MPREG
I try to stay in T, but maybe a bit M in the later chapter
Cast: Meanie (main) and others SVT members
sorry for typos
happy reading~~
Chapter 1
Truk dengan lumpur di bannya adalah sesuatu yang sering kulihat diluar pesta rumahan, bukan mobil import yang mahal. Tempat ini setidaknya punya duapuluh mobil jenis itu yang terparkir sepanjang jalannya. Aku memarkirkan sekuter tua milik ibuku diatas aspal sehingga tidak akan menghalangi siapapun. Ayah belum memberitahu jika dia sedang mengadakan pesa mala mini. Dia tidak memberitahuku banyak sebetulnya.
Dia juga tidak muncul di acara pemakaman ibuku. Jika aku tidak membutuhkan tempat tinggal, aku tidak akan berada disini. Aku harus menjual rumah kecil peninggalan nenekku untuk membayar tagihan rumah sakit ibukku. Segala yang aku punya hanyalah bajuku dan sekuter ini. Menghubungi ayahku, setelah ia gagal untuk datang walaupun sekali selama tiga tahun ibuku melawan penyakitnya, sangatlah berat. Walaupun ini perlu, bagaimanapun dia satu-satunya keluargaku yang tersisa.
Aku menatap rumah berlantai tiga yang sangat megah yang terletak di kawasan Gangnam, Seoul. Ini adalah rumah baru ayahku. Keluarga barunya. Aku tidak akan cocok disini.
Seseorang tiba tiba menarik bagian belakang tasku. Berdasarkan insting, aku menggenggam belati yang bertengger dipinggangku, menariknya dan mengarahkannya ke leher si pengganggu, siap untuk menggoreskannya.
"Whoah! Aku tadinya ingin memberitahu bahwa kau tersesat tapi aku akan memberitahu apapun yang kau inginkan selama kau menjauhkan benda ini." Seorang pria dengan rambut hitam bergelombang berdiri di sisi lain belatiku dengan tangan terangkat diudara dan mata yang membulat.
Aku menaikkan sebelah alisku dan menggenggam belatiku dengan tenang. Aku masih tidak kenal pria ini. Menari tas seseorang bukanlah cara menyapa yang normal. "Tidak. Aku tidak berpikir aku tersesat. Apakah ini rumah Jeon Jaerim?"
Pria itu menelan ludahnya dengan gugup, "Uh, aku tidak bisa berpikir dengan benda itu di leherku. Kau membuatku sangat gugup, manis. Bisakah kau menyingkirkannya sebelum terjadi kecelakaan?"
Kecelakaan? Sungguh? Pria ini mulai membuatku jengkel. "aku tidak mengenalmu. Disini gelap dan aku di tempat asing, sendirian. Jadi, maafkan aku jika aku merasa tidak aman saat ini. Kau bisa percaya saat aku bilang tidak aka nada kecelakaan. Aku sangat handal dengan belati."
Pria itu tidak terlihat mempercayaiku dan sekarang setelah melihatnya dengan lebih teliti, dia tidak terlihat berbahaya. Bagaimanapun, aku belum siap menurunkan belatiku.
"Jaerim-Ssi?" ulangnya perlahan, " Tunggu, Paman Jaerim adalah ayah tiri baru Mingyu. Aku bertemu dengannya sebelum dia dan bibi Hyemi pergi ke Swiss."
Swiss? Mingyu? Apa? Aku menunggu penjelasan lebih tapi pria itu terus melirik belati di lehernya dan menahan napasnya. Tanpa mengalihkan pandanganku, aku menurunkan belatiku dan meletakkannya di sarungnya. Mungkin dengan disingkirkannya belati, pria itu dapat fokus dan memberi penjelasan.
"Apakah kau bahkan punya lisensi untuk benda itu?" tanyanya
Aku tidak tertarik untuk hakku menggunakan belati. Aku butuh jawaban, "Jaerim di Swiss?" tanyaku membutuhkan kepastian. Dia (Ayahku) tau kalau aku datang hari ini. Kami baru saja bicara minggu lalu setelah aku menjual rumah nenek.
Pria itu mengangguk perlahan terlihat santai, "kau mengenalnya?"
Tidak terlalu. Aku setidaknya melihat ayahku dua kali setelah ia meninggalkan aku dan ibuku lima tahun lalu. Aku mengingat ayah yang datang ke pertandingan sepak bola dan memanggang samgyoupsal didepan rumah. Ayah yang kumiliki hingga kembaranku, Jungkook terbunuh dalam kecelakaan mobil. Ayakhu yang menyetir. Dia berubah hari itu. Pria itu tidak menghubungiku dan memastikan aku baik-baik saja saat aku merawat ibuku yang sakit, aku tidak mengenalnya. Sama sekali.
