Persephone.
By : Clarity Wu
Main Cast : Wu Yifan - Huang Zitao
Genre : Romance, Drama, Hurt/Comfort
Warn :
Messing EYD, typo(s), OOC, and many imperfections that's you can find from my story.
.
.
Duk!
Duk!
Duk!
Suara lemparan bola mengenai badan kurus nya. Entah yang pertama, kedua, ketiga bahkan hingga tak terhitung. Pemuda itu hanya bisa diam dengan hikmat, tanpa berniat untuk berpindah tempat.
Hingga sebuah bola menghantam wajah ayunya, membuat darah mengalir dari hidung bangir nya. Dia jatuh terduduk, mengusap cairan merah pekat itu dan tersenyum lirih.
Sialnya ini bukan yang pertama atau bahkan yang kedua kalinya ia diperlakuan buruk seperti ini. Minggu lalu dia bahkan harus mendapatkan perban dikepalanya karena jatuh dari tangga, sepertinya ada yang menaruh minyak di tangga yang ia pijak.
Atau saat ia harus pulang tanpa alas kaki karena sepatunya di buang entah kemana saat kelas renang berlangsung. Itu adalah hal kesekian kalinya setelah ia memasuki sekolah ini, tepat nya setelah ia kembali bertemu dengan pemuda berambut secerah matahari.
Ketika ia menolak sebuah penawaran dari pemuda itu, ketika ia justru membalas penawarannya dengan sebuah bogeman yang mendarat di pipi sang penawar dan meninggalkan pemuda itu dengan harga diri yang jatuh hingga ke telapak kaki.
Flashback
Tempat di mana aroma alkohol begitu memabukkan bercampur dengan harum nya wine berwarna merah segar. Bagaimana orang-orang tak akan perduli dengan sekitar nya, karena lebih fokus terhadap wanita atau pria yang berada diatas pangkuan mereka.
Oh, Jika Tuhan tak melarang kenikmatan ini di Al kitab, mungkin Kris akan lebih sering mungunjungi tempat laknat tersebut.
Dia datang bersama Sehun dan Chanyeol yang sekarang tengah menggeliat dilantai dansa bersama para wanita dengan baju kekurangan bahan.
Mata tajam nya ia bawa berkeliling mengamati setiap sudut, dan seperti mendapat sebuah harta karun ia menemukan mangsanya. Seorang yang sedang meracik minuman di belakang meja bar. Seseorang yang telah menarik perhatian nya saat ia masih puber, hingga ia tau bagaimana nikmat nya masturbasi dengan membayangkan wajah pemuda itu.
Kris berjalan dengan santai, melewati para wanita yang terang-terangan menggodanya.
"Selamat malam Tuan, mau pesan a-pa?" Pemuda di hadapannya tak berani memandang Kris. Karena ia tau siapa yang ada di hadapan nya, sang penguasa di sekolah nya, pewaris tunggal keluarga Wu.
"Cocktail"
"Tunggu sebentar"
"Ini pesanan anda"
Zitao menyerahkan segelas minuman dihadapan pemuda yang dikenalnya itu sebagai Kris teman di kelas olahraga dan sastra inggrisnya, atau bahkan dia sudah mengenal pemuda itu saat tinggi mereka masih sebatas pinggang hingga mereka kini memiliki tinggi menjulang. Singkatnya mereka adalah teman kecil.
"Kau tumbuh dengan sempurna, bagaimana bisa Qingdao merubah mu menjadi secantik ini"
Kris mengalihkan pandangan dari gelas cocktailnya menuju Zitao. Sedangkan yang dipandang menghentikan kegiatannya meracik minuman. Zitao diam atau sedang mengingat suatu kenangan yang pernah ia jalin dengan pemuda dihadapannya kini.
"Apa yang membuat mu memutuskan kembali ke Beijing? apa disana kau tak menemukan seseorang yang bisa memuaskan mu?"
Brak
"Justin bisa kau gantikan aku sebentar"
Zitao meletakkan botol aluminium itu dengan kasar, telinganya jengah mendengar ocehan Kris yang kasar terhadap dirinya.
Kesalahan itu.
Menjadi semakin buruk.
Kembali mu hanya membuat luka lama terbuka lagi
Kembali mu hanya membuat 'nya' sakit hati hingga mati.
.
