28
An EXO fanfiction
HunKai
Rating: T-M
Pairing: Sehun X Kai, Choi Minho X Kai
Warning: BL, M-preg
Cast: Kris Wu, Oh Sehun, Kim Jongin, Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Choi Minho, Kim Jummyeon, Luhan, Krystal Jung, Lee Sungmin
Halo semua saya kembali dengan cerita HunKai terbaru, tebar bon utang. Hehehe Intinya Jongin umur dua puluh delapan tahun dan Sehun umur tujuh belas tahun, tapi bayangin Sehun udah kekar seperti sekarang hehehe.
BAB SATU Anak Menyebalkan
Hari Sabtu pagi dan seorang Kim Jongin, pengusaha sukses ini hanya ingin bergelung di dalam selimutnya, bermalasan dan bangun pukul sebelas siang. Tapi tetangga badungnya yang baru berusia tujuh belas tahun sudah membuat kepalanya pusing. Membunyikan bel pintunya dengan nyaring atau bisa disebut brutal, setiap Sabtu dan Minggu tetangganya itu selalu mengganggu ketenangan hidupnya sejak setahun terakhir. "Ah ya ampun apa dia tidak memiliki pekerjaan lain?" sambil menggerutu Jongin menendang selimutnya kemudian bangun.
Terseok setengah sadar dan hampir menabrak pintu kamar, beruntung jidat dan hidung minimalisnya masih selamat karena kesadarannya kembali di saat yang tepat. Jongin berjalan malas menuju pintu rumahnya setelah menuruni anak tangga dan jangan lupa dia juga nyaris terjungkal. Benar-benar tetangga kurang ajar tak tahu adab yang mengganggunya.
Malas, Jongin memutar knob pintu dan menarik daun pintu kedalam. Anak laki-laki yang beberapa senti lebih tinggi darinya, berambut pelangi, dan memiliki kulit terlalu putih. "Ah Hyung kau bahkan belum mencuci mukamu?! Jelek sekali!" pekik anak badung itu dramatis.
"Pergilah Sehun." Balas Jongin sambil mengibas-ngibaskan tangan kanannya dengan gaya mengusir anak anjing.
"Aku datang ke sini karena aku peduli dengan kesehatanmu Hyung, ayo lari-lari pagi."
"Malas."
"Ah bagaimana kalau bersepeda saja?" Jongin menggeleng cepat. "Aku akan memboncengmu." Jongin masih menggeleng. "Baiklah kalau begitu bagaimana kalau berjalan-jalan? Olahraga baik untuk kesehatan jantung Hyung."
"Aku tidak jantungan."
"Tapi Hyung mudah sekali terkejut."
Astaga, Jongin ingin sekali menyumpal si anak berambut pelangi, tetangga badungnya yang entah mengapa memiliki banyak penggemar karena banyak sekali perempuan cantik dan laki-laki tampan yang selalu mengunjungi rumah keluarga Oh, tapi si bocah badung tak membukakan pintu. Sudah menyebalkan dan berperilaku buruk, ingatkan Jongin untuk tak lupa berharap jika dirinya tak menginginkan anak model Sehun. Bahkan Jongin tidak memikirkan tentang berkeluarga.
"Aku tidak tertarik pulanglah aku mau tidur lagi." Ucap Jongin bersiap menutup pintu rumahnya kembali namun Sehun menahannya. "Apa yang kau inginkan?" desis Jongin.
"Mengajak Hyung berolahraga."
"Aku-tidak-mau." Ulang Jongin penuh penekanan kemudian memutar tubuhnya dan berjalan memasuki rumahnya kembali, lupa menutup pintu atau lebih tepatnya percuma saja menutup pintu karena Sehun akan menahan pintu rumahnya dan menerobos masuk.
"Hyung sebaiknya kau cuci muka, menggosok gigi, kau sudah sarapan? Aku bisa membuat sarapan yang sederhana, atau kau punya sereal? Itu lebih cepat dan gizinya cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisimu."