"Aku anaknya, Wonwoo."
Mata pria itu membesar dan dia mendongakkan kepalanya dan tertawa. Kenapa ini lucu? Aku menunggunya menjelaskan saat dia mengulurkan tangannya ke udara. " kemarilah, Wonwoo. Aku punya seseorang yang harus kau temui. Dia akan menyukainya."
Aku menatap tangannya dan mengencangkan peganganku pada tasku.
"apa kau bawa belatimu juga? Apakah sebaiknya aku memperingatkan orang agar tidak membuatmu marah?" nada bercanda pada suaranya mencegahku berkata kasar.
"kau menarik tasku tanpa aba-aba, aku panik."
"nalurimu saat panik adalah menodongkan belati pada seseorang? Sial! Darimana asalmu? Sebagian pemuda yang kukenal akan membentak atau sejenisnya."
Sebagian pemuda yang dia kenal tidak terpaksa untuk melindungi dirinya sendirinya untuk lima tahun belakangan. Aku punya ibu yang harus kujaga tapi taka da yang menjagaku. "Aku dari Changwon," jawabku, mengacuhkan tangannya.
"biar kubawakan." Dia mulai melepaskan barang bawaanku yang telah disiapkan ibuku untuk acara jalan jalan yang tidak pernah terjadi. Dia selalu bicara bahwa kami akan jalan jalan keliling korea dengan sekuter suatu hari. Lalu dia sakit.
Mencoba menyingkirkan kenanganku, aku berfokus pada pria di depanku. "terimakasih, ehm.. aku rasa aku tidak tau namamu."
Pria itu menarik backpack dari motor lalu menatapku.
"Apa? Kau lupa menanyakan namaku saat kau memojokkanku dengan belatimu?"
Aku menghela napas. Baiklah, mungkin aku memang berlebihan tapi dia membuatku kaget
"Aku Seungcheol, ehm.. teman Mingyu."
"Mingyu?" nama itu lagi. Siapa Mingyu?
Senyu Seungcheol melebar. "Kau tidak kenal Mingyu?" dia terlihat sangat tidak habis piker. "Aku sangat senang aku datang malam ini."
"kemarilah. Akan aku kenalkan."
Aku berjalan disampingnya saat dia memimpinku ke rumah itu. Musik didalam menjadi semakin keras saat kami mendekat. Jika ayahku tidak disini, lalu siapa yang didalam? Aku tau Hyemi adalah istri barunya, tapi hanya itu yang kutau. Apa ini pesta yang diadakan anaknya? Bera umur mereka? Dia punya anak kan? Aku tidak ingat. Ayah sangat aneh. Dia bilang aku akan suka keluarga baruku tapi dia tidak memberitahu siapa sebenarnya mereka.
"Jadi, apa Mingyu tinggal disini?"
"Ya, setidaknya pada musim panas. Dia pindah ke rumahnya yang lain sesuai musim."
"rumahnya yang lain?"
Seungcheol terkekeh, "kau tidak tau apapun mengenai keluarga baru ayahmu ya, Wonwoo-ssi?"
Dia tidak tahu, aku menggeleng.
"penjelasan singkat sebelum masuk kedalam kegilaan ini," dia menjawab, berhanti pada tangga teratas yang menuju pintu depan dan menatapku. " Kim Mingyu adalah Ayahmu. Dia anak tunggal pemilik Kim Holdings Inc. Orang tuanya bercerai. Ibunya, Hyemi dulunya adalah penyayi. Inunya tinggal disini karena Mingyu mengizinkannya." Dia berhenti dan menatap pintu, bersamaan dengan terbukanya pintu. "Semua orang ini adalah temannya."
Seseorang dengan rambut pirang, menggunakan kaos dengan potongan leher yang sangat rendah, celana jeans ketat dan sepatu yang terlihat mahal berdiri menatapku. Aku tidak luput dari tatapan jijiknya. Aku tidak terlalu mengerti dengan orang orang seperti ini tapi aku tahu bahwa toko baju di lingkungan rumahku tidak menjual pakaian semacam itu.
"Wah, halo Jeonghan," Seungcheol menyapa dengan nada jengkel.
"siapa dia?" tanyanya sambil mengalihkan tatapannya pada Seungcheol
"teman. Hapus kerutan di wajahmu Jeonghan, kau terlihat jelek." Jawabnya sambil menarik tanganku masuk kedalam rumah.
Ruangan tidak terlihat sepenuh yang aku duga. Kami berjalan mendekati pintu yang menuju raungan yang sepertinya ruang tamu. Walaupun begitu, ukurannya lebih besar daripada rumahku yang dulu. Dua pintu kaca terbuka menunjukkan pemandangan malam kota Seoul. Aku ingin melihatnya dari dekat.
