I Like You, Senpai!
Chapter I
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Typo, RIP Grammar, OOC, dan Kesalahan Pemula Lainnya.
Selamat Membaca
xxx
Seluruh staf yang mendengar 'peperangan' di lantai tiga itu benar-benar berusaha melanjutkan pekerjaan mereka. Meski agak sedikit sulit untuk berkonsentrasi dengan apa yang mereka lakukan, namun suara percekcokan antara senpai dan kouhai itu sudah seperti musik latar mereka sehari – hari.
"Kau bisa menolaknya dengan baik, Sasuke. Dengan sedikit lebih sopan. Aku heran kenapa makhluk sepertimu bisa mendapatkan banyak fans. Kau? Cool? Pffftt, entah dasar apa yang membuat penggemarmu bisa melihatmu sebagai seorang yang cool."
"Dengarkan aku, Tenten-chan yang manis," ia membuat wajah seolah akan muntah di kata yang terakhir. "Mereka memujaku karena aku untouchable, jarak antara idola dan fansnya jelas. Dan mereka semua suka itu, karena berarti aku milik semua orang. Oh tunggu, idola milik semua orang? Ten-chan, bukankah itu termasuk dalam deskripsimu?" Ia menyeringai dengan kesan meremehkan. "Idola semua orang?Pffftt, idola semua hidung belang maksudmu? Apa kau tidak merasa risih dengan para lelaki paruh baya yang selalu memenuhi kursi VVIP di setiap konsermu?"
Tenten menggelengkan kepalanya dengan pandangan tidak percaya, menonjok wajah Sasuke hanya akan menyeretnya dalam masalah. Delapan bulan sejak lelaki muda berambut legam ini memulai debut dan otomatis berbagi studio latihan dengannya. Delapan bulan pula ia selalu menemukan hal yang bisa memicu pertengkaran. "Saat ini fansmu hanya buta karena kau idola baru yang punya suara bagus." Tenten mengakui itu, dia harus berjiwa besar kalau kouhai tak sopan yang menambahkan imbuhan 'chan' di belakang namanya itu memang bertalenta. "Tapi saat mereka sadar, bye Sasuke." Ia memberikan senyum manis yang nyata dibuat-buat.
"Itu tidak akan terjadi, Tenten-chan. Karena aku akan selalu menemukan cara agar mereka selalu dan selalu suka padaku." Ia bergerak maju dan meraih salah satu ujung rambut Tenten yang kebetulan hari itu dikuncir dua. Ada rasa puas di hatinya melihat senpai-nya gelagapan. "Ne Tenten-senpai, mau kuperlihatkan salah satu caranya?" Kali ini ia berbisik di telinga Tenten. Ia benar-benar menikmati bagaimana rona merah menjalar dengan cepat hingga ke ujung telinga gadis bermanik hazel itu.
"Sasuke, lihat ke bawah." Suara yang biasanya terdengar ceria itu kali ini mengirimkan sinyal mengerikan untuknya. Belum sempat ia melihat ke bawah, tumit sepatu Tenten sudah beradu dengan ujung jarinya. "Aaah, padahal tadinya meninju dagumu akan lebih efektif. Tapi itu bisa membuatku kena marah, jadi, aku tidak minta maaf, ya." Cengiran jahil membuat wajahnya hari itu terlihat seperti anak kecil.
"Sasuke!"
"Tenten!"
Dua orang yang lebih tua, seorang laki-laki dan seorang perempuan masuk dengan raut wajah tegang.
Tenten memasang wajah tanpa dosanya, "Ya, Shizune-san. Ada apa?"
Manajernya hanya memijat kepalanya yang mendadak sakit setelah melihat situasi di dalam ruangan. Dua orang penyanyi yang saat ini memuncaki tangga lagu terlibat cekcok, lagi. Ia mengatur napasnya baik-baik, untung saja mereka cukup profesional dengan tidak melakukan pertengkaran di luar. Ia sudah membayangkan kemungkinan terburuk yang bisa muncul sebagai headline surat kabar.
