DESTINY © Fariz
Dislcaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Genre : Romance, Supernatural
Rated : T+
Warning : AU, OOC, Typo, abal, gaje, alur maksa/kecepetan, dwwl (dan warning-warning lain)
"Sejujurnya, apa yang kau ketahui tentang takdirku?"
"Well. Takdir ya?"
"Jangan tanya balik padaku!"
"Oke-oke, tentang takdirmu, aku mengetahui semuanya."
"Dan aku juga bisa merubah takdirmu."
"Ada apa?"
"S-semuanya?"
"Ya!"
"Tapi darimana kau tau tentang takdirku?"
"Aku pun tidak tau itu datang darimana."
"Omong kosong! Kita bahkan tidak pernah bertemu sebelumnya!"
"Tapi memang begitu kenyataannya."
"Lalu?"
"Kau..."
"Apa?"
"Kau akan membutuhkanku."
"Hei! Apa maksudmu?"
:
:: DESTINY ::
:
"Lama sekali!" ucap seorang perempuan frustasi seraya mengacak-acak rambut berwarna indigo-nya, kemudian dirapikan lagi.
"Kau kenapa?" tanya seorang lelaki yang sedang duduk tepat disebelah perempuan itu, terhenti dari kegiatan membaca korannya dan memasang wajah yang sedikit aneh kepada sang perempuan.
"Umm, tidak ada." elak perempuan itu disertai gelengan kepalanya, lalu menunduk dan memainkan kedua jarinya.
"Aneh." komentar lelaki itu kemudian kembali membaca korannya, sang perempuan di sebelah hanya menoleh dan menggembungkan pipinya tanda kesal.
Dari kejauhan, terlihat seorang lelaki berjalan menyusuri koridor dengan santai, -bisa dibilang terlalu santai- dengan keadaan seperti ini. Kehadirannya nampak sudah ditunggu oleh perempuan tadi yang sedang duduk di kursi.
"Kau terlambat lagi." ujar perempuan itu kesal.
"Maaf, tapi aku tadi ada urusan." ucap lelaki itu diikuti oleh senyum tipis dan memegang pipi sang perempuan dengan tangan halusnya, membuat perempuan yang sedang kesal tadi tersipu.
"Tampaknya hidupmu selalu sibuk ya, Tuan Sok Sibuk." tukas perempuan itu lagi dengan tampang kesal seperti tadi.
"Ya sudah, kalau begitu aku minta maaf." ucap pemuda itu seraya menyodorkan sesuatu, "Ini adalah benda yang kau inginkan waktu itu kan?"
"I-ini..." tatap perempuan itu tidak percaya.
"Aku kan sudah berjanji untuk membelikan ini untukmu." tambah sang lelaki melengkapi kalimatnya tadi.
"T-tapi ini kan..." perempuan itu sedikit terbata-bata berusaha mengucapkan sesuatu. Namun telunjuk sang lelaki kini menutup bibir mungil perempuan itu yang otomatis membuatnya terdiam.
"Sudahlah, anggap saja sebagai hadiah permintaan maafku, Hinata." ucap lelaki itu diikuti senyum simpul yang tulus, kemudian diambillah 'hadiah' itu oleh Hinata. Lalu lelaki itu menyodorkan tangannya kearah Hinata, mereka mulai berjalan bergandengan tangan.
:
:: DESTINY ::
:
"Mengapa harus aku?"
"Aku tidak tau."
"Kau harusnya tau segalanya!"
"Tapi aku bahkan tidak tau kenapa 'mereka' memilihku untuk mengendalikan takdirmu."
"Jangan macam-macam dengan takdirku!"
"Itu tergantung..."
"Apa maksudmu?"
"Kita lihat saja nanti."
:
:: DESTINY ::
:
"Jadi, kau mau kemana, Hinata?" tanya lelaki itu dengan suara lembut sambil menatap kedua bola mata berwarna lavender milik Hinata.
