I know, it took me quite a while

I needed time to figure out

Why and how

.

.

.

All is Taehyung's POV

Ini sudah jam sebelas malam, jam tidur dan istirahat. Tapi pria manis disamping ku masih saja asik dengan kegiatannya. Mengerjakan tugas ㅡkatanya.

"Kook, ayo tidur"

Ini sudah yang kesekian kalinya aku menarik lengan bajunya. Berusaha membuatnya luluh untuk istirahat sejenak.

"Sedikit lagi, Tae, 2 nomor lagi"

Percayalah padaku, jawaban itu juga yang aku dengar satu jam yang lalu dan 15 menit yang lalu juga tak berubah.

"Sebenarnya kau ini mengerjakan tugas apa? Sini biar aku sajaㅡ"

"Ini soal kimia, Tae, kau yakin?"

Aku bungkam seketika. Hanya menampakan cengiran polosku pada akhirnya. Well, aku memang tidak pintar materi itu mengingat saat sekolah dulu aku tak pernah mendapat nilai lebih dari 5.

"Tapi bukannya ini tugas kelompok, kemana teman-teman mu? Kenapa hanya kau yang mengerjakannya sendirian?"

Dia hanya tersenyum, masih dengan tangannya yang bergerak lincah dengan pena diatas bukunya, tak mengalihkan pandangannya sedikitpun.

"Aku sudah bilang padamu kan, Tae. Ini tinggal bagianku. Mereka sudah mengerjakannya juga"

Jangan tanyakan berapa banyak bagiannya. Lebih dari separuh nomor dari tugas itu. Dikerjakan dengan ditulis tangan dan sudah harus dikumpulkan lusa padahal tugas itu baru diberikan hari ini. Yah, dia memang tergolong anak yang cerdas, tapi bukan seperti ini juga harusnya.

"Besok hari libur, kau masih bisa melanjutkannya besok, kook"

Bergeming. Aku harus membujuknya seperti apa lagi?

"Sayaaaanggg.."

Bahkan sampai aku merengek memalukan seperti ini pun dia tetap kukuh pada pendiriannya.

Jungkook memang seperti ini. Dia pekerja keras. Tangguh dan kuat, namun itu berdampak pula pada dirinya, dia jadi keras kepala. Dia tak pernah mau mendengarkanku saat mode seperti ini. Tentu saja aku khawatir itu akan mengganggu kondisinya, dia mudah sakit dan akan susah sekali sembuhnya.

"Lain kali ajak teman-teman kerja kelompok mu itu ke rumah"

Alisnya nampak bertaut lucu disertai kerutan di keningnya. Namun yang lebih membuatku tertarik, pipinya yang menggembung dan bibirnya juga ikut mengkerut. Jungkook yang kebingungan adalah kelinci gembul yang paling lucu.

"Hum? Untuk apa, Tae? Kami selalu memilih mengerjakan tugas sambil makan diluar"

"Aku akan menendang bokong mereka" jawabku setengah kesal.

Dan Jungkook selalu seperti itu. Terkikik geli mendengar ucapan konyol ku. Dia selalu menganggap aku yang protektif seperti ini sangat menggemaskanㅡ yang benar saja!

"Kkkk benarkah? Lakukan itu untuk ku kalau begitu. Kau ini benar-benar mood-boasterku, Tae"

Dan setelah itu, entah apa yang terjadi. Pagi harinya aku terbangun masih di tempat yang sama, di ruang tv namun dengan posisi berbaring. Lengan kanan ku kebas, sepertinya aku tertidur disini. Dan Jungkook? Jangan tanyakan soal dia. Kami selalu seperti ini. Aku yang menemani dia dan tugasnya sampai aku ketiduran, lalu pagi harinya aku menemukan dia meringkuk disampingku. Memeluk ku erat sambil menyandarkan kepalanya di lenganku.