Jongin sangat mengantuk karena pekerjaan yang menumpuk dan Sehun si cerewet sama sekali tak membantu, kepalanya semakin pening dan kini berdenyut. Tolong! Jongin butuh aspirin atau mungkin kain penyumpal untuk mulut korslet Sehun. SRAK! BRUGH! "Aw!" dan karpet sialan menambah pagi menyebalkan Jongin.
"Hyung kau baik-baik saja?!" Sehun memekik panik sambil melingkarkan tangannya pada pinggang Jongin menolongnya untuk berdiri. Demi apapun, Jongin baru saja tersandung karpet, dan dahinya berciuman dengan lantai keras, apa itu terdengar baik-baik saja?! Lalu menolong orang dengan melingkarkan tangan di pinggang?! Apa tidak ada cara lain seperti menarik bagian tubuh lain, tangan misalnya? "Dahi Hyung merah, akan aku ambilkan es batu untuk mengompres."
"Sehun!" Jongin memekik jengkel. "Aku mohon, aku butuh tidur. Aku baru tidur pukul tiga pagi dan kau datang memencet bel pintuku dengan brutal di jam…,"
"Tujuh pagi." Potong Sehun. Berikutnya pemuda berambut pelangi itu berdiri dari posisi jongkoknya. "Maaf, aku pergi dulu."
Ah tatapan itu, Jongin paling tidak bisa jika ditatap seperti itu. Tatapan penuh penyesalan dan entahlah tatapan rasa bersalah dan memelas. "Aku butuh tidur jika kau mau bermain di sini kau boleh tinggal."
"Benarkah Hyung?!" tatapan memelas dari Sehun seketika berubah berbinar, Sehun itu benar-benar setan seharusnya Jongin sadar betul karena bukan sekali ini ia tertipu.
"Ya, tapi jangan ganggu tidurku." Ucap Jongin sebelum bangkit dari posisi duduknya dan berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Jongin melempar tubuhnya kembali ke atas ranjang tempat tidur. "Ahhhh…., benar-benar sangat nyaman." Gumam Jongin keenakan dan dengan cepat Jongin tertidur kembali.
.
.
.
Puas berhibernasi akhirnya si beruang manis alias Kim Jongin perlahan mulai menemukan kesadarannya, keluar dari alam mimpi kembali ke alam nyata. Jongin sudah merancang rencana yang akan ia lakukan setelah ini, yaitu bangun dari tempat tidur, merapikan tempat tidur, mandi, dan mengisi perut kosongnya, setelah itu bermalasan. "Ah! Apa ini?!" Jongin terkejut melihat lengan yang melingkari perutnya. Jongin menoleh ke belakang dan melihat si bocah badung rambut pelangi. "Sehun!" Jongin memekik jengkel kemudian menarik lepas tangan Sehun dari perutnya.
"Hyung santai saja." Balas Sehun dengan suara serak khas bangun tidur.
Jongin melompat turun dari ranjangnya dan menunjuk Sehun dengan histeris. "Ka—kau bagaimana caramu bisa masuk?! Sejak kapan kau tidur di ranjangku?!"
"Jongin hyung sudah aku katakan biasa saja, jangan memasang wajah histeris seperti itu, aku kan bukan setan. Pintu kamar Hyung tak terkunci."
"Kau memang setan!" pekik Jongin sebelum berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Sehun menuju kamar mandi. BRAK! Jongin membanting pintu kamar mandi dengan kasar. Sehun memutar kedua bola matanya dengan malas.
Sehun turun dari ranjang dan berjalan mendekati lemari pakaian Jongin atau lebih tepatnya mendekati sebuah potret yang tergantung di samping lemari pakaian Jongin. "Siapa dia?" desis Sehun mengamati foto Jongin dengan seorang laki-laki, berangkulan, terlihat bahagia, dengan laut lepas sebagai latar belakang. "Mengganggu saja." Ucapnya kedua tangannya terjulur untuk menurunkan potret itu dari dinding.
