.

.

"The Magic School - My Lovely, Scarlet"

Fairy Tail Fanfiction

By :Karura-Clarera

Disclaimer: Fairy Tail adalah milik Mashima Hiro-sama

Rated: T

Genre: Romance, Supernatural, Friendship, Action

Pairing: Jellal X Erza

Warning: AU, OOC, ceritanya panjang, alurnya ga tentu, cerita supra-imajinasi, typo

.

A/N:

Hai, hai! Karu akhirnya mempublish ff kedua FT-nya. Pertama-tama, Karu ingin menginformasikan sedikit bahwa FF ini mungkin sangat mustahil terjadi, tapi okelah semoga para readers ga bermasalah karena ini hanya fanfic. Cerita ini sebenarnya Karu terinspirasi dari sebuah film, tapi inspirasi bukan berarti menjiplaknya. Untuk alur murni hasil imajinasi Karura-Clarera. Semoga fanfic ini menarik. Mohon review untuk kekurangan dan lain sebagainya agar Karu tahu apakah fic ini layak atau tidak untuk dilanjutkan. Hehe, HAPPY READING! ^^

.

Namaku adalah Erza Dreyar. Perempuan. Usia 17 tahun. Akan melanjutkan ke sekolah tinggi. Ciri khasku adalah rambut merah panjangku.

Aku memiliki seorang kakak tunggal. Namanya adalah Laxus Dreyar. Ia memiliki rambut berwarna pirang dan tubuhnya sangat tinggi serta besar. Ia adalah seorang penyihir dari Special High School. Hm, dia tergabung dalam sebuah tim bernama Raijinshuu. Selain itu ia dikenal sebagai penyihir terhebat di sekolah tersebut.

"Hebat, Laxus! Serang terus, Laxus!" teriak kakek kami, Makarov Dreyar. Wajahnya berseri-seri melihat cucu pirangnya mengalahkan musuhnya satu per satu dalam ajang 'Double-S-Class Wizard' – sebuah ajang internasional untuk menentukan penyihir muda terhebat setanah Ishgar, ajang ini dilakukan secara berkelompok, satu kelompoknya ada 3 orang yang sudah berada di kelas S. Di ajang ini, masing-masing kelompok harus bertarung satu sama lain untuk memperoleh nilai tertinggi.

Aniki sudah memasuki babak Final. Ini adalah pertarungan terakhirnya. Dan...

"Pemenangnya adalah Raijinshuu! Dengan pemimpinnya adalah Laxus Dreyar, Freed Justine serta Bickslow sebagai anggotanya. Selamat atas keberhasilan kalian memperoleh gelar SS-Class!"

Aku dan kakek berdiri bersama penonton lain memberikan tepuk tangan dan sorakan meriah untuk Laxus-nii. Kakek menangis dengan bahagia melihat cucunya berhasil memperoleh gelar hebat itu di usia mudanya.

"Laxus! Laxus!" seru kakek berulang kali dari kursi penonton. Sayang suaranya tertutup berbagai suara dari penonton sehingga Laxus-nii tidak mendengar. "kau adalah cucuku yang terhebat! Cucuku yang hebat!" teriaknya lagi dengan bangga.

Yah, aku berusaha menenangkan kakek dan melihat Laxus-nii yang kini sedang diberi penghargaan oleh Dewan Sihir. Setelah itu, Laxus-nii menoleh kepada kami dan tersenyum bangga. Ia menunjukkan sebuah plakat penghargaan yang diberikan kepadanya oleh Dewan Sihir kepada kami.

Melihat itu kakek mengacungkan ibu jarinya dan terus berkata, "Kau hebat, cucuku! Sangat hebat!" ucapnya masih dengan air mata haru.

Pemandangan sore hari ini begitu indah dengan kemenangan Laxus-nii. Setelah mendapat gelar SS-Class ini, Laxus-nii sudah dinyatakan lulus dari sekolahnya dan diperkenankan untuk menjadi anggota penyihir yang dibimbing langsung oleh Dewan Sihir – dewan yang terdiri atas penyihir-penyihir terkuat di tanah Ishgar ini.

Dengan begitu, keindahan.. kebahagiaan yang aku dan kakek rasakan ini sebenarnya akan berujung pada kesepian. Karena Laxus-nii akan di asrama.

Tak terasa, satu tahun terlewati, setelah kemenangan SS-Class Laxus-nii. Ia tidak pernah kembali ke rumah lagi. Sementara, kini kakek sedang sakit keras. Aku mencoba untuk menghubungi aniki, tetapi sia-sia, ia tetap tidak datang hingga akhirnya kakek meninggal.

Di hari pemakaman kakek pun, Laxus-nii tetap tidak datang. Aku terpaksa menangis sendiri. Tidak ada yang menghiburku selain tetangga dan beberapa teman dari sekolahku sekarang. Kehidupanku benar-benar hampa. Kepergian kakek benar-benar mengubahku. Terlebih saat aku tak sengaja mendapati artikel di majalah mengenai Laxus-nii.

