"If This is a Virus?"

Teaser

Cast : Do Kyungsoo

Kim JongIn

Genre : Hardyaoi, Violence, Torture, Angst

Length : Continue

Rate : Mature

Disclaimer : I own My Story. Onehundred percent. So, This is from my original idea, dear. But, all of my cast is belonging to their god and their life.

A/n

YAWN YAWN!

A NEW FANFICTION COMEBACK AGAAAIN!

Lagi-lagi aku menistakan Kyungsoo. Hidupnya selalu menderita yeah -_-

But, nope. Tujuan fanfic ini sederhana kok, yaitu untuk menghibur kalian semuaaaa!

Dan...waiting for you review. Ehm, Its always a good time.

So, CHECK THIS OUT!

-OOO-

AUTHOR POV

Ini kisah tentang kehidupan seseorang. Dia laki-laki yang berperawakan pendek dan bermata bulat. Dengan sejuta alibi yang tersembunyi dalam relung jiwanya.

Ini kilasan cerita tentang sebuah perjuangan dan pengorbanan. Berikut gertakan sarat kekejaman yang mengurung dunianya. Celoteh riang yang terganti dumelan arogansi.

Ini putaran memori tentang masa-masa terpuruk yang menenggelamkan suatu kekesalan. Hati yang teronggok malas, tersudutkan oleh bayang kehinaan.

Kau bertanya, siapa gerangan tokoh ini? Lakon kehidupan yang terpatri muak dalam senandung asa. Do Kyungsoo, namanya. Sebut saja Kyungsoo, maka kau akan temukan secercah ketentraman, sepercik penerangan, dan secuil renungan. Banyak sekali pradigma yang bersarang dalam diri serumit itu. Tumpukan masalah yang terkontradiksi sebagai jawaban kegundahan. Dia hanya berpihak pada satu hal. Satu hal yang mengesankan sekaligus menggelikan.

Geraman ketakutan yang menyikut persimpangan etikanya. Kyung Soo tak pernah tahu takdir begini murka atas dirinya, mempermainkan dirinya lantaran tumpu sudah tak tercabik. Mereka-para bedebah itu tidak salah mengkoreksi keberadaan Kyungsoo. Dirinya yang selalu dianggap sampah tak bertuan itu memang sudah seharusnya ditendang. Bak pendosa tanpa ampun, tak akan ada satupun orang yang bersedia memikul dirinya ditengah jarum tajam berlapis jerami.

"Brengsek!" Ia tersandung makna kekejian lagi. Sanjungan atas unjuk rasa yang ditekankan pada keengganan. "Mau apa kau datang kemari, hah?!"

Ini kisah dibawah gemerlap kota Seoul, dengan ribuan kesaksian yang membutakan sang rajutan gersang. Dibawah naungan cita bak surga dunia, Seoul adalah hiburan.

Ini kilasan cerita tentang sebuah hubungan. Yang mengeratkan dua insan dalam satu tuntunan. Berhadapan pada daya magis yang menyedot dimensi lain.

Ini putaran memori tentang jalanan setapak yang ditangguhkannya. Atas dasar niat dan keyakinan. Menyerupai serbuk debu yang diterbangkan mimpi.

Kau bertanya, mengenai harapan yang dimilikinya. Tokoh yang berperan dalam drama ini adalah suatu ketidakmungkinan. Do Kyungsoo tak pernah menjadikan dirinya sebagai umpan. Bukan juga sebagai penembak jitu. Selama ini, yang dilakukannya hanya sebatas kecenderungan normal. Dia hidup selayaknya manusia, tapi diperlakukan bukan seperti selayaknya manusia. Apa kau tidak merasa takut? Kejanggalan ini mengikutimu.

Peduli tidak peduli, konstan adalah sesuatu yang konsisten dimatanya. Kemutlakan pribadi penjajak untung yang meludahkan makna repetitif diwajahnya. Do Kyungsoo, berani bersumpah bahwa hidup ditengah serangan pertentangan tidaklah nyaman. Kewaspadaan yang selalu menginterupsimu, kecanggungan yang selalu menginterogasimu. Do Kyungsoo, sudah merasakan semuanya. Keseluruhannya. Mereka-para penjahat ulung itu, tak akan pernah tahu seburuk apa menjadi seorang Do Kyungsoo.

"Berlututlah, baru kau boleh bicara!" Tidak sulit mengikuti kemauan satu dari mereka yang menghardik kehadirannya. Penampung dosa itu senantiasa menamparkan kebejatan pada Kyungsoo. "Sekarang apa?"

