Pabbo Beruang Seonsaengnim
Cast :
Jung Yunho
Kim Jaejoong
Kim Junsu
Park Yoochun
Shim Changmin
Rated : T—M
Warning : Boys love, Yaoi, [Cerita ini murni hasil pemikiran Author dan tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun dan apapun.]
Disclaimer :
Seluruh pemain disini bukan milik Author. Mereka adalah milik diri mereka sendiri, Management serta Tuhan YME. Author hanya meminjam sebentar, ne!
.
.
_This story Original _
by
HinaRiku-chan a.k.a Nyangiku
.
.
''If you don't like, Don't read it"
Tidak suka? Jangan baca!
.
.
Bagi yang sudah menyempatkan untuk membaca—
.
.
Onegaishimasu
~Selamat membaca~
.
.
"Suie! Cepatlah aku bisa terlambat kalau menunggumu terus!" namja berkulit putih bersinar itu mengerucutkan bibir merahnya. Sesekali kakinya menendang-nendang pot bunga yang berada di depan rumah bergaya tradisional yang ditinggali temannya itu.
"Sebentar hyung, aku sedang mencari sepatuku," suara melengking seperti lumba-lumba yang sedang beratraksi bergema di seluruh penjuru rumah khas Korea itu. Disusul suara gaduh yang ia timbulkan dari dalam sana.
Pemuda bernama Kim Jaejoong itu kembali melirik jam di ponsel pintarnya. Menghela nafasnya lagi. Sudah hampir sepuluh menit lamanya ia berdiri di tempatnya sekarang. Sepuluh menit yang begitu lama dan sangat membuang waktunya.
Moodnya benar-benar mulai memburuk sekarang. Sangat kontras dengan penampilannya yang bersinar dari atas hingga bawah.
Rambut harum dan lembut perawatan salon. Check.
Sepatu berwarna hitam mengkilap. Check.
Tas bermerk model terbaru. Check.
Seragam dengan celana panjang dan jas almamater berwarna abu yang juga terlihat masih baru. Jangan lupakan benda keberuntungannya yang selalu ia bawa-bawa, yaitu sebuah gantungan kunci berbentuk gajah berwarna pink yang ia sematkan pada salah satu resleting tasnya.
"Aish! Lama sekali sih? Aku berangkat saja!" pemuda dengan tinggi sekitar seratus delapan puluhan itu menendang pintu kayu di depannya kasar. Kesabarannya sudah habis, yang ditunggu di dalam sana tidak juga memunculkan sedikit pun pantat seksi miliknya. Ia berjalan cepat sambil mengumpat.
Masa bodoh kalau penantiannya sejak tadi sia-sia. Ia hanya tidak ingin di hari pertamanya masuk sekolah ia harus terlambat. Padahal ia sudah berdandan setampan mungkin, kalau sampai datang terlambat di upacara penerimaan murid baru nanti, apa kata dunia? Mau di taruh dimana harga dirinya?
"HYUUUNG!" akhirnya pemuda berwajah imut dengan suara lengkingan lumba-lumba itu pun keluar dari dalam sarangnya. Ia berlari menyusul pemuda dengan pakaian yang sama dengannya yang kini sudah berjalan duluan di depannya.
Pemuda berpantat seksi bagai bebek itu menarik nafasnya kuat-kuat saat akhirnya ia bisa menyusul temannya yang sekarang sedang memasang wajah kesal. Tak lama kemudian bus yang akan mereka tumpangi pun tiba.
Jaejoong masih memasang tampang kesalnya sampai mereka memasuki bus lalu duduk bersebelahan, tanpa sedikitpun memperdulikan temannya yang sedang menyeka keringat di keningnya akibat berlari mengejar Jaejoong yang memiliki kemampuan berjalan dengan cepat. Atau bisa juga salahkan temannya yang bertubuh montok dengan kelebihan di pantatnya itu, larinya begitu lambat.
Percuma saja hobinya bermain sepak bola kalau mengejar seorang Kim Jaejoong saja dia belum bisa hingga hari ini?
"Hyung kenapa meninggalkanku sih? Kau tidak lihat aku kelelahan mengejarmu hyung?" rengek namja berwajah imut itu. Ia sedang berusaha untuk meluluhkan hati Kim Jaejoong teman baiknya sejak kecil.
"Salahkan pantatmu yang kelebihan lemak itu! Jalanmu jadi lambat seperti bebek kekurangan makan tau!" semprot Jaejoong. Sepertinya kali ini ia benar-benar marah.
Namja yang memiliki nama marga sama seperti Jaejoong itu hanya bisa berdecak kesal. Lagi-lagi Jaejoong menyalahkan pantat seksinya yang sudah terbentuk sejak lahir.
Padahal pantatnya itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan keterlambatannya. Tadi malam ia terlalu asik menonton pertandingan sepak bola ditambah lagi ia melupakan sepatu barunya yang semalam baru dikirimkan dari toko tempatnya memesan.
.
.
.
PLAK!
"YA! APA YANG KAU LAKUKAN? ITU PELECEHAN TAU!" Junsu berteriak kencang saat tiga orang namja dengan seragam yang sama sepertinya melintas disampingnya. Salah satu dari mereka menepuk pantat seksi Junsu dengan keras. Membuat Junsu terkejut.
"HAHAHA! Salahkan pantat seksimu yang menggemaskan itu," ucap salah satu dari tiga pemuda yang di ketahui bernama Lee Seunghyun.
"Sayang sekali tadi aku tidak sempat meremasnya," pemuda dengan tinggi badan diatas rata-rata yang melakukan tindakan pelecehan tadi tersenyum tanpa dosa. Ia mengangkat sebelah tangannya yang ia gunakan untuk menepuk pantat Junsu tinggi-tinggi. Seakan dengan sengaja memancing emosi Junsu yang sekarang sedang ia tahan.
"Lain kali kau harus melakukannya Changmin-ah," lanjut pemuda lain yang bernama Cho Kyuhyun. Wajahnya memang terlihat kalem dan terlalu asik memainkan PSPnya, namun sepertinya ia yang juga sama jahil diantara ketiga pemuda itu. Sama evilnya dengan si tiang listrik.