BRAK! Pintu kamar mandi kembali terbuka dengan kasar tampaknya Jongin benar-benar kesal, karena jika suasana hatinya sedang baik dia akan menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk mandi dan sekarang bahkan belum genap sepuluh menit. Sehun hapal karena ini bukan sekali dua kali dia mengunjungi rumah Jongin. "Kau belum pergi dari kamarku juga?!" Jongin memekik marah. Sehun menoleh ke kanan menatap Jongin dengan tatapan tajam. "A—apa-apaan tatapan itu?" baiklah Jongin lumayan takut sekarang.
Tujuh belas tahun tapi Sehun lebih tinggi darinya dan tubuhnya juga lebih kekar, Jongin heran makanan seperti apa yang Sehun konsumsi. "Foto siapa ini?" desis Sehun.
"Fotoku tentu saja, ada wajahku di sana masa kau tidak lihat." Balas Jongin asal, mengabaikan rasa gugupnya di bawah tekanan tatapan tajam Sehun.
"Lalu laki-laki yang merangkulmu ini siapa?"
"Bukan urusanmu." Balas Jongin mengacuhkan Sehun sambil mengeringkan rambutnya yang masih setengah basah. PYAR! Kedua mata Jongin membulat sempurna, Sehun membanting frame fotonya bersama Suho. "Sehun!" Jongin berteriak kesal. "Apa yang kau lakukan?! Jika ibuku tahu aku bisa dipenggal!"
"Aku tidak peduli." Jawab Sehun dingin.
"Itu foto yang diambil ibuku saat kami liburan keluarga ke Jeju!" Jongin semakin panik tapi dia tidak berani mendekat karena pecahan kaca, dan dirinya termasuk orang ceroboh pasti nanti dirinya akan terluka. Level kemarahan Sehun sudah berada di tingkat tertinggi, bahkan laki-laki menyebalkan itu sudah berlibur bersama Jonginnya, ya Jonginnya. Sejak pertama melihat Jongin, Sehun sudah menetapkan laki-laki yang berjarak sepuluh tahun lebih tua darinya itu sebagai miliknya.
Kim Jongin milik Oh Sehun, dan siapapun yang berani mendekati Jongin mereka harus siap-siap mati. "Kenapa berdiri diam di sana?! Bantu aku membersihkan semua pecahan kaca ini!"
"Tidak." Balas Sehun singkat.
"Aduh aku bisa kena masalah besar, ibuku paling tidak suka jika karyanya tidak dihargai." Racau Jongin.
"Kim Jongin."
"Apa?! Dan hei! Aku lebih tua darimu bocah badung!"
"Siapa laki-laki itu?"
"Kenapa kau peduli."
"Kau milikku."
"Sejak kapan?! Jangan gila." Dengus Jongin iapun beralih pada meja kerjanya dan mengambil koran bekas. Jongin berjongkok dan mulai mengumpulkan pecahan kaca yang berserakan. "Aku lebih tua sepuluh tahun darimu, aku bukan pedofil." Racau Jongin sambil memindahkan pecahan-pecahan kaca ke atas koran bekas. "Ah!" Jongin memekik saat pecahan kaca menggores ujung jari telunjuknya. "Aku tidak mau melakukan ini." Ucapnya kemudian melompat menaiki ranjang.
Berjalan di atas ranjang tempat tidur dan melompat ke sisi lain ruangan. "Akan aku hubungi bibi Ma." Ucap Jongin seolah Sehun tak ada di kamarnya. "Astaga!" pekik Jongin saat kaos belakangnya ditarik oleh seseorang, dan seseorang itu tentu saja Oh Sehun. "Sopanlah sedikit Sehun!" Jongin benar-benar akan mengalami penuaan dini jika berhadapan dengan bocah badung macam Sehun ia lepaskan tangan Sehun dari kaos bagian belakangnya.
