Original Story belong to Skylar Otsu

Re-write by Christal Alice

Moonrise (I'm Yours)

Pair : KrisTao

Fandom : Ex/EXO's member and other

Genre : Drama/Romance/ Hurt Comfort/Smut scene/ Mpreg

Disclaimer : Judulnya di ambil dari tema lukisan Van Gogh yang berjudul sama

.

©KrisTao©

.

Tao's POV

Kalian…

Ah tidak, tetapi aku. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku cari di dunia ini. Apa yang aku inginkan, apa yang aku miliki, apa yang aku raih, semuanya terlihat buram―abu-abu di mataku. Saat ini aku tidak memikirkan apa pun dan aku tidak berharap akan apapun. Apa yang terjadi padaku nanti, maka itulah hidupku

Aku Huang Zi Tao, laki-laki berusian tujuh belas tahun. Aku sudah tidak mengenyam pendidikan SMA saat ini karena kondisi fisikku yang tidak memungkinkan. Ya, aku menderita gagal jantung. Hingga saat ini aku dapat bertahan hidup pun merupakan suatu keajaiban yang tidak pernah aku minta.

Tapi, entah bisa disebut beruntung atau tidak, aku selalu saja bernasib baik selama ini. Padahal kondisi keluargaku jauh dari kata 'baik-baik saja'. Ayah dan Ibu selalu ribut dengan masalah yang sama, perdebatan yang sama dan jujur saja aku bosan melihat mereka seperti itu. Aku hanya heran, apa mereka tidak malu ? Bahkan mereka juga pernah bertengkar di Rumah Sakit, di mana aku di rawat.

Permasalahan utamanya, adalah perihal biaya Rumah Sakit. Aku tidak keberatan sama sekali jika memang harus keluar dari sana. Tapi pihak dokter dengan tegas melarang, karena kondisi fisikku tentu saja.

Dan hari di mana aku tidak sengaja menunjukan hasil lukisan yang aku buat selama di rawat—ah ya, aku sangat mahir dalam melukis―di Rumah Sakit pada dokter yang merawatku, ia tertarik dan membelinya. Sejak saat itu, banyak orang-orang di Rumah Sakit yang tahu bahwa aku mahir dalam menggambar di atas kanvas. Mau tidak mau, aku menunjukan hasil lukisanku yang sudah tersimpan dalam format foto di ponsel. Salah seorang perawat yang mengurusku memperkenalkan aku pada seorang seniman, beliau menawarkanku untuk memamerkan karyaku di Gallery-nya.

Hasil karyaku cukup banyak di minati dan aku banyak mendapat pujian dari pelukis-pelukis ternama di China. Ayah dan Ibu sudah tidak mempermasalahkan biaya Rumah Sakit, karena uang hasil penjualan lukisan cukup untuk membayar semuanya.

Namun, keributan itu kembali terulang. Kali ini permasalahannya adalah kedua orangtua ku terbelit oleh hutang. Aku membantu membayarnya dengan uang tabunganku, tapi uang itu tidak cukup untuk membayar semuanya. Lagi-lagi aku yang menjadi korban dalam hal ini. Terancam keluar dari Rumah Sakit dan 'di jual' pada penagih hutang.

Aku sudah tidak bisa mengharapkan apapun saat itu, tapi lagi-lagi entah beruntung atau tidak. Seorang pria misterius memborong semua lukisanku. Aku kaget, apa ini semua tidak terlalu kebetulan ?

Ayah dan Ibu tidak puas dengan uang hasil penjualannya, sampai akhirnya aku dapat bertemu dengan pria misterius di Rumah Sakit tanpa sengaja.

Tampan adalah kesan pertama yang aku dapat saat melihat wajahnya. Tapi sikapnya sangat dingin. Salah satu perawat memberitahuku bahwa pria itulah yang membeli semua lukisannya. Rasa Maluku benar-benar tidak terbendung lagi saat kedua orang tuaku memperdebatkan sesuatu di hadapannya. Dan aku masih ingat, kalimat yang meluncur dari bibir pria itu.

"Dia kubeli, berapa harga yang kalian mau ?"

Bahkan sampai saat ini aku masih mengingat dengan jelas. Sekarang, aku benar-benar telah menjadi 'miliknya'. Tapi entah kenapa aku merasa senang dan aku mulai merasakan hal lain di hatiku.

Dia memang pria tampan yang angkuh, dingin dan cuek. Tapi di balik semua sifatnya itu, ia sangat peduli padaku. Aku hidup dengan nyaman di sampingnya, dan aku bertekad untuk meluluhkan hatinya yang sekeras batu.

Jika Moonrise yang dilihat oleh Vincent Van Gogh adalah rembulan jingga yang terbit di sebelah barat. Maka Moonrise untukku adalah dia. Dia adalah bulan yang menerangi gelapku, yang sedikit demi sedikit mulai tumbuh rasa cinta di hatiku untuknya.

Dia,Wu Yi Fan―Kris.

Tao's POV end

.

©KrisTao©

.