Saat itu juga aku mengepalkan tanganku, muak melihat wajah sok kuat milik aniki di majalah itu. Hebat apanya?! Bagaimana ia hebat sedangkan ia melupakan segalanya? Melepas keluarganya? Hingga tega melupakan kakeknya.. kerabat keluarga yang ia miliki satu-satunya saat ini selain aku.

Aniki sekarang terkenal sebagai penyihir muda terkuat di Fiore. Aku bukan seorang penyihir.. Sebab, di tanah Fiore ini hanya pria yang boleh menjadi penyihir. Oleh sebab itulah sekolah sihir di Benua Ishgar hanya ada sekolah sihir khusus untuk laki-laki yang berusia 17 ke atas.

'Tekadku sudah bulat.

Aku akan menjadi penyihir, mengikuti Double-S Class Wizard, menjadi anggota dewan sihir dan mengalahkan aniki.

Bagaimanapun caranya, aku harus bisa mengalahkan aniki!


CHAPTER 1

LEBIH KUAT DARI ANIKI


FIORE INTERNATIONAL HIGH SCHOOL – SEKOLAH SWASTA KHUSUS UNTUK WANITA

"Hwahh, Lucy-Lucy! Lihat berita panas hari ini!" seru Levy di dalam kelas. Ia berlari ke kursi yang diduduki Lucy seraya menunjukkan majalah yang dibacanya.

"Ada apa?" tanya Lucy sambil setengah menguap. Masih ngantuk.

"Hwaaa! Ada Gajeel di majalah ini! Akhirnya foto Gajeel diterbitkan juga!" seru Levy kegirangan sendiri.

Teman-teman di sekitar Levy ikut bergerombol karena penasaran. "Berisik sekali kau Levy!" tegur Cana tidak suka. Ia menarik kursi yang di sebelah Lucy dan ikut melihat majalah yang dibawa-bawa Levy itu.

"Hm, majalah Sorcerer sudah terbit yang edisi bulan ini.." gumam Bisca ikutan nimbrung. Ia mendudukan dirinya di dekat Levy dan ikut gosip bersama Levy.

Levy mengangguk-angguk dengan riangnya. Matanya bersinar bagai matahari terangnya. "Betul sekali, Bisca-chan! Artikel bulan ini adalah tentang penyihir Fairy Tail High School! Lihat! Ada Gajeel!" seru Levy lagi dengan bersemangat. Yah, ia memang penggemar Gajeel, seorang penyihir dari Fairy Tail High School.

"Heh, memang apa bagusnya Gajeel!" timpal Cana dengan suara khasnya. Dengan cepat, Cana membalik ke halaman depan yang berisi berita utama majalah Sorcerer hari ini. "lebih baik lihat ini!" tambah Cana sambil tertawa-tawa sendiri.

Lucy mengangkat alisnya. "Hm, 5 Peringkat Penyihir Tampan Fairy Tail High School." Ucap Lucy begitu membaca tulisan besar yang ada di halaman utama itu. "wah, Fairy Tail terkenal memiliki banyak penyihir tampan." Komen Lucy antusias.

Tiga orang lainnya mencondongkan tubuh mereka untuk dapat melihat lebih jelas. "Siapa peringkat satunya?!" tanya Jenny yang tiba-tiba datang itu.

Keempat orang yang jadi subjek bicara terkejut setengah mati. Hah, kebiasaan Jenny. "Kau mengagetkanku, baka!" tegur Cana marah-marah.

"Maaf-maaf. Tapi yang lebih penting, siapa peringkat satu sampai limanya?!" tanya Jenny lagi dengan nada penuh semangat.

Levy berdeham. "Peringkat limanya Loke. Si rambut pirang itu."

"Yang benar Loke peringkat lima?!" teriak Lucy tidak percaya.

Cana menyentil lengan gadis itu. "Diam sedikit!" protesnya.

"Peringkat empatnya Gray Fullbuster." Ucap Levy lagi.

"Ah, Gray-sama!" teriak Juvia yang entah ada di mana. *dijambak Juvia*

"Peringkat tiganya Akaishi."

Lucy dan Cana berhigh five ria karena pemuda idaman mereka mendapat peringkat tiga besar. "Akai-kun memang yang tertampan!" seru mereka berdua sambil menari-nari.

"Peringkat duanya Hibiki Lates dan peringkat satunya adalah Jellal Fernandes." Sambung Levy pada akhirnya.

"Ah tidak! Hibiki-kun kalah dari Jellal! Kenapa?! Kenapa?!" tutur Jenny histeris. Idolanya adalah Hibiki dari Fairy Tail High School, sekolah sihir khusus laki-laki.

DI FAIRY TAIL MAGIC SCHOOL

Fairy Tail sudah dikenal sebagai salah satu sekolah sihir besar dan ternama di Benua Ishgar. Tepatnya di negara Fiore, kota Magnolia. Sekolah tetangganya adalah Fiore International High School, sekolah internasional khusus untuk perempuan. Meski demikian, murid antar dua sekolah itu kecil sekali kemungkinannya untuk bertemu. Sebab Fairy Tail adalah sebuah sekolah asrama, sedangkan FIHS (Fiore International High School) tidak.