"Aku hanya bertanya siapa laki-laki itu?"
"Bocah gila. Rambut pelangi, bukannya keren rambutmu itu mirip permen!" Balas Jongin sebelum beranjak pergi meninggalkan Sehun, kali ini Sehun tidak menarik kerah kaosnya. Jongin bergegas membongkar kotak obat, mencari plester luka. Baiklah, Kim Jongin tidak suka darah atau lebih tepatnya sangat membenci darah.
Jongin berdiri di belakang wastafel meletakkan jari telunjuknya yang tergores kaca di bawah kran air. Jongin sedikit meringis melihat warna merah darah yang keluar dari sayatan kulitnya, meski hanya sedikit tetap saja darah. "Aku benci….," kalimat Jongin terhenti saat seseorang menarik tangannya. Sehun, tentu saja Sehun hanya Sehun yang ada di rumahnya sekarang.
Sehun menarik Jongin menyuruhnya duduk di meja makan. Membersihkan jari basah Jongin dengan kapas, kemudian menutupnya dengan plester luka. Sehun tidak tersenyum, ini pertama kalinya Jongin melihat si bocah badung memasang tampang serius. "Kim Junmyeon. Di kakakku, kakak kandungku, dan aku tidak mau mendengar jika kau mulai mengejek kenapa kakakku putih, kenapa dia pendek, kenapa kami tidak mirip. Maaf aku tidak bisa menjawabmu karena kedua orangtuaku juga tidak bisa menjawab." Jongin mengumpat dalam hati, baiklah kenapa dirinya harus mengatakan semua ini kepada Sehun?!
"Jadi—itu kakak laki-lakimu?" Jongin mengangkat wajahnya menatap Sehun yang sudah memasang tampang konyol seperti biasa, cengiran khas anak badung.
"Kenapa wajahmu tiba-tiba berubah?!" Jongin memekik histeris sambil menarik tangannya dari genggaman Sehun. "Memang kenapa jika Suho bukan kakak kandungku?" Sehun kembali memasang tampang datar dinginnya. "Mulai lagi, pulanglah Sehun kau ditunggu ibumu." Ucap Jongin sambil membuang bungkus plester luka dan kapas basah ke dalam tempat sampah plastik mungil.
"Aku tidak mau pulang. Ayah dan ibuku ada di luar negeri, apa Hyung lupa jika aku tinggal seorang diri dan Hyung dititipi aku. Jongin hyung jaga aku ya." Sehun tersenyum lebar.
"Kau tidak tinggal sendiri bocah, apa kau lupa dengan kakakmu. Kris."
"Aku tidak merasa memiliki kakak bernama Kris."
"Durhaka…," desis Jongin. "Pulanglah aku kelaparan."
"Memang ada hubungannya perut lapar dan kepulanganku?" Sehun bertanya sambil mengekori Jongin.
"Tentu saja ada, jika kau tetap di sini aku tidak bisa keluar."
"Keluar membeli makanan?"
"Ya, memangnya mau berenang?!" dengus Jongin. "Sudah tahu perutku lapar."
"Aku ikut Hyung."
"Tidak! Pulanglah Sehun, kau sudah cukup membuat kepalaku pening hari ini."
"Baiklah kalau begitu Hyung aku pulang dulu."
"Apa?!" pekik Jongin tak percaya jika Sehun menurut begitu saja, biasanya anak badung itu akan bersikeras untuk tetap tinggal.
"Kenapa terkejut seperti itu? Hyung tidak suka jika aku pulang? Hyung ingin ditemani? Katakan saja aku dengan senang hati akan menemani Jongin hyung." Mulut Jongin hanya menganga mendengar kalimat Sehun yang terdengar menggelikan. Sehun berjalan mendekati Jongin menatap Jongin dengan tatapan—hmm—menggoda.
