Discalimer : Masashi Kishimoto
Pairing: MenmaX?(Crack Pair!—Maybe) And NaruSasu
Rated: M for Mature and Sexual Content
Warning: YAOI, Maybe INCEST, AU, OOC, PWP (Penis with penis) No! I mean Porn Without Plot—#Plak XD *author digampar karena terlalu vulgar* dan peringatan lainnya yang bersifat 'dewasa' serta nyeleneh.
.
.
Menma—sebuah nama untuk seorang cowok remaja berumur 17 tahun dengan rambut gelap dan mata layaknya obsidian kelam. Tubuhnya yang atletis ditunjang wajah menawan sanggup menaklukan hati seluruh species yang melihatnya. Ditambah tiga garis horizontal di masing-masing pipinya peninggalan dari gen sang ayah, Uzumaki Naruto.
Yup—Menma merupakan anak dari sang species termesum Naruto dan species terkalem Sasuke. Dua species langka Microcosmus Chepalopoda Sang octopus dan felis silvestris catus dari keluarga kucing, menghasilkan kombinasi memikat yang membuat siapa saja bertekuk lutut.
Bukan tanpa sebab kenapa Naruto disebut Sang Kraken dan Sasuke dikatakan Night Cat. Mereka berdua merupakan aliens yang sudah menginvasi bumi sejak berabad-abad lalu dan sekarang eksistensi mereka mulai merebak ketika alien dari species lain mulai berdatangan ke bumi. Bukan untuk menghancurkan dunia, tetapi menawarkan perdamaian dunia yang disetujui oleh umat manusia.
Hanya saja ada satu masalah—Species alien tidak mengenal namanya pernikahan, mereka hanya tahu 'masa kawin'. Dan saat alien ingin melakukan masa kawin, dia tidak melihat itu speciesnya atau bukan, manusia atau tidak, yang penting mereka harus melakukan perkembang biakan.
Dan masalah yang paling serius saat ini adalah—Menma sebentar lagi akan mengalami musim kawin dan itu cukup membuat kedua orang tuanya kalang kabut.
.
.
.
Creampie Tentacles
.
~By: CrowCakes~
.: Enjoy :.
Menma memejamkan matanya di bathub kamar mandi yang cukup luas itu. Sesekali memasukkan kepalanya agar bisa merasakan sensasi tenang yang bergejolak sejak tadi. Tubuh Menma memang terlihat seperti manusia. Ada kepala dengan wajah tampan, tubuh yang cukup membuat orang bersiul takjub, dua tangan dan dua kaki serta jari-jari yang genap berjumlah sepuluh.
Memang dia terlihat normal seperti kedua orang tuanya yang sama-sama bergender laki-laki. Tetapi bukan itu masalahnya sekarang. Seorang alien bisa merubah bentuk tubuhnya sesuai species yang dimilikinya. Dalam hal ini Menma bisa merubah bentuk kedua tangannya menjadi tentakel-tentakel panjang dengan ujung yang mirip bagian 'bawah' pria.
Melihatnya saja membuat Menma sendiri muak dan geli.
"MENMA!—" Teriakan ayahnya, Naruto. Membuat tubuh Menma terlonjak kaget. Dengan cepat dia mengembalikan bentuk tangannya menjadi tangan manusia biasa.
"Ya Ayah?!—" Seru Menma dari dalam. Mencoba keluar dari bathub kamar mandinya dan cepat-cepat memakai handuk yang dililit sepinggang. Ia berjalan santai menuju pintu kamar mandi dan membukanya perlahan.
Wajah sang Uzumaki terlihat menampilkan cengiran tampannya di ambang pintu. Menma bahkan harus menahan diri untuk tidak menerjang sang ayah yang memiliki wajah sangat menawan itu.
"Papa mu sedang menyiapkan makan malam. Kau ingin makan apa?" Tanya Naruto sambil berjalan menuju dapur diikuti oleh anaknya dibelakang.
"Terserah ayah dan papa saja." Ucapnya malas.
Mata night sky Menma beralih terpaku pada sosok Sasuke di dapur yang sibuk mengaduh saat mengiris sayuran. Pria berambut raven itu terlihat cantik dengan baju lengan panjang berwarna senada dengan rambutnya. Menma kembali berusaha menahan gejolak dirinya untuk tidak menyerang 'papa' nya tersebut.
"Sasuke-chan~" Naruto memanggil 'istrinya' mesra dengan pelukan sayang. Sasuke bahkan harus mengacungkan pisau dapur agar Naruto berhenti memeluknya saat dia sibuk memasak.
"Menma—" Sasuke memanggil dengan suara kalemnya. "—kau mau makan ramen?" Tanyanya lagi.
"Hn—" Jawab sang anak malas.
Naruto bahkan harus mengerang sebal melihat Menma yang terkesan tidak peduli.
"Anakku itu mirip denganmu Sasuke, irit sekali dalam berbicara." Kata Naruto yang memilih duduk dimeja makan.
"Tentu saja, dia anakku juga." Sela Sasuke cepat. Tangannya bergerak lincah mengangkat piring dan mangkuk, ekor kucingnya sengaja dikeluarkan untuk membantunya mengangkat keranjang buah. Ah—species kucing memang terampil.
Naruto terkekeh sebentar ketika melihat Sasuke yang kewalahan mengangkat beberapa piring yang penuh hidangan sedap. Kemudian tangan Naruto terjulur dan merubahnya menjadi beberapa tentakel yang ikut membantu Sasuke.
"Terima kasih." Ucap sang raven sambil menjaga keseimbangannya.
"Sama-sama." Jawab Naruto singkat.
Menma hanya melihat adegan itu dalam diam. Mata night sky-nya memandang heran ke arah tentakel Naruto yang ujungnya terlihat seperti tentakel gurita biasa. Bukan berbentuk layaknya 'penis' laki-laki seperti tentakel miliknya.
"Ayah—" Menma memanggil, Naruto meliriknya bingung.
"Ya—sayang?" Naruto duduk disamping Menma, "ada apa?" Tanyanya lagi.
"Tentakelmu—" Menma menunjuk sulur panjang itu, "kenapa terlihat normal?"
Naruto terdiam kaku, begitu juga Sasuke yang langsung menegang kaget.
"Apa maksudmu? Tentakel ayahmu memang seperti ini." Kali ini Sasuke yang berbicara dengan nada khawatir.