"Kkkk dasar bayi besar"

Aku hanya mengelus perlahan rambutnya, mengantisipasi agar dia tidak terbangun. Tidak pernah aku peduli kan jam berapa aku bangun saat hari libur seperti ini. Meski dengan lengan mati rasa, saat melihat Jungkook seperti ini saja aku sudah lupa. Aku hanya akan berakhir dengan memeluknya lebih erat dan tertidur lagi sampai dia sendiri yang akan membangunkan ku nanti.

.

.

.

I will fight for you

No matter what it takes I'll fight for you

I will refuse to deny

This love that is bursting inside

.

.

.

Malam itu aku baru saja pulang dari kantor. Sedikit terlambat untuk makan malam tapi aku tak pernah meminta Jungkook untuk menunggu. Dia harus disiplin soal jam makannya karena aku tahu dia memiliki gangguan maag.

Tapi sepertinya malam ini berbeda. Rumah sangat sepi. Setidaknya di jam ini biasanya aku masih bisa mendengar suara air kran dari dapur saat Jungkook mencuci piring atau suara berisik dari ruang tv yang menayangkan discovery channelㅡkesukaan Jungkook. Apa dia sedang belajar di kamar? Atau sudah tidur? Jam 8, ini masih terlalu sore untuknya tidur.

Aku memasuki kamar kami. Membuka pintu perlahan. Dan benar saja, gundukan diatas kasur itu menjawab pertanyaanku. Tapi ini sedikit ganjil.

"Kookie, kau sudah tidur?"

Aku mendekat ke arahnya. Duduk di tepi tempatnya berbaring. Dia tak bersuara dengan selimut yang menutupi sekujur tubuhnya.

"Sayang, kau sakit?"

Aku berusaha menyibak perlahan selimutnya namun secepat kilat aku merasakan gerakan Jungkook. Ia menahan tarikan ku pada selimutnya. Menggenggam ujung selimut itu kuat-kuat.

Aku bersumpah melihat tangannya bergetar saat ini. Demi Tuhan, perasaanku begitu buruk.

"Kook, kau kenapa? Jangan seperti ini"

Aku berusaha menarik selimut itu lebih kuat namun Jungkook menunjukkan pertahanan yang tak kalah kuat juga rupanya.

Aku makin panik ketika samar-samar aku dengar isakan darinya. Astaga, dia menangis?

Aku sudah tak tahan lagi melihatnya bersembunyi dariku dalam keadaan seperti ini. Aku harus tahu dia kenapa.

Dengan sedikit paksaan, aku menarik selimut itu lebih kuat lagi. Sesekali mengancam akan mendiamkannya jika terus seperti ini. Dan itu berhasil. Selimut itu terbuka dan Jungkook seketika langsung menghambur ke pelukanku, kini menyisakan tanda tanya makin besar dibenakku.

Perlahan aku mencoba melepaskan pelukan kamiㅡsekedar untuk melihat keadaannyaㅡnamun lagi, begitu kontradiksi saat pelukan Jungkook justru semakin mengerat.

"Kook, aku sesak nafas" sedikit berbohong, namun tak masalah karena alasan itu berhasil. Jungkook perlahan meregangkan pelukannya. Saat itu juga aku mengambil kesempatan untuk melihat wajahnya, berpikir bisa menebak perasaannya dari ekspresi wajahnya saat ini.

Tapi yang terjadi, kedua mata ku membola. Aku terkejut melihat kondisi Jungkook.

"Apa yang terjadi padamu?!"

Oh, shit! Maafkan aku. Tanpa sadar karena terlalu panik, aku meninggikan suaraku. Jungkook tak bisa dibentak. Dia nampak terkejut dan menunduk dalam. Aku melihat kedua tangannya bertaut namun tak bisa menyembunyikan getaran ketakutannya.

Aku mengenggam erat tangannya, berharap dapat menyalurkan kehangatan yang selalu bisa menenangkan hati kekasih manisku ini.