"Umm." jawab Hinata kikuk karena bingung mau menjawab apa.
"Kemana?" Tanyanya lagi mengulang pertanyaannya tadi, masih dengan tatapannya kearah Hinata namun dengan senyuman indah.
"T-terserah padamu, Sasuke." jawabnya malu-malu disertai rona merah di kedua pipinya.
"Baiklah, kita akan pergi ke taman." senyumannya semakin hangat disamping Hinata, membuatnya makin mempererat genggamannya, seakan tidak akan melepasnya.
Perjalanan mereka tidak lama, hanya sekitar dua puluh menit.
"Baiklah, kau duduk disini dulu. Aku akan membelikanku minuman di seberang jalan." Ujar Sasuke seraya mengecup pipi Hinata. Pipi Hinata kini merah seperti kepiting rebus.
'Perasaanku tak enak." batin Hinata yang terus memandangi Sasuke berjalan.
Hinata hanya bisa melihat Sasuke menjauh dengan senyum terpatri di bibirnya, melihat setiap gerak Sasuke dengan penuh perasaan. Bola mata onyx, kemeja putih elegan berhiaskan garis-garis hitam vertikal, celana jeans hitam gelap, rambut raven. Semua detail terlihat begitu sempurna di mata Hinata, ia tak lepas memandangnya.
Namun, kejadian tak terduga terjadi. Sebuah kecelakaan menimpa Sasuke ketika akan kembali setelah membeli minuman, sebuah mobil berkecepatan tinggi yg ugal-ugalan sedang dikejar polisi, tepat saat Sasuke menyebrang, mobil itu muncul dari arah tikungan dan tanpa aba-aba langsung menabrak Sasuke. Ia terpental beberapa meter dari tempatnya tertabrak, mobil yang menabraknya lari, namun tidak dengan Sasuke, darah segar tumpah dari kepalanya ke jalanan bak sebuah lukisan polos yang sedang diberi warna oleh sang pelukis. Diam, Sasuke sudah tidak sadarkan diri, nyawanya seakan ingin ditarik keluar oleh sang malaikat karena kerusakan yang cukup parah.
Hinata yang tadinya sedang menunduk segera menoleh ketika suara tabrakan itu terdengar jelas di telinganya. Lari, lari, lari. Seketika tubuh Sasuke dikerumuni oleh orang-orang sekitar, hanya melihat namun tidak melakukan apa-apa.
"Sasuke!" teriak Hinata menggema ketika dia melihat tubuh Sasuke tergeletak tak berdaya, menangis dan menangis. Dipeluknya tubuh dingin Sasuke, penuh darah.
"Cepat panggil ambulans!" teriak salah seorang di kerumunan ketika mereka tersadar dengan keadaan mereka, dengan cepat polisi memanggil ambulans.
Namun takdir berkata lain, saat itu juga jiwanya telah diambil oleh sang malaikat.
:
:: DESTINY ::
:
"Katamu, kau bisa merubah takdirku?"
"Ya, namun tidak untuk masa lalu."
"Maksudmu?"
"Hanya masa depan."
"Begitu ya."
"Tapi, aku hanya dapat merubah takdirmu dengan izinmu, tidak bisa sembarangan merubahnya."
"Kalau begi-"
"-tapi kau tidak bisa sembarangan meminta untuk merubahnya."
"Jadi?"
"Aku akan merubah takdirmu, dengan satu syarat."
"S-syarat?"
"Satu permintaan untuk satu tahun umur hidupmu."
"A-apa?"
"One request for one year of your life. Itulah peraturannya."
"Itu saja?"
"Tapi, bukan berarti aku tidak mempertimbangkannya dulu."
:
:: DESTINY ::
:
"Sasuke!" seru Hinata dengan derai air mata yang telah membasahi pipinya sambil melempari barang-barang disekitar, mulai dari gelas, piring, buku, dan berbagai barang lainnya. Namun kegiatannya itu dihentikan oleh seseorang.