Sekolah sihir Fairy Tail juga sangat luas. Terdapat lima lapangan yang fungsinya untuk latihan fisik para muridnya. Gedung asrama dan gedung sekolahnya terpisah cukup jauh, jadi harus berjalan kaki selama lima menit untuk mencapai gedung sekolah dari asrama. Meski disebut asrama, tapi fasilitasnya seperti di hotel. Terdiri dari kamar tidur yang luas, bersih dan nyaman. Satu kamar ada satu kamar mandi, dua meja belajar, dua lemari untuk buku atau perlengkapan lain dan dua ranjang kayu yang disusun bersebelahan, lantainya pun ditutup dengan karpet agar menambah kenyamanan tiap muridnya, oh ya, ada sebuah dapur kecil dan kulkas juga. Selain itu juga ada lacrima yang fungsinya sama seperti televisi. Cukup lengkap, bukan?

Sekolah ini juga menyediakan kolam renang untuk olahraga muridnya. Untuk gedung sekolahnya mungkin terkesan gedung lama dan hanya ada 20 buah kelas saja sebab murid di Fairy Tail ini tidak terlalu banyak. Pembagian kelas di Fairy Tail ini sesuai dengan peringkat kekuatan sihir mereka, dibagi menjadi peringkat B, A, dan S. Saat ini penyihir kelas B ada 40 murid, kelas A ada 25 murid, sedangkan kelas S hanya 20 murid.

"Wah! Mirajane lagi-lagi jadi wanita tercantik nomor satu di Fiore!" ujar Natsu dengan terkagum-kagumnya.

Gray yang sedang tidur di kursi sebelahnya itu hanya mendelikkan matanya lalu menguap. Berbeda dengan Loke yang ikutan ingin lihat majalah yang sedang dibaca Natsu. "Hm, pantas saja lah, Mira-san kan seorang model." Tutur Loke sambil membetulkan posisi kacamatanya.

"Model itu apa maksudnya?" tanya Natsu dengan wajah bodohnya.

Pria berambut hitam bernama Gajeel yang baru saja tiba di kelas, nyengir dengan wajah menyebalkan. "Katanya kau penyihir kelas S. Masa model saja tidak tahu? Payah!" cibir Gajeel tidak mau kalah.

"Memang ada hubungannya antara model dengan penyihir kelas S, hah?!" Natsu langsung berdiri dan menarik kerah seragam Gajeel. Hendak memulai pertengkaran. Gajeel menyeringai dan malah memasang wajah ngajak berantem.

Untung saja seorang pemuda berambut merah langsung menjauhkan wajah mereka jauh-jauh untuk melerai. "Dasar berisik! Berdebat di luar saja sana!" tegurnya dengan galak. Loke dan Gray yang menyaksikan itu tertawa-tawa.

"Aka..-akaishi!" celetuk Gajeel dan Natsu serempak. Kedua dragon slayer itu memalingkan wajahnya karena terlalu takut pada pemuda berambut merah itu.

"Akaishi! Tumben kau datang terlambat?" tanya Gray yang masih duduk manis di tempat duduknya dengan menyandarkan sebelah lengannya di meja belakangnya.

"Hm, aku bangun kesiangan." Sahut pemuda yang dipanggil Akaishi itu sambil terduduk di kursi yang ada di belakang meja Gray.

Gray menyeringai. "Makanya, cari teman sekamar!" usul Gray dengan nada gurau. Karena ia tahu Akaishi hanya ingin menguasai kamar seorang diri. Sementara teman lainnya harus berbagi satu kamar dengan satu teman lainnya.

"Hah, tidak mau, ah. Lagian tidak ada murid yang tidak kebagian kamar juga. Jadi sudah sepantasnya aku menguasai kamar itu seorang diri." Sahut Akaishi dengan enteng. Kemudian ia mengambil beberapa buku dari dalam tasnya.

"Curang sekali, ketua kelas!" cibir Natsu dengan melancipkan bibirnya.

Mendengar itu Akaishi langsung memicingkan pada Natsu. "Hari ini tugasmu adalah mengelap semua jendela kelas, Natsu!" ucap Akaishi dengan nada mengancam. Natsu pura-pura tidak dengar dan malah siul-siul sendiri.

Inilah kekuatan Ketua Kelas. Ia bebas memerintah teman-temannya yang berhubungan dengan kelas. Membersihkan ruangan kelas memang kewajiban murid tiap kelas, akan dibuat jadwal bergilir dan yang menentukannya adalah ketua kelas mereka masing-masing.

Begitu Akaishi, Natsu dan yang lain sedang mengobrol ringan, seorang pemuda berambut biru masuk ke kelas dengan tergesa. Wajahnya panik dan kemejanya sedikit berantakan. Terlihat tangannya sibuk merogoh-rogoh tasnya seperti mencari sesuatu. Setelah itu ia menuju mejanya dan mengintip kolong meja.

