Genre : Romance and fluff
Length : Oneshoot
Warning : Boys Love and Typo.
Happy reading!
.
.
"Kenapa ribut-ribut? Ada apa?"
Wonwoo, seorang mahasiswa berwajah manis ikut melongokkan kepalanya ke jendela. Ingin tahu apa yang membuat teman sekelasnya begitu heboh. Saat melihat objek yang membuat ribut itu, Wonwoo berdecak malas.
"Ck, menyebalkan!" umpatnya pelan.
Dengan malas, Wonwoo kembali duduk di kursinya. Ia memilih kursi paling belakang. Tidak ingin berada di depan. Lagi pula semua kursi di depan sudah penuh. Mahasiswi yang biasanya enggan berada di depan, kini berebut untuk paling depan. Kata mereka supaya bisa puas melihat dosen baru mereka. Professor muda dengan wajah terlewat tampan.
"Wonwoo-ya, kau cepat sekali datangnya!" suara Seungkwan hanya Wonwoo balas dengan deheman. Terlalu malas menolehkan kepalanya. Tanpa di lihat pun ia sudah tahu siapa pemilik suara itu.
"Belakangan ini Wonwoo jadi sering berangkat lebih cepat." Kali ini yang berbicara adalah Jihoon. Teman sekelas yang memiliki tubuh paling mungil. Ia mengambil kursi tepat di depan Wonwoo.
"Kurang lebih selama sebulan ini." Jeonghan ikut menimpali. Pemuda dengan wajah cantik itu duduk di sisi kanan Wonwoo. Sedangkan Wonwoo yang menjadi bahan pembicaraan hanya diam saja. Tidak terlalu memusingkan ocehan teman-temannya.
"Seungkwan-ah, Jihoon-ah, kalian sudah selesai tugas dari professor?" tanya Jeonghan sambil mengeluarkan tugasnya dari dalam ransel.
"Tinggal sedikit lagi! Aku ketiduran tadi malam," adu Jihoon sambil menunjukkan hasil kerjanya yang memang belum selesai. "Kalau kau Seungkwan-ah?" tanyanya pada pemuda bermarga Boo itu.
"Tentu saja sudah!" dengan bangganya Seungkwan menunjukkan buku di tangannya. Namun Wonwoo masih belum mengeluarkan reaksinya. Masih diam memandangi papan tulis.
"Kalau kau Wonwoo, bagaimana dengan tugasmu?" tanya Seungkwan. Kali ini Jeonghan dan Jihoon ikut memperhatikan Wonwoo. Biasanya teman mereka yang berwajah emo itu malas sekali mengerjakan tugas. Tapi meskipun begitu, ia selalu mendapat nilai sempurna. Tanpa belajar banyak, Wonwoo bisa menguasai pelajaran dengan mudahnya.
"Sudah selesai dari beberapa hari yang lalu," jawab Wonwoo kalem. Namun membuat teman-temannya tercengang. Tidak menyangka Wonwoo mengerjakan lebih cepat dari pada mereka.
"Woooah…kau rajin sekali! Tidak biasanya kau mau mengerjakan tugas. Apa karena professor tampan itu? Kau jadi bersemangat Wonwoo-ya?" goda Seungkwan dengan menaik turunkan alisnya. Tapi Wonwoo hanya berdecak malas. Terlalu enggan menanggapi ocehan Seungkwan.
"Wonwoo seperti ini memang sejak dosen baru itu mengajar di kelas kita." Jeonghan menerawang. Kembali mengingat-ingat kapan perubahan itu terjadi pada Wonwoo.
"Jangan sangkut pautkan dengan professor jelek itu!" lama kelamaan Wonwoo gerah. Ucapannya kali ini justru mendapat cibiran dari yang lainnya.
"Matamu sepertinya bermasalah Wonwoo-ya! dosen setampan itu kau bilang jelek. Di lihat dari segi manapun dia itu sangat sempurna." Jihoon mengangguk mantap. Menyetujui pendapat Seungkwan yang duduk di sisi kanannya. Tepat di hadapan Jeonghan.