Jaejoong yang merasa Junsu tidak mengoceh dan mengikutinya lagi menghentikan langkahnya. Apalagi suara lumba-lumba khas Kim Junsu itu terdengar nyaring cukup jauh dari tempatnya berada.
Jaejoong berbalik hendak menuju Junsu yang kini wajahnya memerah menahan emosi langkahnya terhenti di lapangan basket tak jauh dari tempatnya sekarang berada, ia baru saja akan menaiki tangga menuju pintu utama gedung sekolah. Di depan Junsu berdiri tiga orang pemuda dengan tinggi badan yang berbeda dengan posisi membelakangi Jaejoong. Terdengar suara tawa dari mereka.
Jaejoong tau kalau wajah Junsu sudah memerah seperti itu tandanya kalau ia sudah diperlakukan tidak baik. Ia bisa saja melawan namun terkadang kalau terlalu di pojokkan ia hanya bisa kesal sendiri dan menahannya.
Jaejoong berlari menghampiri Junsu dan langsung merangkulnya, memperdulikan tiga pemuda kini tepat berada di depannya. Ia menatap tajam tiga pemuda yang baru pertama kali ia jumpai itu.
"Apa yang kalian lakukan padanya?! Cepat minta maaf!" Jaejoong menepuk-nepuk pelan punggung Junsu guna menenangkannya.
Sedangkan tiga pemuda yang berada di depan mereka tiba-tiba membatu saat melihat sosok indah bernama Kim Jaejoong yang menatap mereka nyalang, seakan mau menerkam mereka bertiga. Tentu saja itu hanya khayalan saja, kenyataannya Jaejoong sama sekali tidak memperlihatkan tampang seram walaupun ia melotot begitu.
Mata bulatnya yang berkilauan itu justru membuatnya semakin imut kalau melotot. Apalagi bibir merahnya yang menggoda. Membuat tiga pemuda usil itu ingin mencicipinya.
Seakan tiga setan itu baru saja ketahuan sedang berbuat jahat oleh malaikat.
Sementara itu di tempat lain.
"Yunho-ah," panggil namja berjidat lebar itu pelan. Saat ini ia tengah mengemudikan mobilnya dengan serius dan bingung tercampur aduk. Kakinya bergerak-gerak gelisah di bawah sana.
"Ada apa? Kau menganggu konsenterasiku tau!" jawab Yunho ketus tanpa ada niatan untuk menuruti panggilan itu.
"Yunho-ah, menolehlah sebentar ke arahku," panggilnya lagi kali ini dengan hati-hati.
"Memangnya kenapa? Untuk apa aku menoleh ke arahmu, Yoochuna?" Yunho memutar bola matanya.
"Cepat sebentar saja!" paksa namja yang diketahui bernama Yoochun itu.
Yunho menolehkan kepalanya menatap pemuda berpipi chubby dengan dua lesung pipi di sampingnya kesal. Tidak biasanya temannya yang berprofesi sebagai Seonsaengnim itu memanggilnya sepanik itu.
Keringat sebesar biji jagung menetes perlahan-lahan dari jidat lebar miliknya. Membuat Yunho semakin kebingungan dengan tingkah sahabat semasa sekolah hingga kuliahnya itu.
"Remnya blong, bagaimana ini?" ucap Yoochun gemetar. Sambil berusaha konsenterasi agar ia tidak menambah kecepatan laju kendaraannya. Setelah belokan di depan sana mereka akan sampai ke Toho High School. Ia bahkan tidak yakin kalau mereka akan selamat saat tiba di sekolah nanti.
"Kau tidak sedang bergurau kan JIDAT? Jangan melucu kalau hanya sekedar untuk menghibur dirimu yang baru saja putus cinta untuk yang kesekian kalinya PARK!" sahut Yunho kesal. Candaan garing Yoochun selalu saja tidak kenal situasi, apa dia tidak lihat kalau Yunho sedang menghafal nama siswa-siswa yang akan ia bimbing nanti?
Dan, mana mungkin remnya tiba-tiba blong kalau kenyataannya tadi saat melewati beberapa lampu merah mereka berhenti dengan aman.
"YA! AKU TIDAK SEDANG BERCANDA!" Yoochun berteriak kesal. Jidat lebarnya itu berkilat-kilat akibat pantulan sinar matahari pagi yang cerah. Ia juga tidak tau kenapa tiba-tiba rem mobilnya mendadak blong, padahal tidak pernah seperti ini sebelumnya. Padahal tadi saat melewati beberapa lampu merah rem itu masih berfungsi.
Yang benar saja, mana mungkin disaat genting dan mengancam maut begitu ia bisa bercanda? Walaupun dari raut wajahnya kelihatannya namja yang memiliki aura cassanova yang kuat itu sulit sekali untuk serius.
"Lalu, apa?" tanya Yunho lagi. Mata tajamnya memicing menatap Yoochun yang sejak tadi tidak menoleh ke arahnya sedangkan ia sejak tadi memandangi Yoochun. Yang Yunho lihat kalau raut wajah Yoochun sangat serius, lebih serius dari yang pernah ia lihat.
"REMNYA BLONG BODOH!" Yoochun kembali berteriak lebih kencang dari sebelumnya, untung saja ia masih bisa menahan kakinya agar tidak menginjak gas dan menambah kecepatan laju kendaraannya akibat emosi. Urat-urat halus di pelipisnya sampai berkedut-kedut. Butuh berapa kali teriakan sih agar Jung Yunho itu percaya padanya?
Apakah wajahnya itu sama sekali tidak terlihat serius?
"SIALAN KAU PARK YOOCHUN!" geram Yunho. Ia baru menyadari kalau temannya itu tidak sedang bercanda.
Terlihat dari kakinya yang sejak tadi terus berusaha untuk menginjak rem yang tidak berfungsi.
"YA! kau yang disana, CEPAT MINGGIR!" teriak Yunho panik, ia benar-benar tidak peduli dengan image angkuhnya saat ini. Yang ia pedulikan hanya keselamatannya dan keselamatan para siswa baru yang berlalu lalang didepan mereka.
Ia masih bisa berpikir waras agar ia tidak masuk berita utama di koran dan telivisi seluruh Korea sebagai pelaku tabrakan beruntun di sekolah elit ini. Maka dari itu ia harus mencegah semua itu sebelum terjadi. Sebelah tangannya keluar keluar jendela, melambai-lambai sebagai instruksi agar para siswa yang berada di sekitarnya minggir.