"Mencari apa, Jellal?" tanya Loke yang menghampiri pemuda berambut biru bernama Jellal itu.

Jellal mendongak pada Loke dan menghela napas. "Lagi-lagi ada barangku yang hilang, Loke." Terang Jellal dengan nada kesal. Setelah itu ia mengacak-acak rambutnya sendiri karena frustasi.

"Memang apa yang hilang?" tanya Natsu ikut penasaran.

"Pensil 2B-ku. Aku kira ketinggalan di kelas, ternyata tidak." Sahut Jellal lagi yang disusul helaan napas keras.

Natsu menaruh jarinya di bawah dagu lalu menoleh pada Akaishi. "Hoi, Ketua Kelas. Temanmu ada yang kehilangan barang terus-terusan, tuh." Seru Natsu pada Akaishi yang sedang membaca buku filsafat itu.

"Tugas ketua kelas adalah mengatur piket dan ketertiban kelas. Bukan mengurusi murid yang kehilangan barang." Sahut Akaishi tanpa melepas pandangannya dari buku yang dibacanya. "Lagipula, Jellal kan ketua asrama di blok G dimana kita tinggal, harusnya ia yang mengurusi dirinya sendiri." Tambahnya dengan tegas.

Pemuda bersurai pink itu mendecih. "Terserah kamu, deh." Ucap Natsu menyerah. Ia memang sulit jika berdebat dengan Akaishi yang galak plus judes itu.

"Kebiasaan Akaishi. Tidak pernah peduli pada teman, ya.. Mengecewakan." Cibir Jellal menggeleng-geleng kepala seolah prihatin pada kecuekan pemuda bersurai merah itu.

"Hah, tidak usah komentar! Cari saja pensilmu itu, Jelly!" Sembur Akaishi tanpa memandang Jellal.

Jellal berdecak lidah. "Siapa sangka murid yang dikenal bringas di sekolah ini memanggilku Jelly? Oh Tuhan, imut sekali!" ejek Jellal yang diikuti tawaan dari Natsu, Gajeel, Loke dan juga Gray.

"Benar! Lucu sekali, tahu, Akaishi! Kau dapat darimana panggilan seperti itu?" timpal Gray yang masih tertawa terbahak-bahak itu.

Mendengar tawaan temannya itu, Akaishi bersemu merah dan emosinya meletup-letup. "Hentikan! Kalian mengangguku!" balas Akaishi pura-pura tidak menggubris.

Jellal menghampiri Akaishi yang masih berkutat dengan bukunya itu. Sebelah tangannya menutup buku agar Akaishi menatapnya. "Apa maumu?" tanya Akaishi ketus.

Jellal tidak langsung menjawab. Ia memandang mata coklat Akaishi sejenak dan menyeringai. "Kau adalah teman yang tinggal di sebelah kamarku. Jadi kau harus membantuku." Ucap Jellal yang tak bisa ditebak makna tersembunyinya oleh Akaishi.

Akaishi menautkan sepasang alisnya. "Tidak perlu teman sebelah kamarmu, minta saja sama teman sekamarmu." Balas Akaishi lagi dengan menyenderkan punggungnya di punggung kursi. Matanya berkilat menatap Jellal seolah menantang pemuda surai biru itu.

"Jet itu murid kelas A. Selain itu ia komplotannya Droy." Terang Jellal dengan datar.

"Terus kenapa?" sahut Akaishi lagi nyolot.

Jellal menghela napas, "Sudah jelas, bukan? Mereka memiliki komplotan lagi dari FIHS (Fiore International High School)." Sambung Jellal masih memandang Akaishi.

Sekilas Akaishi memutar matanya lalu menggendikkan bahu.

"Heh, kau ini benar-benar menyebalkan." Jellal yang menyerah pun akhirnya kembali ke kursinya. Membuat empunya empat pasang mata lain memiringkan kepala karena bingung. Akaishi pun menggendikkan bahu lagi lalu kembali membaca buku yang dibacanya tadi.

Beberapa menit kemudian, murid lain mulai berdatangan dan tak lama dari itu pelajaran pun dimulai. Pelajaran pertama adalah pelajaran Gildarts-sensei yang mengajar tentang Ilmu Fisika dalam Sihir. (?)

Usai pelajarannya Gildarts-sensei dilanjutkan pelajaran olahraga yang diajar oleh Ichiya-sensei. Olahraga hari ini adalah pengambilan nilai lari. Tak berlangsung lama, setelah pengambilan nilai murid-murid mendapatkan jam bebas sebelum akhirnya ke pelajaran selanjutnya.

Murid-murid yang berkeringat itu segera memasuki kelas untuk mendinginkan badan di ruang ber-AC. Jellal menarik sebuah kursi tepat di bawah AC dan membiarkan angin dingin itu menerpa tubuhnya yang berkeringat.

