Kegelapan adalah suatu hal yang aneh, misterius, sekaligus menakjubkan.

Asa yang menyilaukan nan menghangatkan pun tertelan oleh-nya. Kenapa kegelapan begitu tamak? Tidak bisa kah dia diam sejenak. Cukup main-mainnya. Asa yang kini ku dekap erat. Ku lindungi dengan segalanya.

Kenapa?

Kenapa. Kenapa asa ini berbalik menyerang? Aku. Aku kecewa padamu.

Lihat baik-baik. Itu harapan yang hendak kau raih!

Aku tahu. Itu menyilaukan. Aku adalah kegelapan itu sendiri. Tapi mengapa aku ingin merasakan asa. Aku ingin. Aku sangat menginginkannya. Rasanya gigiku bergemeletuk, jantungku berdebar, tungkaiku melemas hingga tak mampu berlari lagi.

Kenapa kau berlari lagi? Lihat baik-baik. Kegelapan lah yang menunggumu di seberang ...

Aku tahu. Aku takut mengakuinya. Aku tahu itu. Tapi mengapa? Mengapa duri yang menyakitkan ini ku dekap erat bahkan ku timang hingga ajal lah yang berganti menimangku? Mengapa kegelapan yang menakutkan itu terasa menghangatkan begitu ku sentuh. Mengapa kegelapan yang menelanku, mengunyahku tiap detiknya itu terasa bersahabat? Apakah asa adalah kegelapan dan kegelapan adalah asa?

Kenapa?

Kenapa aku terus berlari hanya demi terluka?

Kamu menganggapnya berharga. Itu wajar.

Aku ...

Aku tak merasa seperti itu. Hatiku. Ah ... Jantungku kembali berpacu. Aku tegang sekali. Aku panik. Tolong! ini sesak ...

Kenapa ini menyakitkan?

Aku berlari di dalam ketiadaan, mengejar ketiadaan.

Aku menunggu asa sedangkan aku bercengkerama ria dengan kegelapan.

Munafik! Kamu menunggu cahaya, kenapa bercengkerama dengan kegelapan?!

Putus asa. Beribu penyesalan dan keresahan menenggelamkanku. Apakah salah? Aku merindukannya. Ah! tunggu! jangan tinggalkan aku ... kumohon.

Aku tahu menunggu-nya hanya membuatku menua tak berarti. Membusuk tanpa makna. Mati tanpa kenangan indah semanis gula. Aku tahu itu.

Tapi ini lah aku.

Aku ...

Terjebak selamanya dalam lingkaran setan.