Our Story
Characters by Masashi Kishimoto
Story by AiTema
Summary : "Kau adalah sala satu yang paling berharga dalam hidupku."
WARNING! OOC, GAJE, Typo, dll.
.
.
.
.
Termenung, mungkin adalah hal yang senantiasa Temari lakukan beberapa hari ini. Perang memang sudah berlalu sejak seminggu yang lalu, seharusnya ia merasakan euforia layaknya shinobi lain. Walaupun duka yang mendalam tak dapat tertahankan.
Masih jelas di ingatan gadis bersurai emas itu tentang bagaimana rasanya terjebak dalam mugen tsukoyomi. Terasa nyata, ia merasa begitu nyata berada di alam mimpinya. Impiannya yang telah bertahun-tahun ia pendam dan kunci rapat sehingga tak ada satupun orang yang tahu, bahkan kedua adiknya.
Statusnya dengan sang pemuda yang hanya sebatas rekan kerja seakan tak bisa lepas dari mereka. Ia berharap memiliki hubungan lebih dari itu dengan Shikamaru. Membayangkan hari-hari kemudian jika ia memiliki ikatan spesial dengan jenius Konoha itu.
Sembari berpangku tangan, ia berangan-angan jauh ke sana. Sehingga tak ia sadari seseorang telah masuk ke kamarnya.
"Kakak."
Panggilan dari sala satu adik kesayangannya membuat dirinya terkejut. "—eh, ya?"
"Kau dipanggil Gaara, katanya ada tugas untukmu." Jelas Kankuro yang saat itu tidak memakai riasan apapun, lalu ia langsung menutup pintu kamar kakaknya dan pergi.
Temaripun menemui Gaara yang berada diruang kerjanya yang terletak tak jauh dari kamar gadis itu.
Ia mengetuk pintu itu dan membukanya perlahan. "Kau memanggilku, Gaara?"
Sang Kazekage muda yang sedang bergelut dengan kertas-kertas mengadahkan kepalanya menghadap sang kakak.
"Oh, ya. Aku mempunyai tugas untukmu, Temari."
"Apa itu?"
"Pergilah ke Konoha. Kau tahu para shinobi yang gugur kebanyakan berasal dari Konoha, dan untuk penghormatan pergilah ke sana mewakili Suna." Ucap Gaara tanpa basa-basi
Raut Temari berubah menjadi sangat senang, dengan cepat ia menetralkan wajahnya dihadapan Gaara.
"Baiklah," Jawabnya kemudian.
"Kau akan pergi besok, segera bersiap-siap kak," Titah sang adik.
"Ya sudah aku pergi dulu. Jangan lupa untuk makan ya, Gaara."
Kemudian Temari beranjak pergi dari ruangan adiknya sambil melambaikan tangannya.
Sebagian hatinya merasa sangat bahagia karena tugas yang diberikan adiknya. Akhirnya ia akan pergi ke Konoha, menjumpai pria itu. Tetapi, sebagian hatinya lagi ragu apakah ia akan tetap mendapat sambutan yang sama seperti yang lalu dari pria itu? Bukannya ia tidak tahu, bahwa lelaki itu juga sedang berduka cita karena kehilangan ayah tercintanya saat perang.
Apakah Temari masih bisa mendengar kata-kata andalan pria itu?
'Ya, semoga saja.'
.
Keesokkan harinya, Temari berangkat menuju Konoha untuk menjalani tugasnya. Setelah menempuh jarak selama kurang lebih 2 hari, gerbang Konoha mulai terlihat oleh netranya. Sejujurnya, Temari berharap akan ada seseorang berambut nanas yang akan menungguinya seperti hari-hari kemarin.
Sayangnya, bahkan ujung rambut pemuda itupun tak nampak disana. Hanya ada gerbang yang terbuka beserta kedua penjaganya. Akhirnya kakinya menginjak tanah Konoha. Temari berjalan ke arah kedua penjaga itu.
"Konnichiwa, Izumo-san, Kotetsu-san." Sapanya kepada kedua penjaga gerbang.