"AWAS!" Yoochun juga tak kalah panik berteriak, sambil terus berusaha untuk menginjak rem yang ia pastikan kalau tadi blong sekaligus mengontrol stirnya. Siapa tau ada keajaiban muncul tiba-tiba yang membuat rem blong itu kembali seperti semula.
Yunho bernafas lega saat Jung Changmin, adik kandungnya yang bertubuh setinggi tiang listrik itu cepat minggir dengan raut wajah ketakutan yang sangat terlihat di tampang polos bagai iblisnya. Refleksnya itu bergerak cepat saat ia sadari cara menyetir Yoochun yang agak aneh dari biasanya. Diikuti oleh dua temannya yang juga Yunho kenal dengan baik. Changmin yakin pasti ada yang tidak beres dengan dua pria dewasa di dalam mobil sana.
Apalagi kakaknya yang terkenal angkuh itu sampai-sampai harus membuang imagenya dengan berteriak keras sambil melambai-lambaikan tangannya.
Namun sedetik kemudian Yunho kembali panik saat diketahui dua orang siswa masih berdiam ditempatnya. Dua orang siswa yang tadi berdiri berhadapan dengan Changmin, adiknya. Berdiri membelakanginya.
"HEI PANTAT BEBEK DAN PAPAN PENGGILASAN KUBILANG MINGGIR!" Yunho kembali berteriak, kali ini ia sampai mengeluarkan setengah badannya keluar jendela. Dan saat itu juga Jaejoong berbalik dan langsung memasang tampang horror ke arah Yunho, tepatnya mobil Yoochun.
"Mw-mwo?!" refleks Jaejoong berbalik dan langsung mendorong tubuh Junsu untuk menjauh darinya di tangkap dan ditarik dengan cepat oleh Changmin menjauh dari Jaejoong. Namun naas, Jaejoong tidak sempat untuk ikut mengindar hingga—
CKIIIT!
BRUK
BRAK!
Hening..
"HYUNG!"
"BEBEK!"
.
.
"Berhenti menatapku seperti itu tiang listrik mesum!" Junsu menyentil kening Changmin yang sejak memasuki kelas dan duduk di sebelahnya terus saja memandangi Junsu sambil tersenyum aneh. Sebenarnya Changmin hanya diam saja, namun entah kenapa walaupun dalam diam ia terlihat seperti sedang tersenyum. Apalagi tatapan mata bambinya yang ambigu itu.
Upacara penerimaan siswa baru telah selesai sepuluh menit yang lalu. Dan saat ini Junsu telah mengambil tempat duduk yang sudah ditentukan oleh wali kelas mereka yang saat ini belum menunjukkan batang hidungnya seujung pun.
Hanya sebuah kertas berisi denah tempat duduk. Juga sebuah tulisan di papan tulis yang berisi ucapan selamat dan pengumunan yang memberitahukan bahwa jam belajar baru akan aktif besok hari.
Sungguh sial saat tau dia duduk di sebelah pemuda yang sudah melecehkan pantat seksinya tadi pagi. Memang ada hal yang membuatnya senang yaitu ia satu kelas dengan Jaejoong, teman sekaligus sepupunya. Namun harus satu kelas dengan tiang listrik mesum berbibir tebal itu membuat hari-harinya yang belum ia lewati akan terasa berat nanti.
"Tidak perlu khawatir begitu, hyungmu akan baik-baik saja karena berada di tangan orang yang tepat." ucap Changmin masih belum mengalihkan pandangannya pada Junsu. Entah kenapa saat pertama kali ia bertemu Junsu tadi pagi, ia merasa mendapatkan mainan baru. Atau lebih tepatnya mendapatkan mangsa untuk ia jahili oleh otak evilnya.
Melihat wajah polos dan imut Junsu, membuat Changmin tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak menganggunya.
"Maksudmu namja bermata musang itu?" tanya Junsu mengingat kejadian heboh tadi pagi, setelah kejadian itu hyungnya yang tidak sadarkan diri langsung di bawa pergi olehnya menuju ruang kesehatan. Changmin mengangguk lalu membetulkan posisinya. Kali ini kedua tangannya yang ia gunakan untuk memegangi wajahnya.
"Hei, hati-hati dengan kata-katamu bebek." lanjut Changmin bermaksud sedikit memperingati Junsu, atau mungkin hanya salah satu awal kejahilannya? Junsu memutar kedua bola matanya jengah.
"Memangnya kenapa?" tanya Junsu malas. Ia mengeluarkan ponselnya lalu memainkannya, mengacuhkan Changmin lagi.
"Nanti juga kau akan tau sendiri." kali ini Changmin mengakhiri kegiatannya memandangi mainan barunya, ia bangkit dan keluar dari kelasnya untuk menemui dua sahabatnya yang lain—Seunghyun dan Kyuhyun yang kebetulan tidak satu kelas dengannya.
.
.
.
Tirai berwarna putih dengan motif garis-garis itu terapung-apung akibat hembusan angin dari beberapa jendela berukuran sedang yang memang sengaja dibuka agar sibar matahari pagi dapat menyusup masuk ke dalamya.
Jaejoong mengubah posisinya dari berbaring menjadi menyamping tanpa sedikitpun berniat untuk membuka kedua matanya.
Sebelah tangannya yang tidak tertutupi selimut malah ia gunakan untuk membuat selimut hangat itu semakin ke atas membungkus seluruh tubuhnya.
Ia bahkan tidak sadar kalau sejak ia memasuki ruangan itu dua pasang mata musang terus menerus memperhatikan gerak-geriknya dari meja kerjanya.
Jaejoong tersenyum dalam pingsannya atau mungkin bisa dibilang dalam tidurnya? Karena ia sama sekali tidak terlihat seperti orang yang sedang pingsan. Apalagi saat ini ia sedang tersenyum dengan bahagianya. Bibir merah cherry nya melengkung ke atas. Sedang bermimpi indah, eh?
.
.
Jaejoong dalam dunia mimpinya
"Gajah-gajahku~ makan yang banyak ya setelah itu kita bermain!" Jaejoong mengeratkan pegangannya pada tubuh hewan besar dengan telinga lebarnya yang terkibas-kibas itu.