"Tidak!" Jongin memekik cepat. "Pulanglah aku benar-benar harus pergi." Ucap Jongin cepat kemudian melangkah panjang-panjang meninggalkan Sehun menuju kamar, mengambil mantel, dan syal.
"Hyung jangan sampai menginjak pecahan kaca!" Sehun memekik sekuat tenaga, tentu saja dia merasa cemas Jongin itu cukup ceroboh.
"Jongin! Ah maaf kau bukan Jongin." Sehun memutar tubuhnya melihat laki-laki berpostur tinggi dengan senyum konyol berjalan mendekat.
"Bagaimana kau bisa masuk?" Sehun bertanya tanpa sopan santun baiklah dirinya memang anak badung dan terserah orang lain mau menilai apa.
"Pintu di depan dibuka dan aku sudah memiliki janji dengan Jongin untuk makan siang bersama."
"Jongin tidak ada."
"Ah benarkah?!" laki-laki bersenyum konyol itu menatap Sehun tak percaya.
"Benar Jongin tidak ada." Balas Sehun mantap.
"Kalau boleh tahu kau siapa?"
"Kau siapa?" bukannya menjawab Sehun justru bertanya balik.
"Chanyeol hyung!" pekikan Jongin membuat Sehun menoleh cepat ke belakang. Jongin berlari kencang menghampiri Chanyeol kemudian memeluk Chanyeol tanpa mengindahkan tatapan membunuh Sehun.
"Wah kau sudah siap?!" Jongin mengangguk manis dan Sehun sepertinya sudah siap untuk meledak kapan saja. Jongin melepaskan pelukannya dari Chanyeol dia memiliki ide brilian untuk memberi pelajaran pada Sehun. Padahal seluruh dunia tahu Chanyeol pacar Baekhyun kecuali Sehun, dan Chanyeol hanya menyayangi Jongin sebagai adik, Jongin juga sangat dekat dengan Baekhyun.
"Sehun kenalkan dia Park Chanyeol, kekasihku." Chanyeol ingin protes namun Jongin mencubit pinggang kirinya.
Sehun benar-benar meledak tapi dia bisa menahan diri. "Ah, saya Sehun senang berkenalan denganmu Hyung maaf saya tidak sopan tadi, karena wajah Hyung terlihat seperti anak SMA. Aku tetangga Jongin hyung kami sering bermain bersama."
"Kapan kita pernah bermain bersama Sehun? Hari-hariku selalu diisi dengan berbagai cara untuk menyingkirkanmu!" Pekik Jongin di dalam hati namun dia menampilkan senyuman manisnya.
"Benarkah?!" Chanyeol memekik pelan mendengar ucapan Sehun kemudian tertawa konyol.
"Bahkan tawanya juga konyol mati saja kau Chanyeol!" Maki Sehun di dalam hati. Sehun mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan, dia tersenyum imut saat Chanyeol menerima jabat tangannya. "Semoga hari kalian menyenangkan." Sehun berucap ramah. "Jongin hyung aku pulang dulu ya, selamat siang."
"Selamat siang." Jongin membalas ramah merasa puas dan yakin jika kali ini Sehun akan berhenti mengganggunya. Jongin dan Chanyeol berdiri di tengah ruangan sampai Sehun benar-benar pergi dan pintu rumah Jongin kembali tertutup.
"Itu Sehun yang selalu mengganggumu dan selalu kau ceritakan pada kami?"
"Ya."
"Kurasa dia sangat imut."
"Imut dari mana?!" dengus Jongin. "Matamu kurang lebar jika melihat bocah badung itu imut. Aku ini dua puluh delapan tahun dan diganggu remaja ababil belia! Ah ya ampun hidupku malang sekali Hyung."
"Makanya cari pacar." Ucap Chanyeol.
"Sudah ayo pergi ke restoran aku sudah lapar dan aku yakin Baekhyun hyung sudah menerormu."