Tao menatap bayangan nya di cermin, dia terlihat kacau, bayangan hitam di bawah mata nya semakin menjadi, waktu tidur nya menjadi berantakan karena jam kerjanya..
Tao menyalakan keran dan membasuh wajah nya, dia menarik nafas panjang untuk sekedar menenangkan fikiran dan hati nya, dia membuka mata nya dan terkejut saat mendapati sosok Kris di belakangnya.
Kris berjalan mendekati nya, semakin dekat, dan sekarang tepat berada di belakangnya. Tangan pemuda itu mencengkram pinggiran washtafel tempat Tao membasuh wajah nya tadi. Tao merasa posisi mereka sangat berbahaya.
"A-apa yang anda lakukan?"
"Menurut mu?"
'Sial' rutuk Tao dalam hati, dia memang sudah sering mendapati perlakuan yang kurang sopan dari para pengunjung bar ini karena ia tau itu resiko pekerjaannya, tapi bukan seperti yang dilakukan oleh Kris saat ini, dia masih bisa menolelir saat pengunjung mencolek dagu atau pipi nya, tapi apa yang di lakukan Kris membuat Tao sedikit mengeram. Dia merasa takut ketika Kris semakin merapatkan tubuh nya dengan tubuh Tao. Di tambah ia bisa merasakan nafas hangat Kris di perpotongan leher nya.
"Lihat lah bagaimana tubuh mu sangat pas berada di pelukan ku?"
"Le-lepaskan" Tao semakin gelisah karena Kris tak kunjung menyerah, malah justru membalik tubuh nya dan mecengkeram pundak Tao.
"Atau memang tubuh ini merindukan pemilik nya ?" Zitao mengalihkan pandangan dari tatapan elang milik Kris yang dilayangkan kepadanya.
"Aku tak pernah menjadi milik mu dan tak akan menjadi milik siapapun, jadi lepas"
"Jangan jual mahal dengan ku, ingat siapa yang dulu dengan suka rela membuka pahanya untuk ku"
Mulut sialan milik Kris memang harus di ajari tata krama agar apa yang keluar dari sana tak membuat hati siapapun perih mendengarnya.
Kris tersenyum mengejek melihat keterdiamaan Zitao terhadap perkataan nya. "Aku punya tawaran, aku akan membayar mu kali ini untuk setiap kali kau..."
Kris mendekat kan bibir nya ke telinga Tao dia membisikkan sesuatu dan..
Bugh!
Dia mendapatkan jawaban atas tawarannya tadi, Tao memukul wajah Kris dengan keras, mungkin akan meninggalkan bekas kebiruan esok pagi.
"Sialan" Sebelum Kris sempat membalas perbuatan Tao dia sudah mendapati pemuda itu keluar dari Toilet.
"Kita lihat siapa yang akan memohon dan merangkak di kaki ku lagi seperti dulu Huang Zitao"
Flashback end.
Tao bangkit dari duduk nya, ia sedikit berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan darah yang mulai mengalir deras, dan menodai seragam olah raga nya.
"Berhenti menatapnya jika kau memang membencinya dengan taruhan hidup mu?" Chanyeol- atau lebih dikenal Chanli sebagai nama chinese nya -berkata dengan pelan walau itu memberikan dampak buruk bagi Kris.
Sedang mata Kris tak pernah lepas mengikuti kemana arah pergi nya Zitao sebelum tubuh itu hilang di persimpangan antara Toilet dan ruang peralatan olahraga.
"Menjijikan"
Kris melenggang pergi dengan meninggalkan suara 'bum' dari lemparan bolanya yang mengenai perut salah satu siswa di tengah lapangan.
"Ada apa dengan nya?"
Sehun pemuda dengan surai perak menanyai Chanyeol dengan aksen Chinesenya yang parah.
"Patah hati" Chanyeol membalas singkat dan pergi mengikuti Kris meninggalkan Sehun yang tengah kebingungan.
.
.
Dia memandang nanar pantulan diri nya di depan kaca. Melihat bagaiman lemah nya seorang Huang Zitao pemenang wushu tingkat nasional hanya bisa diam dengan tentram, tanpa ada niatan untuk melawan segala jenis penindasan yang di lakukan oleh teman-temannya karena berada di bawah kekuasaan seorang Wu
"Haah"
Helaan nafas penanda bosan akan segala jenis beban yang ia dapat di dunia. Sunguh ia bahkan tak pernah membayangkan akan bersekolah disini atau tepatnya datang ke kota ini lagi.