"Apa ada masalah dengan tentakelmu, Menma?" Tanya Naruto sambil menarik tangan anaknya itu.
"Bukan masalah, hanya saja—" Menma menjulurkan tangannya dan merubah jari-jarinya menjadi beberapa tentakel yang bergerak-gerak, "—tentakelku terlihat aneh." Katanya lagi sambil mendekatkan ujung tentakelnya yang mirip 'bagian bawah' laki-laki, ditambah penuh lendir basah dan mengeluarkan pheromones memabukkan.
"Padahal dulu tentakel ku biasa saja seperti ayah. Tetapi entah kenapa akhir-akhir ini mulai berubah bentuk seperti ini." Lanjutnya lagi tanpa melihat bahwa kedua orangtuanya membeku terkejut.
Naruto terbelalak kaget, sedangkan Sasuke bergerak mundur, "Men—Menma—" Sasuke memanggil susah payah. "Umurmu berapa? Bukankah masih 17 tahun?"
Menma memutar bola mata malas, "tentu saja, papa. Memangnya kenapa?" Tanyanya polos.
Naruto meneguk air liurnya susah payah, "Menma, kau sedang dalam masa kawin." Ucap Naruto panik.
"A—apa?"
"Ayah bilang, kau sedang dalam masa kawin." Ulang Naruto lagi.
Satu detik—hening.
Dua detik—masih sunyi senyap.
Tiga detik—Menma tiba-tiba berteriak histeris.
.
"TIDAK MUNGKIN!—MASA KAWIN ITU SAAT ALIEN BERUMUR 21 TAHUN, AYAH!"
.
.
.
.
Dan begitulah, kepanikan Naruto merubah acara-makan-malam-dengan-tenang itu menjadi rapat-dadakan-mengenai-tentakel-Menma. Sasuke bahkan harus mendesah bosan mendengar Naruto yang sesekali berteriak histeris atau menangis sejadi-jadinya memikirkan nasib anak semata wayangnya itu.
Menma yang duduk diujung meja makan, hanya menyeruput kuah ramennya tanpa mempedulikan Naruto yang terisak-isak berlebihan.
"Sasuke, kita harus bagaimana? Bukankah Menma masih kecil?" Jerit Naruto yang lebih mirip cicitan tikus. Menma meliriknya sadis,
"Aku 17 tahun, ayah."
"Diam kau!—Dasar anak yang punya kadar hormon berlebih!" Potong Naruto sambil menunjuk Menma secara sinis. Anaknya itu lagi-lagi memutar bola matanya kesal melihat tingkah aneh sang ayah yang terlalu over protectif.
Sasuke duduk dikursi sambil mengetuk-ngetukkan jarinya diatas meja, pikirannya pusing mengenai harga barang yang mulai naik, kini ditambah masalah pubertas Menma yang terlalu cepat. Belum lagi Naruto yang sibuk mondar-mandir gelisah. Lengkaplah sudah beban pikiran sang pria raven yang masih cantik walaupun memasuki umur 38 tahun itu.
"Dengar, Menma—sebaiknya kau tidur saja dulu, ini sudah larut malam. Besok kita akan bicarakan lagi." Kata Sasuke akhirnya berupaya bersikap bijak, sayangnya hal itu malah menambah emosi Naruto.
"Tidak bisa begitu! Kau tahu kan jenisku adalah octopus! Terlalu bahaya bagi species gurita di dalam masa kawinnya, lagipula Menma terlalu cepat 4 tahun. Ini masalah!— Benar-benar masalah!" Seru Naruto yang hampir menjambak rambut blonde nya.
Menma sekali lagi hanya memutar bola matanya bosan, ia malas meladeni tingkah aneh ayahnya itu. "Ayah—sudahlah. Aku bisa mengatasi ini." Sela Menma lagi.
Naruto mendelik sinis, "Mengatasi?! Ini tidak semudah kelihatannya! Bahkan aku saja harus menahan diri untuk tidak memperkosa orang lain! Kita ini species— terlangka!"
"Maksudmu—termesum, Dobe?" Potong Sasuke.
"Oh diamlah, Teme—jadi intinya, species octopus tidak bisa menahan diri saat masa kawinnya." Lanjut Naruto lagi.
Menma menggaruk tengkuk lehernya yang terasa gatal, "Aku mengerti, ayah. Aku ingin tidur sekarang." Ucapnya lagi.
Naruto sekali lagi ingin berkoar-koar layaknya seorang pria bijaksana, tapi Sasuke menahannya untuk berhenti ceramah dan mendumel.
"Biarkan saja Menma istirahat. Sebaiknya kita bicarakan ini di kamar saja." Kata Sasuke menengahi.
Naruto menghela napasnya, "Baiklah—untuk malam ini cukup. Entah kenapa kepalaku menjadi sakit begini." Terangnya lagi sambil memijat keningnya yang berdenyut-denyut.
.
.
.
Menma menghempaskan tubuhnya di kasurnya yang empuk seraya mengerang kesal. Ia hanya remaja berumur 17 tahun dan sekarang mengalami 'masa kawin dini'. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menggeram penuh emosi.
Mata obsidian gelapnya yang didapat dari gen Sasuke hanya bisa menatap langit-langit kamar yang serba putih itu. Tangannya terjulur, memperlihatkan beberapa buah jari manusianya yang bergerak-gerak kecil, kemudian dengan sedikit berkonsentrasi, tangannya berubah menjadi beberapa sulur gurita, layaknya tentakel.
Menma kembali mendesah ketika melihat ujung tentakelnya yang mirip 'alat reproduksi' cowok itu. Ia tidak tahu kalau saat masa kawin, para tentakel species octopus akan berubah menjadi 'bagian' termesum di sepanjang sejarah dunia porno.
Remaja itu bahkan harus mengutuki dirinya sendiri kenapa bisa lahir dari keluarga gurita, dan kenapa harus gen sang Uzumaki yang menurun padanya dan bukan gen Sasuke yang manis. Mungkin saja kalau dia mengikuti keluarga species kucing, dirinya akan lebih menawan dengan telinga dan ekor kucing yang bergerak-gerak lucu. Mengkhayal? Biarlah—toh tidak akan merugikan siapapun.
