Hai..Haaaaai...!!!!

waah! udah lama banget nih nggak apload fic baru^^. Akhirnya sempet juga ngetik fic baru.

Oke, kali ini fic yang terinspirasi dari sebuah dongeng.

Jadi, setelah selesai baca fic ini, silakan ditebak-tebaklah dongeng apaan yang kujadiin fic ini :D.

Oke, like usual...

Naruto masih punyanya Masashi Kishimoto. I wonder when is it end...*diceburin*


Stage One:

For the love you can't give

.

*I do not love you as if you were salt-rose or topaz,

or the arrow of carnations the fire shoots off.

I love you as certain dark things are to be loved,

In secret, between the shadow and the soul.

.

Kisah ini dimulai ketika putri kedua keluarga Senju jatuh cinta pada seorang pangeran calon pewaris tahta kerajaan.

Tidak perlu menatapnya dua kali untuk mengatakan gadis ini cantik. Matanya berwarna hijau keemasan membuat setiap pemuda yang menatapnya tidak akan mudah melepaskan tatapannya begitu saja. Ditambah kulitnya yang putih dan juga rambut pirang panjang keemasannya membuatnya sempurna dan selalu dengan sukses menjadikannya pusat perhatian dimanapun dia berdiri. Keluarga Senju bukan keluarga bangsawan biasa, Hashirama Senju, kepala keluarga Senju adalah orang kepercayaan raja. Bukan hal yang mustahil jika suatu saat mereka menjodohkan anak-anak mereka, dan menjadi permaisuri bukan lagi hanya sebuah impian bagi gadis ini.

Tetapi, mungkin selamanya itu hanya akan menjadi sebuah impian.

Suatu hari di bawah teduhnya kanopi tanaman anggur di salah satu halaman istana, sang pangeran mengatakan pada ayahnya, dia sudah jatuh cinta pada seorang gadis dan ingin agar ayahnya berhenti memikirkan tentang perjodohannya dengan siapapun itu yang dipandang baik oleh Sang Raja. Raja menurutinya dan bertanya,

"Siapa gadis ini?"

"Dia adalah seorang putri keluarga Senju,"

Pangeran menjawab ayahnya dengan sedikit perasaan was-was. Dia sedikit khawatir kalau saja ayahnya sampai menolak keinginannya, tetapi ayahnya tersenyum padanya dan menepuk bahunya.

"Aku selalu ingin menjodohkanmu dengan putri keluarga Senju, Jiraiya. Bagus kalau kau sendiri ternyata sudah memilihnya,"

Kalau begitu, sekarang semuanya akan lebih mudah, pikir Jiraiya tersenyum lega.

.

.

I love you as the plant that never blooms

But carries in itself the light of hidden flowers,

Thanks to your love a certain solid fragrance,

Risen from the earth, lives darkly in my body

.

Angin semilir meniup helaian rambut pirang keemasan. Di pinggir sebuah danau seorang laki-laki berambut putih panjang dengan santai sedang duduk di atas kain berwarna abu-abu yang dibentangkan di atas tanah lapang berumput hijau. Di sebelahnya seorang wanita cantik sedang duduk membaca buku.

"Hey, Tsunade. Ayolah, apa kau akan mendiamkanku?" keluh Jiraiya sambil memakan potongan apel di tangannya. Wanita yang dipanggilnya tetap tidak mengalihkan mata coklatnya dari bukunya dan hanya menggumam, "Hmm.."

Jiraiya menghela nafas kemudian meletakkan kedua belah tangannya di belakang kepalanya dan berbaring menatap langit yang tampak hampir biru.

"Kita jarang bisa bersama, kenapa kau sama sekali tidak menghiraukanku? Hey," Jiraiya mulai kesal dan sebelah tangannya mencoba menarik lengan Tsunade agar menurunkan bukunya. Tsunade mendengus kemudian menatap Jiraiya dengan sebal.

"Tidak menghiraukanmu? Ke mana kau saat terakhir kali berjanji menemuiku di sini? Ke mana kau sebelumnya saat berjanji menemuiku di lapangan? Ke mana kau saat pesta dansa terakhir? Kau yang tidak pernah menghiraukanku! Huh!" Jiraiya menyangga tubuhnya dengan kedua sikunya menatap Tsunade yang menumpahkan kekesalannya. Senyuman bersalah tertarik di bibir Jiraiya kemudian dia kembali ke posisi duduknya.

"Maaf. Banyak yang harus kukerjakan. Aku juga tidak sempat memberitahukannya padamu," Jiraiya menatap Tsunade yang membuang wajah kemudian dia menaikkan tangannya dan menempelkannya di dagu Tsunade untuk membuatnya berbalik menatapnya.

"Maaf. Lain kali aku akan lebih berhati-hati Nona," lanjut Jiraiya menambahkan. Tsunade hanya menatapnya dengan bosan sambil cemberut membuat Jiraiya tersenyum.

.

.

I love you without knowing how, or when, or from where.