"Kau benar. Ayo kau ikut mobilku saja nanti aku antar."
"Terimakasih Hyung karena kau menyetir aku bisa menghubungi bibi Ma."
"Apa rumahmu sudah kotor lagi?"
"Tidak tapi Se—ah aku menjatuhkan frame foto. Hyung tahu aku ceroboh dan membersihkan pecahan kaca pasti membuatku terluka." Jongin memberi penjelasan pada Chanyeol dan dirinya hampir menyebut jika Sehun yang memecahkan frame foto pajangannya.
"Ya, kau sangat ceroboh dan aku yakin jari telunjukmu yang diplester luka itu karena kau mencoba untuk membersihkan pecahan kaca sendiri." Jongin hanya tersenyum lebar mendengar kalimat Chanyeol.
.
.
.
BRUAK! "Sehuuuuuunnnn! Tenang sedikit!" Kris memekik penuh amarah kepalanya sudah penuh dengan tugas-tugas kuliah dan sekarang adiknya pulang dengan rusuh setelah main seharian.
"Chanyeol mati saja kau!" Kris semakin pening bukannya tenang adiknya justru berteriak lantang.
"Sehun apa masalahmu?! Ya ampun tenanglah sedikit, apa kau tidak tahu betapa menderitanya mengerjakan skirpsi?!" Kali ini Kris benar-benar meledak.
"Apa?!" Sehun menatap kakaknya dengan tajam, menantang, amarahnya juga memuncak sekarang, persetan dengan skripsi Kris karena Jonginnya diambil menara sutet dengan senyum konyol dan gigi putih bintang iklan pasta gigi.
"Sudahlah." Balas Kris memilih berdamai dan duduk kembali menekuni laptopnya. Dulu dia memang meremehkan Sehun, ternyata Sehun memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding dirinya, diam-diam Sehun ikut kelas Karate dan memegang sabuk hitam.
"Aku harus merebut Jonginku." Ucap Sehun penuh tekad sebelum menghilang ke dalam kamarnya.
"Sehun kau belum makan sama sekali!" Kris berteriak namun tentu saja Sehun tak akan peduli, Sehun sudah dibutakan oleh Jongin. Jongin memang menarik dan Kris sempat jatuh cinta tapi dahinya harus dijahit empat karena menyukai Jongin. Sehun membantingnya ke jendela setelah dirinya membuat pengakuan menyukai laki-laki manis tetangga mereka setahun terakhir ini. "Siapapun laki-laki bernama Chanyeol semoga kau selamat menghadapi adik setanku." Gumam Kris disela kesibukannya mengetik.
.
.
.
"Hyung jangan tinggalkan aku." Rengek Jongin, sial sekali Baekhyun kumat manja dan meminta Chanyeol untuk mengantarnya pulang.
"Maaf Jongin naiklah taksi."
"Bukan masalah itu, taksi hanya mengantar sampai gerbang perumahan dan tengah malam perumahan pasti sudah sepi Hyung….,"
"Hubungi saja pacarmu Jongin!" Baekhyun memekik tidak sabar. Ia langsung menarik tangan Chanyeol, dan Chanyeol tentu saja menuruti kekasih mungilnya sambil melempar tatapan permintaan maaf kepada Jongin.
Kim Jongin. Dua puluh delapan tahun, pengusaha sukses, cerdas, takut darah, takut gelap, takut sendirian kecuali di rumahnya, dan jomblo akut. Jomblo sejak tahun kedua SMA. "Aku tidak punya pacar Hyung!" pekik Jongin berharap agar Baekhyun mengijinkannya menumpang namun nihil.