Kyungsoo bergeming, tenggorokannya tercekat seketika itu, dan apa yang hendak dikatakannya meluap begitu saja. Membuat sang mucikari, pria bertubuh tambun itu mulai meletupkan amarahnya. "A-aku..bisakah aku memohon ijin, untuk tidak melayani para tamu, ma-malam ini saja. Karena, ah, aku harus-AKH!" Belum sempat kalimat sederhananya diselesaikan, cengkeraman maut dikepalanya itu membuat Kyungsoo terdongak.

"Harus apa, hah?! Selalu saja beralasan, kau sudah bosan hidup rupanya, hah?!" Tidak sulit pula untuk selalu menampakkan ringisan kesakitan diwajahnya. Ah ya, dalam hal ini, kelihaian belas kasih benar-benar dinilai adanya. "Kau sudah banyak absen, Pelacur!"

"Mi-anhae, ta-tapi, lukaku, ah..harus segera diobati, dan..dan aku butuh ke Rumah Sakit, Tuan."

"Memangnya aku peduli?!" Tidak, kau memang tidak peduli sama sekali. Hingga kepala itu dihempaskannya menuju dinding. Terantuk keras mencapai potensi benturan. Kyungsoo meredam teriakannya, dia tahu puluhan pasang mata teman-temannya ada disana. Memandangnya angkuh seolah bukan urusan mereka. Memang bukan, toh ini masalahnya. Tapi Kyungsoo tahu, beberapa temannya, tentu saja mereka yang memiliki hati, sebut saja Baekhyun dan Lay Hyungnya, mereka pasti sudah gatal ingin memukul wajah si mucikari. Sayangnya, itu hal mustahil yang keberadaannya masih dipertanyakan. "Aku tidak mengijinkanmu! Sekarang bersiaplah, banyak tamu yang ingin memakaimu!"

Baiklah, percuma sudah tekadnya barusan. Kyungsoo memilih untuk membenahi tudung kepalanya saja, agar kain hitam itu menutupi pelipisnya yang memar kebiruan. Membiarkan juntaian jubah tipisnya menyapu lantai, demi melindungi tubuh telanjang yang kasat mata itu terhindar dari raupan berang manusia jahanam.

Langkahnya melewati beberapa teman seprofesinya, yang terangguk diam tak mebgerti situasi. Kecuali Baekhyun dan Lay Hyung yang terburu menyusul kaki-kaki tertatihnya. Ah, menjadi gigolo adalah penentuan. Gua kemaksiatan yang sudah ditunjuk Kyungsoo sebagai bagian dari episode kemalangannya.

-ooo-

"Kumohon, bangunlah, Kyungsoo. Jangan buat dirimu terjerumus dalam masalah."

Itu sebuah doa. Permohonan yang tak tersampaikan. Karena toh tubuh itu tak bergerak, karena toh tubuh itu tak berpindah. Dia tetap pada posisinya.

"Oh ayolah, kau bisa mati kalau seperti itu terus. Jangan sampai iblis itu menghukummu."

Nihil, jeritan dalam hati itu hanya sebatas batin. Harapan kosong yang tak mendapat respon sedikitpun.

"Kyungsoo, dengar langkahnya yang mulai mendekatimu. Dia akan membunuhmu. Tuhan lindungi Kyungsoo."

Tengadahan kepala dan tangan itu pada akhirnya tersuakan. Kyungsoo mengerjapkan irisnya perlahan, menyesuaikan dengan cahaya ruangan yang menyilaukan. Sayangnya, semua itu sudah terlambat.

"Baru saja bangun dari tidur panjangmu, hm? Bagaimana rasanya? Nyenyak?" Kalimat manis itu jelas bermakna serius. Sebaliknya. Membuat Kyungsoo bergidik ngeri mendapati dirinya telah membuka lebar pintu nerakanya sendiri. "Aku memanggilmu sejak tadi. Bahkan Baekhyun dan Lay mendengarnya dengan jelas. Jangan anggap kau yang terlaris disini, kau bisa seenak jidat berleha-leha."

Kyungsoo melirik sebentar kearah dua temannya dibalik jeruji itu, diluar sana maksudnya. Karena yang terkurung didalam sini adalah dirinya. Tatapan Baekhyun dan Lay Hyungnya menyendu, mereka seolah tertimpuk beban saat melihat keadaan Kyungsoo yang benar-benar terancam. Namun, bukankah mereka tidak bisa berbuat banyak demi melawan si mucikari ini?