Berada di padang rumput yang luas dengan hewan bertubuh besar itu membuat hatinya begitu terasa damai.
Sesekali ia menciumi dan mengelus-elus kepala gajah yang ukurannya paling besar diantara gajah-gajah yang lain. Rasanya ia tidak ingin turun dari atas hewan paling menggemaskan di dunia ini.
Melihat mereka makan dengan lahap juga merupakan suatu kesenangan tersendiri bagi Jaejoong.
Namun semuanya berubah saat tiba-tiba seekor beruang besar berwarna coklat datang sambil menampilkan tampang seramnya.
Membuat anak-anak gajah yang sedang bermain panik dan berlarian menuju gajah-gajah dewasa mencari perlindungan. Beruang itu semakin mendekat lalu menubruk gajah besar yang Jaejoong naiki sehingga Jaejoong kehilangan keseimbangan lalu terjatuh ke dalam pelukan beruang besar yang terlihat kelaparan itu.
Air liurnya menetes-netes di pipi Jaejoong. Membuat Jaejoong terus meronta-ronta agar bisa terlepas dari cengkraman beruang besar yang kini menggendongnya dipundaknya meninggalkan gerombolan gajah-gajah kesayangannya.
.
.
.
Nafas Jaejoong memburu, ia terbangun dengan keringat yang mengucur dari pelipisnya. Ugh. Untung saja hanya mimpi. Kalau sampai itu adalah kejadian nyata, sudah dapat dipastikan kalau Jaejoong sedang menangis histeris sekarang karena terpisah dari gajah-gajah kesayangannya.
"Sudah selesai mimpi indahnya? Aku bahkan sempat berpikir kau tidak akan bangun lagi karena sepertinya kau menikmati pingsanmu." sebuah suara bernada berat menarik perhatian Jaejoong. Belum sempat ia menebak dimana dirinya berada, saat ini yang ia lihat pertama kali adalah manusia setengah musang dengan wajah kecil seperti alien serta badan besar bagai beruang yang sedang duduk di sebuah kursi yang membelakangi meja kerja dan tepat berhadapan dengan ranjang Jaejoong sambil melipat kedua tangannya didada.
"Siapa?" tanya Jaejoong bingung. Ia melirik ke kanan kirinya, disebelah kirinya ada sebuah ranjang kosong seperti tempatnya berdiam saat ini.
Sedangkan di sudut ruangan ada lemari kaca transparan berisi obat-obatan, sebuah alat ukur tinggi dan timbangan badan. Serta alat-alat kesehatan lainnya.
"Jung Yunho." jawab Yunho santai. Ia masih serius memperhatikan Jaejoong sejak ia tidak sadarkan diri dua jam yang lalu.
"Ah, aku tidak menanyakan namamu alien." jawab Jaejoong enteng. Sekarang ia sudah tau sekarang dimana dirinya berada.
Ia berada di ruang kesehatan sekolah. Karena tadi hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Ngomong-ngomong hari pertama masuk sekolah..
Tunggu—bukankah seharusnya ia mengikuti upacara penerimaan siswa baru?!
"Upacara penerimaan siswa barunya sudah selesai sekitar dua jam yang lalu. Tadi pagi temanku tidak sengaja menabrakmu hingga kau pingsan. Sekarang kau boleh pulang walaupun lukamu tidak terlalu parah. Jam pelajaran akan aktif baru akan dimulai pada besok hari." jelas Yunho panjang lebar.
Seakan tau apa yang Jaejoong khawatirkan, Yunho malah berbicara dengan santainya. Tanpa ekspresi sama sekali.
Bahkan secara tidak langsung ia baru saja mengusir Jaejoong. Hei, memangnya siapa dia? Berani-beraninya mengusir seorang Kim Jaejoong?
Tidak tahukah dia kalau hari pertama masuk sekolah itu adalah hari yang sangat ditunggu Kim Jaejoong untuk menyedot perhatian dan tebar pesona ke seluruh penjuru sekolah melalui kecantik—ketampanannya?
"KAU! SIAPA KAU BERANI MENGATURKU HAH?!" Jaejoong berteriak kencang. Ia memegangi keningnya yang terbalut sebuah perban kecil berbentuk persegi. Bagian keningnya yang terbalut perban itu terasa berdenyut-denyut. Sedikit sakit. Mulutnya komat-kamit mengeluarkan sumpah serapah namun tak sedikitpun suara keluar dari mulutnya.
"Sudah kubilang, aku adalah Jung Yunho." jawab Yunho lagi. Ia membuka jubah putih yang menutupi kemeja berwarna biru muda yang ia kenakan. Membuangnya sembarang tidak peduli kalau jubah itu terjatuh ke lantai.
Dari yang Jaejoong tau hanya seorang dokter yang mengenakan jubah putih seperti itu, ah juga seorang ilmuwan. Atau mungkin dia hanya dokter yang kebetulan lewat saja? atau ilmuwan yang tersesat ke sekolah?
Atau bisa jadi petugas sekolah yang hobi memakai jubah putih.
Entahlah..
Yunho kemudian bangkit dari duduknya dan mulai berjalan ke arah Jaejoong sambil membuka kancing pada lengan kemejanya, menggulung asal ke atas sebatas siku.
Jaejoong yang melihat tatapan mata musang Yunho yang seakan mengintimidasinya hanya bisa memundurkan tubuhnya. Menahan nafasnya takut. Tatapan mata kecil nan tajam itu seakan menusuk dan memakunya agar diam.
"Aku sudah membuatkan ijin untukmu agar dapat pulang. Istirahatlah dirumah. Atau mau kuantar?" Yunho menghentikan langkahnya lalu duduk di atas kasur tempat Jaejoong berbaring. Ia mencondongkan tubuhnya ke Jaejoong hingga membuat jarak mereka begitu dekat, hanya sekitar tiga puluh centimeter. Tangan kekar Yunho mengusap pelan kening Jaejoong yang terbalut perban hasil karyanya.