"Konnichiwa, Temari-san." Sahut keduanya.
"Hoo, kami tidak tahu kedatanganmu." Sambung Izumo dengan wajah terheran-heran.
Temari mengeluarkan raut kebingungan, tumben sekali mereka tidak tahu akan kedatangannya, "Mungkin Kazekage-sama lupa memberikan kabar kepada Hokage-sama."
"Mungkin saja. Ya sudah, langsung laporan ke kantor hokage saja, ya." Ucap yang lainnya—Kotetsu—.
"Baiklah. Terima kasih Izumo-san, Kotetsu-san. Jaa." Ucap Temari sembari melambaikan tangannya.
Kakinya melangkah menuju kantor Hokage. Tetapi pikirannya pergi kemana-mana.
'Mengapa Gaara tidak memberitahukan kedatanganku? Apa dia lupa? Atau Hokage yang lupa memberitahu kepada Kotetsu-san dan Izumo-san?'
Sepele memang, tapi mengapa Temari terlalu mempedulikannya? Apakah ada hubungannya dengan pria itu?
Setelah sampai ke kantor Hokage, Temari langsung menuju ke ruangan sang Hokage. Saat tangan Temari hampir mengetuk pintu ruang Hokage, ia mendengar suara seseorang yang sangat ia kenal.
"—pa? Kenapa harus aku?" Tanya suara itu yang kemungkinan dituju kepada Kakashi-sama.
"Karena ini adalah wasiat dari ayahmu. Jadi mau tak mau kau harus menurutinya." Jawab Kakashi.
Dengan nada memohon, sang pria menjawab. "Ayah tidak pernah memberitahuku. Berikan aku waktu untuk mencerna segalanya, Kakashi-sama."
"Hahh, baiklah terserah padamu. Jumpai aku ketika kau siap."
"Baiklah. Aku pergi sekarang."
Temari tak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Saat pintu akan dibuka oleh seseorang, Temari langsung bersembunyi di balik sala satu dinding yang ada.
Benar saja, yang baru keluar dari ruangan Hokage adalah pria itu. Pria yang sangat ia rindukan. Ia keluar dengan wajah yang agak kusut. Membuat Temari semakin penasaran dengan maksud pembicaraan sang pria dengan Kakashi-sama.
Setelah dipastikannya pria itu sudah pergi, Temari langsung mengetuk pintu diruang Hokage untuk melapor.
"Konnichiwa, Hokage-sama."
Sepertinya yang disapa sedang sibuk dengan kertas-kertas dimejanya.
"Konnichi—loh? Temari? Kapan kau datang?" Sahut Kakashi dengan raut terkejutnya.
"Baru saja. Aku kemari ingin melaporkan kunjunganku, karena saat di gerbang Izumo-san dan Kotetsu-san tidak tahu akan kedatanganku." Jelas gadis bersurai emas itu.
"Ah iya! Aku lupa memberitahu mereka. Maafkan aku, kau tahu setelah perang dunia shinobi ke-4 aku langsung di angkat menjadi hokage lalu langsung diberikan tugas yang sangat banyak. Jadi, aku lupa. Maaf, ya." Dengan raut bersalah, Kakashi menjelaskan kepada kakak tertua Kazekage itu.
Temari memakluminya, sama seperti saat adiknya baru saja diangkat menjadi kazekage dulu.
"Hahaha, tidak apa-apa, Hokage-sama. Baiklah karena sudah melapor saya mohon undur diri." Kemudian Temari membungkuk hormat kepada Kakashi lalu berbalik pergi.
Langkah Temari terhenti ketika sang Hokage memanggilnya lagi. "Temari-san kalau mau mencari Shikamaru sekarang ini. Mungkin ia sedang berada di makam ayahnya atau hutan Nara."
Mengapa Kakashi bisa mengetahui bahwa Temari ingin menemui Shikamaru?
"A-ah! B-baiklah, terima kasih."
Ia langsung keluar dari ruangan itu.