"Hentikan, Hinata! Kau tau kalau dia sudah tidak ada!" teriak seorang lelaki memegangi kedua tangan Hinata, mengisyaratkan agar menghentikan kegiatan yang menurutnya tidak ada artinya itu.
"Lepaskan aku! Lebih baik aku mati juga!" teriak Hinata meronta-ronta, kini tangisannya lebih keras.
"Tatap aku Hinata, tatap! Lihatlah kenyataannya, itu bukan takdirmu untuk bersamanya!" Ucap lelaki itu tegas memegangi kedua pipi Hinata agar dia menatap kedua bola mata saphire-nya, "Setidaknya lihatlah kenyataannya." tambahnya melepas genggamannya pada kedua pipi Hinata, kali ini amarah Hinata sudah terlihat agak lebih tenang.
"Aku tak tau apa yang harus kulakukan sekarang," ucap Hinata lirih, badannya lemas hingga tangannya mencari sebuah pegangan untuk menopang dan diraihnya sebuah kursi tepat disebelahnya dan duduk disitu, "Dia hanya berharga bagiku." kini kedua tangannya menutupi wajahnya seakan menahan agar air matanya tidak jatuh.
"Sudahlah." lelaki itu membelai rambut indigo Hinata yang terurai lembut berharap bisa menenangkannya, "Aku ada disini, untukmu."
"Tapi, kau bahkan tidak nyata." Hinata menurunkan kedua tangannya dari wajahnya.
"Aku memang tidak nyata untuk mereka, tapi aku nyata untukmu," kata-katanya begitu dalam untuk Hinata, entah mengapa, mengenai tepat pada Hinata, "Baiklah, waktunya aku pergi dulu." Diakhiri dengan kata-kata itu, lelaki itu perlahan menghilang, hingga akhirnya tak terlihat lagi.
'Sasuke, apa yang harus kuperbuat?' Batin Hinata setelah lelaki itu pergi dari hadapannya, ia sadar jika Naruto itu nyata, nyata hanya untuknya. Seperti hantu, datang dan berlalu.
:
:: DESTINY ::
:
"Kau tak apa, Hinata?" tanya seorang perempuan didepan Hinata, melambaikan tangannya. Mungkin agar Hinata tersadar dari lamunannya.
"T-tidak." rlak Hinata yang tersadar dari lamunannya dan melanjutkan acara makan siangnya itu.
"Kau nampak tidak sehat, Hinata." ucap perempuan itu prihatin, dia menghentikan makannya dan meminum segelas air putih.
"Aku tidak apa-apa, Sakura." dusta Hinata disertai sebuah senyuman yang kesannya agak 'maksa'.
"Ayolah, cerita padaku." paksa Sakura dilanjutkan dengan puppy eyesnya, Hinata pun yang nggak kuat mau tak mau menceritakan masalahnya kepada Sakura.
"Oke-oke, Sakura," Hinata menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya dan mulai menceritakan masalahnya panjang lebar, menceritakan setiap detailnya.
"Woah, keren sekali." ucap Sakura berbinar setelah mendengar cerita Hinata.
"Keren kepalamu!" bentak Hinata seraya menjitak kepala Sakura. Sakura pun cuma mengaduh-aduh sambil memegangi kepalanya yang terkena jitakan Hinata.
"Eh, apa kau sudah pernah mencoba merubah takdirmu?" tanya Sakura tiba-tiba serius, Hinata menaikkan sebelah alisnya.
"Err, belum." Hinata menggelengkan kepala, berfikir.
"Kenapa tidak kau coba saja?" tanya Sakura menaikkan sebelah alisnya.
"One request for one year of your life. Aku masih takut." jawab Hinata ragu lalu menyeruput air putih yang sedari tadi dipegangnya.
"Hmm, kalo dipikir sih memang benar," Sakura manggut-manggut sambil berfikir lagi, "Bagaimana rupa 'dia'?" tambahnya seakan baru mendapat ide.