Semakin dekat dan dekat sekali, hingga tinggal lima senti lagi bibir mereka akan bertemu. Bahkan Jaejoong dengan jelas merasakan hembusan nafas beraroma mint yang Yunho hembuskan. Bibir berbentuk hati itu perlahan-lahan maju mengeliminasi jarak mengenai bibir seksi Jaejoong. Saling bersentuhan, mengecup satu sama lain, saling menjilat, menggigit, menghisap, memasuki mulut satu sama lain, bertarung lidah, berbagi saliva panas.. dan.. kemudian..
Arrggh! Hentikan khayalan mesum itu Kim Jaejoong.
"Kau ini! Seenaknya sudah menabrakku tanpa ijin, pegang-pegang pula, membuatku terluka, dan sekarang kau menyuruhku untuk pulang? Dan bahkan menawarkan untuk diantar? Kau pikir aku ini perempuan murahan! Ap—Eh—" Jaejoong mengomeli Yunho tanpa sadar kalau ia salah bicara. Wajahnya seketika memerah malu. Ia menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya.
'apa itu perempuan murahan? Kim Jaejoong pabbo!" rutuknya dalam hati.
"Ahahaha, kau itu manis sekali kalau sedang marah," puji Yunho. Tatapan matanya sekarang berubah lembut. Tangan kekar itu kini beralih pada puncak kepala Jaejoong. Menepuknya pelan.
Dia tertawa? Tertawa? Cih sungguh menyebalkan!
Jaejoong menatap Yunho dengan tatapan sinis setelah menepis tangan yang sudah dua kali menyetuh bagian tubuhnya. Jaejoong terdiam. Namun di dalam dadanya entah kenapa ada hal lain yang ia rasakan. Jantungnya berdegup kencang dan terasa hangat. Walaupun mata musang itu sempat membuatnya takut, tapi senyuman itu membuat Jaejoong merasa lega.
"Baiklah. Aku tidak akan meminta maaf padamu, karena yang menabrakmu adalah temanku. Seharusnya kau malah berterima kasih padaku karena aku mau cape-cape menggendongmu dan merawat lukamu. Lagi pula, salahmu juga sih. Berdiri ditengah jalan, sudah diteriaki untuk minggir kau tetap saja diam disitu seperti patung," katanya panjang lebar dan cuek. Ciri khas seorang Jung.
Dia berbicara cuek seperti itu, seolah-olah hanya Jaejoong yang salah sendiri.
"KAU! MENYEBALKAN!" Teriakan Jaejoong bergema diruang kesehatan ini.
.
.
.
"Jaejoong-ah, kau dipanggil ke ruang kesehatan sekarang." sial. Baru saja Jaejoong akan menusukkan sedotan berbentuk spiral ini ke dalam bulatan berwarna perak yang berada di atas kotak jus strawberry yang Junsu berikan, sebuah suara yang lewat bagaikan angin itu membuatnya terpaksa harus menundanya sebentar.
'Jaejoong-ah, kau dipanggil ke ruang kesehatan sekarang' kalau tidak salah itu yang diucapkan suara yang lewat barusan.
Tunggu—
Ruang kesehatan, katanya?
Tiba-tiba Jaejoong merasakan aura tidak menyenangkan terasa di sekitarnya. Perasaannya langsung tidak enak setiap kali mendengar kata 'Ruang Kesehatan'.
Jaejoong melangkah gontai seakan tanpa nyawa menyusuri lorong sekolah yang sepi ini. Sepi? Kemana orang-orang? Apakah mereka sudah menjadi zombie karena mutasi gen yang menyerang dunia?
Kumohon Jaejoong yang cant—tampan, jangan bawa pengaruh film zombie yang semalam kau tonton itu ke alam nyata saat ini.
Lagi pula, untuk apa sih si Pabbo Saengnim itu memanggilnya segala ke 'Ruang Kesehatan' tempatnya bersarang itu—atau lebih tepatnya ruang tempatnya bekerja itu?
Untuk mengerjainya lagi?
Atau untuk menghukum kenakalannya lagi?
Kita lihat saja nanti.
.
BRAAK!
.
Jaejoongmenggeser dengan penuh kelembutan—kasar maksudnya pintu geser berwarna putih dengan satu jendela itu. Setelah sampai di depannya tentu saja. Mana mungkin kan Jaejoong menyentuh pintu itu dari arah jauh? Tangannya kan tidak panjang dan elastis seperti luffy di anime one piece.
"Ho. Kau sudah datang rupanya," suara itu muncul tepat setelah sebelah kaki Jaejoong menapaki lantai ruangan beraroma obat itu. Aroma yang sudah biasa ia hirup semenjak hari pertama ia berada di sekolah ini.
"Hm." jawab Jaejoong acuh. Lebih tepatnya hanya sebuah gumaman.
"Ada apa memanggilku kesini, BERUANG SAENGNIM?" sebelum dia memulai pembicaraan, Jaejoong lebih dulu memberi Yunho sebuah pertanyaan.
"Sudah kuduga kau pasti akan menanyakan hal itu." jawabnya santai. Tubuhnya masih berada dalam posisi awal, yaitu duduk di sebuah kursi yang di depannya terdapat sebuah meja dengan beberapa tumpukan kertas dan botol-botol obat berukuran sedang dan kecil dengan berbagai tulisan yang tak Jaejoong mengerti. Meja kerjanya selain di ruang guru dan di kelas.
"Cepatlah katakan. Aku sedang sibuk—"
"Sibuk memakan es krim rasa vanilla kesukaanmu itu?" potong Yunho.
"Bahkan aku belum memakannya gara-gara kau! Bahkan minuman yang kupunya saja belum sempat kubuka!" ucap Jaejoong dengan nada sarkartis. Yunho melirik tangan Jaejoong yang sedang menggenggam sebuah kotak jus rasa strawberry kesukaannya.
"Kalau begitu minumlah dulu untuk menambah tenagamu." perintahnya. Ia kembali mengerjakan pekerjaannya. Kembali mengacuhkan Jaejoong seakan-akan ia tidak membutuhkan Jaejoong padahal Jaejoong sendiri datang karena ia memanggilnya.
"Aku tidak bernafsu meminumnya kalau ada kau dihadapanku. Lagipula aku tidak suka rasa strawberry!" cibir Jaejoong dengan tingkat kekesalan yang mulai naik satu level.
