You and I
EXO Fanfiction
Pairing: ChanKai
Cast: Chanyeol, Kai (Jongin), Chen, and others
Rating: T-M
Halo semua (author sok ramah padahal malas balas review) saya akan balas review kok hehehe, satu lagi cerita dari otak aneh saya maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, ini murni dari otak saya jika ada kesamaan cerita dengan cerita lain, saya gak tahu hehehe, tapi pada dasarnya gak ada ide yang benar-benar baru kok di dunia ini (pembelaan macam apa ini?) bye… happy reading
Bab Satu
Reuni sebenarnya menyenangkan tapi bisa berubah menyebalkan, apalagi jika kau memiliki teman yang tukang pamer. "Aku sudah diterima di perusahaan multinasional dengan gaji menggiurkan." Ucap Baekhyun berapi-api, menyukai perhatian yang diberikan atas kalimatnya.
"Kau tak ingin bergabung dengan mereka?" Chen menyandarkan punggungnya pada dinding kelas, tepat disamping Jongin.
"Tidak, apa yang perlu dibicarakan tentang hidupku, tak ada yang menarik." Jawab Jongin sambil memperhatikan isi kelas yang sama sekali tak berubah meski dia telah lulus hampir delapan tahun yang lalu, dari SMP ini.
"Kau tak suka perhatian?"
"Bukan—aku hanya pecundang dibanding mereka semua."
"Kau bukan pecundang Jongin, jangan merendahkan dirimu. Ayolah dimana mimpi besar dan semangatmu itu." Jongin menoleh, menatap teman sekaligus kakaknya itu dengan senyum kecut. "Sudah hilang karena kenyataan."
"Ayolah, semua orang pernah kehilangan arah tapi saranku cepat bangkit dan temukan jalanmu." Chen tersenyum bijaksana.
"Akan aku pikirkan sambil membantumu di toko." Jongin tertawa pelan usia menyelesaikan kalimatnya.
"Jongin, ditolak masuk perusahaan idaman bukan akhir hidupmu. Bagaimana jika kau mencoba perusahaan dengan level yang lebih tinggi? Park corporation."
"Oh tidak, jangan perusahaan itu. Aku saja enggan mengantar bunga kesana tempo hari. Apa Hyung tidak mendengar cerita bos besar di sana, sangat kejam? Dia bahkan memecat karyawan setianya demi pembaharuan kinerja."
"Mungkin—itu penting demi kelangsungan perusahaan." Chen yang selalu berpikir positif tentu saja mengucapkan sesuatu yang positif pula.
"Tapi mengusir kakek tua yang tersesat dari lobi gedung dengan tak hormat itu—menjijikkan."
"Baiklah, baiklah, kau tak perlu masuk kesana jika benci. Cari saja perusahaan lain di bawahnya."
"Aku setuju ide itu."
"Kita harus pulang, untuk memastikan semua kiriman bunga sempurna, kau tahu apa yang terjadi jika ada yang salah kan? Ini perusahaan Park."
"Hmm. Hyung jangan menerima pesanan dari Park lagi, maksudku—mereka tak menoleransi kesalahan sekecil apapun, aku hanya cemas."
"Jika kita berpikir positif hasilnya pasti positif."
"Ya, semoga hal itu benar." Bisik Jongin meski kecemasannya sama sekali tak terkikis.
"Jongin, kenapa berdiri di sana?!" pekik Baekhyun sambil melambaikan tangan kanannya, mengisyaratkan Jongin untuk mendekat.
"Pergilah Jongin." Jongin menampakkan wajah enggannya. "Setidaknya jangan menunjukkan bahwa kau kalah telak, ayolah, atasi si Bacon itu."
"Baiklah…," gerutu Jongin malas.
"Aku pergi ke toko sekarang ya."
"Hyung meninggalkan aku sendiri di sini? Oh tidak Hyung jangan melakukan ini padaku. Jongdae hyung." Jongdae atau yang biasa dipanggil Chen itu hanya tersenyum lebar kemudian berlalu.
"Jongin!" panggil Baekhyun sekali lagi dengan suara ceria yang terdengar busuk bagi Jongin.