Menma menggerakan salah satu tentakelnya, mata gelapnya memandang takjub ujung tentakelnya sendiri. Berdenyut layaknya milik cowok yang sedang mengeras, ditambah lendir dan feromon yang membuat siapa saja terhipnotis mabuk kepayang.
Pemuda berambut gelap itu membuka mulutnya perlahan, kemudian mendekatkan ujung tentakel miliknya ke lidah. Sedikit gesekan lembut ujung tentakel dengan lidah basahnya membuat tubuhnya tersentak kaget dengan sengatan menggoda disekujur badannya.
"Apa itu tadi?" tanyanya polos pada diri sendiri saat serangan bernama kenikmatan itu menjalar di bagian selangkangannya.
Menma merasa tertarik dengan aliran mengejutkan tadi, kini lidahnya berusaha menjilat beberapa ujung tentakelnya. Lagi-lagi sengatan layaknya terkena aliran listrik statis menjalar di bagian bawah tubuhnya. Membuat napasnya tersengal-sengal dengan wajah memerah.
"Aku—kenapa?" tanya Menma lagi dengan ekspresi bingung. Dia menormalkan kembali tangannya menjadi tangan manusia biasa. Kemudian mengeluarkan tentakel dari arah belakang tubuhnya layaknya memiliki ekor. Species alien gurita memang dapat mengeluarkan tentakel dari seluruh tubuhnya tergantung si pemilik yang ingin mengeluarkan dari tangan maupun anggota badan lain. Well—itulah kelebihan species termesum di jagat raya.
Tangan Menma kembali menangkap tentakel miliknya kemudian menyentuh ujungnya pelan dengan jari. "Hghhh—" Untuk beberapa detik pemuda itu tercekat karena merasa geli disaat bersamaan.
Dia ingin menjilat tentakelnya lagi, tetapi sebuah ketukan dari arah pintu membuatnya langsung menarik sulur panjang itu kembali.
"Menma—" Nada suara lembut dari Sasuke membuat Menma segera membuka pintu kamarnya cepat-cepat.
"Ya—Papa?" Jawabnya dengan napas yang sedikit terengah-engah.
"Kau kenapa?" Tanya Sasuke sambil menyentuh pipi sang anak. Menma menggeleng cepat.
"Tadi—habis olahraga sebentar." Bohongnya. Ia tidak mau kalau 'papa' nya mengetahui apa yang dilakukannya tadi.
Sasuke hanya ber'Hn' sebentar kemudian masuk kamar anaknya itu. Duduk di sisi ranjang sambil menepuk bantal berwarna putih disana.
"Menma—" Sasuke angkat bicara, "—kau tahu kan, ayah dan papa mu mengkhawatirkanmu." Lanjutnya sambil memandang tajam pemuda yang bermata sama dengannya itu.
Menma mengangguk mengiyakan, "Aku mengerti, papa. Aku akan menjaga diriku." Katanya berusaha serius.
Sasuke tidak tersenyum, melainkan hanya menggeleng pelan, "Species octopus merupakan species terlangka. Jenis yang dengan mudahnya mengeluarkan pheromones yang membuat mabuk mangsanya."
"Papa—"
"Menma dengar—" Potong Sasuke lagi, "—Octopus merupakan jenis alien dominan. Dia yang paling dominan diantara pejantan lain."
"Maksud ayah, seme diantara para seme?"
"Aku tidak—Hei—darimana kau tahu istilah seme begitu?" Sasuke menatap anaknya sadis.
Menma mengangkat bahu malas, "dari ayah." Jawabnya polos. Sasuke yang mendengar jawaban Menma berniat untuk menghajar Naruto nanti, karena sudah mengajari anaknya tentang seme-uke begitu.
"Lupakan tentang Seme-Uke. Dengarkan papa—" Sasuke menyentuh pundak anaknya serius, "—tahan libidomu, tahan dirimu dan tahan pheromones mu, mengerti?" Jelas Sasuke yang mendapat anggukan bingung dari anaknya.
"Err—baiklah." Sahut Menma yang sejujurnya tidak mengerti apa yang sedang dikatakan papa nya ini.
"Bagus—" Sasuke menghela napas lega, "—sekarang tidurlah, besok kau harus sekolah."
Menma sekali lagi mengangguk kemudian mengucapkan 'selamat malam' saat Sasuke menutup pintu kamarnya. Tubuhnya kembali berbaring lelah diatas kasur.
.
Libido—pheromones—dan dirinya—sungguh! Menma sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud orangtuanya itu.
"Sebaiknya aku tidur saja." Bisik Menma lagi sambil menutup matanya secara perlahan.
.
.
.
.
Pagi hari selalu diributkan oleh deringan jam weker yang membuat telinga Menma berdenging. Dengan sedikit enggan dan malas, pemuda itu mengeluarkan satu tentakelnya dari punggung, menyentuh jam weker tadi kemudian melemparnya ke daun pintu dengan suara -BRAK!- yang keras. Dan sukses menghancurkan benda kecil tadi menjadi serpihan debu.
Tentakelnya yang puas sudah meremukkan jam weker tersayang, kini hanya tergeletak tidak berdaya di lantai. Menma terlalu malas untuk menarik kembali sulur panjang itu dan membiarkannya terbaring dilantai kamar.
Naruto membuka pintu kamar anaknya berusaha membangunkan Menma dengan seruan semangatnya seperti biasa. Sayangnya begitu melihat onggokan logam hasil perbuatan remaja itu dan tentakel yang tergolek di lantai, Naruto hanya bisa mendesah lelah. Ini sudah jam weker ke-25 yang dihadiahi olehnya dan berakhir dengan potongan-potongan kecil terhantam pintu maupun dinding.
"Menma—kau merusakan jam weker lagi?" Decak Naruto sedikit kesal. Tangannya menyingkirkan benda logam itu dari lantai dan memasukkannya ke tong sampah.
"Hn—" Jawab Menma dengan nada malas. Seakan tidak peduli dengan omongan sang ayah. Matanya memilih terpejam sambil menikmati alam mimpinya.
Naruto lagi-lagi berdecak kesal, "Menma—bangun!" Kali ini tangannya menarik tentakel Menma dan menggelitiki ujungnya. Berharap sang anak tertawa dan mengaku kalah.
Sayangnya, Naruto tidak sadar kalau Menma sudah dewasa dan bukan anak-anak berumur 5 tahun lagi. Gelitikan di ujung tentakelnya membuat tubuh pemuda berambut gelap itu tersentak ngilu dengan badan gemetaran.
