Ansatsu Kyoshitsu © Matsui Yuusei / BL, Typo, OOC, dan lain-lain.

.

Roti gandum setengah kering dibagi menjadi sepertiga. Isogai Yuuma mengambil satu dan mengembalikan sisanya ke dalam lemari, berdampingan dengan toples gula yang telah kosong. Ia butuh sedikit karbohidrat untuk mengganjal perut hingga sinar mentari muncul di hari berikutnya. Semoga cukup.

Saat itu pukul enam sore, awal musim dingin, dan pertengahan bulan Januari. Isogai belum melihat salju di pekarangan, tapi suhu sudah mencapai tiga belas derajat celcius. Isogai kuat dingin. Meski tanpa sarung tangan dan penghangat leher, ia mampu bertahan berjalan ke sekolah tanpa menggigil. Setidaknya ia masih kuat.

Tiga hari yang lalu, Maehara sempat menegurnya karena tak memperhatikan cuaca. Isogai hanya tersenyum untuk kemudian menanggapi dengan gurauan. Dan akhirnya topik itu terlupakan begitu saja.

Potongan terakhir. Roti yang diambilnya telah habis dalam lima gigitan. Saat Isogai mengambil gelas plastik dan hendak mengisinya dengan air, terdengar ketukan di pintunya. Gelas diletakkan kembali, agak oleng, kemudian jatuh ke lantai. Dipandangnya benda itu sekilas, kemudian mulai berjalan ke depan. Isogai akan memungutnya nanti.

"Ya! Tunggu sebentar!"

Benda itu berwarna coklat kayu, tak bercat ataupun berukir. Isogai meraih gagang dan mendapati Maehara Hiroto di bawah terpaan salju.

"Salju pertama," gumam Isogai tanpa sadar.

Maehara yang merasa diabaikan baru saja ingin protes ketika Isogai terlebih dahulu menarik tangannya dan memaksanya masuk ke rumah.

"Salju turun lebat sekali, nanti pakaianmu basah." Isogai melihat Maehara yang tengah membersihkan bahu dari butiran berwarna putih. "Mau minum apa? Ah ... tapi aku tak punya apa-apa."

"Tidak usah. Hanya sebentar kok. Aku harus kembali sebelum orang tuaku sadar kalau aku menghilang."

Isogai terlihat kaget. "Astaga Maehara? Mereka tak tau kau kemari?"

Kekehan pelan dari Maehara membuat Isogai gatal ingin menasehatinya. Ia mendorong punggung Maehara menuju pintu, tapi tak berniat untuk mengusir. Isogai khawatir kejadian tempo hari akan terulang. Maehara sering menyelinap dan pergi keluar tanpa bilang-bilang. Terakhir kali, ia pergi ke pusat kota untuk mencari sarung tangan baru, tanpa izin, mengajak Isogai pula.

"Kalau begitu kau harus kembali sekarang. Mereka bisa mencarimu," ucap Isogai.

"Oke, oke. Aku akan kembali. Tapi ..."

Maehara berhenti berkata-kata. Isogai tak memperhatikan ketika tangan remaja itu masuk ke dalam mantel dan mengeluarkan buntalan lembut berwarna gelap lantaran terlalu sibuk menatap Maehara yang barusan berbalik. Mungkin saat itu Isogai hanya berhalusinasi. Ia melihat tangan Maehara mengangkat dan menggantungkan sesuatu di lehernya. Kedua tangan remaja di hadapannya memegang ujung syal berwarna abu-abu, belum ditarik.

"Pastikan kau pakai itu besok."

Maehara melepaskan pegangannya. Ia berbalik dan membuka pintu. "Sampai jumpa besok, Isogai."

Pintu tertutup dan Isogai hanya bisa berdiam. Bahkan ketika ia menemukan sarung tangan yang baru dibeli Maehara terselip diantara syal.

Ah, terkadang ia ingin tau—Maehara itu ...

.

... terlalu perhatian padanya, bukan?

END

Vee

31-01-2016