"Drama King," ucap Jongin di dalam hati. "Oh, halo Hyung apa kabar?"
"Baik, kenapa kau berdiri di sana dengan Jongdae, ada yang salah?"
"Tidak ada, aku hanya lelah."
"Jadi kau bekerja dimana sekarang? Berapa gajimu? Kau memiliki kekasih? Aku yakin kekasihmu pasti tampan kan?"
"Kenapa Hyung peduli sekali padaku, bukankah Hyung berada dua tingkat di atasku jadi kita tak saling kenal."
"Jongin kau bicara apa?! Dulu kau sangat terkenal dancing machine." Seringai Baekhyun menggoda Jongin.
"Cukup Hyung, tak perlu melakukan hal kekanakan seperti ini. Semoga bahagia dengan kekasihmu." Jongin berniat untuk pergi namun Baekhyun melancarkan serangan terakhirnya.
"Siapa kekasihku Jongin, ayolah semua orang sudah tahu."
"Si pengusaha kaya nan tampan Xi Luhan." Baekhyun tampak tak terlalu puas. Jongin tak peduli yang penting dia bisa segera angkat kaki dari reuni memuakkan ini. "Xi Luhan mantan kekasihku."
"Terima kasih Kim Jongin." Ucap Baekhyun penuh kemenangan, Jongin memutar kedua bola matanya jengah, ia beranjak pergi. Namun, ia sedikit puas melihat wajah semua orang yang tadi terlihat mengagumi Baekhyu mulai muak setelah melihat sikap sok seorang Byun Baekhyun.
.
.
.
"Tuan, maafkan saya. Saya akan memperbaiki kinerja saya Tuan, tolong beri saya kesempatan untuk memperbaiki."
"Tidak, kesalahan sekecil apapun tak bisa dimaafkan."
"Hanya satu jenis makanan yang salah."
"Tidak, aku tidak akan memesan catering darimu lagi, menyingkirlah."
Sang pengusaha catering itu hanya bisa berjalan lunglai meninggalkan ruangan si bos kejam. Tak melayani perusahaan Park dengan sempurna, dia bisa melihat akhir dari usaha kecil yang dibangunnya. Chanyeol menghembuskan napas kasar, ia bersandar pada kursinya. Banyak sekali orang-orang di luar sana yang selalu dan selalu membuatnya merasa tak puas. Kenapa mereka tak memiliki tekad kerja yang keras? Kenapa mereka tak memandang kesempurnaan kerja sebagai harga mati? Dan sebagai gantinya dirinya yang dijuluki kejam. Atau apalah sebutan lainnya.
Chanyeol melonggarkan dasinya. Bos berdarah dingin, julukan menjijikkan itu tak tahu kenapa bisa tersemat pada dirinya. Padahal dia hanya melakukan semua ini demi kepintangan perusahaannya, yang bukan sekedar usaha rumahan.
Suara ketukan lembut terdengar. "Masuk!" pekik Chanyeol kesal. Waktu istirahatnya yang hanya beberapa menit itu tiba-tiba diganggu dengan cara tidak elit. Pintu terbuka, Chanyeol hampir berteriak jika itu bukan Lay, sekretaris setianya.
"Lay hyung, sebutkan namamu jika ingin masuk. Jangan sampai aku meneriakimu."
Lay hanya tersenyum menampakkan lesung pipitnya. "Jangan bersikap baik padaku Chanyeol, marahi aku seperti yang lain."
"Aku tidak mungkin melakukannya."
"Aku hanya ingin mengatakan jika kiriman bunga untuk pesta ulang tahun perusahaan sudah tiba."
"Akan aku periksa nanti."
Lay berjalan mendekati Chanyeol kemudian menyodorkan sebuah kotak beludru berwaran biru tua. "Pesananmu."
"Terima kasih Hyung." Chanyeol membuka kotak beludrunya, melihat sebuah cincin polos, cincin pernikahannya yang tempo hari patah. Ia langsung memakainya bersama cincin lain yang telah tersemat di jari manisnya.
"Periksa bunganya setelah putramu tiba, aku tak ingin suasana hatimu buruk jika kau menemukan sedikit kesalahan."
"Kapan dia tiba?"
