitri saat mereka semua menikmati makan siang dan memilih untuk memperhatikan Atlas mengukir kayu pohon mapel yang sudah ia potong agar menjadi miniatur patung. El Cid dapat melihat fitur seorang wanita yang terukir di sana; seorang wanita yang akan menjadi panutan dan dewinya dalam waktu dekat.

Atlas cukup baik dan sadar bahwa El Cid menaruh minat pada barang yang ia buat.

"Untukmu, El Cid. Semoga Athena selalu membimbingmu di jalan lurus dengan kebenaran," Atlas menyatakannya dengan tenang, kemudian menyerahkan miniatur Athena dari kayu tersebut padanya. Tampaknya, si ksatria perunggu tersebut tidak pernah sadar bahwa doanya seampuh ketrampilannya mengrajin kayu.

El Cid dengan senang hati menerimanya—apapun dari dua orang ini.

Hari ketiga dalam perjalanannya dan mereka bertiga tidak bertukar kata-kata secara signifikan.

Suhu udara pada musim panas di Yunani membuat Dimitri memilih untuk diam dan menyisakan energinya untuk berjalan. Semangat yang awalnya keluar darinya perlahan pudar, digantikan oleh rasa lelah karena kurangnya tenaga dan stamina. Jika ia ingin menyalahkan satu pihak, Dimitri akan menyalahkan Atlas yang menyuruh mereka semua untuk berjalan lebih cepat.

El Cid cukup observatif untuk anak berumur 8 tahun, karena ia sadar bahwa Dimitri cenderung iri dengan sesuatu yang dimiliki oleh Atlas. Apalah itu, ia tidak tahu. Namun, sesekali ia bisa melihat Dimitri mengerling pada cloth yang dikenakan oleh Atlas. Bocah ini memutuskan bahwa ini bukanlah urusannya.

Ketika siang berganti menjadi malam, ia bahkan dapat merasakan perbedaan tekanan antara hutan yang sudah ia lewati, dengan area yang ada di hadapannya. Matanya seakan tahu bahwa ada satu garis yang memisahkannya—dan segala macam hal yang ada di belakangnya—dengan lanjutan hutan yang ada di hadapannya.

Dimitri dan Atlas berhenti di tempat, jelas sadar bahwa anak yang menjadi tanggung jawab mereka tidak berkeinginan untuk berjalan masuk. Keduanya mengerling satu sama lain, mengesampingkan segala hal yang bersifat personal terlebih dahulu untuk memastikan si bocah baik-baik saja.

"Ada apa El Cid? Kau tidak enak badan?"

"Tinggal sebentar lagi, kok. Tahan ya—"

"Tapi di sana itu apa?"

Keduanya kembali bertatap muka, tercengang dengan bagaimana El Cid kecil menunjuk ke arah apa yang ada di depan mereka berdua. Hutan masih tampak begitu sepi—pengecualian akan suara-suara hewan malam yang mulai memenuhi kawasan hutan—dan tidak berpenghuni. Oh, Dimitri dan Atlas tahu apa yang ada di ujung tunjukkan El Cid. Hanya saja, mereka cukup kaget dan terheran-heran bahwa anak dengan usia setengah dari mereka sendiri bisa membedakan hawa antara di luar dan di dalam Sanctuary. Atlas lah yang pertama membenahi diri dan tersenyum pada sosok muda tersebut, kemudian menunjuk pada puncak tertinggi yang dapat dilihat dari tempat mereka berdiri; bagian dari Sanctuary yang memiliki peran penting dalam pergerakan arah dan tujuannya. Starry Hill berdiri dengan angkuh di kejauhan dan menjadi penanda absolut akan area sakral yang ia naungi.

"Selamat datang di Sanctuary, tempat yang menjadi rumahmu sekarang."

Jika El Cid mengingat masa-masa itu kembali, ia jadi ingin kembali berterimakasih pada dua pemuda tersebut, yang mana nama mereka sekarang sudah berada di antara nisan-nisan saint Athena terdahulu.

[To Be Continued]


A/N: Nashirah merupakan salah satu bintang yang membentuk konstelasi Capricornus. Diambil dari bahasa arab, Nashirah berarti pembawa kabar (dan biasanya buruk). Namanya dalam bidang astronomi yang sudah dibakukan adalah Gamma Capricorni. Yah, pembaca bisa menebak bagaimana cerita ini akan dirangkai, bukan? :)

Kedua, ya, saya menggunakan OC di sini, namun kebanyakan tidak akan terlalu berperan penting. Fokus dari cerita ini adalah El Cid toh, bukan OC lain.

Ketiga, gunung Gramos itu benar-benar ada. Lokasinya adalah di perbatasan Albania dengan Yunani :3 Jarak dari tempat tersebut sampai ke Athens kurang lebih 180km... dan saya menganggap itu bisa dilewati dengan perjalanan tiga hari.

Feedback dan saran amat sangat diapresiasi~