Zitao tak menyukai Beijing.
Tring!
Suara ponsel itu menghamburkan segala jenis penyesalan yang telah ia putuskan. Penyesalan karna ia menerima beasiwa untuk bersekolah di sini dan membuat masa mudanya menjadi buruk melebihi tinggal di neraka. Hiperbolis memang, tapi itu yang ia alami hingga masuk ke tahun kedua ini.
"Tumben sekali anak ini menghubungi ku?"
"Ge, Winwin di-dia"
"Hei, tenang lah! Ada apa dengan Winwin hm?"
"Winwin berada di Rumah sakit"
Tao dengan tergesa memasukan handpone ke dalam saku, dia sedikit kalut setelah mendapatkan telepon dari teman adik nya. Qian Kun.
Dia bahkan tak memikirkan bahwa sebentar lagi kelas nya akan di mulai, Dia masa bodo dengan segala jenis hukuman yang ia dapat nanti, yang ada dalam fikiran nya sekarang adalah adik nya, Winwin.
"Taozi, mau kemana?"
"Zhoumi Ge, maksud ku Sir, a-aku akan ke Rumah Sakit" Tao mencoba mengatur nafasnya yang terputus akibat berlari dari tengah lapangan hingga mencapai gerbang.
"Hah- Winwin berada disana"
"Apa? Bagaiman jika aku antar?"
"Tidak usah, sebentar lagi kelas mu akan di mulai kau harus mengurus mereka atau kau bisa mendapat hukuman dari dewan sekolah"
"Aku akan mengizinkan mu kepada Tan Lashoshi"
"Terima kasih, aku pergi dulu"
.
.
.
Tak ada halangan atau kemacetan di depan sana, tapi bagi Tao Bus yang ia tumpangi terasa begitu lambat tak bersahabat. Dia ingin segera tiba di rumah sakit yang sial nya terletak jauh dari sekolah nya. 'Ayolah...' gumam Tao saat bus jutru berhenti lebih lama di halte saat ini, dia masih harus melewati dua halte untuk sampai di rumah sakit.
.
.
Tao berlari di sepanjang koridor rumah sakit untuk menemukan kamar rawat adik nya. Dia menemukan nya, didepan sana ada seorang yang baru saja menghubungi nya dengan nada cemas.
"Apa yang terjadi dengan Winwin,?" Tao menghampiri seseorang yang sedang duduk didepan ruang rawat adik nya. Dia mengenalnya karena sang adik selalu menceritakan bocah muda ini setiap hari. Entah saat mereka bertengkar karena hal sepele, atau ketika Winwin kalah dari Kun saat bermain Playstation.
Mereka berdua bisa di bilang akrab, tapi hanya bisa di hitung dalam beberapa jam, setelah nya hanya ada pertengkaran lucu yang terjadi antara adik nya dan bocah ini. Dan kedekatan mereka ini lah yang membuat Kun merasa bersalah terhadap Tao karena telah membuat Winwin masuk Rumah sakit.
"Kami berdua di hukum mengelilingi lapangan oleh Zhang Laoshi karena kami berdua menolak untuk di pasangkan dalam satu kelompok, la-lalu saat kami hampir menyelesaikan hukuman tiba-tiba saja di-dia jatuh dan tak sadar kan diri Ge" Kun menjawab dengan bergetar ia takut teman nya itu kenapa-kenapa, ia semakin menunduk dalam ketika melihat raut wajah sedih dari Tao.
"Ya Tuhan"
"Ge, maafkan aku"
Tao menghela nafas sejenak "Ini bukan salah mu..." Dia menatap nya dengan damai tak ada rasa menyalahkan atau benci yang terlihat disana, ia tau bukan Kun yang menyebabkan Winwin masuk Rumah Sakit. "...mungkin dia memang kelelahan karena baru pulang dari bertanding sebelumnya, tak apa kau pulang lah?"
"Ta-tapi ge-" Kalimat Kun terpotong oleh seseorang dengan stelan jas putih dengan lambang Wu Medical Center di bagian lengan kanan nya, stetoskop yang ada di telinganya ia letakkan di leher, membiarkan alat pendengar detak jantung itu menggantung indah disana.