"Aku rasa sebentar lagi. Mungkin, lima menit lagi semoga jalanan lancar. Aku pergi dulu Chanyeol, selamat siang."
"Selamat siang Hyung."
Chanyeol memandangi frame-frame foto yang berada di atas meja kerjanya. Foto dirinya dengan keluarga kecilnya, Taemin dan Kai. Empat tahun yang lalu saat semuanya masih berjalan dengan baik, sangat-sangat baik. Bukan seperti sekarang.
BRAK! Suara pintu yang terbanting kasar, membuat Chanyeol terlonjak kaget. "Maaf," ucap paman Han dengan pelan.
"Tak apa Paman." Balas Chanyeol dengan senyum tulus.
"Ayah!" pekik Taemin, kemudian berlari menghampiri ayahnya yang masih duduk di atas kursi kulit mahalnya.
"Apa?" tanya Chanyeol lembut, Taemin merangkak naik ke pangkuan Chanyeol kemudian duduk, menyamankan diri.
"Kapan Ibu pulang? Taemin kangen, Ayah."
"Sebentar lagi Ibumu pasti kembali."
"Kapan?"
"Jika Taemin tidak nakal, rajin belajar, dan jadi anak baik."
"Tapi Taemin mendapatkan nilai seratus di semua mata pelajaran." Chanyeol menatap wajah putranya yang sangat mirip dengan Kai. Ia peluk Taemin sambil menepuk-nepuk pelan punggungnya, tak mungkin memberitahukan pada Taemin jika Kai sudah pergi untuk selamanya.
"Ayah." Panggil Taemin merasa tak puas dengan jawaban yang Chanyeol berikan.
"Sayang, pergilah dengan paman Han ke kantin, Ayah ada pekerjaan."
"Baik!" jawab Taemin dengan nada tinggi, sebal ayahnya tak pernah menemaninya dalam waktu yang lama.
Chanyeol melangkahkan kedua kakinya dengan enggan meninggalkan ruangan setelah Paman Han berhasil membujuk Taemin untuk pergi makan siang. Semua orang yang berpapasan dengan Chanyeol langsung membungkukkan badan mereka, tak ingin mendapat masalah karena kesalahan kecil dan berakhir dengan pemecatan tak hormat.
Chanyeol melangkah memasuki lift, hari ini suasana hatinya sangat tak baik. Bertepatan dengan ulang tahun pernikahannya yang ke sembilan tahun, empat tahun sudah dia melalui ulang tahun pernikahan tanpa kehadiran Kai. Namun, rasa sakit itu masih sama seperti kemarin, begitu nyata dan segar.
Pintu lift terbuka, Chanyeol melangkah panjang-panjang dengan tubuh tegapnya menuju aula untuk dimana pesta digelar. Sesampainya di depan pintu aula, para penjaga keamanan yang bertugas langsung membungkukkan badan mereka memberi hormat. Kemudian membukakkan pintu untuk Chanyeol. Semua perhatian langsung tertuju pada Chanyeol, saat dia masuk, namun Chanyeol langsung mengisyaratkan kepada semua orang untuk kembali bekerja.
"Aku ingin bicara dengan yang bertanggung jawab di sini."
Seorang wanita berjas rapi langsung berlari menghampiri Chanyeol. Dia tampak cantik dan elegan. "Selamat siang Tuan." Ucapnya lembut kemudian membungkukkan badan.
"Selamat siang. Bagaimana semuanya? Laporkan semuanya tanpa terkecuali."
"Baik Tuan, semuanya sempurna kecuali ada satu buket bunga yang terselip Krisan putih. Hanya satu batang saja Tuan."
"Kau tahu kan kesalahan sekecil apapun tak diterima di sini, hubungi toko bunga yang mengirim buket itu, batalkan pesanan yang lain dan cari toko bunga yang lebih profesional." Ucap Chanyeol tak bisa dibantah.
"Baik Tuan, akan saya laksanakan."
Chanyeol memutar tubuhnya memperhatikan keadaan sekeliling, semuanya terlihat sempurna. sesungguhnya dia tak ingin bersikap seperti ini, dulu saat Kai masih ada dia pasti akan memarahi sikap arogannya ini, Kai bahkan tak segan mendampratnya di depan seluruh karyawan. Chanyeol tanpa sadar tersenyum memikirkan tentang Kai kembali, sayang semua itu sudah hilang dan takkan pernah kembali.
