Shinitakunai
(I don't Want to Die)

Disclaimer:
Karakter punya Narita Ryohgo semua

Warning:
Random. Flangst. AU. Establised Relationship (M/M).

Pre-story AN:
Jadi, di saat saya sepenuh hati berharap kalau saya bisa menghilang, ternyata jauh di lubuk hati yang paling dalam, saya belum pengen mati. Buktinya, saya bisa mimpi begging pake kata yang ada di judul itu. Bedanya, bangun tidur pun, saya masih nggak punya Shizu-chan. Huft. Izaya you lucky bastard!


Apa pun yang direncanakan Izaya sebelumnya, pasti tidak melibatkan hal ini.

Tidak kegelapan ini.

Tidak perasaan rapuh ini.

Tidak ketidaktertolongannya saat ini.

Dia menginginkan Shizuo. Dia membutuhkan Shizuo. Shizuo selalu ada bersamanya, melindunginya. Kenapa di saat seperti ini dia malah sendirian?

Tidak. Izaya tidak menginginkan ini.

Kenyatan seperti ini, terasa gelap di matanya.

Kenyatan seperti ini, membuat kakinya terasa tidak berguna. Dia tidak bisa berlari: tangan dan kakinya terikat rantai. Dan dia bukan monster yang bisa dengan mudahnya memutuskan rantai besi.

Dia ingin pergi. Dia ingin lupa perasaan semacam ini: kalau pada kenyataannya dia hanyalah seorang manusia lemah. Kalau tanpa perlindungan Shizuo dia bisa semudah ini tertangkap.

Izaya pernah sekali menjadi satu manusia yang paling ditakuti di Ikebukuro. Dia yang tidak ingin kau musuhi. Tapi itu dulu. Mengenal cinta adalah awal kejatuhannya. Mengenal cinta adalah yang membuatnya berada di sini sekarang.

Dalam belas kasihan mereka yang bahkan biasanya Izaya tidak akan meluangkan sejengkal waktunya untuk mereka. Mereka bukan orang penting.

Berada dalam ikatan yakuza akan jauh lebih terhormat daripada ini.

Sejak kapan lidahnya berhenti menjadi senjatanya? Sejak kapan orang-orang mulai bisa melihat apa yang dia sembunyikan di balik topengnya?

Sekali lagi: sejak cinta itu datang.

Mendadak dia menyesal mengenal cinta. Meskipun sebagian dirinya berharap cinta itu juga yang akan menyelamatkan dirinya dari situasi saat ini.

Cinta melemahkan penjagaannya. Dia tidak sepeka biasanya. Cinta meruntuhkan pertahanannya. Topeng yang dia pakai tidak lagi mengelabui siapa pun.

Dia yakin orang-orang yang menyekapnya saat ini bisa melihat ketakutan yang terpancar dari seluruh tubuhnya.

Ya, Izaya takut pada kematian. Dan pisau yang menggores lehernya itu samasekali tidak membantu.

"Hei, informan, kau pikir kami sebodoh itu? Hal semacam itu siapa pun akan tau!"

Izaya menatap orang yang masih memegang pisau yang sudah menggores lehernya. Pisaunya sendiri. Ironis.

Izaya terkekeh. Dia ketakutan. Tapi tidak mungkin dia akan memberikan penyekapnya kepuasan dengan memperlihatkan wajah ketakutannya. Tidak bahkan Shizuo pernah melihat Izaya ketakutan.

Izaya menatap pria berambut kuning itu nyalang. Dia takut pada kematian, tapi tidak pernah dia takut pada segerombolan sampah yang bahkan tidak tau bagaimana cara yang benar memegang pisau. Oh, pisaunya harus dia cuci bersih dengan dua botol desinfektan setelah ini.

"Dan berpikir kalau aku mungkin mati di tangan manusia semacam kalian. Oh, benar-benar mengagumkan. Bukankah itu hebat? Tidak peduli apa pun alasannya kalau manusia semacam kalian bisa melakukan hal seperti ini... berarti kalian sudah berevolusi! Kalian benar-benar melebihi ekspektasiku! Manusia benar-benar mengagumkan!"

