Winter Story
Cast :
Jung Yunho
Kim Jaejoong
Kim Junsu
Park Yoochun
Shim Changmin
Serta cast yang lainnya
Rated : T—M
Warning : Boys love, Yaoi, GSHeechul [Cerita ini murni hasil pemikiran Author dan tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun dan apapun.]
Disclaimer :
Seluruh pemain disini bukan milik Author. Mereka adalah milik diri mereka sendiri, Management serta Tuhan YME. Author hanya meminjam sebentar, ne!
.
.
_This story Original _
by
HinaRiku-chan a.k.a Nyangiku
.
.
''If you don't like, Don't read it"
Tidak suka? Jangan baca!
.
.
Bagi yang sudah menyempatkan untuk membaca—
.
.
Onegaishimasu
~Selamat membaca~
.
.
"APPOOO! UMMA SAKIT! KU MOHON HENTIKAN!"
"KEMARI KAU ANAK NAKAL!"
"TIDAK! SEBELUM UMMA BERHENTI MEMUKULKU MENGGUNAKAN SPATULA ITU!"
"KAU BENAR-BENAR MEMBUAT UMMA DARAH TINGGI KIM JAEJOONG!"
Seorang namja berumur sekitar tujuh belas tahunan sedang berlari berputar-putar didalam rumahnya yang lumayan luas. Dengan tas yang sudah berhasil di pakainya ke punggung. Dengan wajah panik ia berusaha meraih sepatu sekolahnya yang sudah disiapkan Ibunya tercinta. Dibelakangnya ada sosok wanita paruh baya yang memiliki wajah persis seperti wajahnya. Matanya melotot sambil membawa-bawa sebuah spatula ditangannya yang ia acungkan ke arah anak bungsunya. Kedua matanya melotot gemas. Anak bungsunya yang susah diatur dan selalu membantah.
Membuat kepalanya pusing setiap kali anak itu berulah.
Jaejoong keluar rumahnya tanpa menggunakan sepatunya, ia bertelanjang kaki terseok-seok terus berusaha kabur dari Ibunya tersayang.
"AWAS KALAU PULANG NANTI! CK!" wanita paruh baya itu mengusap keringat yang mengalir dipelipisnya kemudian kembali masuk ke dalam kediamannya tepatnya ke arah dapur. Melanjutkan kegiatannya memasak sarapan pagi untuk suaminya tercinta.
Tidak peduli dengan anaknya yang berlari ke sekolah dengan tampang berantakan dan melewatkan sarapan serta meninggalkan bekalnya.
.
.
Jaejoong duduk di kursi halte bus. Ia menghela nafasnya sambil memakai kaos kaki dan sepatunya. Tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang menatapnya dengan pandangan aneh. Hari masih begitu pagi tapi ia sudah berkeringat seperti habis berlari marathon. Belum lagi disepanjang jalan tadi ia menjinjing-jinjing sepatunya seperti seorang gelandangan yang sangat kontras dengan seragam sekolahnya yang berasal dari sekolah elit. Benar-benar membuatnya menjadi manusia paling aneh di pagi itu.
Walaupun kenyataannya ia memang habis berlari kabur dari Ibunya sendiri dan ia bukan seorang gelandangan, ia seorang pelajar di salah satu sekolah menengah akhir. Terlihat jelas dari seragam yang ia kenakan.
"Ck. Cinderella itu semakin hari semakin galak saja!" Jaejoong mengusap perutnya yang berbunyi. Ia lagi-lagi tidak sarapan. Padahal tenaganya sudah habis terkuras akibat adegan kejar-kejaran tadi. Tenggorokannya bahkan terasa kering.
Ah, tapi ini bisa jadi salah satu alasannya untuk kembali membolos dan tidur di ruang kesehatan atau di ruang Presiden sekolah favoritnya.
Dengan wajah kusut sambil membetulkan helaian rambut hitamnya yang berantakan menggunakan jarinya, Jaejoong kembali berjalan menuju sekolahnya yang hanya berjarak dua puluh menit dari kompleks rumahnya.
Pagi hari yang cerah dengan awan-awan putih bertebaran di langit biru yang indah, siswa yang datang ke sekolah baru bisa dihitung jari.