.
.
.
Jongin melangkah santai menyusuri trotoar setelah turun dari bus. Menghirup udara segar setelah dadanya dipenuhi oleh udara pengap ternyata menyenangkan. Senyumnya mengembang saat dia memandangi toko bunga keluarganya yang terlihat indah dan damai. Jongin mempercepat kedua langkah kakinya menuju toko.
Firasat Jongin tak enak, saat semua pekerja terlihat lesu dan keluarganya berkumpul di toko hal yang selama ini sangat jarang terjadi. Mereka duduk melingkar. Dan hal lain adalah tokonya sedang tutup. Cepat-cepat Jongin mendorong pintu masuk.
"Jongin…," suara Chen terdengar bergetar.
"Hyung." Dengan cemas Jongin menghampiri kakaknya yang terlihat lemah duduk di dekat rak bunga Anyelir, diapit oleh ayah dan ibu mereka. "Apa yang terjadi?"
"Ada satu buket yang salah dikirim ke Park corporation. Bunga yang sangat Chanyeol benci."
"Bagaimana bisa salah?!" pekik Jongin tertahan, kecemasannya terbukti, seharusnya sejak dulu toko bunga keluarganya berhenti mengirim bunga ke Park corporation.
"Karena karyawan baru tidak mengenali Mawar putih dan Krisan putih, Chanyeol sangat membenci Krisan putih. Jongin semuanya berakhir."
Jongin menggenggam telapak tangan Chen lembut. "Kita berharap yang terbaik Hyung, seandainya hal buruk terjadi aku yakin kita pasti bisa melalui semuanya, jangan cemas, kita akan bersama-sama melewati setiap masa sulit." Jongin tersenyum lembut berusaha menenangkan kakak laki-lakinya itu.
"Ya, semoga semuanya baik-baik saja Jongin."
Semuanya terdiam tak mengerti dengan apa yang harus dilakukan, sebelum Park memberikan keputusan yang bisa dilakukan hanya diam, menunggu, dan berharap yang terbaik.
Ponsel bergetar, Tuan Kim langsung membaca pesan dengan tangan bergetar. Tuan Kim mendesah pelan. "Mereka membatalkan semua pesanan untuk satu tahun kedepan." Tuan Kim tersenyum lesu.
"Pesanan sebesar itu dibatalkan Ayah, kita sudah memesan bunga dan tak akan bisa dibatalkan. Pembayarannya bagaimana lalu pengurangan karyawan Ayah…," Chen tak melanjutkan kalimatnya. Ia menoleh memandangi delapan karyawan yang menunggu nasib mereka diputuskan.
"Apa kesalahannya sangat fatal?" bisik Jongin tak ingin mengatakannya terlalu keras dan melukai perasaan entah siapapun itu.
"Hanya satu batang bunga Krisan putih yang terselip."
"Berapa banyak buket yang dikirim?"
"Delapan puluh."
Jongin menggeram pelan, satu batang Krisan, hanya satu bantang Krisan terselip di antara tujuh puluh sembilan buket bunga yang sempurna. Chanyeol selalu berlebihan. "Aku akan pergi ke Park corporation dan—entahlah, semoga mereka memaafkan kita Hyung, apapun akan aku lakukan ini usaha kita, kita merintisnya bersama, dan Park sial itu tak bisa menghancurkan usaha kita."
"Jongin, kau tak bisa melawan Park corporation, kita pasti akan kalah aku tak ingin kau dituntut."
"Tak ada salahnya dicoba Hyung." Jongin berdiri dari duduknya memandangi semua orang yang kini menampakkan wajah sedih. "Tolong jangan menyalahkan diri sendiri atau orang lain, yang paling penting adalah memikirkan jalan keluar dari situasi ini."
"Hati-hati Jongin."
"Hmm." Jongin menelan ludahnya kasar, takut, tentu saja ia sangat takut sekarang ini tak ubahnya mengumpankan dirinya ke sarang Singa.
.
.
.