"Bagaimana keadaannya?"
"Dia sudah sadarkan diri, tapi bisakah saya berbicara dengan keluarga pasien?" Tao mengangguk mengerti.
"Kunnie, sebaiknya kau temani Winwin di dalam, Gege akan berbicara dengan Dokter sebentar pastikan anak itu tidak membuat keributan oke?" Kun hanya membalas dengan senyuman lirih. Karena jujur dia merasa takut untuk bertemu Winwin, dia tak bisa menduga apa reaksi temannya itu nanti.
Tao lalu melangkah mengikuti Dokter yang baru saja mengecek kondisi adik nya. Raut wajah sang Dokter membuat dirinya gelisah, sebenarnya ada apa dengan Winwin? Dokter sedikit berdehem untuk menyampaikan kondisi Adik nya. Dan selanjutnya suara dari sang Dokter membuat perasaan Tao runtuh seketika.
"Aku kira dia sudah menceritakan nya padamu?"
"Maksud anda?"
"Sudah ku duga, maaf untuk tak memberi tahu mu sejak awal Tuan Huang"
"Apa yang sebenarnya anda ingin sampaikan kepada saya." Tao tak tahu bahwa seorang Dokter masih bisa berbasa basi tak mutu seperti ini, ketika keluarga pasien sedang merasa cemas luar biasa.
"Begini, ini bukan pertama kali nya Winwin sesak nafas dan berujung dengan dirinya yang tak sadar kan diri, dia telah aku tangani sekitar satu bulan belakangan, tapi sepertinya dia tak memberi tahu mu apapun mengenai penyakit nya?"
"Apa dia mengalami cidera atau memar di tubuh nya? Dia memang akan selalu menyembunyikan nya dari ku saat sehabis bertanding"
Tao tersenyum mengingat itu, Winwin memepunyai sifat yang sama dengan dirinya, menyembunyikan rasa sakit yang ia alami agar orang yang disanyangi nya tak merasa khawatir.
"Bukan itu, dia tak mengalami cidera apapun dalam pertandingan kemarin"
"Lantas?" Tao mencoba menyamankan tubuh nya, dia sungguh gusar, terlihat dari kaki dan tangan nya tak bisa berhenti gemetar.
Dokter Li memandang Tao, ia menunduk sekilas untuk melihat hasil rekap medis yang ia dapat tentang kondisi adik dari seseorang dihadapan nya kini. Dokter itu berharap bahwa hasilnya negatif atau setidak nya kondisi pasien nya itu baik-baik saja, agar ia bisa menyampaikan nya dengan mudah tanpa perasaan bersalah. Selanjut nya, ia mengehela nafas dan tersenyum pahit, menyerahkan hasil foto ronsen itu kepada Tao.
"Aku bukan seorang yang pintar dalam ilmu biologi, jadi bisakah kau menjelaskan nya"
"Ada kelainan di paru-paru nya..." Dokter Li menunjuk area di sekitar tulang rusuk tempat dimana salah satu alat pernafasan sang adik bersarang. "...kita harus mengoperasinya segera Tuan Huang, jika tidak itu akan membahayakan nyawa adik anda" Dokter Li menyudahi kalinat nya dengan menunduk dalam. Dari awal dia sudah mengangap Winwin sebagai anak nya sendiri.
.
.
.
Tao hanya ingin menemani Adik nya di rumah sakit, memperhatikan kondisi nya, atau sekedar mendengar Winwin berceloteh meminta untuk pulang. Bukan nya Tao tak mau menuruti keinginan nya hanya saja, dia tak bisa lepas dari selang oksigen untuk membantu nya bernafas.
Dan disini lah Tao sekarang sibuk dengan berlembar tugas yang harus di selesaikan nya untuk 30 menit kedepan. Karena ia membolos saat jam Song laoshi kemarin.
"Ada yang bisa aku bantu?"
Seorang lelaki dengan setelan kemeja rapi, celana potongan lurus dengan sepatu pantofel yang mengkilap, di tambah kaca mata bening membingkai mata nya membuat Tao menoleh ke arah kiri nya.
"Ya? Ah tak usah eummm...Sir"
"Gege, jauh lebih baik" Pria dewasa dengan senyum yang dapat mendamaikan perang dunia. Berlebihan memang, tapi itu yang Tao rasakan saat lelaki ini berada disamping nya, membuat rasa takut akan segala macam masalah yang hinggap di hidup nya sedikit demi sedikit mulai sirna.