"Perkataanmu itu kejam sekali, Jaejoongie. Kalau aku, apa kau menyukaiku? Joongie-ya~?" ucap Yunho dengan nada manja sambil bergaya sok imut. Membuat Jaejoong ingin muntah.
"Sudah. Cepat katakan apa maumu!" Jaejoong melemparkan kotak jus itu ke arah Yunho namun dengan refleksnya Yunho dengan tepat menangkap kotak jus itu sebelum mengenainya.
"Baiklah. Karena kau mendesak. Begini, ikut aku ke pusat kota untuk membeli persediaan obat."
"MWO?!" Yunho hanya mengangguk sambil membetulkan letak kacamata bacanya. Biar Jaejoong komentari, wajahnya sedikit tua kalau memakai kacamata itu. Walaupun sedikit keliatan keren, sih. Keren? Ck.
.
.
Jaejoong terus saja mengumpat sepanjang perjalanan dari sekolah dua puluh menit yang lalu. Ia tidak habis pikir kenapa nasibnya begitu sial sampai harus berurusan dengan namja berwajah kecil seperti alien di film garapan Hollywood hanya karna kejadian yang menimpanya satu bulan yang lalu.
Kejadian sepele yang entah kenapa malah berlanjut hingga sekarang.
Atau mungkinkah karena sikapnya sewaktu itu? Sehingga namja bermata musang itu dendam kepadanya?
"YA! Apa yang kau lakukan disini dokter gadungan?!" Jaejoong melotot mengacungkan jari telunjuknya pada sosok namja bertampang angkuh yang baru saja memasuki kelasnya. Namja itu tersenyum angkuh sambil membawa tumpukan beberapa buku lalu meletakkannya di atas meja.
"Ja-jaejoong-ah—" panggil salah satu siswa dengan hati-hati, bermaksud untuk memperingatkan Jaejoong.
"DIAM KAU!" semprot Jaejoong lalu memberikan tatapan membunuhnya. Membuat siswa tadi menciut nyalinya. Ternyata namja secantik Jaejoong menyeramkan juga kalau sedang kesal. Seperti seekor induk gajah. Junsu yang notabene sudah tau seluk beluk sifat dan sikap Jaejoong hanya bisa terdiam dan hanya duduk manis karena ia masih menyayangi nyawanya.
"Ta—tapi.. baiklah."
"Yunho-saengnim apa pemilihan pengurus kelasnya bisa dimulai sekarang?" Changmin mengangkat tangannya tanpa dosa menginterupsi Jaejoong. Membuat Jaejoong dan Junsu membulatkan kedua matanya kaget. Jangan lupakan siswa yang lain minus Changmin juga siswa yang tadi memperingatkan Jaejoong.
"MWO? Yu—yunho saengnim?" Yunho menyeringai ke arah Jaejoong. Seperti seringaian seorang predator yang telah mendapatkan mangsanya untuk di telan bulat-bulat.
"Ya benar. Aku Jung Yunho, dokter magang yang bertugas di sekolah ini sekaligus menjabat sebagai wali kelas kalian." Yunho tersenyum licik ke arah Jaejoong yang kini tengah membatu.
Ck.
Jika mengingat hari itu Jaejoong benar-benar ingin membenamkan seluruh tubuhnya ke dalam pasir. Mengubur hidup-hidup dirinya.
Dia sudah berkata tidak sopan pada orang yang menjadi wali kelasnya. Bukan, tapi bukan itu yang Jaejoong sesali.
Namun hukuman yang namja angkuh itu berikan padanya karena sudah bersikap tidak sopan padanya.
Sungguh walaupun otak Jaejoong itu cukup pintar namun ia tergolong malas. Dan lagi hukuman dari BERUANG SAENGNIM-nya—bergitulah julukan yang Jaejoong buat untuk Yunho— adalah hukuman yang aneh menurut Jaejoong.
Bayangkan, laki-laki itu menyuruh Jaejoong untuk menghafalkan seluruh nama obat yang ada di ruang kesehatan! Dalam waktu sepuluh menit lalu di ucapkannya kembali di hadapan Yunho seperti sedang melakukan tes lisan.
Dia pikir ini sekolah dengan jurusan Farmasi?
Mana Jaejoong sanggup melakukan hal itu, yang ia tau tentang obat saja hanya obat sakit kepala dan obat sakit maag.
Sungguh daripada harus melakukan hal itu ia memilih untuk mengepel toilet saja atau membersihkan kaca. Namun bukan Kim Jaejoong namanya kalau meminta hukuman seperti itu pada namja menyebalkan yang sudah membuat hari pertama sekolahnya rusak.
Dengan berat hati Jaejoong menurutinya walaupun pada akhirnya ia gagal karena ia tidak serius menerima hukuman itu. Lalu, bukannya namja bermarga Jung itu kesal, ia malah membuat Jaejoong terus berurusan dengannya.
Entah itu disengaja ataupun memang karna dendam.
Hingga saat ini Yunho selalu mencari-cari alasan agar Jaejoong selalu bermasalah dengannya.
"Berhenti mengumpat, bibirmu itu benar-benar minta di lumat eoh?" Yunho menarik lengan Jaejoong untuk memasuki sebuah apotik besar tempatnya biasa berbelanja kebutuhan obat-obatan untuk persediaan sekolah.
"Saengnim mesum!" Jaejoong menghempaskan pegangan tangan Yunho dilengannya. Ia menjulurkan lidahnya ke arah Yunho lalu beranjak pergi meninggalkan Saenim nya itu menuju rak-rak yang berjejer rapi di hadapannya.
Ya, selain angkuh serta licik, baru-baru ini Jaejoong baru mengetahui kalau namja Jung itu juga mesum. Terbukti dari beberapa kejadian serta ucapannya pada Jaejoong yang selalu saja menjurus mesum. Persis seperti yang baru saja ia ucapkan tadi.
Yunho mengambil keranjang berwarna hijau yang tertumpuk rapi di pintu masuk lalu mengikuti langkah Jaejoong.
Sedangkan Jaejoong sendiri sedang asik melihat-lihat berbagai macam obat di rak putih yang tertata rapi. Serta kagum dengan toko obat yang lebih tepat untuk dibilang seperti supermarket besar ini.