Jaejoong memasuki kelasnya dan langsung duduk di kursinya yang berada di posisi tengah-tengah. Masa bodoh dengan seragamnya yang berantakan tidak sempat ia rapihkan tadi. Ia menempelkan wajahnya ke atas meja sambil mengusap-usap perutnya yang semakin bertambah lapar. Bibirnya mulai kering dan memucat. Haus. Ia merasakan tenaganya perlahan-lahan menipis. Semoga saja ia tidak sampai mati konyol.
SRET!
BRAK!
Mata Jaejoong yang sedetik lagi akan terpejam tersentak kaget oleh suara gebrakan di depan wajahnya. Ia melihat sebuah bungkusan plastik berwarna putih yang membentuk sebuah kotak.
"Umma-rella menitipkan padaku." suara dengan nada rendah itu membuat mata Jaejoong seketika berbinar. Menghiraukan suara itu, Ia langsung mengangkat wajahnya kemudian membuka bungkusan plastik didepannya dengan terburu-buru. Seperti seseorang yang baru saja memenangkan lotre.
Segalak dan sekejam apapun Umma-rellanya itu, Jaejoong tetap anak kesayangan mereka bukan?
"Jadi jangan mencari alasan lagi untuk membolos, oke?" Jaejoong membalikkan wajahnya ke samping, ke tempat si pemilik suara husky itu berada. Bibirnya manyun sambil mengunyah nasi kepal dari kotak bekalnya. Ia mendengus kemudian melanjutkan kembali sarapannya yang sempat tertunda.
Namja berlesung pipi itu melipat kedua tangannya didepan dada. Tersenyum kecil melihat Jaejoong yang makan dengan lahap dan sama sekali tidak menghiraukannya. Bahkan menjawab beberapa kalimat yang sudah dilontarkan padanya.
"Baiklah. Aku akan kembali ke kelasku. Sampai bertemu lagi!" namja berjidat lebar itu tersenyum sambil menepuk pelan kepala Jaejoong. Kemudian berjalan keluar dari dalam kelas Jaejoong untuk menuju kelasnya sendiri tentunya, yang tepatnya berada di lantai tiga tepat satu lantai diatas kelas Jaejoong berada. Jaejoong masih menghiraukannya, ia terlalu asik menikmati sarapan paginya. Dan perlahan-lahan tenaganya mulai kembali terisi. Dan ia merasa hidup kembali.
.
.
.
"Umma, siapa namja yang menempati rumah sebelah?" tanya Jaejoong tiba-tiba muncul dibelakang punggung sang Umma sambil memeluk boneka gajah berukuran besar sampai hampir menutupi sebagian wajahnya. Rambutnya yang memang mulai memanjang hingga tengkuknya ia ikat bagian poninya tinggi ke atas seperti tower yang habis terkena angin topan.
"ASTAGA!" wanita paruh baya yang memilik wajah awet muda itu memukul tangan Jaejoong kasar. Sungguh, kalau ia mempunyai penyakit jantung mungkin saat itu juga ia akan pingsan atau bahkan mati ditempat. Bagaimana tidak kaget ketika menoleh kesamping yang dia lihat adalah sebuah boneka gajah yang.. bisa berbicara?
"UMMA APPO!" Jaejoong merengek sambil mengusap-usap tangannya yang memerah. Sesekali meniupnya.
Nyonya Kim Heechul hanya mendengus. Bukan salahnya memukul anak bungsunya yang nakal itu, kan?
"Makanya jangan terlalu banyak tidur!" Heechul kembali memasuki rumahnya sambil menenteng sebuah bungkusan berwarna biru muda ditangannya. Mengacuhkan Jaejoong yang masih menunggu jawaban atas pertanyaannya.
"UMMA!" Jaejoong memekik keras. Suara merdunya menggema sampai ke halaman belakang rumahnya. Nyonya Heechul hanya berjalan santai sambil menutup kedua telinganya agar tidak sakit mendengar suara merdu bernada tinggi milik namja cantik berhidung bangir itu. Padahal suara indahnya itu adalah warisannya.
Jaejoong memanyunkan bibirnya mempererat pelukannya pada boneka gajah miliknya. Sebelum memasuki rumahnya kembali, ia keluar sebentar. Melirik ke arah halaman rumah disebelahnya yang sudah kosong selama lima tahun lamanya sejak pemilik rumah itu pindah dan tidak pernah kembali. Hingga satu tahun kemudian seorang pemuda tinggi tampan datang dan menempati rumah besar itu.
Ia menangkap sebuah siluet yang terlihat di balik gorden diruang tengah rumah itu.