"Maafkan aku. Tapi sungguh, sepertinya aku tidak sadarkan dir-"

"Omong kosong!" Gelegaran suara berat itu memenuhi ruangan. Menggema hingga rasanya akan memekakan telinga. "Kau pikir aku buta, hah? Jawab aku, Do Kyungsoo!" Lelaki titisan iblis itu mencengkeram kepala Kyungsoo, menarik rambut tipis itu hingga helainya terlepas. Sial, ini sebuah kesialan tak berujung.

"A-aku minta maaf, aku janji tidak akan mengulanginya lagi, Tuan."

Suara seraknya minoritas. Tertimbun oleh serbuan membabi buta yang dilayangkan pria itu. Ya, dia menghajar Kyungsoo, tak ubahnya membuat sekujur tubuh remaja itu bagai dimutilasi. Dia mulai kesetanan. Lagi dan lagi. Pukulan bertubi itu seolah tak mau berhenti. Bahkan Kyungsoo sempat mendengar pekikan tertahan dari dua sosok manusia yang sejak tadi memperhatikan adegan menyesakkan ini.

"Ampuni aku, Tuan. Aku akan bekerja lebih keras lagi, aku akan memberikan servis terbaik. Jangan pukuli aku, Tuan. Maafkan aku.." Terhenti. Pria itu menyetop tendangan dan hantaman baik dari kaki maupun tangannya. Kini ia terpaku memperhatikan salah satu boneka porselennya meringkuk sambil memeluk lutut, menahan tangis dan nyeri yang tak kunjung usai.

"Kali ini kau kumaafkan." Pria itu berbalik sesaat setelah mengusap puncak kepala Kyungsoo. Ia melenggang menuju tempat Baekhyun dan Lay berdiri membeku. "Urus dia, bereskan lukanya. Satu jam lagi bawa dia kekamar nomor 415." Baekhyun yang menanggapi patuh perintah Mucikari itu. Sementara Lay hanya mampu menggemertakkan giginya, sekuat tenaga mati-matian menahan amarahnya.

"Sialan. Aku benci caranya memperlakukan Kyungsoo. Kenapa dia pilih kasih seperti itu, sih? Baek, kau-" Baekhyun tidak mendengar lagi omelan Lay, ia memilih untuk segera menghampiri teman sejawatnya yang tampak kepayahan menarik nafas itu. "Sudahlah, Hyung. Bantu aku mengobatinya saja."

Pada akhirnya, Lay menuruti Baekhyun. Kyungsoo lebih membutuhkan penanganan daripada makian tak berbuntut dari mulutnya.

-ooo-

"Merasa terhibur, heh?" Tepukan mantap itu mendarat dibahu berlapis jas kenamaan yang dikenakannya. Kontras sekali dengan dentuman musik keras yang disajikan DJ di ujung sana. Ia menoleh sejenak, mendapati lelaki lain kini tengah menatapnya ingin tahu. "Kau menikmatinya, kan, Kim Jong In?"

Dia tahu spasi kosong dalam pikirannya kadang teramat menyulitkan. "Aku sedang ingin mencari suasana baru, Hyung. Well, kurasa aku menikmatinya dan..yeah, terhibur."

Lawan bicaranya mengedikkan bahu, ia beralih meneguk martininya hingga tandas tak bersisa. Lalu sebelah tangannya tampak melambai, ia memanggil seseorang. "Hei, JongIn. Kenalkan, dia Chen. Orang yang selama ini sangat akrab dengan dunia malam." JongIn, hanya menelengkan kepalanya kesamping. Merasa tabu untuk berkenalan dengan orang asing yang dibawa oleh Hyungnya ini. Tapi tidak, lelaki berparas tampan itu menjulurkan tangannya terlebih dahulu, sehingga membuat JongIn, mau tidak mau, harus membalas jabatan itu.

"Kim JongIn." Singkat. Hanya nama aslinya yang tersebut dari bibir bercerutu itu. Chen, laki-laki yang tadi disamping Hyungnya, kini malah sudah bersandar dipunggung JongIn. Tapi dia tidak memprotes tindakan aneh teman Hyungnya itu, yah, setidaknya selama tidak berlebihan pun tak akan menjadi masalah. "Chen, apa yang kau lakukan?" Pertanyaan itu mencuat bukan dari JongIn, melainkan dari Hyungnya, maksudnya Hyung sebagai sahabat, yah, namanya Suho. Ah ya, Suho tampak menarik lengan Chen agar mendekatinya. Menjauh dari punggung JongIn yang tadinya sempat memanas.