Lima menit kemudian dengan menggunakan mobil Chen, Jongin sampai di gedung megah Park corporation, ia melangkah keluar meyakinkan dirinya sendiri, bahwa ini adalah tindakan yang paling tepat. Ada karyawan yang bergantung dengan toko keluarganya, jika mengingat hal itu dada Jongin benar-benar terbakar amarah.
Jongin melangkah panjang-panjang menuju meja resepsionis. Ada wanita cantik di belakang konter tersenyum ramah menyambut kedatangannya. "Selamat Siang Tuan."
"Selamat Siang, saya dari toko bunga Hana. Saya ingin bertemu dengan Park Chanyeol."
Wanita muda itu terlihat bersimpati kemudian mengganggukkan kepala, hal ini pasti sudah bisa terjadi dan mungkin saja si wanita muda juga merasa tertekan bekerja di perusahaan neraka seperti ini. "Silakan mengikuti Nona Crystal, Tuan." Si wanita muda di belakang konter mengarahkan Jongin pada sosok wanita muda lainnya. Jongin membungkukkan badan kemudian berjalan mendekat.
"Mari Tuan saya antar ke ruangan Tuan Chanyeol, tapi saya tak bisa membantu lebih banyak lagi."
"Tak apa saya akan berusaha semampu saya."
"Semoga keberuntungan ada di pihak Anda, Tuan."
"Terima kasih banyak." Jongin sedikit menundukkan kepala mengiringi ucapan terima kasihnya, dugaannya benar, seluruh karyawan di sini mungkin saja tertekan bekerja di tempat ini. "Umm maaf, kenapa Anda bertahan di bawah tekanan Chanyeol?"
"Itu—tentu saja karena standar gaji yang ditetapkan di tempat ini lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain, kebutuhan semakin mencekik hari demi hari Tuan, tak ada pilihan lain." Crystal mengakhiri jawabannya dengan sebuah senyuman ramah. Jongin mengangguk mengerti, tentu saja semuanya karena kebutuhan ekonomi. Dirinya sendiri juga tak ada bedanya berada di tempat ini.
"Di sini Tuan." Jongin mengerutkan kening, biasanya bos akan memiliki ruangan di puncak gedung, tapi Chanyeol memilih kantor di lantai dasar.
"Kantornya di lantai dasar?"
"Begitulah Tuan. Saya akan mengetuk pintu untuk Anda."
"Terima kasih banyak Nona Crys—Crystal?" Jongin sedikit ragu tak ingin melakukan kesalahan dalam pemanggilan nama.
"Crystal, itu nama saya." Crystal tersenyum membenarkan penyebutan nama Jongin, Jongin tersenyum simpul. Berikutnya Crystal mulai mengetuk pintu kayu kembar berukuran besar di hadapan mereka.
"Aku tak ingin bertemu dengan siapapun sekarang!" pekik Chanyeol pada siapapun di luar pintu yang tengah mengetuk dan membuatnya jengkel.
"Tuan, seseorang dari toko bunga Hana ingin berbicara dengan Anda."
"Aku tidak menerima kesalahan." Balas Chanyeol tak berperasaan.
"Chanyeol maaf, berikan mereka kesempatan untuk memberi penjelasan." Lay mencoba memberi pengertian selembut mungkin agar Chanyeol tak semakin emosi.
"Tidak." Balas Chanyeol tegas.
"Kenapa Ayah jahat sekali? Saat di sekolah Taemin diajarkan untuk mendengarkan orang lain yang sedang berbicara."
Chanyeol memijit pelan batang hidungnya, ia lupa ada Taemin di sini dan ia juga lupa untuk memberikan contoh yang baik bagi putranya. "Baiklah, tiga menit tak lebih."
Tiga menit, jantung Jongin berdetak semakin cepat dan keras. Tiga menit untuk mengubah pemikiran Chanyeol demi kelangsungan toko bunga milik keluarganya serta kelangsungan hidup para karyawan yang bekerja di sana. "Silakan masuk Tuan. Semoga semuanya berjalan dengan baik." Crystal tersenyum tulus kemudian dia mendorong pintu kembar di hadapan mereka, mempersilakan Jongin untuk masuk.