Ingin sekali ia menemui Shikamaru langsung. Tapi mungkin lebih baik besok saja pikirnya lagi. Untuk hari ini, ia akan beristirahat untuk sementara.
Temaripun pergi mencari penginapan untuk tempatnya bermalam sampai beberapa hari ke depan. Dan memutuskan untuk beristirahat untuk hari ini, karena esok ia akan menghadiri upacara formal penghormatan terakhir kepada para shinobi yang gugur.
Semoga saja, ia bisa menemui Shikamaru besok.
.
Upacara penghormatan terakhir kepada shinobi yang gugur di medan perang telah berlalu beberapa jam yang lalu. Tetapi Temari tetap tidak melihat batang hidung pria yang dicarinya sedari kemarin. Seharusnya lelaki Nara itu hadir dalam upacara ini karena ayahnya merupakan sala satu shinobi berjasa yang gugur itu. Padahal kakak Kazegake tersebut sudah menunggu di dekat makam Nara Shikaku agar bisa menjumpai pria nanas itu.
Tak kehabisan akal, gadis berambut pasir itu pun pergi ke bukit yang sering dikunjungi bersama Shikamaru ketika ia di Konoha. Dan benar dugaannya, lelaki itu ada disana. Sedang tiduran di atas rerumputan.
Temaripun mendatanginya dan ikut duduk di samping pria Nara itu.
"Hei." Sapanya
Yang di sapa tetap bergeming. Gadis itu tahu ia sedang tidak ingin diganggu. Yah, Temari tidak peduli dengan itu. Ia hanya akan mengutarakan apa yang ada di hatinya.
"Kau tahu aku kehilangan ibuku saat adik terkecilku lahir. Di saat itu aku yang belum mengerti apapun, merasa bahwa Gaaralah yang salah atas kepergian ibuku. Lalu kami bertiga dibesarkan dibawah bimbingan kejam ayahku. Tanpa kasih sayang, seolah-olah ia hanya menganggap kami sebagai senjata di dukung oleh adanya shukaku di dalam tubuh Gaara." Kakak tertua Kazekage membuka suara.
Shikamaru belum merespon.
Lalu ia melanjutkan, "Sampai rasa-rasanya aku ingin menyusul ibuku saja waktu itu. Dan ternyata yang menyusul ibu bukanlah aku, tapi ayah. Ia tewas saat penyerangan Suna dan Oto terhadap Konoha. Di khianati oleh sekutunya sendiri. Sebagian kecil perasaanku merasa bahagia waktu itu. Tapi meskipun begitu, aku sangat menyayanginya. Aku kehilangan sosok ayah dan kali itu aku tak tahu harus menyalahkan siapa."
Jeda sejenak, ia melirik sang pria ada pergerakkan kecil darinya. Mungkin bukannya ia tak mau merespon, ia hanya ingin menjadi pendengar saat itu.
"Waktu terus berjalan, Gaara berubah menjadi lebih baik. Aku dan Kankuro bisa menjadi lebih dekat. Kami bertiga tidak dijadikan sebagai senjata lagi. Ah ya, satu sisi baik dari aku mengikuti ujian chuunin saat itu adalah aku dapat bertemu denganmu."
Shikamaru mulai membuka matanya. Melirik ke wajah sang putri Suna. Sangat damai, beda dengan biasanya. Dan Temaripun masih melanjutkan ceritanya.
"Semenjak saat itu, aku memikirkan semuanya. Disamping aku kehilangan kedua orangtuaku dan memiliki masa kecil yang tidak menyenangkan. Aku masih memiliki Gaara dan Kankurou, meski tak sedekat kakak adik lainnya. Aku bersyukur karena merekalah aku bertahan, merasa bertanggung jawab sebagai anak sulung membuatku menjadi kuat."
Gadis itu mengambil jeda sejenak, menatap langit yang mulai berubah menjadi jingga.
"Lalu apa perananku dalam hidupmu?" Akhirnya Shikamaru membuka suara setelah sekian lama menjadi pendengar yang baik.
Temari langsung menatap Shikamaru. Pertanda tak mengerti maksud pertanyaan pria itu. Atau mungkin pura-pura tidak mengerti?