"Masa bodoh." Jaejoong mengangkat kedua bahunya acuh. Ia kembali masuk ke dalam rumahnya teringat dengan bungkusan berwarna biru yang sang Umma bawa, penasaran dengan isinya. Namun satu menit kemudian ia keluar kembali sambil menutup kepalanya menggunakan kupluk baju trainingnya. Mengambil kembali boneka gajahnya yang ia simpan di tangga menuju pagar rumahnya memeluknya lalu keluar dari pagar rumahnya yang tinggi itu.
.
.
.
"Ah, CHUNNIE!" Jaejoong melambai-lambaikan tangannya ke arah Yoochun. Suaranya yang bergema itu tentu saja membuat Yoochun sontak menoleh, kecuali kalau ia tuli. Bayangkan saja, teriakan itu begitu keras sampai satu taman pun bisa terdengar. Untungnya taman sedang sepi, jadi Yoochun tidak perlu malu karena dipanggil dengan nada tinggi begitu.
Dengan terpaksa Yoochun mengakhiri bincang-bincangnya dengan seseorang yang tadi bersamanya. Ia kemudian berlari menghampiri Jaejoong yang sedang bermain ayunan sendirian—ah tidak ia temani boneka gajahnya yang besar dan jelek.
"Ada apa memanggilku, huh?" Yoochun menatap Jaejoong kesal. Sungguh sial ia bertemu Jaejoong disini, pasti ia akan dipaksa untuk menemaninya bermain lagi seperti anak kecil. Lihatlah boneka gajah berwarna biru yang ia bawa. Yang ia letakkan di ayunan sebelahnya.
"Aku hanya menyapa saja." Jaejoong tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi rapinya seakan mengejek Yoochun yang berjidat lebar lalu kembali mengayunkan ayunan yang ia duduki. Yoochun mengusap wajahnya frustasi. Kalau tau ia hanya di sapa, untuk apa dia susah payah sampai berlari segala untuk menghampiri namja manja ini?
.
.
.
"JAEJOONG!" suara teriakan bernada tinggi itu menggema di kediaman Kim. Langit biru sekarang sudah mulai berubah gelap. Ah, sebentar lagi sudah jam makan malam. Seperti biasa, wanita paruh baya itu berteriak kesal karna anak bungsunya yang susah sekali untuk dibangunkan jika sudah tertidur pulas. Anak kesayangannya itu kalau sudah tidur mirip sekali dengan putri tidur seperti di dongeng yang berasal dari barat. Terkadang walaupun sudah diteriaki berkali-kali tetap saja tidak membuatnya bangun dengan mudah.
"UMMA JANGAN MEMUKULKU! AKU KAN KAGET!" namja cantik itu berteriak guna mengimbangi teriakan yang dikeluarkan sang Umma. Namja cantik itu sedang mengusapi kakinya yang habis dipukul menggunakan sendok nasi yang terbuat dari kayu yang dibawa Ibunya—meminjam dari maid yang bekerja dirumahnya. Jujur, saat ini kepalanya sangat terasa pusing akibat terbangun dari tidur dengan tiba-tiba. Ditambah lagi sebuah cetakan dari sendok nasi yang membekas dengan indah di betis kanannya.
"HABIS KALAU DIBANGUNKAN BIASA KAU TIDAK AKAN BANGUN!" wanita itu kembali berteriak sepertinya tanpa menggunakan pengeras suara pun suara itu sudah menggelegar. Kemudian suara gaduh terdengar dikamar berukuran sedang itu.
Aksi kejar-kejaran lagi hm?
Apakah kali ini akan tertangkap?
"AMPUN!"
Jaejoong berlari kesetanan menuruni tangga didepan rumahnya agar terlepas dari amukan Ibunya yang terus mengejarkan seakan mau menjadikannya bahan masakan untuk makan malam.
BRAK!
BRUK.
"Sakit.. hiks.." kedua mata hitam Jaejoong berkaca-kaca sambil memegangi pundaknya yang terasa sakit. Sial. Ternyata pintu pagarnya tidak terkunci dengan benar. Itu pasti adalah ulah kakak laki-lakinya, semua anggota keluarga Kim tau kalau anak sulung itu paling malas untuk mengunci pintu setiap keluar atau pun masuk ke dalam rumah.
Sial. Sial. Sial.