"Hati-hati, Ketua Asrama bisa masuk angin, loh." Ucap Natsu yang juga ikut-ikutan menarik kursi di sebelah Jellal dan mendinginkan tubuh di bawah AC.

"Heh, sama saja kau juga masuk angin." Timpal Jellal tersenyum kecil. Loke dan Gray serta beberapa murid lain juga mengikuti tingkahnya. Berbeda dengan Akaishi yang keluar kelas dengan membawa seragam gantinya untuk berganti pakaian duluan.

"Hei, Akaishi! Aku juga mau ganti baju, tunggu aku!" seru Gajeel yang mengambil seragam gantinya di tas dan berlari mengejar Akaishi yang tidak menggubrisnya itu. "Hoi, Akaishi! Tunggu!" seru Gajeel lagi seraya berlari terbirit-birit.

Jellal dkk yang menyaksikan itu mengangkat sebelah alis. "Akaishi itu sedikit aneh, ya.." gumam Natsu memicingkan matanya pada arah kepergian Akaishi.

"Hm, benar. Ia jarang sekali bermain dengan kita." Tambah Loke menyetujui. "ditambah cara bicaranya yang tidak mengenakkan telinga."

"Yah, mungkin karena ia tinggal sendirian di kamar jadi ia merasa tidak memiliki teman." Tambah Gray.

Jellal terdiam dan hanya menatap AC yang berwarna putih itu.

"Hoi, Jellal, menurutmu bagaimana?" tanya Natsu penasaran.

Sekilas Jellal melirik pada pemuda bersurai pink itu lalu mengangkat bahunya. "Dia sungguh menyebalkan. Seperti wanita saja." Terang Jellal blak-blakan.

"Heh, iya juga! Apalagi panggilan 'Jelly'-nya itu sungguh girly, bukan?!" timpal Gray yang disusul tawaan membahana lagi.

"Tapi rasanya ia sungguh tidak menyukaimu, Jellal. Pernah ada masalah apa?" tanya Gray yang kemudian kepikiran hal itu.

Jellal kembali mengangkat bahu. "Yah, mungkin karena aku sering menyindirnya yang menguasai kamar asrama sendirian." Terang Jellal acuh tak acuh.

Natsu menyeringai. "Daripada membicarakan Akaishi yang tidak normal itu, mending kita membicarakan murid wanita yang cantik-cantik." Tutur Natsu dengan nada aneh. Hal tersebut langsung disetujui Loke.

Dengan segera, Natsu membuka majalah Sorcere yang ia bawa. Majalah Sorcerer itu adalah edisi tiga bulan yang lalu. Natsu belum membeli edisi barunya lagi karena sempat dimarahi oleh ibunya. Lagipula edisi tiga bulan lalu itu saja ia belum membacanya.

Pemuda surai pink itu membuka majalah halaman demi halaman bersama Loke. Mata Loke berbinar-binar tidak sabar melihat gadis yang diidamkannya. Bosan melihat pria terus-terusan. Kalau melihat wanita, itupun paling sensei-sensei yang mengajar di sini.

Perhatian kedua orang itu terpaku pada halaman dengan artikel yang disertakan foto seorang wanita berambut panjang berwarna merah.

Di saat itu juga, Gajeel dan Akaishi baru kembali dari ganti baju. Mereka langsung duduk di kursi mereka dan merapikan seragam olahraga mereka lagi.

"Adik dari penyihir terkemuka yang menggetarkan hati para pemuda di jajaran Fiore. Ia memiliki kemampuan mengayunkan pedang dengan luar biasa." Ucap Loke membacakan artikel yang ia baca.

"Wah, keren! Seorang pendekar wanita!" seru Natsu dengan mata melotot menatap foto wanita di majalah itu.

Teman-temannya yang ada di sekitar melirik dan mendengarkan apa yang diucapkannya karena tertarik. Termasuk Jellal dan juga Akaishi.

"'Ia adalah adik tunggal dari Laxus Dreyar – penyihir kelas SS muda – serta berhasil memenangkan banyak pertarungan pedang di Fiore.' Wah! Keren sekali! Cantik lagi!" komen Natsu begitu selesai membaca beberapa paragraf.

Beberapa temannya mulai mengerubung untuk melihat foto gadis itu. "Wah! Benar cantik!" timpal yang lainnya setelah melihat foto gadis itu.

"Sayangnya, wanita ini melanjutkan hidupnya di negeri lain dan tidak ada kabar jelasnya lagi." Sambung Natsu membaca paragraf akhir dari artikel itu. Penonton kecewa.

"Siapa nama wanita itu?" tanya Jellal dengan melirik foto gadis yang sedang dibicarakan itu.

Natsu mencari nama penyihir wanita itu. "Erza!" pekik Natsu dengan nada bersemangat seperti biasanya. Mendengar pernyataan itu, Akaishi yang sedang minum malah tersedak dan terbatuk-batuk. Max menepuk-nepuk punggungnya agar batuknya reda.

"Erza..?" ulang Jellal sambil merenung.