"Ayah—hentikan!" Menma bangkit berusaha menarik tentakelnya kembali. Naruto hanya tertawa dan menganggap anaknya itu kegelian ketika digelitikinya. Salah besar!—bukan rasa geli yang diterima, melainkan rasa nikmat yang membuat tentakelnya berdenyut-denyut liar.
"Tidak akan! Ayah akan menggelitikimu hingga tertawa!" Seru Naruto tanpa tahu akibat dari perbuatannya.
Menma berdecak menahan gemetar tubuhnya. Hingga saat dia tidak sanggup lagi dan memilih membiarkan rasa nikmat itu menjalar ditubuhnya dan—
"Ahhkk!—" Menma mengerang keras. Cairan putih dan berlendir menyembur dengan ganas dari ujung tentakelnya dan tersemprot ke wajah sang ayah.
Naruto melongo diam. Dia menghentikan jarinya untuk menggelitiki tentakel Menma. Wajah tan nya kini berlumuran cairan putih yang dikenal Naruto sebagai 'sperma'.
Menma memalingkan wajahnya sembari berdecak lagi, "Sudah kukatakan. Jangan menggelitiku." Desisnya pelan.
Naruto terdiam kaku selama beberapa detik untuk mencerna kejadian yang cepat itu, kemudian—
"SASUKE!—AKU DILECEHKAN OLEH ANAKKU SENDIRI!"
"DIAM BODOH!—KAU BERISIK!" Menma melempar bantal ke arah ayahnya dengan kesal.
Perdebatan mereka mengusik Sasuke yang sibuk mengurus sarapan pagi. Dengan sumpah serapah pria berambut raven itu beranjak dari dapur dan melangkah marah ke kamar Menma.
"Kenapa berteriak-teriak seperti itu?! Dan lagi—" Omongannya terhenti ketika melihat Naruto terduduk dilantai dengan cairan putih kental yang membasahi tubuhnya, "—apa-apaan kau itu, Dobe?!"
"Jangan tanya aku! Tanyakan pada anakmu yang durhaka ini!" Tunjuk Naruto kesal pada Menma.
"Siapa yang durhaka?! Ayah sendiri yang cari gara-gara!" Balas Menma tidak mau kalah.
Sasuke menghantam pintu dengan kesal, "DIAM KALIAN!" Teriaknya frustasi, "Menma—bereskan kekacauan ini!" Tunjuknya pada anaknya itu.
"Dan kau, Dobe!—" Sasuke beralih menunjuk Naruto dengan sadis, "—mandi dan ganti pakaian kerjamu!"
"Tapi—" Naruto dan Menma berniat protes bersamaan, tetapi delikan tajam dan sebuah pisau ditangan Sasuke sanggup membuat duo ayah-anak itu terdiam patuh.
Sasuke mendesis ngeri, "Lakukan—Sekarang!"
"Y—YES SIR!" Teriak Naruto dan Menma barengan.
.
.
.
Sarapan—satu kalimat pagi yang penuh senyuman dan obrolan ringan. Seharusnya begitu—tetapi sarapan kali ini penuh aura suram disekitar Naruto dan Menma. Mereka berdua sudah membersihkan diri dan berpakaian semestinya. Tetapi aura hitam itu terus menguar tanpa henti. Sasuke bahkan mendesah lelah untuk kesepuluh kalinya.
"Berhenti bersikap muram begitu. Cerialah sedikit." Pinta Sasuke sambil menatap Naruto. Yang ditatap hanya mengalihkan pandangannya.
"Aku ceria. Hanya saja—aku shock karena baru pertama kali melihat Menma yang seperti tadi." Ucap Naruto akhirnya memulai pembicaraan.
Menma yang sedang menyendok omelet nya terdiam sejenak, kemudian melanjutkan makannya seakan-akan tidak mendengar perkataan ayahnya itu.
Sasuke kembali menatap anaknya penuh sayang.
"Menma—bisakah kau minta maaf pada ayahmu?" Pinta Sasuke lembut.
"Hn—"
"Kau merasa bersalah kan?"
"Hn—"
"Berarti jangan ada permusuhan lagi dengan ayahmu, ya?"
"Hn—"
Demi Jenggot Akamaru!—Naruto hampir menjambak rambut blonde nya mendengar kata-kata irit dari anaknya itu. Bisakah dia berbicara layaknya manusia normal dan bukan makhluk autis seperti itu? Bahkan alien berjenis amoeba saja masih bisa berbicara dengan lancar. Oh God Gay—Menma benar-benar replika dirinya yang keras kepala dan pelit kata seperti Sasuke.
"Menma! Berbicaralah dengan kalimat yang benar dan bukan kata ambigu seperti itu!" Seru Naruto keras.
Anaknya hanya mendelik sekilas.
"Kau menyebalkan." Ucapnya yang membuat Naruto menjadi darah tinggi.
"Menma! Apa begitu omonganmu pada orangtu—" Kalimatnya terpotong saat Menma mengecup pelan pipinya.
"Aku pergi ke sekolah dulu, ayah." Bisik Menma lembut.
Remaja itu kembali mengecup pipi Sasuke. "Aku pergi papa." Sambungnya lagi.
Sasuke hanya tersenyum kecil, "hati-hati dijalan." Balasnya penuh sayang. Mata onyx nya beralih pada Naruto yang tersenyum sendiri.
"Jadi—masih ingin membenci anakmu?" Goda Sasuke sambil menyikut perut Naruto.
"Baiklah—baiklah—aku menyerah—kelakuan Menma memang manis hari ini." Tukas Naruto, "minus perbuatannya tadi pagi di kamar, oke?" Sambungnya masih dengan nada kesal.
Sasuke hanya tertawa kecil melihat tingkah kekanakan 'suaminya' ini.
.
.
.
.
_Konoha Gakuen, Pukul 08.00 Pagi_
Menma duduk di salah satu bangku dekat jendela pojok kelas. Tempat yang strategis bagi pemeran utama untuk melamun sambil menatap langit. Mata obsidiannya tidak beralih sama sekali dari lekukan awan dan birunya cakrawala.
"Menma." Panggil seseorang dengan tepukan halus dipundaknya, membuat pemuda berambut gelap itu harus menoleh bingung. Didepannya kini berdiri sosok Konohamaru teman sekelasnya yang tersenyum girang dengan cengiran bodoh mirip seperti ayahnya.