I love you straightforwardly, without complexities or pride,

So I love you because I know no other way,~

.

.

"Apa yang membuat laki-laki itu jatuh cinta padanya?"

Gadis itu menatap pantulan wajahnya di cermin. Rambut pirang keemasannya yang panjang. Perlahan dia menyisirnya dan membiarkannya tergerai di bahunya. Rambut pirang keemasan yang sama dengan yang dimiliki kakaknya. Tetapi masih belum cukup untuk membuat laki-laki yang dicintainya berpaling padanya. Kulit putih dan wajah yang identik dengan kakaknya, juga bukan hal yang membuat laki-laki itu sedikitpun meliriknya.

Gadis itu menyentuh tulang pipinya dengan jari-jari lentiknya. Mata hijaunya. Hanya mata hijau keemasannya saja yang membuatnya berbeda dari kakaknya. Seandainya mata itu berwarna coklat almond seperti milik kakaknya, apakah dia memiliki kesempatan untuk menjadi gadis yang memikat Jiraiya?

"Yugito-sama," suara seorang wanita menghentikan gadis itu memandangi bayangannya di cermin. Gadis itu memiringkan kepalanya ke arah datangnya suara kemudian berdiri. Seorang gadis berambut merah yang tidak lebih tua darinya masuk ke dalam kamar membawa kotak berwarna hijau olive di tangannya.

"Anda yakin akan memakai gaun ini Nona?" tanya gadis itu sambil membuka kotak di tangannya dan menampilkan gaun sutra berwarna hijau olive dengan bordiran berwarna emas.

"Tentu saja? Kau keberatan aku mengenakan warna yang disukai Nee-sama, Karin?" gumam gadis itu sambil menelusuri bordir berwarna emas di atas kain dengan jari-jarinya.

"Tentu saja tidak Nona,"

"Kalau begitu bantu aku. Aku tidak mau terlambat. Aku ingin pergi bersama Nee-sama,"

"Yugito-sama. Anda tidak tahu kalau Tsunade-sama tidak bisa pergi?" tanya Karin sambil membantu Yugito mengancingkan kaitan-kaitan di bagian belakang gaunnya.

"He? Kenapa? Kenapa Nee-sama tidak mengatakannya padaku?"

"Entahlah, mungkin tidak sempat. Saya juga tidak sengaja mendengarnya dari Shizune saat dia menyiapkan barang-barang Tsunade-sama. Sepertinya Tsunade-sama pergi terburu-buru,"

"Barang-barang? Cepatlah Karin! Aku harus segera mencari Nee-sama,"

Dengan sigap Karin mengancingkan setiap kaitan dan mengikat setiap tali dan pita dengan rapi. Gaun hijau itu tidak terlalu mengembang tetapi tampak sempurna membungkus kulit putih Yugito.

"Rambut Anda Nona?"

"Nanti saja. Aku harus mencari Nee-sama," Yugito bergegas meninggalkan kamarnya dan menuju ke kamar kakaknya. Saat itulah dia melihat Tsunade yang tengah menuruni tangga dengan jubah bepergian.

"Nee-sama!" panggil Yugito terburu-buru membuat Tsunade berhenti dan menatap adiknya yang setengah berlari mendekatinya.

"Maaf, aku tidak bisa pergi malam ini Yugito," sambut Tsunade tersenyum bersalah, "Ada pekerjaan yang harus dilakukan oleh putri pertama keluarga Senju ini. Maaf, aku tadinya berniat memberitahumu tetapi ternyata tidak sempat,"

"Mou, Nee-sama!"

"Nikmati saja pestanya. Gaunmu cantik,"

"Hmph. Hati-hati kalau begitu,"

Tsunade memeluk Yugito sebentar kemudian melepaskannya dan mereka berjalan menuruni tangga. Beberapa saat kemudian, dari dalam kereta kudanya, Tsunade melambaikan tangannya pada Yugito.

.

.

Musik mengalun dengan lembut mengiringi pasangan-pasangan yang berdansa di tengah ruangan. Suara gemerisik gaun tertutup sempurna oleh suara musik dan suara-suara orang yang berbicara perlahan. Setiap wajah yang ada di tempat itu hanya wajah orang-orang yang seperti menginginkan perhatian.

Gadis-gadis bergaun mewah dan dandanan yang mereka harap dapat menarik minat para pemuda bangsawan atau bahkan kalau bisa pangeran sekalian saja.

Pangeran berambut putih itu sendiri hanya menatap sekumpulan orang-orang di tengah ruangan itu dengan sedikit sekali minat. Dia memaksakan sedikit senyuman kalau tidak sengaja bertatapan dengan seseorang, sesekali dia mengangkat gelas berisi anggurnya kemudian meneguknya. Kurang lebih, Jiraiya pun tampak menikmati pesta tersebut hingga matanya menatap sebuah sosok yang sangat dikenalinya.

Rambut pirang keemasan yang tampak berbeda dari rambut pirang lainnya.

