Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
The Concept of Us © ArcSa Reiyu
Warning: Semi-AU, OOC maybe, Typo(s), etc
Characters: Akashi Seijuuro x Kise Ryouta
"Don't ever see too close nor far."
"Bahkan emperor eyes milik Akashi?!"
Dua mata keemasan itu fokus pada mangsanya, meraung dalam senyap dengan bibirnya yang terkatup rapat. Hanya sepasang bola mata itu yang terbuka lebar.
Emperor eyes, milik Kise Ryouta.
.
.
.
Mereka akhirnya tetap kalah, Kise duduk lemas di bench sementara pundaknya ditepuki berkali-kali oleh anggato tim yang lain. Kau sudah bekerja keras! Tetap semangat. Dia hanya tersenyum.
Mana bisa semangat, asanya hampir padam sekarang.
.
.
.
Ssshh-
Suara soda memasuki gendang telinga, dia tidak peduli. Pemuda pirang itu duduk menunduk, menyendiri di pojok hall sepi. Anggota tim Kaijo yang lain sedang menonton pertandingan, melakukan analisa dan menentukan strategi untuk pertandingan berikutnya. Tetapi Kise tidak bisa ikut peduli. Rasanya, bagian dalam tubuhnya kerompong, kosong tanpa percikan ambisi.
Sshh-
Lagi-lagi suara soda, desis lembut yang keluar ketika penutup kaleng terbuka. Diikuti dengan sensasi dingin di pipi.
Tunggu, dingin?
"Jangan bertingkah seperti mahluk tidak berguna, Ryouta."
Kise berkedip tidak percaya, Akashi berdiri di sampingnya menyodorkan kaleng soda yang terbuka.
"Aka-"
"Aku tahu kau memang idiot."
Mulut yang baru terbuka itu langsung menutup, Kise kembali menunduk dalam penyesalan. Dan waktu berlalu dalam detik yang merangkak perlahan. Sampai kehangatan hadir samar di sampingnya, lalu perlahan merambah menyentuh bibirnya.
"Jangan pernah menyerah."
.
.
.
Kalah dua kali dalam sehari- hal yang begitu bukan lagi membunuh semangatnya tapi juga harga dirinya. Kenapa dia lemah? Kenap tim-nya kurang kuat? Apalagi usaha yang dia butuhkan? Memangnya yang selama ini tidak cukup? Berapa banyak lagi dia perlu berkorban untuk meraih kata menang?
Pertanyanya datang, lalu pergi. Kise mati-matian menepis segala bentuk negatif yang merasuki pikirannya. Mededuksi segala bentuk nasehat positif yang diberi pelatihnya tadi sore dan menyusun ulang isi kepalanya yang berantakan
Pemuda berambut pirang itu terkapar lemas di atas tempat tidurnya. Ia lelah, tapi matanya memaksa terbuka, menyuruh dia mengingat ulang pertandingan siang tadi.
Fakta bahwa dia kalah. Mata almondnya menatap langit-langit kamar, tanpa berkedip.
"Ryou-chan, ada tamu- katanya teman SMP-mu." Gedoran di pintu datang bersama suara cempreng kakaknya. Kise menutup matanya dengan lengan, mencoba bernafas normal- terlalu takut kalau nanti suaranya bernada emosi pada sang kakak ketika menjawab.
"Iya neecchi, tunggu sebentar."
Dia berdiri, berjalan lunglai menuju pintu. Mungkin di ruang tamu nanti dia akan bertemu Kuroko- mungkin Kagami juga ada di sana. Atau yeah, mungkin Midorima dan si mata elang Takao-
"Kau seperti mayat hidup berjalan."
Sejak kapan Akashi pernah datang ke rumahnya?
.
.
.
I let you set the pace, cause I can't thinking straight
Mulai kapan Akashi punya lagu berbau romansa?
Hening, selain suara lagu yang samar dari playlist musik si emperor dan suara seruput dari cangkir teh, tidak ada yang mau mengeluarkan suara.
Kise melirik Akashi dari sudut mata. Sosok pemimpin yang regal dan penuh percaya diri. Agung dengan wajah angkuh dan sifat kerasnya.
Ketua masa SMP-nya itu menyeruput teh dengan punggung tegap. Khas keluarga bangsawan masa lampau yang selalu mengutakmakan keanggunan.
Lagu berganti, Kise makin tidak paham maksud kedatangan Akashi ke rumahnya.
I will try for your love, we've been hiding enough
Dan Akashi masih diam, sejak bertemu tadi di ruang tamu sampai sekarang mereka duduk di balkon menikmati teh hangat dari teko.
Isi cangkirnya sudah hampir habis, dan Kise sama sekali tidak bisa menggunakan otak setengah lumpuhnya untuk membangun percakapan.
"Ne, Ryou-chan, Akashi-san. Aku permisi keluar dulu ya~" Kakaknya muncul dengan senyum lebar, ponsel di tangan dan pakaian pergi tersampir di badan.