"Heh, ada apa, Jellal? Jatuh cinta pada pandangan pertama, ya?!" goda Natsu. Beberapa murid lain ikutan menggodanya.

"Heh, mungkin." Gurau Jellal sambil menyeringai. "warna rambut dan tubuhnya sangat seksi, bukan?" tambah Jellal blak-blakan. Entah kenapa, Akaishi mendadak malah sesak napas dan wajahnya sedikit memerah. Ia mencoba untuk mengontrol dirinya itu dengan keluar kelas. Menghindar dari teman-temannya yang sedang menggoda-goda Jellal.

Akaishi berjalan cepat ke atap dan segera menghirup udara dalam-dalam lalu membuangnya secara cepat. "Baka! Kau ini Akaishi, baka! Bukan Erza! Erza sudah mati! Erza sudah mati!"

Akaishi yang sebenarnya adalah Erza. Menyamar sebagai laki-laki agar diperkenankan menjadi Penyihir SS-Class sama seperti anikinya. Perjuangannya untuk menjadi penyihir kelas S di Fairy Tail sangatlah sulit. Sudah satu tahun ia menjalani kehidupan seperti ini, ia tidak boleh menyerah.

.

.

Pelajaran terakhir adalah pelajaran Precht-sensei. Tema pelajarannya hari ini adalah meningkatkan Sword Skills. Skills yang sebenarnya tidak harus dimiliki oleh setiap penyihir.

"Ya, hari ini aku minta Jellal Fernandes dan Akaishi maju mempraktekan teknik yang saya ajarkan minggu lalu." Pinta Precht-sensei tiba-tiba. Membuat dua orang yang disebut itu terkejut setengah mati. Terlebih Jellal yang tidak terlalu suka pelajaran ilmu pedang ini.

Berbeda dengan Akaishi aka Erza, yang langsung ke tengah area untuk berduel dengan Jellal.

Jellal menyeret kakinya lalu mengambil sebuah pedang yang disediakan dekat area. Erza sudah memasang kuda-kudanya dan bersiap menghadapi Jellal. Pemuda bersurai biru itu ikut memasang kuda-kuda dan konsentrasi untuk mencari celah lemahnya si surai merah itu.

"Mulai!" pekik Precht mengaba-aba.

Jellal sedikit kesal karena Erza seperti tidak ada kelemahannya. Surai merah itu langsung melesat dan menyerang kaki kiri Jellal. Untunglah Jellal dapat membaca pergerakan orang yang diketahuinya sebagai Akaishi itu. Ia segera mengangkat kakinya lalu memutar tubuhnya dengan gesit serta mengarahkan pedangnya ke arah Erza.

SLANG!

Erza berhasil menangkis serangan pedang itu. Setelah itu Erza mendorong pedang Jellal dan mengadukan pedangnya beberapa kali dengan pedang Jellal. Sesekali pedang gadis itu hampir saja menebas telinga pemuda itu.

"Ayo, Jellal! Akaishi!" pekik beberapa murid yang mulai riuh.

Pertarungan masih berlangsung. Aduan pedang mereka makin cepat. Bunyi nyaring dari pedang mereka terdengar begitu merdu. Baik Jellal maupun Erza sudah mulai kelelahan, keringat yang mengucur di dahi mereka tidak dipedulikan.

Erza sempat merunduk dari serangan pedang Jellal dan menebaskan pedangnya di bawah kaki Jellal. Jellal melompat tinggi dan kembali mengayunkan pedangnya namun ditahan Erza dengan sekuat tenaga.

Pada akhirnya, Erza memutuskan menggunakan serangan pemungkasnya. Ia menangkis pedang Jellal lalu melompat dengan gerakan berputar seraya mengayunkan pedangnya pada pedang Jellal yang akhirnya malah terlempar itu karena Jellal longgar. Kaki Erza yang masih di udara menendang dada bidang Jellal hingga pemuda yang masih sedikit heran itu terjatuh ke tanah. Dengan segera Erza mengarahkan pedangnya tepat di sebelah kepala Jellal. Menandakan kemenangannya dalam pertarungan ini.

"CUKUP!" pekik Precht yang menghampiri Jellal dan Erza itu. "Wah, Akaishi memang luar biasa seperti biasanya." Pujinya sambil bertepuk tangan. Murid-murid yang lain pun ikut bertepuk tangan seraya menyoraki Erza.

Erza menyarungkan pedangnya, lalu mengulurkan tangannya pada Jellal yang masih tertidur di tanah itu. Jellal menerima uluran itu dan bangkit dengan napas terengah. "Hah, aku memang selalu kalah denganmu jika bermain pedang." Gumamnya datar.

"Kau kalah denganku dalam segala hal." Tukas Erza dengan datar juga.

"Apa katamu?!" rutuk Jellal tidak terima. Erza hanya tersenyum dan mengangkat bahu. Ia meninggalkan Jellal dan mengambil minumnya.