Aku berusaha mengendalikan diriku. Mencoba melembut lalu menanyainya lagi pelan-pelan.

"Apa yang terjadi, Kook?"

Lagi, dia masih terdiam tak berani menatapku.

Aku menangkupkan kedua tanganku, meraih wajahnya. Lalu tanpa sadar aku meringis seakan ikut merasakan sakit. Wajah cantik pria manis ku, aku melihat ada luka di pelipisnya. Memar yang sepertinya siap berubah menjadi lebam. Bahkan darah yang keluar itu belum mengering.

Aku mengusapnya perlahan dengan ibu jariku. Samar dia mendesis menahan perih, menggigit bibir bawahnya, menahan rintihan kesakitan.

"H-hyung.. aku, aku baik-baik sajaㅡ"

Aku mengernyit heran. Kelihatannya memang tidak beres. Dia tidak pernah memanggilku dengan sebutan Hyung semenjak kami berpacaran. Kecuali saat ia merasa gugup dan ketakutan.

"A-aku.. hanya tidak sengaja terpeleset dan terbentur saat di kamar mandi."

Aku hanya tersenyum dan mengiyakan saja dulu. Menahan diri untuk tak menekannya lebih jauh lagi. Yang terpenting sekarang mengobati luka kekasih manis ku ini.

"Ayo, biar aku bersihkan luka mu terlebih dahulu setelah itu kita makan. Kau sudah makan?"

Dia menggeleng pelan. Jungkook selalu bisa membuatku tersenyum pada hal sekecil apapun yang dia lakukan. Aku mengacak rambut kelamnya, gemas. Lalu menggenggam tangannya lagi, menariknya perlahan untuk bangun.

Malam itu, kami menghabiskan malam hanya dalam kediaman. Jungkook tak seberisik biasanya.

Setelah aku mengobati lukanyaㅡyang ternyata ada banyak memar juga di telapak tangan dan lututnyaㅡkami makan malam dengan layanan pesan antar, Jungkook tak bisa memasak dalam kondisi seperti ini dan jangan pernah biarkan aku menyentuh kompor jika tak ingin meledakkan dapur.

Usai menyelesaikan ritual makan malam, Jungkook memilih untuk tidur lebih awal. Meminta ku untuk menemaninya. Merengkuhnya erat dan membawanya ke tidur mimpi indah. Kami selalu seperti ini, mempercayai bahwa saling memeluk erat akan membawa kita ke dalam tidur yang nyenyak.

Aku masih terjaga. Mengelus perlahan surai kelam milik kekasih manis ku. Menangkap setiap detail wajah malaikatnya saat tertidur, tenang dan membuat dadaku berdesir saat mengaguminya.

Gerakan tanganku terhenti saat ku dengar suara dering ponsel di atas nakas dekat tempat tidur kami. Khawatir itu akan mengganggu ketenangan malaikat ku, aku pun buru-buru meraihnya. Ternyata hanya pesan masuk dari Bambamㅡ sahabat Jungkook. Iseng, aku pun membukanya. Siapa tahu saja itu penting, aku akan memberi tahunya kalau Jungkook sudah tertidur.

Aku membaca pesan itu. Sesekali mengernyit bingung mencoba mencerna isi pesan itu lalu perlahan tersenyum samar. Yah aku tahu situasinya akan seperti ini.

Ku letakkan kembali ponsel itu lalu mengelus lagi rambut kekasihku, sesekali mengecup keningnya perlahan.

"Kau tak pernah bisa berbohong padaku, sayang"

.

.

.

Bamie :

Kook-ah, kau baik-baik saja? Demi Tuhan, maafkan aku kook. Aku tidak akan pulang bersama Mark hyung jika saja aku tahu akan seperti ini.

Sujeong mengabari ku tadi, dia melihat mu di keroyok Hyeri. Apa kau terluka? Kabari aku secepatnya, kook.

.

.

.

