Kata-kata itu bergema dalam benak Edward, selama ia menyusuri lorong-lorong sempit di antara gedung-gedung di kota New York, mendengarkan...
Jika ada satu saja pikiran jahat--niat dari seorang preman di pinggir jalan untuk merampok, menjarah, atau membunuh--mungkin itu satu-satunya kesempatan baginya untuk meneguk darah manusia malam itu. Iris matanya segelap malam. Sudah dua hari ia tidak minum apa-apa setelah kabur dari Carlisle. Tegukan pertamanya akan darah manusia membuat nuraninya terusik, waktu itu. Yang laki-laki itu lakukan dan hasilkan hanya lah sekedar pikiran jahat, layakkan ia hukum sendiri? Layakkah laki-laki itu menerima gigitan taringnya dan mati kering terisap?
"Harus bunuh wanita di sana."
Edward mendengarkan lagi. Kadang ia tidak mendengar pikiran dalam bentuk kata per kata, namun kesan. Kesan yang tidak menyenangkan dari preman itu memenuhi kepalanya. Ia pun mematikan otaknya, siap menerjang preman itu.
Siap membunuh.
Entah kenapa malam itu Queenie ingin berjalan-jalan setelah pulang dari Blind Pig, alih-alih ber-apparate langsung ke depan apartemen yang ia sewa bersama kakaknya. Mungkin karena ia masih sebal terhadap Erick, yang tadi menyatakan cinta padanya di depan seluruh Blind Pig. Padahal sudah berkali-kali Queenie menolak sejak pikiran Erick terbaca olehnya, penyihir yang Queenie anggap aneh itu tetap saja maju terus pantang mundur mendekati Queenie.
Queenie terus berjalan pulang cepat-cepat sambil ngedumel, sampai ia mendengarkan suara benak seorang laki-laki dekat situ.
"Harus bunuh wanita di sana."
Queenie mendengarkan lagi. Kadang ia tidak mendengar pikiran dalam bentuk kata per kata, namun kesan. Kesan yang tidak menyenangkan dari preman itu memenuhi kepalanya. Ia pun mengeluarkan tongkatnya, siap membela diri jika perlu.
Namun ia tertegun. Ada pikiran kuat lainnya muncul dari arah laki-laki yang sedang ia dengarkan: rasa haus yang membakar tenggorokan, cabikan kejam, rasa lega meski tak puas.
"Beast?!"
Queenie mendengarkan lagi. Sadar itu bukanlah beast. Tongkat siap di tangan. Pikiran preman yang tadinya mau membunuhnya sudah sama sekali hilang, tergantikan oleh kesan penyesalan mendalam, dan sebuah nama.
"...Carlisle...?"
(to be continued)