"Hn—" Ucapnya malas. Konohamaru cemberut.
"Kau itu sombong sekali." Gerutu Konohamaru sambil mengepak beberapa buku pelajarannya untuk dimasukkan ke dalam laci meja.
"Bukan sombong, hanya malas bicara."
"Sama saja, sombong!"
"Diamlah, bodoh. Kau mengangguku." Sahut Menma lagi pada teman manusianya ini. Konohamaru lagi-lagi mengerucutkan bibirnya. Kesal.
"Ngomong-ngomong, Menma—" Panggil Konohamaru lagi, "—aku ingin lihat tentakelmu dong. Aku selalu berharap dilahirkan menjadi alien. Pasti seru." Mata pemuda itu berubah berbinar-binar.
"Tidak seru. Lagipula aku tidak boleh memperlihatkan tentakelku sekarang."
"Kenapa?" Suara Konohamaru terdengar kecewa dengan desahan sebal.
"Pokoknya tidak bisa. Jangan sekarang." Sergah Menma lagi yang mulai terusik dengan cowok bodoh disebelahnya ini.
Konohamaru ingin protes lagi tetapi seruannya terhenti ketika melihat Kabuto, aliens dari species ular memasuki kelas. Pemuda berambut perak itu lebih suka memakai jubah putih panjang diseluruh tubuhnya. Dia enggan memperlihatkan sisik ular disekujur tubuhnya dan itu membuatnya menjadi siswa yang pendiam sekaligus objek kenakalan siswa lain.
Konohamaru menyikut kecil pinggang Menma sambil menunjuk Kabuto dengan dagunya, "Tuh lihat—ular putih sibuk diganggu oleh kakak senior." Bisiknya pelan.
Menma mengikuti arah pandangan Konohamaru. Kabuto memang terlihat sedang di-bully oleh seseorang yang dikenal oleh Menma. Sedikit berdecak kesal, pemuda bermata obsidian gelap itu bangkit dari bangkunya dan menarik Kabuto untuk menjauh dari kerumunan para senpai.
Menma menatap salah seorang senpai dengan tatapan tajam, "Cukup, Kurama! Bawa pergi genk mu itu." Desisnya ngeri.
Kurama terkekeh pelan, "Oh ayolah sepupu—jangan begitu padaku."
"Kurama!" Menma memotong perkataan pemuda berambut merah itu dengan seruan nyaring. Membuat beberapa siswa yang berada didepan koridor kelas memandang ke arah mereka bingung, termasuk Itachi yang sekelas dengan Kurama.
"Menma, ada perlu apa dengan rubahku?" Ucap Itachi dengan nada dingin yang kentara sekali. Menma berdecak kesal.
"Bawa pergi peliharaanmu itu. Aku tidak peduli kalau kau adik 'papa'ku, aku akan menghajarmu juga." Desis Menma lagi.
Itachi tidak menjawab hanya memandangnya dengan death glare mematikan, "Kurama—" pemuda berambut panjang itu memanggil dengan suara berat, "—kita pergi." Lanjutnya lagi yang mendapat erangan kecewa dari sang rubah.
"Tapi, Itachi—"
"Kyuubi!—Jangan membantah!" Tegas Itachi yang memanggil Kurama dengan nama kesayangannya. Kurama mengerang sekali lagi kemudian berjalan gontai dibelakang pemuda dingin itu.
.
Menma beralih menatap Kabuto, "kau tidak apa-apa?"
Pemuda berambut silver sebahu itu tidak menjawab, hanya matanya yang menatap tajam di balik bingkai kaca matanya. "Aku tidak butuh bantuanmu." Desisnya layaknya seekor ular yang sedang marah.
Kabuto menepis tangan Menma kemudian berbalik ke dalam kelas dengan kibasan jubahnya.
Konohamaru yang melihat, hanya mencibir kesal ke arah Kabuto dengan mengatakan 'Tidak tahu balas budi, dasar ular!'.
Menma menanggapi sikap Kabuto dengan helaan napas berat. Apa menjadi species ular sangat memalukan? Pikir pemuda berambut gelap itu bingung. Kemudian memilih duduk kembali ke bangkunya daripada harus memikirkan tentang si ular putih tadi.
.
.
.
Lagi-lagi jam istirahat dilakukan Menma dengan membantu Kabuto yang sedang di bully oleh para senior di toilet. Bukan oleh genk Kurama—melainkan trio hiu yang beranggotakan Kisame, Suigetsu dan Juugo.
Menma bahkan harus mengerang kesal karena pimpinan kawanan itu tidak mau melepaskan Kabuto secara cuma-cuma.
"Lalu kau ingin apa?" tanya Menma malas.
Kisame sebagai pimpinan trio hiu hanya tertawa keras.
"Hanya permintaan mudah—" Ucapnya sambil menjilat giginya yang runcing, "—berlutut didepanku." Lanjutnya lagi yang disambut kekeh Suigetsu dan tatapan diam Juugo.
Menma terdiam kaku, kemudian seringai kecil tersungging diwajahnya, "tentu saja—dengan senang hati." Ujarnya dengan nada manis penuh kebohongan.
Menma hampir berlutut kemudian secara tiba-tiba membalikkan tubuhnya sehingga bertumpu pada kedua tangan sedangkan salah satu kakinya menendang dagu Kisame telak. Sang hiu pertama terjungkal ke belakang menghantam salah satu kabin toilet.
Suigetsu meludah marah, "KAU!—" Teriaknya murka yang menerjang menuju Menma.
Pemuda bermata obsidian itu berkelit kesamping dan meluncurkan tinju tepat di ulu hati Suigetsu. Membuat hiu kedua memuntahkan isi perutnya.
Juugo, si hiu ketiga yang kalem tidak tinggal diam. Dia bergerak cepat menahan lengan Menma dan menghantamkan kepalan tunjunya di punggung sang octopus. Menma ambruk dilantai dengan teriakan kesakitan.
Kabuto yang meringkuk di pojok toilet tersentak kaget ketika melihat Menma tertindih kaki Juugo.
Kisame yang sudah bisa bangkit mulai berancang-ancang melandaskan serangan keduanya.
Tangan Kisame terangkat untuk meninju wajah Menma, sayangnya gerakannya terhenti saat Kabuto mulai mengeluarkan beberapa ular dari lengannya dan menahan tangan serta kaki pemuda hiu itu.