Aku sudah berada disini sekarang. Di sekolah Jungkook. Sekolah yang dulu juga menjadi tempat ku belajarㅡ atau lebih tepatnya menumpang tidur saat jam pelajaran. Tempat ku dan Jungkook pertama kali di pertemukan.

Ini masih sore memang. Tapi aku sengaja ijin pulang lebih awal demi datang kesini, menjemput kekasihku. Membaca pesan dari Bambam semalam, jelas saja aku tak bisa tenang.

Sudah jam 4, seharusnya jam terakhir mereka sudah selesai sekarang.

Aku ingin menghubungi Jungkook, tapi nanti tak ada lagi kejutan. Akhirnya aku putuskan untuk menjemputnya ke ruang kelasnya. Baru separuh perjalanan, aku berpapasan dengan Bambam dan seorang bocah yang tak ku kenal, mungkin Mark hyung nya.

"Eh? Tae hyuuungg!"

Bambam memang berbeda dengan Jungkook, dia lebih berisik dan hiperaktif. Aku melihatnya melompat kecil lalu melangkah lebih cepat menghampiriku.

"Mau menjemput kookie ya?"

Aku hanya mengangguk mengiyakan sambil melempar senyum ramah padanya dan bocah disampingnya.

"Jungkook ada piket. Dia memaksaku pulang duluan. Hyung kesana saja, dia pasti langsung cepat selesai kalau kau tunggui kkk"

"Oh, oke. Thanks Bambam-ah"

Tak mau membuang waktu lebih lama lagi, aku langsung melesat menuju kelas kekasihku, tak sabar memberinya kejutan. Jalan-jalan sebentar setelah ini, sepertinya bukan ide yang buruk.

Aku membuka kecil pintu kelasnya, berniat mengintip terlebih dahulu, penasaran dengan apa yang dia lakukan.

Namun saat aku menolehkan kepala ku untuk melihat lebih dalam, aku dikejutkan dengan hal yang membuat dada ku bergemuruh.

Di pojok ruangan itu, aku melihat Jungkook dikepung oleh sekelompok siswi. Salah satu dari mereka yang paling menonjol tengah mengintimidasi Jungkook dengan tatapan tajamnya, mengumpat kasar, memberikan cengkeraman di kulit wajah Jungkook hingga dapat ku dengar ringisan samar dari bibir kekasih ku.

Aku berusaha mengendalikan diriku untuk tidak mengamuk saat ini juga. Bagaimana pun aku tak bisa menunjukan sisi primitifku di hadapan Jungkook. Jungkook tak pernah suka aku yang kasar. Tapi mereka memang pantas untuk dihajar sebenarnya.

Aku bergegas menghampiri mereka. Semua diluar kendali ku saat tiba-tiba saja aku melihat gadis itu mengangkat balok kayu dan mengarahkannya pada Jungkook. Aku berpikir bisa mencegahnya tapi sedikit salah dalam perhitungan dan ketepatan sepertinya.

Berhasil ku tahan namun pukulan gadis itu malah mengenai lenganku. Demi Tuhan, itu bukan balok yang cukup besar sebenarnya, tapi seberapa besar tenaga yang dia gunakan? Balok kayu itu patah. Sakit? Iya.

Aku terdiam. Sedikit shock. Menatap nanar pada gadis dihadapan ku ini yang tak kalah kagetnya dan juga teman-teman disekelilingnya. Sungguh aku tak habis pikir atas dasar apa mereka melakukan ini? Aku tak bisa membayangkan jika saja tadi Jungkook yang terluka, aku bersumpah akan langsung mematahkan lengan bocah ini.

"H-hyung.."

Aku menghembuskan nafasku pelan. Mendengar suara lembut Jungkook membuatku lebih tenang. Melupakan sejenak rasa sakit pada lenganku.

Aku berbalik menatapnya. Mengulas senyum tipis, aku tak mau membuatnya khawatir.

