Done! My first Indo-English fanfic :D

This will be focused on crack pairing, mostly Tenten x Kakashi

I love this pairing MOST.

Rada-rada geje juga sih :p

Yah maaf saja, tapi kalo bikin yg completely in English aku masih nggak berani khusus pairing yang ini :'(

Karena aku takut nanti ceritanya jadi ancur :p

Summary: Tenten had actually leaped over the desk to retrieve her Iphone. "Ha! In your face, sensei!"

Spontan Kakashi beranjak dari kursinya, membentangkan tangan tanpa pikir panjang.

Bruk!

Benar saja, gadis itu jatuh ke pelukannya.

Dan saat itu juga bau khas tubuh Tenten mengisi relung paru-parunya.

Oh, my.

And did her body felt delicious when it made a friction against his?

Not good.

Warning: AU Teacher x Student. Contains mild Geje-ness.

.

Pip! Pip!

"! Dibales!"

"Sst!"

"Ups."

Buru-buru Tenten memasukkan hapenya ke dalam laci, dengan tampang tidak bersalah kembali berpura-pura memperhatikan pelajaran. Tangannya menyambar pensil mekanik yang berada di belahan halaman buku teksnya, dengan lihai memperagakan gaya menulis-padahal tidak. Kakashi-sensei melirik ke arah si Panda, membaca semua gerak-gerik gadis berambut coklat yang diikat dalam dua konde look alike di baris kedua dari belakang itu. Mungkin Iruka bisa menganggap semua tindak-tanduk gadis itu biasa; tapi tidak dengan Kakashi. Dia hapal persis bahasa tubuh siswa siswi Konoha. Dan kalau bukan karena Ia tahu Tenten baru saja membeli Iphone 4G yang didamba-dambakan mungkin oleh semua remaja di seluruh jagad raya ini, besar kemungkinan Kakashi tidak akan menghiraukan ceplosan Tenten barusan; tapi si copy cat teacher yakin 100% yang didengarnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan e-mail ataupun sms. Terang-terangan mengucapkan kata 'dibalas' bukanlah trend dalam kegiatan surat menyurat zaman sekarang kan?

"Got something to share us, Tenten-san?" tanyanya dalam bahasa inggris. Semua mata pun menuju ke arah Tenten. Ia pun kagok, tidak menyangka Kakashi-sensei akan mendengar yang barusan. Dan yang lebih aneh lagi adalah, entah kenapa akhir-akhir ini si pervert teacher satu itu jadi sangat sensitif terhadap keberadaan Tenten. Di kelas, di koridor, di perpustakaan, rasanya pasti ia ada disana tiap Tenten menoleh. Seperti sekarang, ia ada dikelas dimana harusnya guru Iruka yang mengajar. Memang sih, guru Iruka sedang dirawat karena kecelakaan yang menimpanya sebulan lalu. Tapi sampai kapan dia mau membuat Tenten tersiksa seperti ini?

"Well?" desak Kakashi, sambil memegang kapur didalam tangannya yang dilipat di dadanya menatap tajam Tenten melalui kacamata minusnya. Tenten tersenyum kecut. "I am afraid if whether I know not of what you're getting at or yes, sensei."

"Seriously, Tenten. Are you for real?"

Pertanyaan itu langsung menusuk hati Tenten. 'Tepat sasaran...' keluhnya dalam hati. "Ne, I was oozing off...sorry."

Dengan satu tatapan maut terakhir, sang guru pun kembali menorehkan kapur miliknya di permukaan papan tulis dengan rasa curiga masih mengganjal di hatinya. Tenten menghela napas panjang. "Tenten nakal." bisik sakura sambil cekikikan dari barisan depan. "Berisik! Mentang-mentang kau murid kesayangannya kau tidak berhak menghakimiku juga!" teriak Tenten. Tapi ia hanya melakukannya dalam hati, jadi tidak ada yang mendengarnya selain Tenten sendiri. Bukannya Tenten cemburu atau apa, tapi ia tahu persis bagaimana Sakura diperlakukan spesial oleh guru mesum satu itu. Meskipun jujur Tenten iri setengah mati pada perhatian Lady Tsunade idolanya terhadap bakat main tenis Sakura, tidak. Ia hanya kesal kalau Sakura sudah dalam teamed up mode bersama Kakashi-sensei. Saat mereka sudah meluncurkan koreksi-koreksi sok tahu rasanya seperti mereka yang paling benar di seluruh dunia saja. Dengan geram Tenten meremas genggamannya, pensil mekaniknya pun hampir patah karenanya.

'Jadi Sakura tahu aku sedang memainkan Iphone-ku? Jangan-jangan dia yang memberi tahu si Kakashi sialan...suaraku kan nggak sekencang itu sampai Kakashi bisa dengar. Brengsek.'

Tiba-tiba Tenten menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah-olah mencoba melepaskan sesuatu dari kepalanya. 'Apa yang kukatakan...ya tuhan! Nggak! Nggak boleh...aku nggak punya alasan untuk membenci Sakura sampai sebegitunya, dia kan nggak pernah salah sama aku.'