"Aku sudah memperingatkanmu, Sasuke-kun. Jangan memprovokasinya." Lelaki berambut sebahu itu menegur Sasuke yang masih mendesis kesakitan.
"Aku hanya mengetesnya, Genma-san." Dengan tertatih ia berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil satu kantong kompres. Merasakan tiga pasang mata dengan tatapan menusuk ke arahnya, ia menyandarkan dirinya di sofa. "Baiklah, aku khawatir dengan Tenten. Tapi ternyata aku berlebihan, dia bisa menjaga dirinya sendiri." Mata gelapnya memindai ekpresi kaget ketiga orang di ruangan itu. "Sudahlah, tidak perlu sekaget itu." Ia berusaha terlihat cool sembari mengompres ujung jarinya. Tapi semburat kemerahan terlihat jelas membayang di kulit pucatnya, menegaskan kalau ia sendiri merasa malu dengan perbuatannya.
"Maaf." Tenten menunduk, jemarinya memainkan pita yang ada dibajunya, dan melempar senyum gugup ke arah Genma, manajer Sasuke dan Shizune yang hanya mengangguk, jelas wanita yang sudah hampir tiga tahun menjadi manajernya itu sedikit lega dengan permohonan maaf Tenten.
"Tak usah dipikirkan," jawab Sasuke datar. "Hmm, Genma-san, bisa kita ke stasiun tv sekarang? Siarannya akan dimulai dua jam lagi."
"Ah, baiklah. Kau tidak ingin makan dulu?" Manajernya itu mengangkat tas yang berisi keperluan Sasuke dan menyerahkan jaket lelaki bermata gelap itu.
Ia memakai jaketnya, "Ibuku membuatkanku bekal pagi ini, jadi aku bisa makan dalam perjalanan."
Tenten menatapnya dengan tatapan tidak percaya, Sasuke, Uchiha's Poster Boy Sasuke, dibuatkan bekal. Bibirnya yang kemerahan hendak mengeluarkan suara namun satu jari menyentuhnya lembut.
"Aku tahu apa yang ingin kau katakan, Ten-chan." Ia tersenyum, bukan seperti senyuman yang menghiasi poster-poster di toko kaset, tapi tersenyum seperti seluruh bagian wajahnya ikut tersenyum. "Aku berangkat dan aku akan hati-hati." Satu tangannya bergerak ke puncak kepala Tenten dan mengusapnya pelan. "Kau juga hati-hati. Sampai nanti, Ten-chan."
"Uh, kau…." Tenten melepaskan tangan Sasuke dengan agak kasar, orbs cokelatnya seakan berkilat ke arah Sasuke yang menyeringai senang.
"Haah, Sasuke..." Genma menggeleng tak percaya. Sementara Shizune hanya melirik ke arah Tenten, sigap kalau-kalau Tenten menyerang Sasuke lagi. Kedua manajer itu heran dengan sikap Tenten yang selalu berapi-api di dekat Sasuke. Lelaki dengan rambut yang berantakan itu memang pandai mencari titik amuk Tenten, tapi gadis bersurai cokelat sepunggung itu bukan pemarah. Hampir lima tahun mereka mengenal gadis itu, dan jika mereka ditanya siapa artis dari Konoha Agency yang paling sabar, maka semua telunjuk akan terarah padanya.
BRAK! Pintu ruang latihan terbuka dengan kasar. Keempat orang itu mematung melihat siapa yang datang. Jangan bilang mereka akan menerima teguran gara-gara keributan yang sering terjadi belakangan ini.
"Tenten, ah, Sasuke kau juga disini. Kebetulan sekali." Seorang wanita paruh baya dengan rambut pirang terang masuk dan langsung menuju set meja makan di sudut ruangan. "Ayo kesini, duduk disini." Ia seolah tidak menghiraukan ketegangan di wajah kedua orang yang dipanggilnya.
Tenten mengerling ke arah Shizune yang menyuruhnya kesana dengan tangannya sebelum menuruti permintaan pemilik agensi itu.