Jellal mendengus. Precht-sensei kembali memberikan beberapa kuliah lagi mengenai Sword Skill. Ah membosankan bagi Jellal dan lainnya. Mereka tidak terlalu suka bermain pedang. Rasanya hanya Gajeel dan Akaishi yang menyukainya.

Setelah selesai, murid-murid membereskan barang-barangnya dan hendak kembali ke asrama karena pelajaran hari ini sudah selesai. Erza dan Jellal pun demikian.

Jellal menyipitkan matanya pada Erza yang kini berjalan di depannya. Sebal. Itulah yang ia rasakan. Begitu memasuki gedung asrama, Jellal mendahului Erza dalam menaiki tangga dan segera ke kamarnya. Erza tidak peduli.

Erza berjalan perlahan menuju kamarnya di kamar G-088. Sesampai di depan pintu, Erza merogoh kunci kamarnya di tas ranselnya. Membuka kamar dan masuk dengan perasaan lega. Tak lupa ia mengunci kembali kamarnya agar tidak ada sembarang orang masuk.

Begitu melepaskan sepatunya dan menaruh di rak dekat pintu, Erza membuka seragamnya yang berukuran lebih besar dari tubuhnya dan melemparnya di keranjang pakaian kotor. Setelah itu Erza melepaskan lilitan kain putih yang menutup dadanya agar terlihat bidang. Erza bisa bernapas lega setelahnya.

Segera Erza mengambil handuknya dan mandi dengan air hangat. Membasuh rambut dan seluruh tubuhnya. Ia sempat sedih begitu teringat rambut Scarlet panjangnya kini menjadi pendek agar memperlihatkan dirinya seperti laki-laki. Demi menjadi penyihir SS-Class. Erza tersenyum getir. "Ini semua demi aniki. Aku harus mengalahkannya!" gumamnya di tengah rintikan air hangat dari shower yang membasuh tubuhnya.

Beralih pada Jellal yang kini sedang berjongkok di kolong dan berjinjit ke atas lemari untuk mencari mugnya yang tiba-tiba saja hilang. Ia sempat mendecakkan lidah berkali-kali karena benda yang dicari tak kunjung muncul.

Ia pun kelelahan dan menghempaskan tubuhnya di mini sofa depan televisi. Ia tambah kesal karena Jet, sang rekan sekamarnya itu belum juga kembali ke kamar. Sial, padahal Jellal ingin bertanya banyak hal. Ia sedikit curiga pada Jet. Kemungkinan besar orang itulah yang menyebabkan barang-barangnya hilang. Karena ia pernah sekali mendapati Jet memegang-megang beberapa barang Jellal dan hendak menyembunyikannya.

Jellal pun meraih handuknya dan masuk ke kamar mandi. Membasuh tubuhnya dengan air dingin. Yah, ia sangat perlu mendinginkan kepala dan seluruh tubuhnya. Setelah selesai, ia ke lemari untuk mencari pakaian. Usai berpakaian lengkap dengan T-Shirt berwarna Navy dengan celana selutut berwarna abu muda, Jellal mengecek isi lemari pakaiannya.

Tangannya giat menghitung-hitung jumlah pakaian yang ada di dalam lemari itu. Alisnya terangkat begitu menyadari lagi-lagi jumlahnya kurang dari yang seharusnya. "Aish, bahkan celana pendekku sampai dicuri. Hah, keterlaluan." Gerutu Jellal yang kemudian menutup lemarinya dengan kasar.

Ia memutuskan untuk menjernihkan pikirannya dengan keluar asrama dan berkeliling di taman. Menghirup udara segar. Yah, Jellal sedikit tenang begitu berjalan pelan di sekitar taman dan menyaksikan senja yang damai ini. Jellal melangkahkan kakinya sampai ke pintu gerbang di samping dan di situlah langkah kaki Jellal terhenti.

Dilihatnya Jet yang sedang memberikan sebuah kotak besar pada seorang gadis yang berambut biru yang bersembunyi di balik pintu gerbang yang tak dijaga satpam itu. Jellal menyipitkan matanya. Gadis itu membuka kotak besar dan mengeluarkan isi dari kotaknya. Mata Jellal membulat begitu tahu isi dari kotak itu adalah barang-barangnya yang hilang.

"Ah, terima kasih, Jet! Berkat kau, kita jadi punya barang yang dimiliki oleh Jellal-kun!" pekik gadis berambut biru, Levy, dengan girangnya. Membuat Jet tersipu dan salah tingkah.

"Bukan masalah. Itu adalah hal kecil." Sahut Jet sambil terkekeh. Setelah itu Levy menyodorkan sebuah amplop yang berisi bayaran untuk Jet. Lagi-lagi Jellal tertawa hambar melihat perbuatan di luar logika teman sekamarnya itu.

Hah, Jellal muak. Dia sudah tidak ingin berurusan dengan pria yang berlari cepat itu. Melabrakpun percuma. Kenyataannya sudah banyak barang pribadinya hilang berkat teman sekamarnya. Mengetahui semua itu, Jellal segera ke ruangan Gildarts-sensei untuk melaporkannya.