Menekan rasa kesal dan gengsinya. Jongin memutuskan untuk menghubungi Sehun. Satu-satunya orang yang ia kenal yang tinggal satu kompleks perumahan dengan dirinya. Awalnya Jongin ingin makan siang saja bersama Chanyeol dan Baekhyun, tapi sepasang kekasih aneh itu menyeretnya untuk belanja, menonton bioskop, makan malam, dan pergi karaoke. "Sahabat durhaka." Gerutu Jongin sambil merapatkan mantel dan membenahi letak syalnya.
"Ya Hyung." Jongin terkejut hanya dua kali nada sambung dan Sehun langsung menjawab panggilannya.
"Aku ingin meminta tolong padamu, tapi kalau kau sibuk tidak apa-apa."
"Apa Hyung katakan saja."
"Aku ada di Boston kafe…,"
"Dimana kekasihmu?!" Ketus Sehun.
"Dia….," Jongin sedang mencari alasan namun alasan belum didapat dia sudah bersin duluan. "Hatchi!" Jongin tidak tahan dengan suhu dingin.
"Aku akan menjemputmu."
"A—apa?!" pekik Jongin. "Sehun benarkah kau….," Jongin mendesis saat disadarinya jika Sehun sudah tak lagi tersambung. "Dasar bocah." Jongin memaki pelan.
Jongin menoleh ke belakang memandangi kafe yang sudah tutup dan jalanan mulai lengang karena dirinya memang tidak berada di pusat kota Seoul. Jongin kembali merapatkan mantelnya, seluruh wajahnya ia tenggelamkan di syal lebarnya. "Ah hebat," gerutu Jongin saat butir-butir salju mulai turun dari langit. "Jika aku kena flu besok, ini kesalahanmu Park."
Lima belas menit kemudian motor sport putih berhenti di hadapan Jongin. Kening Jongin langsung berkerut saat si penunggang motor turun dan melepas helm. Sehun?! "Sehun?" Sehun tak menjawab. "Kenapa rambutmu berubah putih?"
"Tentu saja aku mengecatnya, memang rambutku bisa putih alami?"
"Kurasa bisa karena kau keseringan mengubah warna rambutmu, lalu rambutmu rusak dan berubah menjadi putih lebih awal."
"Hyung berharap aku tua lebih cepat?" Jongin tak menjawab hanya mengendikkan bahu seenaknya. "Baiklah, ayo naik hidungmu sudah merah bisa-bisa Hyung terkena flu." Sehun memakai helm putihnya kembali kemudian menaiki motornya sementara jongin masih berdiri mengamati Sehun, tak percaya. Bocah badung bisa terlihat—keren malam ini. "Hyung!" pekik Sehun sambil menyodorkan helm berwarna hitam kepada Jongin. Ragu-ragu Jongin menerima helm itu. "Itu masih baru belum pernah ada yang memakainya jadi tenang saja, tidak bau." Sehun menjelaskan dengan cepat.
"Bukan itu masalahnya….,"
"Cepat naik." Potong Sehun.
Sehun terlihat keren, motornya juga keren, tapi motor ditengah musim dingin itu menyebalkan rasanya. Suhunya beku dan kemungkinan dirinya untuk terkena flu naik dua kali lipat. Jongin langsung menggeleng cepat. "Tunggu aku di depan gerbang perumahan, aku naik taksi saja. Naik motor itu dingin." Jongin berucap cepat kemudian meletakkan helm di tangannya ke atas tangki bahan bakar motor Sehun.
"Hyung! Jongin hyung! Jongin!" pekik Sehun mencoba memanggil Jongin yang sudah melenggang pergi meninggalkannya. Sehun menyalakan motornya dan berniat untuk mengejar Jongin namun menyebalkan sekali Jongin sudah masuk ke dalam taksi. "Sial!" umpat Sehun tahu seperti ini dia akan curi mobil Kris. Dan pada akhirnya menahan marah Sehun mengendarai motor mengikuti taksi yang dinaiki Jongin. Padahal dia sudah membayangkan akan membonceng Jongin, menaikkan kecepatan motor, Jongin memeluk pinggangnya, dada Jongin berhimpitan dengan punggungnya. Astaga! Memikirkan semua hal indah yang gagal itu rasanya Sehun ingin menghajar seseorang, Chanyeol atau Kris.