"Kenapa kau lama sekali, kookie? Aku sudah lama menunggumuㅡ"

Dengan sebelah tanganku yang masih baik-baik saja, aku menggenggam tangan Jungkook. Lagi, dia gemetar ketakutan. Rasanya seperti teriris tiap aku melihatnya seperti ini.

Aku pun menautkan jemari kami. Menggenggam lebih erat, mencoba membuatnya lebih tenang.

"ㅡayo kita pulang"

Aku kembali berbalik, berhadapan dengan gadis itu. Hyeri, orang yang disebut bambam dalam pesannya semalam.

"Apa yang dilakukan segerombolan siswi di jam seperti ini? Sekolah sudah sepi, orang tua kalian pasti khawatir"

Aku maju satu langkah tepat dihadapan Hyeri.

"Aku tak melihat apapun. Aku datang menjemput Jungkook, lalu kami pulang, hanya itu. Tak terjadi apapun. Pihak sekolah tak akan tahu, orang tua kalian tak akan tahu, aku juga tidak akan melapor pada polisi tapi dengan catatanㅡ"

Aku menghembuskan nafasku perlahan. Mencoba lebih mengendalikan emosiku, sebisa mungkin tak membentak.

"ㅡdengan catatan, menjauhlah dari Jungkook. Sedikit saja aku mencium aroma mu di sekitar Jungkook, aku tidak akan melepaskanmu"

Aku langsung menarik Jungkook pergi dari sana. Pulang. Aku ingin cepat sampai rumah dan melupakan rencana jalan-jalanku barusan. Mood ku berantakan.

.

.

.

"Tae kau yakin? Ayo kita ke dokter saja"

Ini sudah yang ke 27 kalinya Jungkook tak berhenti membujukku untuk memeriksakan lenganku ke dokter. Padahal sudah ku jelaskan berkali-kali juga kalau aku baik-baik saja.

"Ini hanya terkilir biasa, kook. Memar beberapa hari setelah itu juga sembuh"

Mendengar jawaban yang sama lagi dariku, dia nampak sudah menyerah. Aku mengacak rambutnya gemas. Dia mengerucutkan bibirnya, entah kesal atau lelah karena sejak tadi dia juga tak berhenti menguntitku kemana pun aku pergi entah itu hanya untuk pergi minum, meletakkan sepatu, mengambil baju ganti bahkan sampai ke kamar mandi. Kekasih ku ini, kadar kemanisannya selalu naik 87% saat sedang khawatir dan begitu perhatian seperti ini.

Kami sedang duduk di ruang tv sekarang. Bukan untuk menonton tv, kami mengabaikan tv yang malang ituㅡentah menayangkan acara apaㅡ dan malah sibuk dengan dunia kami berdua.

Sejak memilih bersantai diruangan ini tadi, aku tak pernah melepaskan genggaman tanganku pada Jungkook. Dia juga tak keberatan, malah menyamankan diri bersandar di pundakku sambil mengelus pelan lenganku yang sudah dia obati barusan. Aku tak pernah keberatan menderita sakit jika itu membuatku diperhatikan super ekstra seperti ini olehnya.

"Jadi, mau bercerita padaku soal Hyeri? Kenapa dia melakukan hal itu padamu?"

Jungkook masih terdiam, nampak berpikir sepertinya. Sedangkan aku malah memainkan jemarinya diantara pertautan kami, menunggu Jungkook menyusun kalimatnya.

"Dia cemburu, Taeㅡ"

Aku mengernyit bingung. Oke, Jungkook memang anak yang cerdas dan punya segudang prestasi, dia juga di idolakan jadi wajar banyak teman yang iri padanya bukan?

"ㅡkarena dirimu"

"Hah?"

Lagi-lagi aku meloloskan ekspresi wajah blank ini muncul di depan publik. Aku hampir saja paham atas kesimpulan yang ku ciptakan sendiri barusan, tapi aku buta arah lagi saat Jungkook mengatakan bahwa akulah penyebabnya.