.

.

Setelah merapikan pakaiannya di lemari dan membereskan ranjangnya, Erza duduk di sofa dan menonton lacrima TV. Tangannya mengambil sebungkus snack rasa keju di meja dekat sofanya. Sementara matanya tetap fokus pada tayangan berita yang ditayangkan di TV-nya.

Tok! Tok! Tok!

Awalnya Erza pura-pura tidak mendengar ketukan pintu itu.

Tok! Tok! Tok!

Erza melihat jam yang ada di dinding. Pukul 21.00. Siapa yang datang? Ah, paling Natsu yang sedang iseng.

TOK! TOK! TOK!

Kali ini ketukannya lebih keras lalu disusul oleh teriakan seseorang. "Akaishi! Buka pintunya!" teriak orang itu seraya menggebrak pintunya.

Wah gawat! Suara Ketua Asrama! Tumben sekali mendatangi kamarnya malam-malam begini. Dengan gesit Erza meluncur ke pintu dan membuka kuncinya.

Ia terkejut setengah mati melihat Jellal yang berdiri di depan kamarnya dengan dua buah koper di kedua tangannya dan satu tas ransel di pundaknya. Pemuda itu melambaikan tangannya dengan wajah redup.

"Ada apa?" tanya Erza heran.

Jellal tidak langsung menjawab. Kemudian ia menunjukkan sebuah kertas tepat di depan wajah Erza. Gadis bersurai merah meraih kertas itu dengan kasar dan membacanya. "I-ini..." tuturnya terbata. Tangannya meremas kertas itu karena tidak percaya.

"Benar! Mulai hari ini, aku akan tinggal di kamar ini bersamamu!" potong Jellal dengan cepat. Kemudian ia menggeret dua kopernya ke dalam kamar Erza dengan gesit sebelum Erza mencegahnya. Erza yang tersadar dari lamunannya itu menarik lengan bajunya Jellal.

"Apa maksudmu tinggal di kamar ini, baka?!" tanya Erza dengan alis terangkat.

Jellal mengangkat bahu. "Gildarts-sensei sudah menyetujuinya, bukan? Kau mau menentangnya? Lagipula akulah ketua asrama-nya, jadi jangan macam-macam." Balas Jellal dengan lancar.

Erza mendengus. "Aku tidak mau! Pindah ke kamar lain sana!" tukas Erza seraya menarik sebuah koper Jellal keluar tapi ditahan sang pemilik.

"Baka, memang kamar ini milikmu?!" tanya Jellal datar. "ingat, seharusnya satu kamar ditempati dua orang!"

"Terkecuali kamarku!" sela Erza. "lagipula kenapa kau pake pindah kamar segala?!"

Jellal mendecih. "Kau menyebalkan." Rutuknya.

Mendengar itu, Erza sedikit tertegun. Nada bicara Jellal saat mengucapkan kata-kata tersebut terdengar begitu menusuk di telinganya. Apa yang salah? Benar, ia memang menyebalkan.

Erza akhirnya terdiam dan menyerah. Lagian ia sedikit iba melihat wajah Jellal yang kelihatan lelah bercampur kesal itu.

Pemuda berambut biru itu menggeret kopernya ke dekat lemari lalu ia menidurkan dirinya di ranjang yang berada di dekat rak buku. Erza yang masih tertegun hanya memandang Jellal yang mulai mengatupkan matanya.

Erza menghela napas keras. Ia menghampiri Jellal yang tertidur itu. "Baiklah, kau boleh di kamar ini. Asalkan jangan pernah mengganggu atau merepotkanku!" perintah Erza dengan datar. Mendengar itu Jellal mendengus lalu membalik badannya, membelakangi Erza.

Erza ikut mendengus lalu berjalan kembali ke Lacrima TV dan mematikannya. Mood menonton TV-nya sudah sirna. Setelah itu ia menepikan koper dan tas ransel Jellal ke sebelah lemari pakaian yang kosong, juga menaruh sandal Jellal di rak sepatu dekat pintu masuk. 'Sial, kenapa aku jadi memperhatikan pemuda itu?' pikir Erza dalam hati. Begitu serasa semuanya tertata benar, Erza mematikan lampu dan beranjak ke tempat tidurnya untuk tidur.

Hm, satu tahun berlalu, penyamaran Erza di sekolah ini berjalan mulus. Tapi kini seorang pemuda, Jellal Fernandes mulai mengusik ketentraman dan kerahasiannya. Apakah penyamaran Erza akan berhasil sampai akhirnya mengalahkan Laxus?

Kisah hidup Erza akan berubah drastis mulai dari sini...

Terima kasih kepada Jellal Fernandes, teman sekamarnya yang baru!

CHAPTER 1 END!

Naah, demikianlah chap pertama. Jelek kah? Tidak menarik,kah? Tolong review, yaa.. Silakan kritik dan jika ada yang merasa kebingungan silakan tanyakan. Terima kasih sudah berkenan untuk membaca! Ditunggu reviewnya! ^o^