"Lewat sini." Kata Seungcheol dan membimbingku ke.. bar? Sungguh? Ada bar di dalam rumah?
Aku melirik orang-orang yang kulewati. Mereka semua berhenti sesaat sambil melirikku. Aku terlihat mencolok.
"Mingyu, ini Wonwoo, aku yakin dia kemungkinan milikmu. Aku menemukannya diluar terlihat sedikit tersesat." Kata Seungcheol dan aku mengarahkan perhatianku pada pria di depanku.
Oh
Oh. My.
"begitukah?" jawab mingyu dengan nada malas dan mencondongkan tubuhnya dari posisi santainya di sofa berwarna hitam dengan wine di tangannya, "Dia manis tapi terlihat muda. Tidak bisa bilang dia milikku"
"Oh, tentu dia milikmu. Berhubung ayahnya sudah kabur ke Swiss dengan ibumu untuk beberapa minggu. Aku akan bilang dia milikmu. Aku dengan senang hati menawarkannya ruangan di tempatku kalau kau mau. Itu jika dia berjanji membuang senjatanya yang mematikan."
Mingyu memicingkan pandangannya dan memandangku pekat. Warnanya coklat. Terlihat tidak biasa. Matanya seperti elang. Sangat tajam.
"Itu tidak membuatnya milikku," ia jawab pada akhirnya dan kembali menyandar pada sofa.
Seungcheol membersihkan tenggorokannya, "Kau bercanda kan?"
Mingyu tidak menjawab, malah dia menenggak minuman di gelas yang sedang dipegangnya, pandangannya kembali pada Seungcheol dan aku melihat peringatan disana. Aku akan disuruh pergi. Ini buruk. Aku hanya punya 20 ribu won di dompetku dan hampir kehabisan bensin. Aku sudah menjual semua yang berharga yang kupunya, saat aku menghubungi ayahku aku sudah menjelaskan bahwa aku hanya butuh tempat tinggal sampai aku punya pekerjaan dan uang untuk menyewa tempat sendiri. Dia langsung setuju dan memberikan alamat ini dan mengatakan bahwa dia akan senang jika aku tinggal bersamanya.
Perhatian Mingyu kembali padaku. Menungguku bergerak. Apa yang dia ingin aku katakan? Sebuah cengiran muncul di bibirnya menampilkan gigi taringnya yang mempesona dan mengedip padaku.
"rumahku sudah penuh dengan orang malam ini dan tempat tidurku sudah penuh." Dia mengalihkan tatapannya pada Seungcheol. "kurasa lebih baik kita melepaskannya dan membiarkannya tidur di hotel sampai kita bisa menghubungi ayahnya."
Rasa jijik pada kata"ayah" tidak terlewatkan olehku. Dia tidak menyukai ayahku. Aku tak bisa menyalahkannya. Bukan salahnya, ayahku mengirimku kesini. Aku menyia-nyiakan sebagian besar uangku untuk bensin dan makanan untuk sampai disini. Kenapa aku percaya pada laki-laki itu?
Aku meraih barang bawaanku yang dibawa Seungcheol. "Dia benar. Aku sebaiknya pergi. Ini ide yang sangat buruk."aku bicara tanpa menatapnya lalu berbalik menuju pintu dimana aku masuk sambil menahan air mata dan amarahku. Aku akan jadi gelandangan setelah ini.
Aku berjalan dengan menatap lantai. Aku mendengar Seungcheol dan Mingyu berdebat tapi aku berusaha mengacuhkannya. Aku tidak ingin mendengan pendapat Mingyu tentangku. Dia tidak menyukaiku. itu sangat kentara. Ayahku bukan seseorang yang disambut dalam keluarga sepertinya.
"sudah mau pergi?" sebuah suara yang mengingatkanku pada suasana sore hari. Aku melirik untuk melihat senyum bahagia pada pemuda yang tadi membuka pintu. Dia juga tidak menginginkanku disini. Saiap aku menentang orang-orang ini? Aku segera menjatuhkan kembali pandanganku ke lantai dan membuka pintu. Harga diriku cukup tinggi untuk menahan air mataku agar pemuda sinis itu melihatnya jatuh.
Setelah aku berada diluar aku membiarkan beberapa tetes air mataku jatuh lalu berjalan menuju sekuterku. Jika saja aku tidak punya barang bawaan aku pasti sudah lari. Aku membutuhkan kenyamanan yang diberikan sekuterkutempatku bukan disini, di tempat yang berisi orang orang kelas atas yang sinis dan sombong. Aku rindu rumah. Aku rindu ibuku. Beberapa tetes air mata kembali jatuh dan kembali mengikatkan barang bawaanku ke sekuter.