Jam sudah menunjukan pukul 12.00 tepat. Yang artinya sudah memasuki jam makan siang. Seperti biasa, di sebuah mansion besar bernomor 105 selalu terlihat sepi karena hanya dihuni oleh beberapa orang. Aroma wangi masakan yang berasal dari dalam dapur membuat seorang pemuda manis dengan lingkaran mata dibawahnya segera bergegas meninggalkan peralatan lukisnya yang terdapat di ruang santai lantai dua.

Dengan hati-hati Tao menuruni tangga putih rumah itu, tidak mau kejadian di mana ia terguling dari sana kembali terulang, akibat kecerobohannya dan berakhir dengan masuk Rumah Sakit serta omelan dari Kris. Pemuda manis itu melompat di anak tangga terakhir dan dengan langkah lebar menuju ke arah dapur.

"Bibi Mei sedang masak apa ?" Tao mengintip dari pinggiran pintu dapur.

Wanita paruh baya yang dipanggil Bibi Mei itu sejenak menghentikan adukan di dalam panci dan menoleh ke belakang punggungnya. "Astaga!Tao…kau sedang sakit, tidak seharusnya berada di sini." Wanita itu kaget dan buru-buru mematikan kompornya lalu menghampiri Tao.

"Aku sudah sembuh, Bibi. Tidak apa-apa" ujar Tao membela diri. Tapi sepertinya Mei tidak percaya dan mengecek kening Tao dengan punggung tangannya."Iya kan ?"

"Aku bisa dimarahi kalau Tuan Besar tahu akan hal ini" kata Mei sengaja menekan tiap kalimatnya.

"Kris ge tidak akan tahu kalau Bibi tidak laporan, 'KAN?"

Wanita paruh baya itu tertawa renyah lalu mencubit pelan pipi tembam Tao dengan gemas. "Anak nakal, tapi bukan berarti aku tidak akan bilang ya…"

"Ah Bibi!" Tao merengut lucu, menghentak kakinya kesal. Mei tertawa lagi.

"Ahahaha…oke, baiklah aku tidak akan bilang asal kau kembali ke kamarmu dan duduk manis di sana. Jangan coba-coba kembali melukis sampai obatmu benar-benar habis. Mengerti ?"

"Tapi kan—"

"Tao, jangan membantah." Ucap Mei final.

Tao mendengus kesal. "Lama-lama Bibi semakin mirip dengan Kris-ge, suka menindasku" gerutunya dan dengan langkah kasar beranjak dari pintu dapur. Mei hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah pemuda kesayangan Tuannya.

.

©KrisTao©

.

"Hei, ada apa dengan bos besar ? Auranya sejak pagi cukup menyeramkan"

"Bos memang pemarah, tapi beliau tidak pernah seperti ini sebelumnya kan ?"

"Aku takut masuk ke ruangannya"

"Semoga aku bisa pulang dengan tenang tanpa omelan darinya…"

Bisik-bisik semacam itu terus terdengar di setiap lantai. Para staff perusahaan Blue Line saat ini sedang menikmati jam makan siang mereka. Tapi tetap saja mereka masih dibayangi dengan amukan atasan mereka.

Seperti yang mereka bicarakan tadi, sang Direktur perusahaan itu rupanya tengah dilanda 'Bad Mood' hari ini. Entah kenapa sejak pagi pria berusia dua puluh enam tahun itu tidak berhenti untuk marah-marah. Bahkan saat ini, walau hanya duduk di ruangannya aura yang di pancarkan masih mengerikan. Seolah menjelaskan bahwa 'Mendekat = Bunuh'.

Wu Yi Fan, begitulah nama yang terukir di papan meja Ruang Direktur. Pria dengan surai pirang itu tampak duduk bersandar dengan kedua tangan menyilang di dada, namun raut wajahnya masih saja dingin. Entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu, yang jelas pikirannya sedang tidak berada di sana saat ini.

Kemarin...

"Bi, mana bir yang aku simpan di dalam kulkas semalam ?"

"Eh, memangnya tidak ada di sana Tuan ?"

"Kalau ada, aku tidak akan bertanya pada Bibi kan?"

"Ah ya, tapi saya juga tidak tahu Tuan"

"Lalu kemana ?"

"Coba Tuan tanya pada Tao saja"

"Baiklah"

"Kau lihat birku di lemari es ?"

"Tidak-hik"

"Birnya kau minum ?!"

"Hik-tidak! AKu hanya―"

"Hanya apa ?! Jelas-jelas kau mabuk!"

Tao tetap menggeleng kuat meski saat ini wajahnya tampak memerah. Kris mengeram kesal saat melihat kaleng bir di meja kamar itu.

"Sesukamu saja!"

Helaan napas kecil meluncur dari bibir Kris, tatapannya tidak lagi kosong. Tanpa banyak berpikir ia segera meraih tumpukan map berisi laporan mingguan dari bawahannya meskipun jam sudah menunjukkan jam makan siang. Kris tidak peduli karena memang seperti itulah dia.

Tapi saat ia hendak menggoreskan ujung pena ke sebuah dokumen yang harus di tanda tangani, iPhone hitam miliknya yang tergeletak di dekat tangannya bergetar pelan. Sejenak ia melirik ke arah layar smartphone itu dan meletakkan penanya.