Penataannya sungguh mirip sebuah supermarket, namun bedanya yang di jual disini semuanya obat—ada juga sih beberapa barang lainnya tentu saja yang berhubungan dengan kebutuhan tubuh.
Dari obat yang sering di jumpai secara umum di kotak P3K sampai obat yang tidak Jaejoong ketahui. Ada juga beberapa obat yang harus di layani oleh para pelayan atau bisa juga oleh Apoteker, mungkin untuk obat tertentu yang memang tidak di jual bebas dan membutuhkan resep dokter.
Yunho yang berada tidak jauh dari Jaejoong tersenyum kecil melihat siswanya itu serius memperhatikan sebuah obat. Meletakkannya kembali lalu beralih menuju obat lain. Terus begitu sampai akhirnya Jaejoong sampai di rak berisi—ehem—kondom—ehem yang di gunakan sebagai pengaman ya kalian tau sendiri lah. Dengan berbagai merek, ukuran, dan rasa.
Awalnya Jaejoong bingung dengan salah satu kemasan kondom yang terlihat begitu unik dan lucu. Berbentuk kotak transparan dengan sebuah benda berbentuk bulat berwarna merah transparan ditengahnya. Terlihat seperti permen lollipop tanpa batang.
Ia mengambil satu kotak membolak-baliknya memperhatikan dengan seksama. Tidak terbersit sama sekali pikiran kalau benda itu adalah sebuah kondom. Otaknya yang terlewat polos itu masih mengira kalau itu adalah sebuah permen lollipop dan ia akan memaksa Saenimnya untuk membelikannya karna ia tidak membawa dompetnya.
Bukannya ia tidak membaca tulisan yang tertera pada kemasan kondom tersebut, hanya saja ia terlanjur tertarik dan tergiur oleh tampilan kemasan kondom tersebut yang imut-imut. Berbentuk kotak dengan motif polkadot warna-warni dengan sebuah tulisan yang tertera 'Rasa strawberry' yang tentu saja orang awam berpikir itu adalah sebuah permen bukan kondom yang sebenarnya.
Yunho yang melihat Jaejoong serius dengan benda yang ia ketahui apa itu tertawa kecil. Secantik apapun muridnya itu, tetap saja ia seorang namja bukan?
Wajar saja kalau ia tertarik untuk membeli benda semacam itu.
Jaejoong kemudian berlari ke arah Yunho dengan membawa kotak kondom yang masih ia kira sebagai permen lollipop tanpa batang.
"Saenim belikan aku permen ini ya? Aku lupa membawa dompetku karna kau langsung menarikku ke parkiran tadi!" pinta Jaejoong dengan semangat.
Tunggu dulu—
Apa katanya tadi?
Permen?
Yunho melirik kotak kondom yang berada di jari lentik Jaejoong.
"Kau tidak tau itu apa Kim Jaejoong?" tanya Yunho untuk memastikan kalau dugaannya itu salah. Jangan bilang kalau namja cantik itu tidak mengetahui kotak yang ditangannya itu kondom.
Jaejoong menggeleng.
"Ini permen kan? Warnanya bagus, sepertinya rasanya enak." Yunho hampir saja menjatuhkan mulutnya yang terbuka lebar. Shock dan tidak percaya. Ternyata Kim Jaejoong yang selama ini ia kenal nakal itu sangat polos juga.
Lima detik kemudian ia menyeringai. Otak mesumnya mulai menyala.
"Bila aku memakainya rasanya pasti akan lebih enak lagi. Kau mau mencicipinya bersamaku?" tanya Yunho dengan seringaian mesum.
Memakainya?
Bukankah seharusnya memakannya?
Jaejoong terus mencerna kata-kata yang Yunho lontarkan barusan. Melihat kedua alis Yunho naik turun serta wajah angkuhnya kini berubah menjadi nista, Jaejoong merasakan ada yang tidak beres.
Dengan ragu ia melontarkan kembali pertanyaan pada Yunho.
"Memangnya ini apa Saenim? Ini permen kan?" tanyanya memastikan.
"Itu kondom." jawab Yunho enteng. Ia ingin cepat-cepat melihat ekspresi kaget Jaejoong setelah ia menjawab pertanyaan Jaejoong dengan santai.
"MWOYA?! Kalau begitu aku tidak jadi beli!" Jaejoong melempar kotak kondom itu sembarang, tapi kotak itu malah masuk ke dalam keranjang yang Yunho pegang. Biarpun Jaejoong itu polos tapi setidaknya dia tau apa itu kondom yang sebenarnya. Walaupun ia mengetahuinya dari film yang pernah ia tonton.
Mata Jaejoong terbelalak.
"Karna sudah masuk ke dalam keranjang, maka aku akan tetap membayarnya. Lalu kita coba sama-sama." Yunho menyeringai lalu mengedipkan sebelah matanya. Jaejoong yang panik langsung mencoba untuk mengambil kembali kotak kondom itu dan mengembalikannya ke raknya semula, namun dengan cepat Yunho menepisnya.
"Barang yang sudah di pilih tidak dapat di kembalikan." Yunho menarik tangan Jaejoong untuk menuju kasir untuk membayar obat-obatan yang ia butuhkan. Jaejoong masih berusaha untuk merebut keranjang yang Yunho bawa dan selalu Yunho halangi.
Hingga sampai kasir pun Jaejoong masih heboh menyuruh sang kasir untuk mencancel kotak kondom itu, namun sekali lagi Yunho berhasil mencegahnya. Noona penjaga kasir hanya bisa memandang heran pada Jaejoong yang heboh sendiri juga Yunho yang memasang wajah datar.
"TIDAK!"
.
.
"Makan es krimmu, tadi kau sendiri yang bilang ingin makan es krim. Aku yang traktir kau tidak usah memikirkan cara bayarnya." Yunho mengambil sendok es krim yang Jaejoong pegang. Mengambilnya sesendok lalu di arahkannya pada mulut Jaejoong yang kini sedang terpout dengan imutnya.
Saat ini mereka sedang berada di kedai es krim. Karna sebelum berangkat ke apotik Jaejoong merengek minta dibelikan es krim dan sekarang Ia masih kesal dengan kejadian di apotik tadi.
"Tidak sebelum kau membuang benda itu!" marah Jaejoong. Ia memalingkan wajahnya ke samping.