"'Dia'? Menurutku s-"
"-lucu? Tampan? Imut? Gentle?" potong Sakura tidak sabaran sambil berbinar.
"Stop stop. Kau semakin membuatku ragu, Sakura," kemudian Sakura berhenti dengan tingkah anehnya sambil memasang wajah innocent, "Baiklah," Hinata menghela napas pendek, Sakura langsung sok serius lagi untuk mendengarkan kata-kata Hinata, "Dia tampan," Sakura berbinar, "Kedua bola matanya biru sebiru lautan luas," Sakura semakin berbinar lagi, "Dia memiliki tanda seperti 3 kumis kucing di bagian masing-masing pipi, menurutku itu yang membuatnya terlihat lucu dan bodoh," Sakura berbinar menahan nosebleed karena kata-kata Hinata, sambil membayangkan bagaimana rupa 'dia' yang Hinata ceritakan, "Rambutnya jabrik bebas berwarna kuning keemasan. Membuat kesan eksotis menurutku," Sakura benar-benar harus pingsan saat ini, "Terlebih kulitnya yang berwarna tan," Sakura hampir tak sadar diri, namun Hinata menambahkan sesuatu di akhir kalimatnya, "Tapi dia mesum."
GUBRAK!
Sakura terjatuh dari tempat duduknya, kata-kata terakhir Hinata benar-benar membuatnya menghapus semua imajinasi dari kepalanya, menghilangkan semua sisi batik ketika mendengar kata-kata 'mesum'. Hilang, hilang dari pikirannya.
"Aku jadi teringat dengan Sasuke." ujar Hinata dengan helaan napas serta regangan tubuh karena sudah hampir dua jam dia duduk disana bersama Sakura, lain dengan Sakura, dia sedikir terbelalak dengan apa yang didengar barusan, Sasuke? Bahkan Hinata yang kini sudah tersadar dengan keterpurukannya bisa mengucap nama itu tanpa gentar, seolah dia sudah melupakan Sasuke, Sakura mengernyit.
"Pasti kau sangat merindukannya, Hinata." ucap Sakura prihatin seraya memegang kedua tangan Hinata, Hinata hanya bisa tersenyum pahit.
"Hanya ini yang kupunya darinya." tunjuk Hinata kearah sebuah kalung, kalung yang Sasuke berikan kepada Hinata sesaat sebelum takdir memisahkan mereka untuk selama-lamanya. Kalung yang sangat berharga dibandingan nyawanya sendiri -menurut Hinata- bahkan dia rela kehilangan apapun asal tidak kehilangan benda kecil berbentuk separuh hati berwarna silver.
"Kau harus bangkit Hinata, mungkin kau tak memiliki dirinya, namun kau memiliki hatinya sepanjang hidupmu." another magic word dari mulut Sakura diucap, menjadi sebuah tumpuan dari hidup barunya ini. Hinata mengangguk dan tersenyum haru lalu memeluk Sakura, sahabatnya sejak berada di bangku Sekolah Dasar.
"Mungkin kau benar Sakura," Hinata tersenyum lebar sekarang, seakan melihat masa depan yang cerah, "Ini memang takdirku, aku akan mencoba merubahnya, kesempatan tetaplah kesempatan, tidak boleh ku sia-sia kan walau dapat mengurangi usiaku."
"Tapi," Sakura mengacungkan telunjuknya kepada Hinata, "Gunakan kesempatan ini untuk hal yang berguna." lalu ia tersenyum.
"Jadi, harus kumulai darimana?"
To Be Continued
A/N : Fict gaje lain lagi dari sang author gila *plakk entah karena masih nggak ada ide untuk fict multichap sebelumnya, jadi author bikin fict lain lagi dengan ide seadanya sambil nunggu inspirasi dan ide untuk fict sebelumnya *bungkuk-bungkuk yosh, happy reading minna!