"Hyeri menyukaimu sejak lama. Kau tahu itu kan, Tae?"

Jungkook melanjutkan penjelasannya dengan sedikit kesal sepertinya, saat melihatku memasang tampang dungu itu sekali lagi. Aku memang sulit untuk memahami cerita jika tak langsung dijelaskan intinya.

Aku tersadar dari lamunanku saat tiba-tiba merasakan cubitan kecil di perutku. Jungkook mendelik kesal menatapku. Mulai gemas sepertinya, tak mendengar tanggapan dariku. Aku terkekeh pelan lalu menariknya ke dalam sebuah pelukan erat yang menghangatkan.

"Kkk aku baru saja mengingat-ingat, sayang"

"Humh, dia Hyeri yang itu ya? Yang mengirimiku surat cinta saat hari terakhir masa orientasi? Lalu.. ah iya yang hampir tiap harinya sepanjang tahun membuat lokerku penuh dengan kertas pink yang harum itu? Dia juga mengejarku sambil membawa sekotak coklat di hari valentine kkkkㅡakhh!"

Lagi-lagi aku mendapatkan cubitan diperutku, kali ini lebih kencang.

"Kau senang sekali ya bisa mengingat penggemar fanatikmu itu, Kim Taehyung?"

Aku hanya menampilkan cengiran polosku lagi, Jungkook bisa sangat mengerikan saat sedang kesal. Aku tidak ingin ditendang, tidur di luar rumah malam ini.

"Kkkk aku hanya tak sengaja mengingatnya saja, sayang"

Aku mengecup pipinya sekilas. Saat ia sedang merajuk seperti ini, hal ini adalah obat yang paling mujarab.

"Jadi sudah berapa lama kau merahasiakan ini dariku? Kenapa kau juga diam saja tak membalas?

Dia hanya menggeleng pelan sambil mengeratkan lagi pelukannya.

"Jangan gila, Tae! Dia perempuan, kau tahu kan kalau aku tak bisa memukul perempuan. Memangnya aku sepertimu? Kkk"

Yah, aku memang berbeda dengannya. Aku lebih mudah tersulut emosi dan tak peduli siapa pun yang aku hadapi pasti akan ku lawan. Sedangkan Jungkook, dia bisa saja melawan. Tapi dia tak bisa jika itu perempuan.

"Semua terjadi baru-baru ini, Tae. Kelihatannya dia tahu kalau aku tinggal bersamamu, mungkin kesal karena itu. Tidak apa-apa, lagipula yang dia lakukan itu hanya menimbulkan luka fisik yang ringan untukku"

Aku menatapnya tak percaya. Bagaimana bisa ia setenang ini dan menganggap hal ini biasa saja. Jika saja pukulan gadis itu mengenaiku dengan tenaga lebih sedikit saja, aku yakin itu dapat membuat retak tulang lenganku.

Jungkook tahu jelas apa yang kupikirkan, dia selalu menganggapku berlebihan tapi kan aku memang khawatir. Ini demi dirinya juga.

Dia selalu saja seperti ini saat aku mulai kesal, hanya menunjukkan cengiran polosnyaㅡsenyuman manis dengan gigi kelinci ituㅡ lalu sekali lagi menerjangku dan memelukku erat. Aku mengutuki diriku sendiri yang selalu saja luluh dengan itu.

Yah aku menyerah. Kelinciku ini memang keras kepala kan? Asal dia berjanji untuk selalu baik-baik saja, aku percaya padanya.

.

.

.

Musim panas kali ini, aku tak memiliki waktu sedikitpun untuk bisa bersantai dan berlibur. Pekerjaan kantor ku tengah manja, merengek tak mau ditinggalkan. Rasanya penat sekali. Aku benar-benar butuh penyegaran pikiran.