"Huh?"
"Kau bilang sisi baik dari ujian chuunin waktu itu adalah dapat bertemu denganku, merepotkan."
Temari belum merespon. Masih setia menatap Shikamaru. Haruskah ia mengutarakan yang sesungguhnya? Ataukah ia hanya akan tetap berdusta kepada pria itu? Haruskah ia menahan terus menerus gejolak perasaan yang ada di dalam hatinya selama ini? Menyimpan segalanya sendirian tidaklah mudah.
Gadis itu lalu mengalihkan pandangannya ke arah rumput di depannya.
"Sudah lama aku tidak mendengar kata favoritmu itu."
"Berusaha mengalihkan pembicaraan, eh?"
"Tidak!" Bantah gadis berkuncir empat itu.
Bukannya Shikamaru tidak mengerti maksud kalimat Temari dan apa peranannya dalam hidup gadis itu. Ia hanya ingin memastikannya, karena Shikamarupun berharap lebih pada Temari. Ia hanya ingin Temari tahu bahwa lelaki nanas itu mencintai putri Suna tersebut. Tetapi egonya menguasai, ia takut terluka dan melukai.
"Jadi, apa perananku dalam hidupmu?" Ia mengulangi pertanyaan yang sama. Berharap mendapat jawaban yang memuaskan.
Temari bungkam beberapa saat, memikirkan kalimat yang pantas untuk disampaikan.
"Perananmu adalah menjadi seorang yang mewarnai hariku." Jeda sejenak. "Kau adalah sala satu yang paling berharga dalam hidupku."
Mata Shikamaru terbelalak seketika. Singkat, padat, dan sangat jelas bagi seorang dengan IQ diatas 200. Ini merupakan ungkapan paling menyenangkan sekaligus menyakitkan baginya.
Kenyataannya Shikamaru tidak akan bisa bersantai di bukit ini bersama dengan wanita idamannya lagi di masa depan. Mengingat wasiat sang ayah yang diberikan kepadanya sebagai calon pemimpin klan Nara. Membuatnya seakan ingin kembali ke saat-saat mereka terjebak di mugen tsukoyomi.
"Terimakasih."
Akhirnya ia hanya bisa mengeluarkan kata sederhana itu. Tidak dapat membalas dengan mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
Gejolak untuk menyatakan perasaannya kepada sang Putri Suna harus dikuburnya dalam-dalam. Ia teringat wasiat ayahnya yang disampaikan oleh hokage. Ia sangat menyayangi dan menghormati ayahnya, tetapi ia juga sangat mencintai gadis yang ada di sebelahnya. Semuanya terlalu rumit bagi seorang Nara Shikamaru. Hanya karena wasiat itu, ia seakan kehilangan sebagian hidupnya lagi. Sudah cukup ia kehilangan guru dan ayahnya, ia tak ingin kehilangan wanita yang sangat dicintainya. Tapi apa yang bisa ia lakukan?
Temari memperhatikan pria Nara itu, ia terlihat lebih tenang dari biasanya. Tetapi ada sorot kesedihan di manik keabuannya. Temari ingin bertanya, tapi ia sadar ini bukanlah saat yang tepat.
Dua orang berbeda jenis kelamin itu sadar, saat ini yang mereka butuhkan hanyalah ketenangan. Menikmati langit jingga yang dihiasi awan-awan putih dengan berbagai bentuk. Menikmati suasana senja kala itu dibawah pohon rindang. Toh, mereka sudah nyaman dengan keadaan ini. Keadaan dimana mereka dapat menghabiskan waktu bersama. Apapun status mereka kini tak menghalangi kebersamaan keduanya.
Karena secara tak kasat mata, mereka sudah terikat benang merah.
.
.
.
END/TBC?
.
.
.
Hai, Ai kembali dengan cerita gak seberapa untuk meramaikan fandom ini. Mari kita kembali lagi ke masa sehabis perang ngeehhehe. Mohon kritik dan sarannya, Senpai.