Jaejoong terus mengumpat sambil menahan sakit yang juga terasa dipunggungnya. Punggungnya menabrak pintu pagar rumahnya saat ia akan keluar, namun sial ternyata pintu pagarnya tidak terkunci, sehingga tubuhnya oleng lalu terhempas jatuh ke atas aspal jalanan. Saat ini ia sedang berusaha untuk bangun dari jatuhnya yang sangat tidak elit itu.
Kemana pula keamanan yang menjaga depan rumahnya pergi? Menyusahkan.
Ia jadi terjatuh dengan posisi bersimpuh. Kakinya tersandung anak tangga terakhir yang juga berada didepan pagarnya.
Ia merutuki rumah yang ia tinggali entah kenapa banyak sekali tangganya. Sebelum memasuki pintu utama saja sudah berderet tangga yang berkelok, belum lagi tangga didalam rumahnya dan tangga diluar serta tangga menuju ruang bawah tanah. Posisi rumahnya memang dibuat agak tinggi dari rumah pada umumnya yang hanya memiliki dua lantai saja. Rumahnya memiliki sekitar tiga lantai. Lantai satu berfungsi sebagai ruang keluarga, dapur serta garasi. Sedangkan lantai kedua yang menyambung langsung dengan pintu utama merupakan inti dari rumah itu, yaitu ruang tamu. Dan lantai teratas tentunya khusus berisi dua kamar putra keluarga Kim. Dengan halaman yang super luas tentunya, mengingat ini adalah sebuh rumah yang tergolong mewah.
Untung saja komplek perumahan sepi di jam-jam ini. Jadi ia tidak perlu malu dengan penampilannya yang acak-acakan. Sebagian poninya yang diikat tinggi seperti tower yang habis di terjang badai dan kini berantakan. Serta baju training berwarna abu. Dan jangan lupakan setetes air liur yang mengering di celah bibirnya sampai ke pipi.
"Kau tidak apa-apa?"
DEG!
Jaejoong menoleh ke belakangnya dengan cepat saat merasa kalau ada sosok lain disana bertanya tentang keadaannya. Suara bernada rendah dan berat seakan familiar di telinganya. Mati lah dia ada orang yang memergoki penampilan nista ini.
Mereka bertemu mata. Mereka tertegun beberapa detik.
DEG!
Mata sipit dan tajam itu.
DEG!
Bibir tipis kemerahan dengan bentuk hati itu.
Rambut—tidak rambutnya tidak sama.
"Bukan urusanmu!" jawab Jaejoong ketus lalu kembali masuk ke dalam rumahnya menghiraukan sosok namja bertubuh tegap bersurai coklat yang tadi hendak menolongnya untuk bangun.
"Itu kah kau? Joongie.." lirih namja berkacamata itu saat dua mata sipitnya membaca papan nama didekat pagar tinggi didepannya.
'Kediaman Kim'
.
.
.
"Ah.. Enaknya mempunyai teman seorang Presiden Sekolah. Aku bisa bersantai-santai disini kapanpun aku mau." Jaejoong merebahkan tubuhnya diatas sofa empuk berwarna hitam yang berada diruangan Yoochun.
"Kau memanfaatkanku?" Yoochun melirikkan tatapan tajamnya ke arah Jaejoong menunda sebentar berkas yang harus ia cek di meja kerjanya.
"Aku tidak mengatakan itu." Jaejoong membuka lembar demi lembar buku cerita yang ia baca. Mengacuhkan Yoochun. Mulutnya terlalu sibuk tak berhenti mengunyah cookies coklat milik Yoochun. Dulu Yoochun sering marah pada Jaejoong karna dia selalu saja seenak jidat mengabiskan cemilan miliknya yang sengaja ia simpan agar ketika ia merasa lapar dan bosan dengan tugasnya ia tidak perlu jauh-jauh pergi keluar untuk membeli makanan. Tapi sekarang ia sudah terbiasa karna terkadang saat Jaejoong sedang 'waras' ia akan mengganti cemilan-cemilan itu dua kali lipat lebih banyak dari yang Yoochun beli.
"Lain kali aku akan memasang tanda 'Jaejoong dilarang masuk' didepan pintu." Yoochun menutup map hijaunya lalu beralih ke tumpukan map yang lain. Tanpa menatap ke arah Jaejoong tentunya. Walau pekerjaannya sebagai Presiden Sekolah terkadang membosankan, namun ia terlihat menikmati.
"Aku akan menerobos~" ucap Jaejoong santai. Ia merubah posisinya yang tadinya terkurap menjadi terlentang dengan nyamannya.