"Kalau biasanya professor itu sudah tua, keriput dan botak, berbeda dengan yang ini. Dia sangat tampan. Bahkan masih pantas kalau menjadi mahasiswa. Wajahnya masih sangat muda. Lihat saja senyumnya yang membuat es di kutub utara sana mencair."
Wonwoo memutar bola matanya malas. Kalimat Jihoon sangat berlebihan. Sepertinya pemuda bertubuh mungil itu cocok masuk jurusan sastra.
Obrolan tidak berguna itu terhenti saat mendengar suara pintu yang di geser. Begitu melihat dosen yang akan mengajar, memasuki kelas, mereka semua hening. Kegiatan yang mereka kerjakan langsung di hentikan begitu saja. Fokus mereka tertuju pada dosen yang tengah berdiri di depan kelas.
Sapaan hangat dari dosen itu mereka sambut dengan begitu semangat. Bahkan suara Seungkwan mencapai beberapa oktaf. Namun tidak berlaku dengan Wonwoo. Pemuda bermarga Jeon itu hanya diam saja. Menunduk dengan membolak balik buku di hadapannya.
Pelajaran berlangsung dengan tenang. Hanya suara dosen tampan itu yang mengisi kelas yang di huni tiga puluh mahasiswa. Dan sesekali suara mahasiswa yang bertanya ikut terdengar. Mereka belajar dengan begitu semangat. Wajah dosen yang begitu rupawan membuat mata mereka tidak berkedip. Lebih tepatnya terlalu fokus.
Suara professor muda yang mengalun lembut itu membuat mereka terhanyut. Dan sesekali senyum yang di tampilkan membuat mereka memekik tertahan. Kaca mata yang bertengger di hidung mancung itu menambah kesan genius professor muda itu.
Jangan salahkan kalau mereka menyebut dosen mereka seperti actor dan model. Terlalu tampan untuk seorang professor. Namun lagi-lagi pemandangan menakjubkan itu tidak mempengaruhi Wonwoo. Pemuda itu sama sekali tidak tertarik memandang dosennya. Ia sibuk melamun. Dan sesekali memainkan ponselnya.
"Jeon Wonwoo!"
Suara professor itu membuat seisi kelas menoleh ke sudut ruangan. Tepatnya ke arah tempat duduk Wonwoo. Asyik melamun, membuat Wonwoo tidak sadar menjadi pusat perhatian. Bahkan professor mereka menatapnya tanpa berkedip. Menghasilkan tatapan iri dari mahasiswa lainnya. Mereka juga ingin di perhatikan intens seperti itu. Meski karena Wonwoo membuat kesalahan.
"Jeon Wonwoo, apa anda tidak mendengarkan saya?"
Kali ini Wonwoo menoleh. Menatap bingung teman-temannya yang memperhatikannya. "Ada apa?" batinnya.
"Hey, kau mendapat teguran lagi!" bisik Jihoon yang membuat Wonwoo mengangguk paham.
"Anda melamun Wonwoo-sshi? Apa pelajaran saya tidak menarik?" Wonwoo berdecak malas. Ia sedang tidak ingin berurusan dengan professor tampan itu. Wonwoo mendesah lega saat jam kuliah berakhir. Ia jadi tidak perlu menjawab pertanyaan dosennya. Namun suara terakhir dari sang dosen membuatnya menggerang frustasi.
"Wonwoo-sshi, silahkan ikut keruangan saya!"
"Ck, professor jelek itu merepotkan saja!" umpat Wonwoo yang masih bisa di dengar ketiga temannya.
"Kau beruntung sekali Wonwoo-ya. Aku juga mau di panggil seperti itu," ucap Seungkwan yang di angguki Jihoon dan Jeonghan.