Tak ingin membusuk di dalam ruangan yang mulai pengap dengan bau kertas berkas yang berserakan itu aku pun memilih duduk bersantai di depan kantor. Beristirahat sambil menikmati satu botol jus jambuㅡfavorit Jungkook selain strawberry.

Ah, aku jadi merindukannya. Sudah sepekan lebih kami tidak bertemu.

Yah, Jungkook pulang ke Busan, berlibur katanya. Tapi aku juga sih yang menyuruhnya kesana. Aku tidak bisa menemainya selama liburan musim panasnya, jadi ku minta saja dia pulang ke Busan, alih-alih menjenguk orang tuanya. Dia pasti rindu keluarganya. Hahh aku disini juga jadi rindu padamu, kook.

Ditengah kegiatan melamunku, tiba-tiba saja ada sebuah pesan masuk di ponselku. Bergegas membacanya, aku sedikit terkejut namun tak bisa juga menyembunyikan rasa senang ku.

Kelinci Bandel :

Tae, aku sedang dalam perjalanan ke seoul. Aku mau pulang. Tidak usah menjemput. Kau siapkan saja banyak makanan. Beli, jangan masak. Aku lapar ~.~

Aku menyayangimu *kecup jauh*

.

.

.

Aku sudah berada dirumah sekarang. Jungkook sebentar lagi sampai dan aku sudah selesai dengan semuanya. Membeli banyak makanan ditambah beberapa camilan itu tidak buruk. Untuk lebih terkesan kejutan, aku sengaja mendekorasi ruang tengah kami dengan puluhan balon yang melayang dilangit-langit ruangan. Bukan perayaan ulang tahun memang, aku hanya ingin saja kkk.

TING-TONG

Oh, tepat waktu. Itu pasti kekasih manis yang sudah aku rindukan.

Aku langsung bergegas untuk membukakan pintu, tak ingin membuatnya menunggu lama. Dan benar saja..

"Selamat datang dirumah, sayangku!"

Aku bersorak sambil merentangkan kedua tanganku. Biasanya di momen seperti ini, yang disambut akan langsung mendekat dan membagi pelukanㅡBRUKK!

Oh, pengecualian untuk Jungkook, dia akan langsung menerjang dan memeluk erat, bukan mendekat perlahan. Aku terkejut dan hampir saja terjungkal bersamanya jika saja tak secepatnya mendapat keseimbanganku. Sedangkan Jungkook, makin mengeratkan pelukan dan terkekeh merdu.

"Kkkk aku merindukanmu, Tae"

Dia berucap manja sambil mengusakan wajahnya di dadaku. Ya Tuhan, menggemaskan sekali. Aku tak bisa menahan tawa geli ku.

"Aku juga merindukanmu. Sangat sangat sangaaatt"

Aku mengusak pelan rambut hitamnya kemudian melepaskan pelukan kami. Membawakan tas bawaannya lalu menariknya masuk ke dalam rumah.

"Ayo masuk, kau harus melihat ini"

Jungkook yang melihatku antusias pun jadi penasaran dan jadi tak kalah bersemangatnya denganku. Matanya berbinar menatapku, menduga-duga kali ini kejutan yang seperti apa. Dan saat kami memasuki ruang tengahㅡ

"Uwaaahh! Tae! Kau menyiapkan semua ini?"

ㅡJungkook langsung berlari kecil dan melompat meraih salah satu tali balon yang melayang itu.

"Kkk aku suka. Tapi kau membuat berantakan rumah kita, Tae! Menurutmu siapa yang akan membereskannya? Pasti aku"

Jungkook mengerucutkan bibirnya, mengeluh kesal tapi binar bahagia dimatanya tak lenyap.

Aku mendekat ke arahnya lalu sekali lagi memberikan pelukan erat dan mengecup pipinya.

"Nanti akan aku bantu membereskannya"

Jungkook hanya mengangguk, tatapannya tak beralih dari balon-balon di ruangan itu, masih dengan matanya yang berbinar. Jungkook adalah sosok yang manis dan mudah tersentuh, selalu menyukai hal manis yang aku berikan. Begitu polos.