"HAHAHA!" Yoochun tertawa keras. Tapi nada tertawa itu lebih terdengar sebagai tawa ancaman bagi Jaejoong. Jaejoong berhenti mengunyah cookiesnya ia langsung duduk tegak.
Yoochun itu selalu serius dengan perkataannya, bukan?
Masa bodoh. Ia mengangkat bahunya kembali mengambil sepotong cookies dari dalam toples. Sekejam apapun Yoochun mengancamnya, toh tidak akan mempan padanya. selama si duckbutt itu masih hidup tentunya.
"Permisi," Yoochun menoleh sebentar ke arah pintu, mendapati sebuah siluet dibaliknya.
Ah, ada tamu ternyata. Bukan sang duckbutt tercintanya. Karna jika itu si duckbutt maka yang pertama muncul adalah suaranya yang melengking seperti lumba-lumba dan dia selalu masuk tanpa ijin tentunya dan langsung menghampiri sang kekasih di kursi kebesarannya.
"Masuk." jawab Yoochun tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas berkas diatas mejanya. Jaejoong sendiri masih asik dengan kegiatannya.
Sosok namja tampan dengan tubuh tinggi tegap itu memasuki ruangan Yoochun sambil menyunggingkan senyum dibibir hatinya lalu membungkuk sebentar. Ia melihat Yoochun yang begitu serius mengerjakan tugasnya.
Yoochun mengangkat kepalanya. "Oh, kau Yunho-ah? Ada keperluan apa?" Yoochun menopangkan dagunya pada sebelah tangannya. Menunda sebentar kegiatannya yang membosankan.
Jaejoong yang sedang menyesap teh hijaunya dengan acuh langsung kaget dan hampir tersedak kalau ia tidak cepat-cepat menelan teh hijaunya yang tersangkut di tenggorokannya.
Ia berubah gugup saat Yoochun menyebutkan nama itu, saat ia tau siapa tamu yang mendatangi Yoochun.
Punggung lebar dan bahu tegap itu. Rambut hitam yang sudah berubah warna menjadi coklat. Mata musang yang selalu menatap tajam setiap objek yang dipandang. Walaupun baru melihatnya, ia sudah bisa mengetahui milik siapa.
Sedangkan si tamu sendiri juga tidak menyadari kalau ada sosok lain disana, yaitu sosok Jaejoong yang sedang diam membatu berusaha agar tidak membuat suara sekecil apapun.
Saat masuk tadi dua manik hitam miliknya langsung tertuju pada Yoochun yang sedang duduk di mejanya tepat ditengah-tengah ruangan. Namun entah kenapa hatinya di landa kehangatan dan kerinduan yang mendalam ketika kakinya berpijak di dalam ruangan itu.
"Ini berkas kepindahanku dan juga formulir kegiatan ekstrakulikuler yang kau butuhkan." Yunho menyerahkan map coklat yang ia bawa pada Yoochun. Kemudian langsung Yoochun ambil untuk ia cek isinya.
"Sudah kau putuskan?" tanya Yoochun, matanya masih serius membaca baris demi baris kalimat yang tertera disana.
"Iya, sudah." Yunho mengangguk.
"Klub dance?" tanya Yoochun lagi. Sebelah alisnya naik saat dibacanya formulir ekskul yang akan diikuti Yunho.
"Iya. Apa ada yang salah?" tanya Yunho sedikit khawatir ketika melihat ekspresi Yoochun yang mendadak berubah. Kedua alisnya saling bertautan.
Yoochun menggeleng. "Tidak-tidak." jawabnya. Yoochun tersenyum lebar.
"Apa kau tidak tertarik untuk bergabung di klub musik bersamaku, Junsu dan Jaejoong?" Yoochun melirik ke arah Jaejoong yang sedang berusaha bersikap setenang mungkin. Walau nyatanya ia sangat gugup, entah kenapa jantungnya berdegup cepat. Bahkan telapak tangannya sampai mengeluarkan keringat dingin, perutnya bahkan mendadak sakit. Ingin sekali ia bersembunyi atau kabur saat itu juga dari ruangan itu segera sebelum Yunho menyadari keberadaannya.
Tapi untuk apa?