Yunho meletakkan kembali sendok es krim Jaejoong lalu mengambil sendiri sendok es krimnya dan memakan es krim rasa strawberry kesukaannya.
"Tidak akan." jawabnya santai.
Jaejoong sontak melotot. Jaejoong masih mengingat dengan jelas perkataan Yunho yang mengatakan akan mencicipinya bersama dirinya. Membuat Jaejoong bergidik ngeri. Jung Saenim itu selalu konsisten dengan apa yang diucapkannya, walaupun terkesan hanya sebuah gurauan.
"Kalau begitu aku yang buang!" Jaejoong hendak merebut bungkusan berisi obat yang Yunho letakkan diatas meja.
Dengan cepat ia merebut bungkusan plastik itu lalu menyimpannya diatas pangkuannya.
Kali ini Jaejoong mendengus kesal.
"Aku tidak akan membuangnya karena kita akan menggunakannya nanti." Yunho menyeringai. Entah kenapa Jung Yunho itu selalu saja menyeringai pada Jaejoong. Setahu Jaejoong Saengnimnya itu tidak pernah melakukan hal itu pada siswa yang lain.
Kenapa hanya padanya?
Jaejoong segera memakan es krimnya yang mulai meleleh dengan cepat. Beranjak bangun bermaksud untuk kabur dan meninggalkan Yunho sendirian guna menyelamatkan dirinya dari beruang mesum.
.
.
"KYAA! BERHENTI MELAKUKAN PELECEHAN PADA PANTAT SEKSIKU TIANG!" Junsu berteriak dengan suara lengkingan lumba-lumbanya. Ia berlari berkeliling kelas mengejar-ngejar Jung Changmin yang saat ini tertawa-tawa puas melihat seluruh wajah Junsu yang memerah menahan malu.
Aksi kejar-kejaran itu berlangsung sampai ke koridor. Para siswa yang sudah terbiasa dengan duo musuh bebuyutan itu hanya bisa pasrah.
Ya, sejak hari pertama mereka bertemu mereka sudah menyatakan sebagai 'musuh satu sama lain' walau di kesempatan tertentu mereka malah terlihat begitu akrab.
"HAHAHA! Pantat seksimu itu membuat tanganku gatal mau—"
BRUK!
Changmin meringis mengusapi kepalanya yang baru saja mencium lantai koridor sekolah. Ia kemudian bangkit dari jatuhnya yang tidak elit itu, terjungkal ke belakang dengan kepala mendarat cukup keras di lantai.
Junsu yang kaget melihat apa yang terjadi dengan Changmin barusan hanya bisa tertawa kencang, khas Kim Junsu.
"Eu kyang kyang!" Junsu tertawa sambil memegangi perutnya, sebelah tangannya lagi menepuk-nepuk pahanya. Benar-benar kualat Jung Changmin.
Selalu berakhir kualat setelah berbuat jahil padanya.
Namja berjidat lebar yang berdiri di hadapan Changmin sambil membawa laptop ditangannya hanya bisa terdiam.
Tak lama ia membuka suaranya, "Di larang berlarian di koridor sekolah JUNG CHANGMIN!" namja itu kali ini menjitak kepala Changmin yang sedikit lebih tinggi dari pada dirinya. Changmin kembali meringis.
"YA! JIDAT hyung sakit tau!"
"Panggil aku SAENGNIM!"
"Masa bodoh!"
"Terima kasih Park Saengnim," kata Junsu sambil membungkuk sopan. Saengnim berjidat lebar itu sudah menyelamatkan dirinya.
Yoochun hanya tersenyum manis, aura cassanovanya mulai menguar dari dalam tubuhnya.
"Berbaliklah," titah Yoochun pada Junsu. Junsu memiringkan kepalanya sedikit, bingung kenapa gurunya itu memerintahkan agar ia membalikkan badan membelakangi gurunya. Sempat ia berpikir mungkin saja ia akan mendapatkan hukuman juga seperti Changmin karena berlarian di koridor sekolah.
"Y-ye?"
Yoochun kembali tersenyum lebar. Saking lebarnya pipi chubbynya itu terangkat dan menarik kedua matanya.
Tanpa menunggu kata selanjutnya dari Yoochun keluar, Junsu pun menuruti saja perintahnya karena tidak mau mendapat masalah seperti hyungnya yang selalu bermasalah dengan Yunho saenim.
Junsu pun berbalik dan pantat seksinya itu tepat berada di depan mata Yoochun dan Changmin.
"Ini si pantat bebek seksi yang kau ceritakan, Changmina?" bisik Yoochun pada Changmin yang berada disebelahnya sambil memperhatikan tubuh bagian belakang Junsu dari atas hingga ke bawah dan berkali-kali melirik ke arah pantat Junsu.
Changmin yang sudah tidak meringis lagi kini menyeringai. Ia mengangguk.
"Kau benar, ternyata pantatnya begitu.. seksi." ucap Yoochun dengan nada suara yang aneh sampai terdengar ke telinga Junsu. Yoochun menyeringai sambil membayangkan hal yang iya-iya. Namun saat Junsu tersadar kalau Saenimnya itu mengatakan pantatnya seksi, ia pun berbaik dengan wajah memerah kesal.
"DASAR PARK JIDAT MESUM!" teriaknya menggema di koridor sekolah.
.
.
.
Bersambung..
.
Pojokan Author ::
Halo! Balik lagi dengan Nyangiku dengan fic baru lagi. Sebenarnya fic ini engga baru amat sih, ini adalah fic rombakan. Genrenya masih sama, Yaoi. Hanya pairnya aja yang beda awalnya ini di bikin versi IchiHitsu di fandom bleach lalu kepikiran buat bikin versi Yunjae nya. Konsepnya sama namun ada yang beda. Dan parahnya yang versi IchiHitsu malah stuck dan ga dilanjut hahaha!
Konflik di fic ini ga terlalu berat kok. Ringan-ringan aja ala-ala remaja gitu. Tapi tokoh utamanya tetep Yunjae! Dan ga akan berakhir angst, diusahakan semua fic saya no genre angst karna buat bacanya aja ga sanggup apalagi bikinnya hoho.
Ya! segitu dulu bacotan saya~
Mind to review?
Salam,
Nyangiku