Menahan senyuman puas, Jirainya beranjak dari tempatnya duduk dan mencari sosok yang baru saja dilihatnya. Dia menemukan gadis itu berdiri di tengah taman yang dikelilingi cahaya temaram. Setelah dekat, Jiraiya menarik pinggang gadis itu dan memeluknya, membuatnya berbalik dengan terkejut. Sebelum gadis itu sempat mengatakan sesuatu, dia merasakan bibirnya terbungkam. Perlahan kedua tangannya yang menahan tubuh Jiraiya bergeser dari dada Jiraiya hingga melingkar di lehernya, membuat keduanya berpelukan dengan nyaman.

.

~than this: where I does not exist, nor you

So close that your hand on my chest is my hand,

So close that your eyes close as I fall asleep*

.

.

Pagi itu tirai-tirai berwarna krem yang dibiarkan menggantung di sisi jendela besar membuat tirai putih transparan yang sepenuhnya menutupi jendela mengantarkan cahaya samar matahari masuk ke dalam kamar, menerangi sebuah tempat tidur besar di seberangnya. Jiraiya yang berbaring di atasnya membuka matanya dengan malas dan menggeliat sedikit. Kemudian dia menggeser tangannya membuat kepala yang bersandar di bahunya tertarik. Laki-laki itu kemudian menunduk dan mengecup rambut pirang keemasan dalam pelukkannya, membuat pemiliknya menggeliat sedikit dan membenamkan kepalanya kembali dengan nyaman diantara bahu dan leher Jiraiya.

Jiraiya mengangkat sebelah tangannya dan menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah gadis dalam pelukkannya. Sekali lagi dia menunduk dan mengecup kening gadis itu.

"Hey, mau sampai kapan kau akan tidur?" bisik Jiraiya terdengar kesal walaupun dia juga enggan bangun dari tempat itu. Sekejap dia merasakan tangan yang beristirahat di dadanya terasa melepaskannya seperti tersengat sesuatu, tetapi Jiraiya tidak menghiraukannya dan memeluk gadis itu dengan erat.

"Aku mencintaimu. Menikahlah denganku Tsunade," kata Jiraiya kemudian tanpa melepaskan pelukkannya. Gadis dalam pelukkannya hanya diam dan perlahan Jiraiya melepaskan pelukkannya untuk menatapnya.

"Hey," panggil Jiraiya sambil meletakkan tangannya di dagu gadis itu mencoba membuatnya gadis itu menatapnya.

"Tsunade. Ayolah. Lihat aku!", Jiraiya menunggu tetapi gadis itu tetap menutup matanya, "Hey," lanjut Jiraiya mulai tidak sabar. Perlahan gadis itu membuka matanya dan mengangkat wajahnya. Saat itulah perlahan Jiraiya melepaskan tangannya dari dagu gadis itu dan menatapnya dengan terkejut.

"Yugi..to?" Jiraiya menatap mata hijau keemasan di hadapannya dan merasakan seluruh tubuhnya tiba-tiba kebas.

.

.

Senja membuat langit berwarna jingga. Dan membuat angin yang bertiup perlahan terasa dingin. Tsunade duduk di sisi sebuah jendela sambil menatap sebuah pohon apel yang mulai berbunga di antara ranting-rantingnya yang meranggas. Tangannya masih menggenggam sebilah pisau kecil dan disekelilingnya serpihan kertas bertebaran. Di pipinya yang putih tampak sesuatu berbekas di sana. Aliran air mata yang sudah lama kering.

Kekasih yang dicintainya sejak lama, akan segera menikah. Dengan adiknya.

Sejak dulu Tsunade tahu kalau Yugito juga mencintai Jiraiya, tetapi dia lebih beruntung karena Jiraiya memilihnya, bukan Yugito. Tetapi sekarang, entah apa yang terjadi, tiba-tiba Jiraiya memutuskan untuk menikahi Yugito benar-benar membuat Tsunade shock. Surat yang ditulis ayahnya untuknya yang berisi tentang rencana pernikahan Jiraiya dan Yugito sudah tidak bisa lagi dikenali di lantai.

Walau bagaimanapun ini adalah pernikahan adiknya, tetapi ini juga pernikahan orang yang dicintainya. Tiba-tiba Tsunade merasa dikucilkan. Dia tidak akan kembali untuk pernikahan itu. Mungkin selamanya dia tidak akan pernah memaafkan dua orang yang sudah menghianatinya.

.


*Poem: Sonnet XVII by Pablo Neruda.

Hmm.. sejak awal memang kepingin bikin sesuatu yang berbau puisi. Fic ini memang cuma sampai di sini, keputusan akan dilanjut atow nggak, tergantung reviewnya. Sudah lama punya ide tentang fic ini, tapi baru sempat dibuat sekarang. Sedikit petunjuk, fic ini dibuat berdasarkan sebuah dongeng yang amat sangat populer. Tapi sampai di akhir cerita ini, udah adakah yang bisa nebak dongeng apa ini?

Yah…

This might To be continued or The End.