"Tsunade-sama, maaf tapi Sasuke harus ke stasiun radio sekarang juga." Genma menjawab takut-takut.
Wanita itu mengangguk, "ini tidak akan lama. Duduklah Sasuke." Perintahnya dengan nada yang tidak bisa dibantah membuat lelaki muda itu maju pelan-pelan dan duduk di kursi kosong di depannya.
Ia tersenyum, namun matanya menelusuri wajah kedua sumber penghasilan terbesar agensinya saat ini.
"Tsunade-sama, jika kau ingin memarahi kami karena kegaduhan yang kami buat, kami minta maaf." Tenten menundukkan kepalanya. Lebih baik ia mengakui dosanya sekarang sebelum mereka benar-benar dimarahi.
Senyum Tsunade mengembang lebar, membuat Tenten dan Sasuke saling beradu pandang keheranan. "Aaa, kalian memang benar-benar mengganggu ketentraman pekerja disini." Keduanya meminta maaf secara serempak. "Tapi aku sudah menemukan solusinya." Ia menaruh dua rangkap dokumen di atas meja dan menyorongkan masing-masing satu rangkap di hadapan keduanya.
Keduanya terkejut setelah melihat judul dokumen itu. Kontrak? Apa? Kedua manajer mereka yang sedari tadi hanya berkomunikasi dengan kontak mata pun tak kalah terkejutnya.
"Seorang teman baikku meminta partisipasi kalian di film terbarunya. Tenten, ia punya satu peran untukmu." Tenten mengangguk, ia sudah beberapa kali menjadi cameo hanya karena dianggap bisa mengumpulkan penonton laki-laki dari beragam basis usia. Brunette itu mulai membuka halaman pertama sementara Sasuke hanya memandangi dokumen di depannya penuh curiga, "dan kau akan menyanyikan salah satu soundtrack-nya, secara duet bersama Sasuke."
Terperanjat, Tenten mengangkat kepalanya dan berkedip tak mengerti beberapa kali. "Tsunade-sama?" Ia ingin memastikan kalau telinganya tidak menipunya.
"Ya, mungkin jika kalian bekerja sama kalian akan bisa mengerti satu sama lain dan berhenti membuat kegaduhan. Sudah beberapa orang yang mengadu padaku. Jadi daripada memarahi, lebih baik aku memberi kalian pelajaran." Senyum sadis tersungging ketika ia menatap mereka dalam-dalam.
"Maaf Tsunade-sama, Tenten harus mempersiapkan konser tunggalnya yang tidak lama lagi." Shizune menginterupsi, Tenten bisa kehilangan lebih banyak waktu tidurnya dengan ini. Anak asuhannya itu seorang yang perfeksionis hingga terkadang merusak dirinya sendiri.
"Apa kau mengatakan kau tidak sanggup mengatur jadwal Tenten, Shizune-san?" Kedua tangan menopang dagunya, wanita itu mengalihkan tatapan tajamnya ke manajer Tenten yang memucat di tempat.
Shizune menunduk cepat, "maaf, saya hanya kaget dengan hal ini." Tidak biasanya Tsunade menyetujui suatu pekerjaan tanpa melakukan konsultasi dengan para manajer. "Saya akan coba menyesuaikan jadwal Tenten agar semuanya bisa terakomodasi."
"Bagus kalau kau mengerti. Nah Tenten, Sasuke, ada yang ingin kalian bicarakan?" Ia kembali kepada dua orang yang duduk di depannya.
Tenten menatapnya lurus, "aku mengerti dengan bagian menjadi cameo, tapi soundtrack, Tsunade-sama, bukankah lebih baik jika anda meminta salah satu personil Dolls untuk melakukannya?" Dolls adalah duo yang berada di agensi mereka, beranggotakan dua orang gadis yang satu tahun lebih muda darinya, Ino dan Sakura.
"Produsernya memintamu, Tenten. Aku sudah hapal reaksimu, aku mencoba menghindari clash yang mungkin kalian ciptakan tapi produsernya bersikeras itu harus kau."