"Brengsek kau!" Desis Kisame yang berbalik menghantam sisi wajah Kabuto, membuat pemuda itu terbanting dilantai.
Suigetsu yang melihat perlawanan Kabuto mulai bersiap menendang perut pemuda ular tersebut.
Menma menyumpah marah, "Sial—tidak ada jalan lain!" Bisiknya geram. Dengan hentakan keras, beberapa tentakel keluar dari punggungnya dan meluncur dengan cepat untuk merengkuh tubuh Kabuto.
Dua detik sebelum serangan Suigetsu, tentakel Naruto berhasil mengangkat tubuh kurus pemuda ular itu ke udara sehingga sang hiu hanya bisa menendang udara kosong.
Kisame yang melihat, mengeluarkan gigi taringnya yang lebih runcing dan menggigit tentakel Naruto hingga mengucurkan darah.
Menma berteriak kesakitan, "Arrghhh!—" Rasa nyeri kembali menjalar saat Suigetsu ikut serta memukul tentakelnya.
"Menma!" Kabuto berteriak memanggil, "—gunakan tentakelmu untuk melepaskan tindihan Juugo!"
Menma mengangguk paham, tentakel lain keluar dari bagian pundaknya dan mencekik leher Juugo hingga pemuda berambut cerah itu hampir kehabisan napas. Sulur panjangnya membanting hiu ketiga ke tembok dengan suara -BRUGH!- keras.
Saat Kisame dan Sigetsumengkhawatirkan Juugo, Menma dan Kabuto mengambil kesempatan itu untuk melarikan diri dengan cepat. Langkah kaki mereka berlari tak tentu arah menuju atap sekolah. Tangan Menma masih mencengkram lengan Kabuto untuk terus bergerak cepat menaiki tangga.
Ketika pintu atap terlihat, beberapa tentakel Menma keluar untuk mendorong lempengan besi itu agar terbuka.
Kabuto dan Menma menerjang pintu malang tadi kemudian terengah-engah di atas atap sambil merebahkan diri dilantai. Mereka merasa sudah cukup jauh untuk melarikan diri hingga ke atas atap. Setidaknya trio hiu itu tidak akan mau mengejar mereka sampai kesini.
Kabuto yang sudah bernapas dengan normal melirik sekilas ke arah Menma yang terlihat mengerang kesakitan dengan tentakelnya yang berdarah. Kabuto merangkak perlahan menuju pemuda octopus itu.
Tangannya terjulur untuk menyentuh sulur panjang yang berdenyut kesakitan itu.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Menma heran.
"Mencoba mengobatimu. Kami keluarga ular merupakan pembuat racun terkuat serta tabib yang hebat dalam hal menyembuhkan." Ucapnya dengan nada datar. Terdengar membosankan.
Menma diam ketika melihat Kabuto mengeluarkan air liurnya untuk diteteskan pada luka tentakel sang gurita. Kepulan asap kecil terlihat diiringi desisan halus saat luka itu menutup perlahan. Menma bersiul takjub.
"Kabuto, kau hebat." Puji Menma. Kabuto tidak menjawab, tetapi Menma sadar kalau pipi pemuda itu merona merah dalam waktu sedetik, sebab detik selanjutnya Kabuto kembali menampilkan wajah stoic-nya.
"Terima kasih—hanya saja air liurku tidak dapat mengobati seluruh luka-lukamu." terang Kabuto sambil menunjuk beberapa lebam dan goresan di tentakel yang lain.
Menma tersenyum kecil, "tidak apa-apa. Aku senang kau membantuku." Ucapnya penuh terima kasih.
Kabuto terdiam, dia menggigit bibirnya gelisah, "sebenarnya, cairan dalam tubuhku bisa membantumu sembuh. Hanya saja—itu terlalu vulgar untuk dilakukan." Ucapnya yang membuat Menma menatapnya bingung.
"Vulgar?—Well, kalau memang begitu ya sudah, tidak apa-apa. Sampai dirumah akan aku obati sendiri." Jawab Menma menampilkan cengiran khas keluarganya.
Sayangnya cengiran menawan keturunan Naruto itu membuat siapa saja yang melihatnya akan meleleh terpesona. Seperti saat ini—Kabuto mencoba menenangkan detak jantungnya yang tidak kunjung reda juga setelah melihat senyum menggoda itu.
Menma ingin bangkit berdiri, tetapi tubuhnya ditahan oleh lengan Kabuto. Pemuda bermata night sky itu terlihat bingung.
"Ada apa, Kabuto?" Tanyanya.
"Aku bisa membantumu. Jadi duduklah kembali." Ucap Kabuto seraya menarik Menma untuk duduk berhadapan dengannya. Pemuda berambut gelap itu menurut. Tetapi langsung terbelalak kaget saat Kabuto melepaskan jubah kebanggaannya.
Tubuh pemuda ular itu bersisik dibalut kemeja putih sekolah. Kabuto memeluk tubuhnya sendiri sambil menunduk, "jangan melihatku seperti itu. Aku merasa malu pada kulit bersisikku ini. Sangat menjijikan—bukan?" Tanya dengan senyum miris.
Menma menggeleng, "Tidak menjijikan—kau cantik."
"BOHONG!" Kabuto meraung kasar, "kau membohongiku. Tidak ada yang menyukai orang bersisik menjijikan sepertiku." Lanjutnya dengan nada suara lirih tertelan kekecewaan.
Menma menjulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Kabuto, mengangkat dagu itu agar tidak menyembunyikan raut tangisnya, "Kau cantik—" Puji Menma lagi. "—sangat cantik."
"Aku buruk rupa."
"Tidak—tidak—kau sama sekali tidak buruk rupa." Kali ini Menma mengecup perlahan kening pemuda itu. "Kau memikat—" Jujurnya lagi.
Kabuto terdiam kaku saat mendengar kata-kata pujian terus dikeluarkan dari bibir sang octopus. Tanpa sadar tubuh dan pikirannya senang ketika Menma mengatakan hal itu. Dia merangkak perlahan menuju Menma dan duduk diatas paha pemuda itu.
Mengalungkan kedua lengannya di leher Menma kemudian menjatuhkan kecupan singkat bertubi-tubi di bibir sang obsidian pekat.