Pria berambut kuning itu mengeratkan pegangannya pada pisau di tangannya dan menggunakan tangan yang mengepal itu untuk memukul kepala Izaya, menyebabkannya terjatuh. Dia juga melihat bagaimana anggota gerombolan yang lain sedang menahan diri untuk tidak memukuli Izaya. Well, hierarki akan membuatmu begitu. Pria berambut kuning itu adalah bosnya.

Pria berambut kuning itu tidak selemah anak berkain kuning yang dulu dengan mudah dia permainkan. Mungkin itu pengaruh letak warna kuningnya.

Kadang-kadang Izaya tidak mengerti bagaimana manusia bisa begitu konyol.

Tapi dia sedang tidak membutuhkan pengetahuan macam itu sekarang. Dia butuh untuk pergi dari sini. Masalahnya adalah: dia tidak ingat bagaimana dia bisa berada di sini, karena itu, dia tidak tau bagaimana dia bisa keluar dari sini.

Sedang bingung memikirkan bagaimana cara yang paling efektif untuk keluar dari sini hidup-hidup, Izaya tidak menyadari kalau pintu besar di hadapannya terbuka dan dilewati oleh segerombolan orang yang kebanyakan dia kenal.

Awakusu-kai.

Ah, sepertinya dia benar-benar mengacau kali ini. Karena setelah sekian detik, Izaya menyadari kalau Shiki berada di antara gerombolan itu. Seharusnya dia tidak bertemu Shiki untuk dua hari ke depan. Bertemu sebelum saatnya, itu berarti masalah.

Benar saja, dia saat kebanyakan gerombolan yang dibawa Shiki melumpuhkan gerombolan yang menculik Izaya, Shiki berjalan dengan langkah santainya menuju Izaya.

"Orihara, aku tidak suka caramu bermain."

"Ah, Shiki-san! Tentu saja, aku juga tidak menyukainya. Shizu-chan akan membunuhku kalau dia tau apa yang sedang kulakukan. Tapi dengan harga yang pantas, aku bisa melakukan apa pun untuk Shiki-san,"

"Omong kosong. Kau pikir aku tidak tau apa yang kau lakukan dengan berandal itu di waktu luangmu. Tapi dia tidak akan menemukanmu, huh. Baguslah, dengan begitu kami bisa membereskanmu sekarang juga."

"Eh? Tapi aku bisa membereskan diriku sendiri. Shiki-san tidak perlu repot-repot," pada titik ini Izaya berharap Shiki tidak merasakan kalau suara Izaya bergetar. Dia tau benar apa yang dimaksudkan Shiki ketika dia mengatakan 'membereskan'.

Apakah Shiki mendengar suaranya bergetar atau tidak, itu tidak penting. Karena pada akhirnya Shiki meraih kepala Izaya dan membenturkannya ke lantai. Membuat Izaya melihat merah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan senja.

Dia belum pernah mengacau seperti ini, dan mau tidak mau ini membuatnya takut. Shiki juga belum pernah menghadiahi Izaya tatapan dingin itu, dan itu membuatnya semakin menyadari seberapa parah dia mengacau. Rasa basah di kepalanya dan pandangannya yang mengabur juga sama sekali tidak membantu. Apalagi mengingat kalau dia belum menemukan cara pergi yang aman dari tempat ini.

Tanpa bisa dikontrolnya, pikirannya hanya menuju ke satu arah.

Shizu-chan... Shizu-chan... Shizu-chan...

Tapi tentu saja dia bukan esper dan tidak bisa semudah itu memanggil orang lain dengan telepati.

Lebih dari kematian, Izaya takut pada ketiadaan. Pada suatu keadaan di mana dia tidak ada di mana-mana. Di mana dia tidak bisa mengganggu Shizuo sesuka hati. Di mana dia tidak bisa berperan aktif mengacaukan hidup manusia. Tempat semacam itu, adalah kutukan.