1New Message

From: Bibi Mei

Subject: Saya akan pergi berbelanja

Note: Selamat siang Tuan, saya sudah menyuruh Tao untuk minum obat dan istirahat. Sekarang ia sedang tidur siang. Tuan Besar tidak perlu cemas.

Saya akan pergi berbelanja, apa ada yang Tuan inginkan?

To: Bibi Mei

Subject: Re: Saya akan pergi berbelanja

Note: Aku titip spaghetti dan kit-kat dan lebih baik Ini pulang naik Taxi.

Send.

Kris kembali meletakkan benda metalik itu dan kembali fokus pada dokumen-dokumen yang terpampang di atas mejanya.

Aku khawatir ?

.

©KrisTao©

.

Jarum jam dinding di Ruang Makan menunjukkan tepat jam 8 malam. Sudah lewat satu jam sejak jam makan malam. Hidangan makanan yang tertata rapi di atas meja kayu itu sudah tidak lagi mengepulkan asap tipis. Sementara seorang pemuda manis di sana tengah duduk di salah satu bangku tampak mengalihkan pandangannya dari buku yang di bacanya ke arah jam dinding.

"Kris-ge lama sekali ya Bi…" gumam Tao lesu sambil menopang dagu.

"Iya, tumben Tuan Besar datang terlambat"

"Apa Kris Kri-ge lembur ya?"

"Tidak kok, kalau lembur pasti akan memberitahu Bibi"

"Terus kenapa ?"

"Hm, mungkin ada sesuatu di kantor"

Tao menghela napas kecil, dengan hilangnya minat membaca ia kembali menatap buku yang terbuka di atas meja. Sebuah buku tipis yang berisi kumpulan-kumpulan dongeng. Padahal ia sudah berkali-kali membaca buku itu, tapi sepertinya Tao tidak pernah bosan membacanya.

"Kau benar-benar suka buku itu ya, Tao?" tanya Mei dengan senyum tipis yang menghiasi bibir keringnya.

Tao menegakkan cara duduknya, masih dengan memandang halaman buku yang terbuka ia mengangguk pelan. "Ini benda pertama yang diberikan Kris-ge untuk ku…"ujar Tao menerawang lalu tersenyum tipis.

Suara deru mesin mobil membuat Tao bangkit berdiri dengan cepat dan melangkahkan kakinya menuju ruang depan.

"Tao jangan lari! Kau bisa sesak napas" Mei sedikit berteriak.

Tapi Tao tak mempedulikan peringatan Mei dan terus melangkah cepat ke ruang tamu. Ia sudak akan menarik kenop pintu di depannya itu tapi seseorang telah membukanya terlebih dulu.

"Sedang apa?" tanya suara berat di depannya.

Tao mendongak cepat lalu terdiam. Ia selalu gugup jika sudah berhadapan dengan pria tampan yang kini berada di hadapannya.

"Tuan Besar tidak bilang kalau pulang telat" kata Mei, seolah memecah suasana aneh di antara kedua orang tersebut.

"Tadi ada keperluan mendadak, aku tidak sempat memberitahu"

"Kasihan Tao sejak tadi menunggu anda pulang" Mei sedikit mengedip pada Tao yang menatapnya protes.

Kening Kris berkerut samar. "Memang ada apa?"

"Tao ingin makan malam bersama anda"

"Kalian belum makan malam ?"

"Belum, kami menunggu anda"

"Sudah berapa kali kubilang, makan malam duluan saja kalau aku belum pulang" kata Kris mendesah kecil.

"Tao bersikeras untuk tetap menunggu anda"

Kris hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil melonggarkan dasinya.

"Ah..B-biar ku bawakan…" ucap Tao sambil mengulurkan tangannya kearah Kris. Tapi pria itu hanya melirik Tao sekilas dan malah memberikan tas kerjanya pada Mei yang berdiri di belakang pemuda manis itu.

"Aku ganti baju dulu" kata Kris sambil berlalu menuju tangga. Tao menghela napas lesu dan sedikit mengerucutkan bibirnya.

"Tuan Besar tidak membencimu Tao" ujar Mei seolah tahu apa yang di pikirkan pemuda manis itu.

Tao menggeleng lesu. "Apa namanya kalau tidak membenciku ?" tanyanya pasrah.

"Beliau hanya tidak mau kalau kau terlalu memaksakan diri. Sudah sana ke ruang makan."

Mei pun berlalu, menyusuri arah yang sama seperti Kris. Sementara Tao hanya berdiri sambil menunduk sedih dan akhirnya menuruti apa kata Bibi Mei barusan.

Sampai kapan Kris -ge terus mengacuhkanku ?

TBC

Fanfic ini ada 15 chapter termasuk Epilog dari author aslinya yaitu Skylar Otsu dan saat ini telah menjadi tanggung jawab saya untuk me re-write ulang kkk~, so jangan menuntut Skylar Otsu untuk fanfic ini. Kalau responnya positif , postingan akan saya lanjutkan hingga akhir.

Sankyuu~

Christal Alice