Menma yang kaget menerima serangan tak terduga itu hanya terdiam kaku, "A—Apa yang kau lakukan?"
Kabuto melepaskan ciumannya sebentar, "Cairanku—" Pemuda ular itu menunjuk mulutnya, "—akan mengobati luka-lukamu." Lanjutnya lagi.
Menma terlihat bingung, "Ya—aku tahu, hanya saja, yang luka adalah tentakelku dan bukan mulutku." Tukasnya cepat.
"Aku tabib—jadi aku tahu apa yang kulakukan. Diamlah dan biarkan 'cairan' ku bekerja." Desaknya lagi dengan kalimat yang super ambigu di telinga Menma, walaupun begitu sang gurita hanya mengangguk pasrah saja saat Kabuto kembali melumat bibirnya.
Decakan saliva dan rentetan lenguhan membuat gairah sang octopus tergerak melambung tinggi. Dia bahkan lupa peringatan Sasuke untuk menahan diri, menahan pheromones, dan menahan libidonya. Yang terpenting sekarang adalah tubuhnya menggelegak panas ketika Kabuto kembali mencumbu bibirnya.
Menma mendengus senang, dia menyentuh kulit lengan dan dada Kabuto yang bersisik. Tidak kasar—melainkan lembut dan sedikit licin. Lenguhan kecil terdengar dari mulut sang ular ketika Menma memainkan jarinya di nipple cowok berambut silver itu.
Kabuto mengeluarkan ekornya yang berbentuk kepala ular, melecut-lecut senang di udara ketika Menma kembali membuat nikmat bagian mulutnya dengan jilatan nafsu. Ular Kabuto merayap di tubuh Menma, memasuki celah celana sang obsidian dan melingkarkan dengan erat di bagian selangkangan pemuda itu. Membuat Menma bergetar nikmat sekaligus geli.
Tentakel Menma juga tidak kalah bersemangat melecuti udara, kemudian merengkuh tubuh Kabuto dalam cengkaraman lembut penuh lendir dan pheromones.
Kemeja Kabuto sudah dilepas oleh tentake-tentakel Menma yang bekerja cepat ketika mulut pemuda itu sibuk memberikan jilatan gairah di bibir sang ular. Kabuto berbaring dengan tubuh telanjang di lantai. Menma harus meneguk air liurnya susah payah melihat godaan didepan matanya.
Ekor Kabuto yang berbentuk ular merayap diseluruh tubuhnya seakan-akan menggoda sang gurita untuk mulai menjamahnya. Dengan sekali tarikan napas, Menma kembali mencumbui lidah Kabuto yang memiliki cabang dua itu. Bermain dengan saliva yang membuat keduanya mendesah hebat.
Tangan Kabuto menarik tentakel Menma dan menjilati ujungnya. Tubuh pemuda berambut gelap itu tercekat kaget. Napasnya memburu liar.
"Shukha?—" Tanya Kabuto susah payah ketika mulutnya penuh tentakel Menma yang dihisapnya.
Menma hanya mengangguk pelan sebagai jawaban rasa nikmatnya. Dia menyodorkan satu tentakelnya lagi untuk dijilat Kabuto. Pemuda ular itu kembali menghisap dan menjilatnya rakus. Sesekali suara decakan terdengar ketika Kabuto menyeruput ujung tentakel Menma.
"Kabuto—milikku juga." Bisik Menma sambil melepaskan celananya dan memperlihatkan batang kejantanannya yang berdiri. Kabuto tersenyum menggoda, dia menyentuh benda berdenyut itu dengan tangannya. Mengelusnya perlahan dan mengocoknya pelan.
Menma bahkan harus menahan gemetar tubuhnya ketika sengatan nikmat kembali mengaliri tubuhnya. Punggung Menma melengkung untuk kembali megeluarkan tiga buah tentakelnya. Dua sulur panjang itu melingkar cepat dia kedua paha Kabuto dan satunya mengelus-elus bagian lubang bawah sang ular.
"Ahhh—Menma—Hnghhh—" Kabuto menggigit ekornya sendiri untuk meredam erangannya ketika bagian bawah tubuhnya di tekan-tekan oleh ujung tentakel sang pedominan.
Menma yang tidak mengerti arti foreplay, berusaha mendorong tentakelnya yang berlendir untuk masuk ke dalam lubang anal Kabuto. Pemuda ular itu mendesis sakit diikuti oleh desisan ekornya yang menggigit bahu Menma untuk menahan perih. Gigitan ekor ular Kabuto tidak sampai membuat bahu Menma berdarah, hanya gigitan ringan pertanda menikmati permainan liar mereka.
"Menma—sakit—Aghhh—" Erang Kabuto yang berusaha bernapas pendek-pendek mencoba mengontrol asupan oksigen ke paru-parunya. Menma memberi kecupan singkat dibibirnya.
"Tahan—oke?" Bisiknya lagi mencoba menenangkan sang ular. Kabuto mengangguk sebagai balasannya. Dia mencengkram lengan Menma saat pemuda berambut gelap itu mulai memposisikan batang kejantanannya di lubang analnya.
Sekali lagi ekor ularnya melecut tinggi saat penis sang pendominan amblas ke 'gua' basahnya. Hentakan kasar dari tubuh yang mengejang membuat Kabuto merasa dirinya dirobek secara paksa.
Tentakel Menma kembali menggeliat perlahan di batang kemaluan Kabuto. Mencengkramnya erat yang membuat beberapa tetes pre-cum keluar dari ujungnya dan menetes di sisi tentakel Menma yang terluka. Goresan luka itu secara perlahan mendesis halus dengan cidera robekan yang kembali pulih. Menma bersiul takjub melihat 'cairan' obat dari sang ular.
"Ternyata kau benar-benar hebat dalam hal 'pengobatan'." Kata Menma lebih tertarik menatap lukanya yang mulai sembuh daripada bergerak untuk memberi kenikmatan pada lubang Kabuto.
Pemuda ular itu berdecak kecil, ekor nya melecut kesal ke arah kepala Menma, untuk menghantamnya pelan, "Kenapa—berhenti? Sodok aku—" Pintanya dengan nada setengah merajuk dan setengah memaksa.
Menma menampilkan cengiran lebarnya dengan perkataan 'maaf' yang tergantung dibibir.
Ah—lagi-lagi organ dalam Kabuto meleleh melihat cengiran polos itu. Dia menggeliat malu-malu ketika Menma mulai bergerak memaju-mundurkan pinggulnya.