"Katakan saja apa pesan terakhirmu, Bocah,"

"Aku tidak ingin mati," dan kali ini Izaya merasakan sendiri bagaimana suaranya bergetar. "Aku tidak ingin mati,"

Izaya terus menerus mengulang mantra itu sampai lidahnya terasa kelu. Dia sendiri juga tidak mengerti apa yang membuatnya membiarkan dirinya terlihat kasihan begitu di hadapan Shiki. Mungkin karena dia tau kalau Shiki adalah orang yang bisa membunuh orang yang tidak dia butuhkan tanpa pikir panjang.

Dan dengan seberapa besar dia mengacau saat ini, dia tau kalau dia tidak bisa membantu siapa pun.

Tapi dia tetap tidak ingin mati. Mati akan membuatnya berpisah dengan Shizuo. Dan itu tidak bisa dimaafkan.

Izaya ingin kembali ke pelukan Shizu-chan-nya. Menyembunyikan pudingnya atau mengisi toples gula halus dengan garam. Hal-hal kecil yang membuat Shizuo sebal dan menyembunyikan ootoronya. Hal-hal kecil yang membuat Shizuo menunjukkan tatapan ingin membunuhnya tapi tidak bisa benar-benar membunuh Izaya karena Shizuo terlalu mencintainya.

Kemudian Izaya mulai mencampurkan nama Shizuo di antara mantra 'aku tidak ingin mati'nya.

Dan tiba-tiba pemandangan yang dia lihat berubah. Dia membuka matanya dan melihat langit-langit kamarnya. Segala rasa sakit di kepalanya menghilang dan membuatnya menyadari kalau di berada di lantai kamarnya. Di samping ranjangnya.

Kemudian dia menyadari kalau Shizuo sedang memandangnya dengan tatapan sebal di ujung ranjang.

"Kau itu berisik sekali. Bukankah sudah kubilang berhentilah tidur sesempatmu begitu. Kau itu lebih cenderung mengacau kalau kurang tidur. Makanya, kalau kubilang tidur, ya tidur!"

"Shizu-chan, kalau-kalau Shizu-chan tidak sadar, barusan Shizu-chan yang memotong tidurku dengan menendangku dari kasur begitu!"

"Itu karena kau terlalu berisik! Dan kau tidak pernah langsung tidur kalau kususruh tidur! Kau pikir aku tidak bisa mendengar suara tap-tap-tap dari laptopmu?! Aku benar-benar akan membuangnya kalau itu terus-terusan membuatmu mimpi buruk begitu!"

"Eh? Tapi pekerjaanku—"

"Omong kosong! Sekarang naiklah dan kembali tidur. Aku masih mengantuk!"

Izaya memandang jam dinding di kamarnya dan melihat kalau ini masih jam tiga pagi. Dia pun memutuskan untuk naik ke ranjang dan menyamankan dirinya di pelukan Shizuo.

Meskipun dia tidak tau bagaimana lagi caranya akan terbangun. Bagaimana pun juga, Izaya dan Shizuo bukanlah orang-orang yang tidur dengan tenang. Ini bukan pertama kalinya dia mimpi buruk karena sebagian tubuhnya tertindih Shizuo. Atau pun bangun karena ditendang—well, meskipun biasanya itu terjadi secara tidak sengaja—oleh Shizuo.

Tapi hal-hal kecil semacam itu, masih termasuk dalam hal-hal kecil yang membuatnya tidak ingin mati. Karena dia bahagia bersama Shizu-chan-nya.


Post-story AN:
Shiki keren waktu mbanting kepala anak buahnya yang mengatai Celty 'monster.' Pokoknya Shiki keren. Udah gitu aja.
Saya pengen menjelaskan kalo basah di kepala Izaya itu ilernya Shizu-chan terus sakit kepalanya gegara kegencet tangannya Shizu-chan tapi nggak tau gimana caranya. TT-TT
Saya juga nggak tau apakah ada manusia dia alam nyata yang membangunkan orang yang lagi mimpi buruk dengan cara ditendang, tapi entah kenapa saya pikir itu seru. hihihi (ketawa sadis)