Tenten menghela napas untuk kedua kalinya. 'Aku harus fokus.'

Saking fokusnya Tenten saat itu, ia rela membiarkan Iphone-nya di dalam laci.

.

45?

What the...

Mata Tenten membelalak sejadi-jadinya. Tapi berapa kalipun ia mengedipkan matanya, dua angka super duper juelek itu nggak hilang dari kertas ulangan matiknya. "Waaah! Sakura, kau dapat 100?"

Tenten terkesiap mendengarnya. Tampak kerumunan di depannya mengerubungi si primadona sekolah. Pipi Sakura memerah, tersipu oleh pujian-pujian yang dilontarkan teman-teman sekelas. "I...iya." responnya malu-malu. "Hebat!"

"Ajari aku dong!"

"Ulangan berikutnya aku boleh nyontek kamu ya?"

"Dasar orang-orang berotak simpel."

"Apa katamu, kepala pantat ayam?"

"Tuli, dobe?"

"Kau-"

Blam.

Tenten menyandarkan tubuhnya di pintu. Terdengar suara desahannya pelan sembari kepalanya menunduk lemas. 'I guess...no one cares about my life farther than just to scold its flaws.'

"Ngapain kamu?"

"UWAH!"

Tenten terloncat ke arah pintu, mengagetkan serta orang yang menyapanya secara tiba-tiba. Si brunette mengelus dadanya, mencoba untuk menjinakkan dag-dig-dug di jantung. "Ka-kau mengagetkanku!" ujarnya terengah-engah alay.

"Itu kata-kataku." timpal orang itu.

"Hu'uh!" dengan kesal, Tenten beranjak meninggalkan si pengganggu yang berani memotong sesi meditasinya. 'Dasar orang-orang yang menyebalkan! Aku mau pulang saja-'

Grab!

Tenten terhenti di langkahnya dengan satu tangan memegang bun-nya di kepala, hendak menggeraikan rambut. Tangannya yang lain tertangkap cowok yang tadi mengagetkannya dan Tenten pun mengernyitkan dahi. "Apa-apaan ini?"

"Kamu lagi bad mood ya? Tapi itu bukan alasan kamu melupakan teman lamamu kan."

Perlahan, Tenten memutar badannya. Awalnya ia akan melontarkan sarkasme yang sangat kasar, tetapi niat itu lenyap saat ia mengenali anak laki-laki di hadapannya itu. Rambut panjang sehitam batu obsidian itu, suara yang nge-bass dan suka memerintah itu...

Dua bola mata lavender keputihan berkedip menatap mata coklat tua Tenten, "It's me, Tenten."

Mata Tenten bersinar seketika. "Neji?"

Neji membuka lengannya lebar, mengundang si gadis yang not-much-of-a-popular-fag itu ke pelukannya. "It's been a while."

Tenten dengan senang hati menerima undangan Neji. Ia memeluknya erat, seperti di adegan won't-let-you-go di film-film romansa murahan. Neji memeluk balik, menikmati kehangatan radiasi tubuh Tenten. "Missed you bad. I had suffered enough without you here."

Neji mendehem menahan tawa. "Pfttt...you say that as if I am here's a whole lot worse trouble worth than before."

"Instead. It's much better with your destiny this and destiny that crappy ramblings."

"I resent that."

Tenten tertawa renyah. Diam-diam, hidungnya menghirup bau tubuh Neji. Untuk sesaat, Tenten merasa kerinduan yang sangat dalam dulu perlahan-lahan terhapus dan terganti dengan rasa tidak puas. Ya, tidak puas akan keberadaan Neji didekatnya yang ia rasa selalu kurang cukup untuk mengisi lubang di hati Tenten yang terbentuk akibat kepindahan Neji ke Lafayette setahun lalu. Meskipun yang dibicarakan Neji hanya tentang omong kosong takdir, ternyata keberadaannya meninggalkan bekas bagi Tenten dan Lee. Oh iya, Lee!

"Lee's missed you too. I think."

Neji mengerutkan dahi. "You think? Why so hesitant? He must be."

Mereka pun melonggarkan pelukan agar bisa saling menatap mata. "Wow. You've developed a major confidence I see. How about me? You think?"

"Badly, majorly badly. Written on your face."

Tenten memukul dada Neji,"That's what I told you, big daddy."

Neji pun melepaskan Tenten, mengangkat bahu. "By the way, what's going on? They look like in a fight and are about to grow new fangs and claws."

Tenten dan Neji sweat dropped ngeliatin anak-anak di dalam kelas. Sepertinya Naruto dan Sasuke sedang berkelahi dengan semua anak di kelas berusaha meleraikan mereka.

"Not an idea." jawab Tenten singkat. Tangannya meraih bun-nya dan melepaskan kedua ikatan hingga rambut coklatnya tergerai. "Wow. I mean, wow. You grow all of them while I was gone?"

"Pretty much. It's gotten quite uneasy to keep it even though. Now I'd rather let it the way it is, unleashed."