"Dimana Winwin dirawat kemarin? Dan Bagaimana keadaan nya?"
"Wu medical center, dia baik walaupun dokter mengatakan ia harus segera dioperasi" Tao beralih memandangi seseorang yang sudah banyak menolongnya, yang sudah menjadi nafas, tangan dan kaki ke duanya saat ia menginjakkan kakinya disini lagi.
"Aku akan membantu semampu ku"
"Gege sudah banyak menolong ku dan Winwin, ku rasa itu sudah lebih dari cukup selama ini"
"Tak perlu sungkan, Kesehatan Winwin yang terpenting untuk sekarang jadi tak usah pikirkan"
"Terima kasih"
Senyum termanis yang tak pernah ia tunjukan kepada siapapun kini ia perlihatkan pada seseorang di hadapannya. Tanpa mengetahui bahwa ada seorang dengan tatapan tajam di balik rak buku, kepalan tangan yang memperlihatkan rasa cemburu amat jelas terlihat disana.
"Kau bermain-main dengan orang yang salah Huang"
'Dad, bolehkah aku berkunjung ke Rumah Sakit nanti'
'...'
'Aku hanya ingin belajar untuk menjadi seorang penerus bisnis keluarga wu dengan baik, bukankah itu yang Daddy ingin kan?'
'...'
'Thanks dad' Seringai kejam bak Hades si penunggu neraka, menghiasi paras tampan nya.
.
.
Sebenarnya bagaimana rencana yang diberikan Tuhan untuk dirinya?
Dia bersumpah telah menjadi anak yang baik selama ini.
Tapi kenapa penderitaan tak pernah bosan menghampirinya.
Tepat seminggu Winwin dirawat di rumah sakit dan selama itu pula tak ada masalah berarti sampai saat.
Kun menghubunginya lagi-lagi dengan kabar yang membuat hati dan perasaannya kacau bahkan kali ini jauh kebih buruk. Seingatnya baru dua hari yang lalu dokter mengatakan kondisi Winwin baik-baik saja, bahkan mereka sempat beradu argumen tentang makanan apa yang harus dibawa Zitao saat mengunjungi nya nanti. Tapi lihat apa yang terjadi sekarang.
Wajah Zitao memucat menatap wajah Winwin yang terlelap. Tubuhnya di dorong dengan brangkar menuju ruang UGD. Dan Zitao hanya bisa pasrah saat ia harus menunggu di luar. Tubuh Zitao jatuh ke lantai, pandangannya kosong tetapi jantungnya berdetak dengan sangat keras dan juga cepat membuatnya merasakan sakit di saat yang bersamaan. Kun berusaha menenangkan gege dari temanya ini sebisa mungkin. Walaupun perasaannya sendiri juga kalut.
Clek
Zitao berdiri dan langsung menghampiri dokter itu. "Apa yang terjadi pada Winwin?"
Dokter yang menangani Winwin sejak dulu itu terdiam sejenak, "Zi? Winwin, d-dia harus segera di operasi" Zitao melemas. Pandangannya kembali kosong dan jantungnya kembali berdetak menyakitkan.
"L-lakukanlah terbaik yang dapat kau berikan" entah dorongan dari mana Zitao menggenggam tangan dokter yang ia yakin berusia sama dengan mendiang sang ayah. Ia sedikit mengabikan tata krama di saat sang adik sedang meregang nyawa didalam sana.
"Itu tak semudah yang bisa kita perkirakan Zi, banyak kemungkinan yang akan terjadi nanti, bagaimana respon tubuh Winwin saat mendapatkan transplantasi paru-parunya, lagi pula itu membutuhkan biaya yang tak sed-"
"Aku mohon, a-ku akan mencari biayanya" Zitao memotong maksud sang dokter. Dia sudah tau alurnya akan kemana.
"Tolong jaga Winwin ku"
"Ge- Kau ingin kemana?"
Zitao tak menghiraukan teriakan Kun yang menggema di lorong rumah sakit, pandanganmya menatap lurus ke depan dengan air mata yang tak kunjung henti untuk mengalir.
"Ke tempat dimana aku bisa mendapatkan banyak uang"
.
.
.
To be Continued