"Kenapa tidak ada balon yang berbentuk hati?"

Ya ampun masih saja ia mempermasalahkan itu.

"Kkkk lain kali aku carikan. Sudah, ayo makan. Kau bilang tadi lapar"

Aku pun menariknya bergegas ke ruang makan sebelum ia mulai mempermasalahkan hal yang lain lagi.

Selepas makan, aku langsung membantu Jungkook menata barangnya.

Ditengah kegiatan kami, aku mendengar Jungkook bersin sejak tadi, tidak hanya satu dua kali. Bukan masalah terganggu tapi aku mulai khawatir dia sedang sakit.

"Kook, kau sakit?"

Dia menggeleng cepat, lalu menampilkan cengiran manisnya.

"Maaf, Tae. Aku baik-baik saja kok, cuma flu ringanㅡ"

"Flu itu juga sakit, sayang. Jangan suka menyepelekan hal yang kau anggap kecil seperti ini"

Aku pun mendekat, menempelkan punggung tanganku pada keningnya.

"Kau mulai demam, kook. Sudah, ayo istirahat. Biar aku yang bereskan sisanya"

Aku pun menariknya untuk tidur dan dia menurut saja lalu memelukku erat. Minta ditemani rupanya.

"Apa saja yang kau lakukan di Busan? Sampai jadi flu seperti ini"

Aku mengelus kepalanya, berniat meninabobokan sambil mendengar ceritanya dulu sepertinya tidak masalah.

Jungkook menunjukan cengirannya sesaat sebelum mulai bercerita.

"Aku hanya pergi berenang, ke pantai, lalu makan es krim nggg tiap hari hehe"

Aku menatapnya tak percaya. Astaga, wajah tak berdosa miliknya ini benar-benar.

"Ya Tuhan, kook! Sudah berapa kali aku mengingatkanmu untuk menjaga kesehatanmu, makan es krim tiap hari? Jelas saja kauㅡ"

"Mumpung ditraktir Jimin hyung, Tae. Kau tahu? Jimin hyung juga pulang ke Busan. Dia bersama Yoongi hyung. Sepertinya mereka benar pacaran kkkk"

"Kau senang sekali ya? Jangan mengalihkan pembicaraan. Meskipun ditraktir Jimin, kau juga harusnya bisa menolak jika kau benar memikirkan kondisiㅡ"

Chup~

Aku bungkam. Selalu saja seperti ini. Dia pintar sekali mengalihkan fokusku. Menghindari amukanku dengan kecupan singkat dibibir dan meninggalkan rasa manis, seketika seluruh kosa kataku hilang. Aku buta arah.

"Kalau aku sakit, kan ada dirimu, Tae. Kau akan menjagaku kan?"

Sialan! Tatapan memohonnya ini, kombinasi bibir mengerut yang menggoda dan sinar mata yang berkilauan. Aku kalah.

Aku pun bergerak lebih mendekat, menghapus jarak diantara kami lalu perlahan memberi kecupan singkat dibibirnyaㅡsebagai pemanasan.

"Jangan bodoh! Tentu saja aku akan lakukan apapun untuk menjagamu"

Dan mengakhiri kalimatku dengan mendaratkan bibirku sekali lagi diatas bibir manisnya. Dia nampak terkejut sesaat namun langsung paham maksudku, sudah kubilang kalau dia cerdas.

Kali ini tak hanya kecupan singkat tapi mulai melibatkan lumatan kecil dan membuat kekasih manisku ikut membalasnya lalu mulai mengaitkan kedua lengannya pada leherku. Ngomong-omong aku juga merindukan bibir manisnya ini, ah sepertinya bukan hanya ini.

Jadi berikan kami waktu hanya berdua saja sepanjang malam ini.

.

.

.

Newton's Apple