Tanpa berkata apapun, Wonwoo meninggalkan kelas. Menuruti panggilan dosennya untuk menemui di ruangan. Entah apa yang akan di lakukan, tapi Wonwoo tetap menurutinya. Saat ia sudah meninggalkan kelas, terdengar bisik-bisik dari mahasiswa lain.
"Beruntung kali Jeon Wonwoo itu."
"Iya, sudah beberapa kali ia mendapat teguran dan di panggil ke ruangan professor."
"Aku juga mau seperti ini."
"Pasti menyenangkan sekali berada di ruangan berdua dengan dosen setampan itu."
.
.
.
Wonwoo menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu. Nama Hong Jisoo tertempel di pintu berwarna coklat itu. Tanpa mengetuk dan mengucapkan salam, Wonwoo langsung membuka pintu dan masuk ke dalamnya.
Sebelum melangkah semakin jauh, Wonwoo mengunci pintu. Berjalan ke arah meja yang terletak di sudut. Wonwoo berjalan ke belakang dosen yang mengajar di kelasnya beberapa menit yang lalu. Tangannya meraih jas dosen tampan itu. Jas yang di sampirkan di balik kursi yang ia duduki. Dosen bernama Jisoo itu tampak sibuk dengan computer di hadapannya.
Wonwoo berjalan ke arah sofa. Merebahkan tubuhnya dan menyelimuti tubuhnya sendiri dengan jas mahal berwarna hitam itu.
"Kau kedinginan Won-ie?"
"Ini ruangan kerja Hyung! bukan kutub utara. Tidak di rumah tidak di kampus, sama saja," omel Wonwoo sambil memejamkan matanya.
"Kau tidak ada jam kuliah lagi siang ini?" tanya Jisoo menghentikan sejenak pekerjaannya. Memperhatikan pemuda manis yang tengah berbaring itu.
"Tidak ada! Ini jam terakhir," jawab Wonwoo pelan.
Wonwoo benar-benar merutuki ruangan Jisoo. Jas yang menutupi tubuh kurusnya tidak membuatnya merasa hangat. Ia masih merasa kedinginan.
Wonwoo menegakkan tubuhnya. Berdiri dan melangkah mendekati Jisoo. Pria yang menjadi dosennya itu masih terus menarikan jemarinya di atas keyboard. "Hyung, lebarkan kakimu!"
Jisoo menghentikan kegiatannya. Memundurkan duduknya dan melebarkan kakinya. Wonwoo langsung duduk di antara dua paha Jisoo. Dengan jas yang masih menutupi tubuh kurusnya, Wonwoo memeluk Jisoo. menyandarkan kepalanya ke dada pemuda tampan itu.
"Ini lebih hangat," gumamnya yang membuat Jisoo tersenyum.
"Hyung lain kali jangan tegur aku seperti itu. Selama ini aku tidak pernah di tegur dosen. Kalau memintaku datang kesini Hyung bisa mengirim pesan saja!" Jisoo hanya berdeham saja. Ia kembali melanjutkan kegiatannya. Meski Wonwoo tengah memeluknya, tidak membuatnya terganggu.
"Hyung, jangan salahkan karena aku menganggu pekerjaanmu. Salah Hyung yang membuat suhu ruangan ini terlalu dingin," ucap Wonwoo dengan mata terpejam. Menikmati aroma tubuh Jisoo yang begitu menenangkan.
"Tidak apa-apa. Tidurlah!"
.
.
.
Ting tong…ting tong…
Seungkwan memencet bel dengan tidak sabaran. Ia sudah berulang kali memencet bel, namun sang pemilik rumah belum juga membukakan pintu untuk mereka.
"Seungkwan-ah, benar ini rumahnya?" tanya Jihoo ragu.
"Ini benar! Professor sendiri yang memberikanya padaku." Untuk kesekian kalinya, Seungkwan memencet bel dengan tidak sabaran. Mereka ingin bertemu dengan Wonwoo. Membicarakan tugas kelompok yang akan di kumpul beberapa hari lagi. Pemuda pemilik rambut hitam kelam itu sudah beberapa hari tidak masuk kampus. Bahkan nomornya sama sekali tidak bisa di hubungi.