"Wild and boyish aren't you, Miss Tenten? But then, that's what you're fated for."

Tenten tersenyum menyeringai. "Speaking of fates' craps already?"

"Whatever."

"Well, I guess I'll see ya around."

Neji memandangi sosok Tenten yang perlahan menjauh dengan perasaan penasaran. Tapi ia tidak mengatakannya dan justru bertanya ala Neji Hyuuga. "Hn. Kau mau kemana?"

Tenten mengangkat tangannya tanpa menoleh. "Tempatnya si Kakashi sialan. Dia menyita Iphone-ku sebelum dia membagikan kertas ulangan matik di jam istirahat tadi. Aku mau pergi membunuhnya."

.

Tenten: Katakan padaku.

Lee: Sekarang?

Tenten: Kau mau kubunuh ya?

Lee: *blush* mm...you're an angel. Muah...

Tenten: Coba yang lain. Kata-katamu betul-betul kelewat basi.

Lee: Maksudmu?

Tenten: 'Aku tahu kau suka padaku. Apa kau mampu menyatakannya dengan bahasa yang dapat melelehkanku? Aku mau dengar.'

Lee: T-tenten!

Tenten: Sudahlah, lakukan saja.

Lee: Tapi, Tenten...

Lee: Tenten? Kau masih hidup kan? Kau sedang kegiatan klub ya?

...

Kakashi berkedip. 'What in the seven layers of hell...'

Lee dan Tenten? Mereka? Berdua? Pacaran?

Dengan lelah ia meletakkan Iphone Tenten di mejanya. Tangannya menjepit batang hidungnya, memijat pelan urat-urat tegang dekat syaraf matanya. Entah kenapa dia nggak suka dengan ini. Ada rasa seperti duri menusuk; rasa tidak suka. Aneh.

Grek!

Reflek Kakashi membuka kelopak matanya yang terasa agak berat ke arah pintu , sama sekali tidak menyangka akan melihat orang yang baru saja berada di pikirannya. Apakah ini takdir?

Bah, seperti Neji saja.

"Tenten-san?" Kakashi agak terpana melihat gadis kesayangan Gai-sensei satu itu. Rambutnya yang coklat tidak seperti biasa diurai, dan ternyata panjangnya mencapai daerah pinggangnya. Matanya coklat tua mengkilat terkena sinar jarang dari jendela ruangan Kakashi yang tertutup korden menyipit silau. Alisnya turun menampakkan ekspresi tidak senang. "Gah! What kind of room is this exactly? I hardly can squint to spot anything!"

Kakashi menggelengkan kepalanya sambil menutup mata. 'What am I thinking?'

Mata Tenten yang sudah terbiasa dengan gelap naujubileh-nya ruangan Kakashi menangkap sesuatu, mencolok, bentuk kotak dan bersinar. "Iphone-ku!" pekiknya.

Tenten berlari ke arah meja Kakashi, berusaha menyambar handphone tercintanya dari atas meja yang jauh dari kata rapi. Tapi sayangnya Kakashi lebih sigap. "Gimme that!"

"Sorry, no can do."

"You-you were reading my messages!" teriaknya panik saat ia melihat balon-balon pesan di screen Iphone-nya. "That's a privacy tresspassing!"

"It's not. I'm confiscating it." hidung Kakashi mengendus diam-diam, bau khas Tenten yang meraih-raih hapenya dengan perut diatas mejanya memenuhi indra penciumannya yang tajam seperti anjing. Tangan diatas kepala memegang Iphone agar Tenten tidak bisa mendapatkannya, tanpa sadar Kakashi semakin menjauhkan diri dari meja dimana Tenten tersaji dengan pelan-pelan mendorong kursi ber-rodanya dengan lutut. Bau tubuhnya entah kenapa membuat Kakashi seperti akan kehilangan kendali, kalau dia lebih mendekat lagi-"I said, gimme that!" ujung-ujungnya, lutut Tenten pun akhirnya naik ke atas meja. Mata Kakashi terbelalak melihatnya. Atau malah...justru rok pendek Tenten yang terangkat yang menarik perhatian si guru mesum itu. "Tenten-san! You shouldn't act like this! Act more like a girl!"

Terdengar suara samar 'ctek' di dahi Tenten. Ah, paling ada syaraf yang putus lagi.

"Like Sakura, you mean?" sahutnya geram.

Kakashi berkedip. "...yeah, just like her."

"Then no way in hell!"

Kakashi sekali lagi terpana, si Nobody Girl Tenten ternyata bisa merutuk di depan guru. Tapi yang lebih membuatnya terpana adalah: Tenten had actually leaped over the desk to retrieve her Iphone. "Ha! In your face, sensei!"

Spontan Kakashi beranjak dari kursinya, membentangkan tangan tanpa pikir panjang.

Bruk!

Benar saja, gadis itu jatuh ke pelukannya.

Dan saat itu juga bau khas tubuh Tenten mengisi relung paru-parunya.

Oh, my.

And did her body felt delicious when it made a friction against his?

Not good.