Dua puluh lima menit kemudian Jongin sampai di depan gerbang perumahan tempat tinggalnya. Taksi dan kendaraan umum memang dilarang memasuki kawasan perumahan padahal menurut Jongin itu lumayan menyebalkan, saat seseorang membeli banyak barang contohnya. Jongin turun dari taksi saat dirinya berbalik dia melihat Sehun sudah menunggunya di tempat yang ia perintahkan tadi.
"Apa Hyung berniat berjalan dari gerbang perumahan ke tempat tinggal Hyung?"
"Tidak masalah jaraknya tidak jauh." Balas Jongin.
"Motorku berat Hyung aku tidak mau menuntun motorku kalau Hyung tidak mau naik aku tinggal saja."
"Sehun tidak!" pekik Jongin sambil berlari cepat menghampiri Sehun yang sudah siap di atas motornya. Perumahan sangat sepi sekarang, benar-benar horror Jongin tentu tak berani berjalan seorang diri. Sehun tak menjawab. "Aku naik ya?" Jongin bertanya canggung takut jika Sehun marah. Sehun hanya mengangguk pelan padahal dia tersenyum di balik helm yang ia kenakan.
Jongin tidak mengenakan helm karena jaraknya cukup dekat, tapi angin malam benar-benar dingin dan si anak badung memacu motornya lumayan kencang. Jongin merapatkan syalnya dan tanpa sadar memeluk pinggang Sehun. "Pelanlah!" pekik Jongin. "Dingin bodoh!" sambung Jongin belum menurunkan kadar kekesalannya. Sehun tak membalas dia diam dan menikmati pelukan Jongin pada pinggangnya meski mereka akan lebih cepat sampai jika dirinya tak mengurangi kecepatan motor.
Sehun menghentikan motornya tepat di depan pagar rumah Jongin. Jongin melompat turun dari motor. Sehun melepas helmnya menatap wajah Jongin lekat-lekat. "Terimakasih Sehun." Ucap Jongin tulus.
"Hmmm, dimana kekasihmu itu?" Jongin menggigit pelan bibir bawahnya jika Sehun tahu yang sebenarnya tanpa mendengar langsung dari mulutnya pasti dirinya akan ditertawai.
"Dia bukan kekasihku. Aku hanya mengerjaimu." Balas Jongin sebelum memutar tubuhnya dan mendorong pagar rumahnya menghilang dari hadapan Sehun.
"Kim Jongin menyebalkan," Sehun menggerutu pelan namun dia tersenyum dan memutar motornya untuk pulang.
.
.
.
"Kris hyuuuuuunggggg…," Sehun memanggil nama kakak laki-lakinya dengan merdu membuat Kris yang masih berkutat dengan laptopnya untuk mengerjakan skripsi langsung merinding.
"Apa yang terjadi padamu?!" pekik Kris tiba-tiba melupakan skripsinya. Meski mirip setan bagaimanapun Sehun adalah adik kandungnya dan jika terjadi sesuatu kepada Sehun, Kris bisa dimintai tanggung jawab oleh kedua orangtuanya.
Sehun tak menjawab pertanyaan Kris, dia justru menghampiri Kris dengan senyum lebar menghiasi wajah tampannya. Sehun memeluk Kris dengan erat dan tidak sampai disitu bahkan Sehun mencium pipi kiri Kris sebelum melenggang pergi masih dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
"Adikku gegar otak!" Kris berteriak histeris sementara sang adik merasakan hatinya berbunga-bunga dan jantungnya berdebar kencang tak peduli dengan teriakkan sang kakak atau kecemasan sang kakak. Ah di hari biasa Sehun juga tak peduli dengan Kris sebenarnya.
TBC