"Aku akan memberinya sensasi yang jarang dirasakannya, Suho." Chen berbisik, tapi Jongin dapat dengan jelas menangkap suara husky itu. "Aku ajak dia berkeliling boleh? Sepertinya dia masih awam." Suho tampak menimang beberapa saat, sebelum akhirnya mengangguk sekali. Merasa ide Chen tidak terlalu buruk. "Baiklah, asal kau tidak menjerumuskannya, Chen. Dia baru pertama kali kemari, masih polos. Mungkin kau mau mengajaknya berjalan-jalan untuk melihat koleksi."

Chen menyetujui saran Suho, "Hei, JongIn, kau tertarik dengan Striptease?" Chen memulai basa-basinya. Tapi Jongin hanya mendengus, tidak terlalu peduli dengan sambutan itu. "Ayolah, maksudku, mm..penari telanjang? Disini, ah temanku adalah juaranya menari sambil telanjang. Kau pasti horny hanya dengan menyaksikannya. Percayalah." Chen mulai membujuk, mengingat dia adalah senior dalam hal merayu, tentunya tak akan sulit jika hanya berurusan dengan bocah ingusan seperti Jongin.

"Tidak, mungkin lain kali. Untuk saat ini aku hanya ingin minum sampai mabuk." Sanggahan itu ditertawakan oleh Suho, sementara Chen hanya mampu mengerucutkan bibirnya.

"Bagaimana kalau kau melihat produksi film porno? Kami punya studionya, kau pasti tertarik. Temanku, masih sama, dia juga ahli dalam ekspresi menggodanya. Kau akan-"

"Tidak, maaf. Seberapapun kau membujukku, aku hanya ingin minum sampai mabuk." Jongin berucap tegas, membuat Chen terpaksa memundurkan langkahnya dan meredakan aksi gentarnya barusan.

"Baiklah, hanya malam ini, kan? Kupastikan setelah kau melihat temanku yang satu ini, kau akan ketagihan, Jongin. Sangat-sangat ketagihan." Jongin bersumpah kalimat yang dilontarkan Chen barusan bukan semacam serapah. "Dia seorang pelacur kelas atas, tarifnya mahal dan siapapun ingin memakainya. Ingat, JongIn, kupastikan kau akan tergila-gila padanya."

Ini keterlaluan. Chen seolah mendoktrinnya. Jongin menilik kearah Hyungnya, si Suho itu tampak asik bercengkrama dengan lelaki lain, dasar. "Chen, kau bisa tinggalkan aku sendiri."

Chen menurut saja, sebelum meninggalkan teman Suho yang terlewat lugu itu, Chen menyempatkan diri untuk berpamitan pada Suho diujung bar. Ya, menyisakan Kim JongIn yang terhiasi nyala api dalam batinnya.

-ooo-

Prostitusi. Asing kah? Tentunya tidak. Ya, sebuah wadah yang mengekang para pencari sesuap nasi, sebuah aliansi yang merantai kelemahan dibawah adidaya. Kau tahu sebejat apa didalamnya? Mengais rejeki berdasar pada kesaksian tubuh telanjang yang memesona. Uh, kau tahu seberapa buruk hal itu.

Ini sepenggal kisah tentang kejadian beruntun yang menewaskan lembang dirawa kehancuran. Menimbulkan karang hati yang terkoyak asam kedustaan.

Ini sepotong cerita tentang wilayah kekuasaan. Yang awalnya tak terbuaikan, menjadi begitu berpengaruh saat dijunjung setinggi langit. Sedianya menyebabkan banyak dengkuran magis tercipta didasar lubuk.

Kau tanya siapa pemuda berkulit tan itu? Yang masih sebatas kertas putih saat Suho mengajaknya menikmati malam disebuah Club Gay? Kau tanya apa orientasi seksnya? Ah, dia sempat menyukai sunbaenya saat di sekolah menengah dulu. Bisa kau simpulkan sendiri, semenyimpang apakah dirinya? Kim JongIn. Mereka kadang melafalkan namanya dengan satu sebutan akrab. Kai, K-A-I.

Kau tanya sesempurna apa kehidupannya? Ah, dia gemar merendahkan diri. Dia tak pernah dirundung masalah hingga mengharuskannya dikejar-kejar pembunuh bayaran. Dia juga tidak pernah merasa kesendiriannya adalah suatu kutukan. Bocah ini, adalah penikmat kehidupan. Bersama Suho, segalanya terasa mudah. Yah, mereka memang tidak bersaudar sedarah. Hanya sebatas tetangga dilantai apartemen yang sama. Tapi lihat keakraban yang terjalin diantara keduanya, bagaikan magnet beda kutub yang disatukan.