Yunho menggaruk pundaknya yang tidak gatal sama sekali. "Tidak. Aku tidak bisa bernyanyi. Kau kan tahu kalau suaraku yah.. tidak terlalu bagus." jawabnya masih tidak menyadari kehadiran sosok lain diantara mereka, padahal Yoochun jelas-jelas sudah memberikan kode padanya.
"Ah, sayang sekali. Padahal aku dan Jaejoong bisa mengajarimu. Benar kan Jaejoongie?" ucap Yoochun santai. Ia menyandarkan tubuh pada kursi satu giro yang ia duduki dengan nyaman.
BUK!
Suara benda jatuh terjatuh membuat Yunho menoleh ke arah sofa tempat Jaejoong berada. Tubuh Yunho menegang kala melihat Jaejoong melotot ke arah Yoochun seakan mata bulatnya itu mau keluar dari tempatnya menghiraukan Yunho yang kini menatapnya kaget.
"Kau kan ketua klub musik, tentu suatu hal yang mudah bukan mengajari anak baru?" Yoochun menyeringai. Ah, akhirnya tanpa perlu memberi kode lagi, Jung Yunho menyadari juga sosok Jaejoong gara-gara Jaejoong tidak sengaja menjatuhkan buku yang ia baca saat Yoochun menyebutkan namanya.
Jaejoong tambah melototi Yoochun. Matanya melirik buku bacaannya yang tadi terjatuh lalu tidak sengaja menatap tidak suka ke arah Yunho.
"Tidak. Aku suka menari." ucap Yunho kemudian menatap datar Jaejoong. Tanpa sedikitpun senyum malah terkesan dingin.
Jaejoong sendiri sudah memalingkan wajahnya sambil memanyunkan bibir tebalnya dan melipat kedua tangannya didepan dada.
"Baiklah. Aku tidak bisa memaksa. Terima kasih berkasnya." Yoochun menutup map milik Yunho lalu menyimpannya dalam laci agar tidak bercampur dengan berkas lain. Senyum yang mencurigakan tersingging dari bibir tipis Yoochun.
"Kalau begitu aku permisi." Yunho membungkukkan tubuhnya ke arah Yoochun lalu Jaejoong sebelum pergi. Yoochun membalasnya dengan senyuman hangat sedang Jaejoong masih betah dengan posisinya bahkan ia sedikit mendengus.
Ceklek.
Blam.
Yoochun menyeringai ke arah Jaejoong begitu Yunho menutup pintu.
TAK!
Jaejoong menutup toples kue yang terbuat dari kaca itu lalu meletakkannya ke atas meja dengan kasar hingga menimbulkan bunyi yang keras. Sengaja. Kemudian ia bangkit wajahnya ditekuk kesal. Sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu ia menghentakkan kakinya.
BLAM!
Pintu tanpa dosa itu dibanting keras oleh Jaejoong. Yoochun hanya terkikik geli melihat tingkah kekanakan itu.
Sesaat setelah keluar Jaejoong langsung mengumpat tidak jelas. Sehingga membuat seorang namja tampan yang sedang mengecek ponselnya didekat jendela menoleh ke belakang, ke arah Jaejoong.
Mata mereka bertemu.
Sial. Umpat Jaejoong dalam hatinya. Ternyata ada Yunho didepannya.
"Joongie~" namja bersuara lumba-lumba itu mendadak datang dari arah berlawanan. Sambil berlari dengan riang akhirnya ia berhenti sejenak di hadapan Jaejoong. "Apa Yoochun ada di ruangannya?" tanya nya lagi sambil memasang senyuman manisnya.
Jaejoong mendengus tidak menjawab pertanyaan namja manis yang setia menunggu bibir plum itu mengeluarkan kalimat.
Jaejoong berjalan acuh meninggalkan Junsu yang menatapnya penuh tanda tanya dan Yunho yang menatapnya dengan datar. Yunho yang telah mendapatkan dua kali perlakuan seperti itu dari Jaejoong hanya bisa menghela nafasnya. Setelah menyimpan kembali ponselnya ke dalam jas alamamaternya, ia berjalan berlawanan arah dengan Jaejoong.
"OMO! Jung Yunho?" pekik Junsu keras. Baru sadar akan sosok Yunho yang sejak tadi ada diantara mereka. Yunho tersenyum tipis kemudian melanjutkan langkahnya.
.
.
.
"Kau benar-benar tidak ingin bicara padanya?" Jaejoong menghentikan kakinya yang menendang-nendang udara. Junsu sedang asik mendengarkan musik lewat ipodnya disebelahnya. Pertanyaan Junsu membuat Jaejoong jengah.