Jongin mengambil napas dalam-dalam mencoba menenangkan diri. "Maaf Tuan Chanyeol, tapi itu hanya kesalahan kecil hanya satu buket bunga yang terselip Krisan putih, bisakah Anda memberi maaf? Setidaknya jangan menurunkan reputasi kami, Anda tak perlu memesan bunga dari toko kami lagi Tuan tapi tolong untuk pemesanan satu tahun ke depan jangan dibatalkan kami bisa rugi besar dan bangkrut…," Jongin menghentikan racauannya, menyadari suasana aneh yang kini terjadi. "Tuan saya mohon." Jongin membungkuk dalam-dalam memohon belas kasihan.
Seorang anak kecil berlari kencang dan memeluk kaki jenjangnya. "Ibu! Ibu kembali, Taemin rindu Ibu."
"Ibu?!" pekik Jongin bingung, tubuhnya sudah tegak dia ingin meminta penjelasan, tapi seseorang yang hampir menghancurkan usaha keluarganya kini berdiri di hadapannya, menangis, Chanyeol meneteskan air mata.
"Kai aku tahu kau akan kembali, aku tahu kau masih hidup, Kai." Jongin hanya mengerjap bingung, dipeluk dua orang yang memanggilnya—memanggil namanya dengan Kai?
Akhirnya Jongin bereaksi, dengan pelan ia mendorong tubuh Chanyeol menjauh. "Maaf Tuan, tidak mengurangi rasa hormat saya, Anda salah orang, saya bukan Kai. Sungguh, sejak lahir nama saya Jongin. Kim Jong-In. Kenapa anak ini memanggil saya Ibu?"
"Karena kau orang yang melahirkan Taemin."
"Apa?!" pekik Jongin melupakan siapa Chanyeol. "Oh tidak, tidak!" Jongin melangkah mundur membuat pelukan Taemin pada kakinya terlepas. "Sungguh Anda salah orang Tuan, saya belum pernah menikah dan belum memiliki anak."
"Kai aku Chanyeol suamimu."
"Sungguh saya belum pernah menikah!" Panik, Jongin berlari meninggalkan ruangan Chanyeol tanpa berpikir panjang.
Chanyeol berdiri terpaku tak percaya dengan siapa orang yang baru saja muncul di hadapannya. "Ayah!" raungan tangis Taemin menyadarkan Chanyeol. Chanyeol langsung berlari keluar dengan tergesa.
Seluruh pekerja terkejut dengan tindakan Chanyeol. Bos mereka tak pernah menunjukkan emosi kecuali tatapan dingin membunuhnya. "Hentikan dia!" Chanyeol berteriak sekuat tenaga tak ingin kehilangan Kai untuk yang kedua kalinya.
Para penjaga yang mendengar teriakkan Chanyeol dan melihat siapa orang yang dimaksud bos mereka, bergegas menghadang Jongin. Jongin berlari sekuat tenaga, namun tentu saja seorang diri ia tak berdaya menghadapi kepungan puluhan penjaga keamanan perusahaan berbadan gempal.
"Ah!" pekik Jongin kesakitan saat salah satu penjaga berhasil membuatnya terjatuh.
"Singkirkan tangan kalian! Jangan melukainya atau kalian akan menyesal!" teriakkan Chanyeol membuat semua penjaga membebaskan Jongin. Meski mereka sebenarnya merasa bingung dengan perintah Chanyeol, menyuruh menghentikan tapi tak boleh melukai, berbeda dengan Chanyeol yang biasanya.
Chanyeol langsung menarik lengan kanan Jongin. Jongin hendak memprotes namun Chanyeol langsung menarik lengannya dengan kasar. "Lepaskan aku! Apa yang kau inginkan Chanyeol! Kau benar-benar bos gila seperti yang dikatakan semua orang di luar sana!" Jongin berteriak sekeras mungkin, berharap ada seorang pahlawan di perusahaan ini yang sudah muak dengan tingkah Chanyeol. Sayang, hal itu tak terjadi di dunia nyata. Chanyeol menyeret Jongin memasuki ruangan khusus tempatnya beristirahat.
"Apa yang kau lakukan?!" pekik Jongin, panik melihat kamar tidur yang sangat besar dan mewah di hadapannya. "Apa yang kau lakukan?!" Jongin berlari menuju pintu namun Chanyeol menghadangnya.