Lalu semahir apa dia mengenal dunia malam? Tepatnya masalah pelacuran. Para penjaja diri yang berjajar dietalase rumah bordir. Mm-hm, agaknya belum menyentuh minat seorang Jongin. Mengapa? Kau tanyakan saja pada selasar hatinya.

Ini sepenggal kisah tentang pencarian jati diri. Perubahan karakter tak berlabuh. Yang nantinya menistakan aib menjadi berlian.

Ini sepotong cerita tentang pembelajaran perjalanan hidup. Kiat-kiat sukses yang menjadi pedoman dalam menentukan arah. Menguatkan mental yang terambruk diwangsa jelata. Seharusnya tak mengubah apapun selama masih ada usaha.

"Kau pasti tergiur, kan? Lihat kemolekan tubuhnya, kulitnya yang semulus pahatan Yunani, bibir ranumnya yang mungil, dan ah..wajahnya yang seolah ingin mengajakmu bercinta. Tidakkah semua itu menggodamu, Jongin?" Saat pernyataan itu menghampirinya, Jongin sudah terlampau siap dengan jilatan dibibirnya sendiri, sesekali ia menggigit bagian bawahnya pula.

Kala keadilan mulai mempermainkan tabiatmu, masih berpegang teguhkah kau terhadap pantauan resiko? Ah, selama kau masih bisa melarikan diri dari jeratan ambigu itu, mengapa tidak? Masihkah masalah frontal perasaan memihaknya?

Ia siap. Sangat siap. Hingga kemudian lolongan masa lalu menghisapnya kembali, mempertemukan dirinya dengan jutaan memori yang dulunya menghilang entah kemana. Tentang dirinya yang lama dan kadaluwarsa, hanya sebait luka di saat ia kecil. Biarkan fakta saja yang berbicara dan menjelaskannya pada muka bumi secara gamblang.

Setiap eksistensimu yang kian memudar, tidakkah kau sadari jiwa rapuh itu telah menjadi tanggung jawabmu? Kau memegang kendali atas dirinya, Jongin. Kau tulikan pendengaranmu, kau butakan penglihatanmu. Inilah yang kau sebut kejayaan.

"Bangsat! Aku ingin segera menggagahinya, Kai. Bagaimana denganmu? Kalau aku jadi dirimu, sudah kupastikan anak itu pingsan berkali-kali." Yah, itu benar. Hal yang sama juga akan dilakukannya. Kehadiran ini memang bukan tanpa undangan, pacuan langkah itu membawanya secara otomatis.

Ah, prostitusi. Illegal, tapi memuaskan. Primadona itu tak akan lari kemana. Sebelum keluguan dan kepolosan Kai berubah imaji. Beringas. Tapi untuk saat ini, bisakah kita mainkan dahulu prolognya? Mari, kuajak kau menekan tombol 'Mulai'.

Dan silahkan siapkan camilan serta tempat yang nyaman. Luruskan kedua kakimu, dan perhatikan baik-baik.

Karena dalam drama ini, Kai adalah pemeran utamanya. Kau bisa menikmati kisah ini bersamanya. Bersama pula dengan Do Kyungsoo, sang lawan main.

Tunggu, mereka sudah bersiap dibalik tirai merah. Tiupan terompet menandai sebentar lagi cerita akan dibagikan.

Ya, mari, kuajak kau menyaksikan sejurus lembayung yang melayang nun jauh. Inilah yang kau nantikan.

Dalam hitungan ketiga, mereka akan siap tampil dengan dialog dan deskripsi masing-masing. Bersiaplah.

Satu..

Dua..

Tiga..

-ooo-

TBC OR END?

a/n :

I'm Back, yeah!

Uhlala, sepertinya bahasa dan diksi diatas terlalu njelimet dan membingungkan, ya? Ah, saya juga merasa seperti itu. Tapi dasar authornya yag sok-sok an pake konsep klasik, jadi deh, perumpamaannya lebih ke ganyambung -_-

Udah deh, nggapapa yah xD hehe, yang penting kalian paham dan ngerti aja author udah bersyukur :l apalagi kalo mau menyempatkan jari kalian mengetikkan suatu pendapat dikolom review, waaah, dapet pahala bejibun deh!

Ehiya, karena ini ff baru, aku masih mau meminta persetujuan untuk berlanjutnya kisah ini, ya. Banyakkah yang suka? Kalo iya, ya dilanjut. Kalo engga, yah..delete soon!

Hahahaha..thats all!

Danke