Tenten hanya bisa mengangguk pasrah, kemudian melirik kesal ke Sasuke yang duduk di sebelahnya.
"Cobalah untuk bisa sedikit memahami satu sama lain. Kalian paham?" Tatapan tajam Tsunade membuat mereka mengangguk cepat, tak ada yang bisa mengubah kata-kata pemilik agensi itu jika ia sudah memutuskan. "Bagus, kalian bisa melanjutkan pekerjaan kalian masing-masing." Dengan itu ia berdiri dan meninggalkan keempat pekerjanya di ruangan itu.
"Baiklah Genma-san, ayo kita pergi." Sasuke menyampirkan tas sampingnya dan berdiri.
"Tunggu," suara Tenten itu membuatnya menoleh.
"Hm?"
"Kuharap kita bisa bekerja sama dengan baik untuk pekerjaan ini," ujar Tenten dengan tersenyum, hal yang sangat dilakukannya di depan Sasuke.
"Aaa." Sasuke mengangguk, "ya. Ayo, Genma-san." Ia berjalan ke arah manajernya dan pamit pada Shizune. "Sampai besok, senpai." Ia menggerakkan tangan kirinya seperti memberi penghormatan dan keluar dari pintu.
"Ckckck, Tenten. Kenapa tidak dari dulu kau bersikap sedikit ramah padanya?" Shizune akhirnya angkat bicara namun Tenten hanya memandangi pintu yang tadi dilewati Sasuke dan Genma seolah-olah ia tidak mendengar. "Tenten?"
Ia berbalik dengan binar di manik matanya, "Shizune-san, apa kau tahu makanan kesukaan Sasuke?"
Satu alis yang terukir sempurna terangkat Shizune memandangi artis asuhannya itu, "apa?"
"Makanan kesukaan Sasuke. Aku ingin membuatkannya bento." Tenten menjawabnya seakan-akan itu adalah hal yang paling umum dan simpel untuk dilakukan. "Tolong cari tahu, ya?"
"Ya Tuhan," Shizune tidak habis pikir, sejak kapan gadis di depannya ini berubah rumit. "Baiklah, kau harus bersiap. Lokasi pemotretan dipindahkan, salah satu model yang juga ikut hari ini alergi terhadap serbuk sari." Ia mencoba mengalihkan pemikiran Tenten.
Tenten mengangguk, "baiklah, tapi jangan lupa, ya." Ia mengambil kotak make-upnya dan berjalan ke kamar kecil.
Di mobil yang membawa Sasuke.
"Kalau kau suka, bukan seperti itu caranya." Genma yang sedang menyetir berkomentar dengan tiba-tiba.
Sasuke yang sedang memandang keluar jendela menoleh ke arahnya. "Maksudnya?"
"Aku punya pengalaman lebih dalam hidup, Sasuke. Jelas sekali kau suka pada Tenten 'kan? Kau mengkhawatirkannya."
"Sebagai orang yang mengenalnya, wajar kalau aku khawatir. Genma-san, apa kau lihat postingan seperti apa yang muncul di beberapa forum yang membahas Tenten? Mereka menjadikannya obyek fantasi mereka."
"Wow Sasuke, kau terdengar seperti seseorang yang cemburu. Aku tidak pernah mendengarmu se-emosional ini selain saat bernyanyi."
"Lupakan. Aku ingin mengistirahatkan mataku sebentar. Tolong bangunkan aku kalau kita sudah sampai." Ia merendahkan sandaran kursinya dan berbaring.
Genma hanya tersenyum penuh arti melihat lelaki muda itu. Raut wajah gugup itu tidak akan membohongi siapapun.
Sementara itu Sasuke berpura-pura tidur dan berharap mereka cepat sampai, ia tidak mau manajernya itu melakukan tebakan yang tepat lagi. Ya, ia, si kouhai kurang ajar –menurut Tenten-, menyukai senpai-nya yang suka bergaya loli itu.
Bersambung :)
Hai hai.
Terima kasih sudah membaca.