Kencan, si adik itu meringis dalam hati dan mengangguk pelan. Menyalami kepergian kakanya keluar rumah dengan selirih senyum dan kata have a good night bersemangat palsu. Sedangkan Akashi hanya mengangguk kecil lalu melirik Kise sebentar.
Malam menemani mereka.
"Aku mau kau keluar dari Kaijou."
Absurd.
.
.
.
Rakuzan kalah.
Kabar mengejutkan? Ya, Kise nyaris tersedak minumnya begitu hal itu diumumkan. Matanya tak lepas dari sosok Akashi. Pemuda yang sudah beberapa minggu tak lagi bersentuh sapa dengannya.
Waktu itu, mata mereka sama sama sekali tidak bertemu. Mata merah dalam wajah keras itu hanya tertuju pada Kuroko yang sedang bicara dengannya. Senyum tipis kemudian meraba bibirnya, menyapa dunia.
Kise ikut teresenyum, lebih lebar dari yang dia butuhkan. Kemudian Kasamatsu menepuk pundaknya, kakak tingkatnya itu menggedik, cara paling mudah untuk mengajaknya keluar dari bangku penonton.
Dia mengangguk, berbalik dari lapangan. Meninggalkan tempat pertandangin itu tanpa melirik si emperor yang berdiri di lapangan.
Saat itu, dia tidak pernah tahu kalau sudut mata Akashi mengawasi punggungnya tanpa berkedip.
.
.
.
Semester baru, pertandingan baru. Jadwal yang makin padat. Helaan nafas pasrah menemani Kise dua jam terakhir ini. Pemuda itu melirik lagi jadwal pemotrtannya lalu jadwal latihan.
Well, semoga semuanya lancar saja.
Tahun ini, jadwal latihan basket-nya juga lebih padat. Hampir menyamain neraka. Hiperbolisnya, Kise sampai merinding begitu pelatih menyodorkan si jadwal padanya.
"Kise-senpai!" Seorang gadis berdiri kelelahan di depannya. Kulit putih wajah kecil, dengan tangan menyodor amplop putih tak bernama- polos.
Kise mengedip tidak mengerti. Bingung.
"Uh... ya?"
Gadis itu tidak mengatakan apa-apa, langsung memaksakan amplop tadi di tangan Kise dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Si pirang diam, menggedikan bahu dalam kedipan mata dan membiarkan gadis itu bergi begitu saja.
.
.
.
Di bawah pohon, jam tujuh malam, dekat lapangan basket. Begitu yang di tulis di surat, di tulis dengan seni tinggi dan liukan di beberapa garis. Yang membuat pasti orang penyuka sastra, cuma itu yang terpikir oleh Kise. Siapa yang akan ia temui?
Nah, si pirang itu tidak mau peduli.
Jadi, dia menyender santai di batang pohon sembari menunggu. Sampai setelahnya, sekitar dua menit berikutnya sesosok bayangan muncul. Jaket terpasang di punggung dengan lengan yang dibiarkan menggelantung.
"Lama tidak bertemu."
Hanya sebaris kalimat itu, Akashi menyapanya dengan sebuah senyum, senyum kecil. Dan Kise Ryouta terpana.
Diam tanpa menjawab.
"Aku menyambutmu di Rakuzan."
Dan kemudian, Kise tersenyum dan mengangguk ringan atas penyambutan sederhana itu
.
.
.
Akashi Seijuuro dan Kise Ryouta. Dulu mereka kakasih, lalu berpisah, tanpa mengatakan apapun. Hanya mengikuti alam dan takdir yang memisahkan mereka, fokus pada tujan masing-masing dengan ambisi yang jelas bebeda.
Si merah dengan Rakuzan dan si pirang dengan Kaijo.
Kise menganggap masa lalunya dengan Akashi hilang ditelan kabut, mungkin waktu itu akashi juga sama. Satu tahun perpisahan di sekolah yang berbeda. Kata kekasih mendadak hilang begitu saja dalam kesadaran mereka.
Walaupun sentuhan-sentuhan sederhana itu tidak pernah luput ketika mereka berpapasan, pertemuan tidak sengaja yang biasanya hanya meningglakan bekas sentuh hangat di tangan yang panas men-dribble bola.
Menurut Kise, konsep mereka ada equailitis, keseimbangan –walaupun Akasih tidak pernah benar-benar setuju. Pengandaiannya, dia tanpa Akashi dalah kursi kaki tiga, tidak bisa di duduki. Dan akashi tanpa dirinya adalah kotak tanpa isi, elegan tapi nyatanya tidak berguna sesuai fungsi.
Sekarang, meraka kembali bersama.
"Ayo buat mereka paham kemenangan yang sesungguhnya."
Dan mereka sama-sama tahu ini yang terbaik.
Karena mereka utuh.
THE END
A/N: well I love them still. May you enjoy this one guys. All hail for Akaki unu
