Dia tau semua orang mengangapnya aneh, semejak kematian ibunya. Bahkan ayahnyapun begitu, beliau lebih memilih menyibukan diri dengan pekerjaannya, dibanding bermain, ataupun menghabiskan waktu bersamanya.

Selain itu, dia hanya tinggal bersama neneknya yang selalu sibuk dengan kegiatannya sendiri. Tapi, walaupun begitu. Sasuke, bocah berusia 7 tahun itu tidak memperdulikannya, selama Naruto. Boneka rubah pemberian ibunya masih berada di sampingnya.

Tidak peduli jika semua orang mengacuhkannya, asal Naruto ada di sampingnya. Itu sudah cukup. Mungkin bagi semua orang dia adalah bocah aneh yang selalu berbicara, tertawa, bahkan bermain bersama benda mati.

Akan tetapi, mereka tidak mengetahui. Jikalau Narutonya bukanlah sekedar benda mati. Dia hidup, dan dia adalah sumber dari segalanya. Kasih sayangnya, temannya, sahabatnya, tempat bersandarnya, juga cinta sejatinyanya.

Mungkin, bagi neneknya. Beliau sudah mengganggap Sasuke gila, karena menceritakan berbagai petualangan menyenangkan bersama Naruto. Seperti berjelajah mengelilingi hutan, bermain kuda-kudaan, bermain kerumah pohon yang dibuatnya bersama Naruto, dan banyak lagi. Sementara yang Tsunade tau, Sasuke hanyalah berdiam diri dan selalu mengurung diri di loteng kamarnya.

"Fugaku, sebaiknya kau temui anakmu. Aku kuatir dia akan tengelam di dalam imajinasi yang dibuatnya sendiri."

Dan saat secara tidak segaja Sasuke mendengar pembicaraan neneknya di telepon, dia berlari menuju boneka rubah kesayangannya. Memeluknya sangat erat, seolah takut jika Narutonya memanglah hanya imajinasinya.

"Naru, tolong katakan padaku. Jika kau nyata," pinta Sasuke. Memejamkan kelompak matanya yang basah oleh air mata dengan erat. "Tolong katakan padaku, jika kau bukanlah imajinasiku," isak Sasuke.

Sementara itu, sepasang lengan mungil langsung merengkuh tubuh mungil Sasuke yang bergetar menahan tangis. "Dasar bodoh, tentu saja aku nyata. Bukalah matamu, dan lihat aku Suke."

Menghentikan isak tangisnya, perlahan kelompak mata seputih salju itu terbuka, menampilkan sepasang iris mata onyx, yang terpaku pada sosok bocah pirang seumurannya. Yang tengah mengusap lembut sisa airmata di kedua pipi chubbynya.

Bocah pirang dengan iris blue shappire, berkulit tan, dengan 3 goresan horizontal yang menghiasi masing-masing pipinya itu tersenyum lebar. Dan jangan lupakan telinga rubah, beserta 9 ekor berwarna jingga yang meliuk-liuk indah di belakang tubuhnya, dialah... "Naruto."

Mengecup pelan kelompak mata Sasuke, sosok yang dipanggil Naruto itu mendengkap tubuh mungil di hadapannya dengan erat. Membisikan kata-kata lembut nan menenangkan yang membuat hati Sasuke kembali tenang.

"Hei, kau mau bermain?" tanya Naruto, melepaskan pelukannya. Lalu menautkan jemari-jemarinya dengan Sasuke.

"Lupakan semuanya, dan bermainlah bersamaku. Tidak perlu mendengar apa yang mereka katakan. Karena aku nyata, aku ada, dan aku mencintaimu." ucap Naruto menuntun Sasuke. Bila yang tadi Sasuke lihat adalah kamarnya. Maka yang ada di hadapannya sekarang bukanlah sebuah ruang bercat biru tua lagi, melainkan sebuah hamparan rumput luas dengan sebuah rumah pohon yang berada di pinggir sungai.

Tersenyum kecil, Sasuke mengikuti langkah Naruto dengan pelan. "Naruto, kau tidak akan meninggalkankukan?" lirih Sasuke pelan.

"Bodoh. Tentu saja tidak, tidak, dan tidak akan pernah. Aku bukan mereka, aku mencintaimu, dan aku akan selalu ada di sampingmu. Karena kau adalah tempatku pulang. Begitupun denganku. Aku adalah tempatmu untuk pulang."

"Naruto."

"Hmm?"

"Aku juga mencintaimu."

.

.

Owari~