"Sia—"
Ucapan Wonwoo terputus melihat kedua teman sekelasnya. "Kalian!" Wonwoo tampak terkejut. Begitu pula dengan dua makhluk yang berdiri di depan rumahnya.
"Wonwoo-ya, kau sakit?" tanya Jihoon yang memperhatikan penampilan Wonwoo. Teman sekelasnya itu mengenakan celana pendek dan baju tanpa lengan. Membuatnya kulit putih dan mulusnya tampak jelas. Tapi bukan itu yang Jihoon permasalahkan. Rambut Wonwoo yang acak-acakan membuatnya berpikiran seperti itu. Tidak serapi biasanya.
"Ti-tidak!" jawab Wonwoo sambil merapikan rambutnya.
"Kalian kenapa tiba-tiba datang ke sini? Dan dari mana kalian tahu rumahku?" tanya Wonwoo penasaran. Sampai-sampai ia tidak mempersilahkan tamunya untuk masuk.
"Kami kesini karena ingin membicarakan soal tugas kelompok kita. Kalau hanya aku dan Jihoon, sepertinya tugas kita tidak akan selesai. Dan kami tahu rumahmu dari Professor Jisoo."
"Mwo!" mata tajam Wonwoo membulat. "Professor yang memberi tahu kalian?" tanya Wonwoo yang di jawabi anggukan dengan kompak.
"Ugghhh…mati aku!" batin Wonwoo.
"Eh…siapa yang ada di dalam Wonwoo-ya?" tanya Seungkwan penasaran saat mendengar suara-suara.
Pertanyaan mereka terjawab saat melihat seseorang yang berjalan mendekat. Senyum meneduhkan itu membuat mulut ke dua mahasiswa itu terbuka lebar. "Professor," gumam mereka bersamaan.
"Kalian sudah datang? Masuklah!" ucap Jisoo ramah di sertai senyuman khasnya. Namun Seungkwan dan Jihoon masih mematung di tempatnya. Dosen yang sering Wonwoo katakan jelek berada di rumahnya.
"Won-ie, Hyung pergi dulu. Kita lanjutkan nanti malam!" Jisoo mengecup pipi Wonwoo mesra. Membuat dua mahasiswa itu terbengong. Mereka berdiri seperti orang bodoh. Berbeda dengan Wonwoo yang cuma bisa mendesah frustasi.
Panggilan manis itu sudah membuat mereka terkejut. Apalagi sapaan akrab itu. Dan yang lebih parah sebuah ciuman. Ciuman yang mendarat di pipi Wonwoo membuat Seungkwan dan Jihoon ingin menjatuhkan rahangnya. Mata mereka seperti akan keluar dari tempatnya.
Mata sipit Jihoon membulat sempurna melihat figura yang tertempel di dinding. Bahkan tangan mungilnya membekap mulutnya sendiri.
"Kalian sudah menikah? Kau dengan professor?" teriak Jihoon heboh. Seungkwan mengikuti arah pandang Jihoon. Dan ekspresinya juga tidak jauh berbeda dengan Jihoon.
"Kau sudah menikah Wonwoo-ya? dengan professor tampan itu? Bagaimana bisa?"
Wonwoo bungkam. Sama sekali tidak ingin menjawab. Ia melenguh keras. Sepertinya suaminya sengaja membuat teman-temannya tahu kalau ia sudah menikah.
"Tidak akan ada lanjutan untukmu nanti malam hyung!" ancam Wonwoo dalam hati.
.
.
.
.
END
Heeeem gue bawa ff dengan pairing lain. Gak papa kan yak?
Meanie udah terlalu banyak. Pingin sesekali buat Wonwoo ama seme kece lainnya. #digebukin meanie shipper.