"Kenapa kau baru kembali sekarang Kai?" suara Chanyeol terdengar memelas, namun tidak dengan cengkeramannya di kedua lengan Jongin. "Kenapa kau harus menunggu empat tahun untuk kembali, apa kau tak tahu bagaimana aku dan Taemin sangat menderita? Kai." Chanyeol memeluk Jongin erat, menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher dan bahu Jongin.
Dengan susah payah akhirnya Jongin berhasil melepaskan cengkeraman Chanyeol dari kedua lengannya. "Aku bukan Kai, ya ampun, aku benar-benar bukan Kai." Jongin melangkah mundur menjauhi Chanyeol, tangan kanannya bergerak cepat mengambil dompet di saku belakang jinsnya. "Lihat, aku bukan Kai." Jongin menunjukkan kartu tanda penduduknya kepada Chanyeol. "Aku Kim Jongin, bukan Kai. Kita tak pernah mengenal sebelumnya, tidak secara pribadi, tapi jika kau bertanya apa aku mengenalmu? Tentu saja aku kenal, siapa penduduk Korea yang tak mengenalmu Park Chanyeol."
Chanyeol menarik tangan kanan Jongin dan memeluknya erat. "Aku tak peduli, aku tak peduli, yang penting kau kembali."
"Chanyeol!" teriak Jongin marah, ia dorong tubuh Chanyeol sekuat tenaga. "Aku bukan Kai dan jangan samakan aku dengannya! Dasar! Namaku Jongin, ingat itu. Sial." Jongin berbalik kasar dan berusaha membuka pintu untuk keluar. Sayang, pintu terkunci.
"Kau mencari ini?"
Jongin berbalik menghadap Chanyeol, berusaha merebut kunci yang dengan sigap dilempar Chanyeol entah kemana. Ke sudut lain ruangan. Tak ingin terlihat panik, Jongin diam melipat kedua tangannya di depan dada. "Jadi apa yang kau inginkan?"
"Apa yang kau inginkan?" Chanyeol balik bertanya, Jongin mengerutkan dahi. "Katakan saja apa yang kau inginkan, aku bisa mengabulkan semuanya. Kau ingin toko bunga keluargamu bertambah besar, kau ingin aku menjauhi keluargamu akan aku kabulkan."
"Aku tak butuh belas kasihanmu."
"Oh benarkah, bagaimana jika aku menghancurkan keluargamu yang tak seberapa itu?" Chanyeol tak ingin mengancam Kai, dia sangat mencintai Kai, dan meski pemuda dihadapannya itu bersikeras dia bukan Kai, Chanyeol yakin dia adalah Kai persetan jika Kai mengubah namanya, bagi Chanyeol dia tetap Kai.
"Jangan menghina keluargaku."
"Kenapa? Kau tak terima? Mereka memang menyedihkan, mengirim bunga saja tak becus seharusnya kalian mengakhiri usaha menyedihkan itu."
PLAK! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Chanyeol. Nyeri dan panas, namun Chanyeol tersenyum bahkan reaksi merekapun serupa. "Tutup mulutmu, kau bisa saja bergelimah harta tapi ucapanmu sama sekali tak terhormat."
"Oh benarkah?" Chanyeol menyeringai tangan kanannya bergerak cepat mengangkat dagu Jongin, memperhatikan wajah Jongin dengan seksama.
"Kau punya satu hari untuk memutuskan semuanya, menerimaku atau menerima kehancuran keluargamu? Tawaran yang menarik bukan, mari bermain Kim Jongin."
Jongin menampik tangan Chanyeol dan mendorong tubuh Chanyeol menjauh. Chanyeol menyeringai, kemudian ia menelpon seseorang untuk membuka pintu dengan kunci cadangan. "Pertimbangkan baik-baik jangan sampai menyesal."
Tatapan itu tentu saja Chanyeol tahu dengan jelas, bahwa Kai atau Jongin tak akan menyerah dengan mudah. Dia pasti memberi perlawanan, dan Chanyeol akan memastikan semua berjalan sesuai dengan keinginannya.
TBC