"Ahhh—enak—Ahhh—" Desah Menma tanpa mengurangi sodokan gairahnya.
Kabuto yang berada dibawah tubuh Menma berusaha menutupi wajahnya, sayangnya hal itu membuat sang octopus semmakin gencar untuk melepaskan tangan sang ular dari mukanya.
Kabuto menggigit bibirnya dengan wajah merona merah yang erotis, dia mengerang pelan, "Jangan lihat—" Erangnya pelan.
Menma semakin gencar menyodok lubang Kabuto ketika melihat wajah yang merangsang itu, "Ahhh—kau manis—fuck—milikmu sempit—aghhh—"
Kabuto mencengkram ekornya yang berbentuk kepala ular dengan erat, air liurnya mengalir dari sela bibirnya.
Menma menjilat cairan itu dengan lahap, bahkan sampai menghisap leher jenjang yang memikat matanya.
"Ohhh—Menma—Ahhh—Yes—Ahhk—" Kabuto semakin berteriak penuh gairah ketika Menma mempercepat genjotannya.
Beberapa tentakelnya bergerak untuk menggesek-gesek nipple Kabuto dan memeluk erat pinggang pemuda putih itu.
"Ahh—Kabuto—Shit—i'm gonna cum—"
"Ahh—Menma—keluarkan didalamku—" Jerit Kabuto dengan suara desahan tertahan. Membuat sang octopus semakin terangsang.
"Shit—Shit—hhhh—Sh—" Sumpah serapah Menma terbungkan oleh kuluman bibir Kabuto dimulutnya.
Pemuda ular itu melepaskan pagutannya dengan decakan saliva, Kabuto menyentuhkan ujung telunjuknya dibibir Menma dengan senyuman penuh godaan, "Bibir nakal—ahhh—berbicara kotor seperti itu tidak baik—nghhh—Menma—Ahhh—"
Menma hampir saja mengeluarkan roh putih dari mulutnya ketika melihat keimutan Kabuto yang overload. Oh—tidak bagus! Sangat tidak bagus karena sekarang batang kejantananya mulai berdenyut semakin tak terkendali.
Memikirkan menggagahi Kabuto yang terlihat menggeliat sensual di bawah tubuhnya membuat Menma tidak tahan lagi untuk mengeluarkan cairannya.
"Kabuto—aku—hhhh—tidak sanggup lagi—Ahhhh—" Otak Menma kosong bersamaan sodokannya yang semakin kencang menyetubuhi Kabuto.
"Ahh—Menma—aku juga—Ahhkk!—" Tubuh Kabuto bergetar hebat. Tangan dan ekornya mencengkram erat lengan pemuda berambut gelap itu.
Pupil Kabuto terbalik ketika tubuhnya melengkung menghantarkan sengatan nikmat dibagian selangkangannya.
"MENMA!—AHHK!" Kabuto menjerit liar seraya menyemprotkan cairan spermanya hingga terciprat ke wajahnya sendiri.
Otot perut Menma mengejang keras, "Fuck!—I'm Cumming! Hghhhh!—" Dengan beberapa hentakkan keras di lubang anal Kabuto, pemuda bermata obsidian itu melepaskan cairan putih kentalnya yang sejak tadi memberontak ingin keluar.
Selama beberapa detik Menma membiarkan batang kejantannya berada dilubang Kabuto sambil mengontrol asupan oksigen di paru-parunya. Setelah agak melemas, Menma menarik miliknya keluar dari 'gua' hangat Kabuto.
Pemuda ular yang terbaring di bawah Menma hanya terengah-engah pelan sambil mengalungkan kedua lengannya di leher pemuda itu.
Kabuto tersenyum kecil, "Menma—aku senang."
"Se-Senang?" Tanya sang obsidian yang sama sekali tidak mengerti.
Kabuto menyentuh bibir Menma dengan ujung telunjuknya mencoba mengatakan sesuatu yang manis, tetapi langsung terhenti ketika mendengar sebuah suara yang mendesis ngeri dan dingin dari arah pintu atap.
.
"Bersenang-senang, Kid?" Suara itu bergumam kecil namun menusuk.
Kabuto bahkan harus terlonjak kaget sambil mendorong tubuh Menma menjauh. Mata ularnya terbelalak ngeri ketika melihat seorang pria berambut hitam panjang dan bersisik ular sepertinya.
Menma ikut menatap terkejut, "O—Orochimaru-sensei!"
Yang dipanggil 'Orochimaru-sensei' hanya menatap mereka berdua dengan pandangan menusuk, terlebih lagi pada Kabuto yang beringsut mundur.
Orochimaru menjilat bibirnya dengan lidah panjangnya, "Jadi Kabuto, aku ingin mendengar seluruh penjelasanmu tentang semua ini." Tunjuknya pada bercak cairan putih yang menodai lantai.
Menma bergerak merentangkan tangannya di depan Kabuto, "Dengarkan aku Orochimaru-sensei, ini bukan salah Kabuto—ini—"
"Kabuto!—" Potong Orochimaru lagi dengan desisan yang dingin.
Kabuto menatapnya takut-takut, "Ba—Baik akan kujelaskan semuanya, ayah."
Menma menoleh cepat ke arah Kabuto dengan terbelalak, "Ka—Kau bilang apa tadi? A—Ayah?"
Orochimaru mendesis ke arah Menma, membuat pemuda itu tercekat gugup, "Pulang sekolah hari ini, aku akan ke rumah orangtuamu, Menma."
Sial—
"Aku akan memberikan surat peringatan juga."
Matilah aku—
"Dan mungkin hukuman drop out bila diperlukan."
Jashin-sama—bisakah kau bunuh aku sekarang?!
—Dan siang itu dihabiskan Menma untuk menyumpah serapahi dirinya sendiri.
.
.
.
TBC
.
Halo! Crow kembali membawakan fic PWP lagi dengan Crack pair di chap 1 ini— Menma dan Kabuto (oke saya tahu ini crack banget, #plak)
Author masih bingung mau pasangin Menma dengan siapa? Ada yang punya ide? Mungkin MenmaNaru/MenmaSasu?
Wohoooo Incest lagi donk XD #plak
Adakah yang mau fic gaje na aneh ini lanjut?
.
RnR Minna-san ^^...