Jaejoong menggeleng lalu mengayunkan ayunan yang ia duduki dengan kencang sampai tubuhnya terayun sangat tinggi. Junsu memutar kedua matanya. Ia juga jengah oleh sikap Jaejoong yang akhir-akhir ini entah kenapa sama sekali tidak bersahabat semenjak kedatangan Yunho teman masa kecil mereka.
"Kau akan menyesal nantinya." lanjut Junsu kemudian bangkit dari ayunannya meninggalkan Jaejoong yang sedang asik bermain sendiri. Junsu benar-benar tidak mengerti apa yang telah terjadi diantara mereka berdua hingga mereka kini berjauhan bahkan seakan tidak saling mengenal. Sebenarnya Jaejoong lah yang memulainya duluan. Junsu jengah setiap kali mereka berpapasan secara tidak sengaja, Jaejoong akan memalingkan wajahnya kesamping enggan bertemu muka dengan Yunho. Padahal menurut Junsu, Yunho sendiri tidak memperlihatkan masalah apapun yang sudah ia lakukan pada Jaejoong. Bahkan ia selalu berusaha untuk menyapa Jaejoong namun apa daya Jaejoong selalu bersikap dingin padanya dan mengacuhkannya.
Jaejoong menggembungkan pipinya, mempoutkan bibir merahnya. Menatap punggung Junsu yang mulai menjauh.
"Yunnie.." gumamnya lirih.
.
.
FLASHBACK
"Panggil aku Yunnie! Mulai sekarang kita berteman!" namja cilik bermata musang itu tersenyum lebar. Memamerkan giginya sambil membentuk tanda 'peace' menggunakan jari telunjuk dan jari tengahnya yang mungil.
Namja cilik bermata bulat hitam itu mendongak. Ia melirik sebentar ke arah namja yang lebih tinggi darinya itu sambil berkaca-kaca. Ia sedang meratapi es krimnya yang terjatuh akibat tidak sengaja tersenggol oleh namja itu.
Ia menggeleng. Bukan. Bukan perkenalan yang ia inginkan, tapi ia ingin es krim vanillanya kembali!
"Kau kenapa? Tidak mau berteman denganku?" tanya namja cilik itu lagi. Ia berjongkok di depan namja cilik berwajah cantik yang sebaya dengannya itu. Namja itu sedang menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya yang tertekuk. Namja cilik yang lebih suka menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'Yunnie' itu mengusap kepala namja cantik itu pelan.
Namja cilik berdoe eyes itu berhenti menangis. Ia menepis tangan berkulit tan itu kasar. "Aku mau es krimku. Ganti sekarang seratus ribu won!" teriaknya sambil memanyunkan bibir tebalnya. Wajahnya memerah akibat terus menangis sesegukan.
"APA?!" namja bernama Yunnie itu hanya bisa melotot saat mendengar kalimat yang barusan keluar dari bibir merah itu. Namja cilik itu terus merengek membuat beberapa anak lain memandanginya heran.
Tapi.. bagaimana mungkin ia harus mengganti es krim itu seharga seratus ribu won?! Darimana bocah ingusan sepertinya mendapatkan uang sebanyak itu? walaupun dia dari keluarga kaya namun ia belum di ijinkan untuk memegang uang sebanyak itu.
Hei, ini taman kota wajar kalau banyak anak-anak sebayanya atau bahkan lebih kecil dari mereka sedang bermain. Pasti mereka berpikir kalau dirinya sudah berbuat jahat pada namja cilik itu sampai ia menangis sesegukan. Lihatlah orang-orang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Sebelum tangis namja didepannya ini semakin bertambah akhirnya ia menyerah. Ia akan mendapatkan uang itu dengan memintanya pada Ibunya nanti.
"Sshh.. akan aku ganti, oke? Sekarang berhentilah menangis. Kau kan sudah besar masa masih saja cengeng." bukannya berhenti, namja itu malah makin menambah volume tangisnya hingga membuat namja lain yang tak sengaja melintas didepan taman sambil membawa kantung belanjaan sontak berlari ke arahnya dengan wajah khawatir.
"Joongie kenapa menangis? Apa ada yang menganggumu?" namja berlesung pipi itu menengok ke arah kiri dan kanan. Mencari-cari penyebab namja bermata bulat yang ia panggil 'Joongie' itu menangis. Ia menghiraukan sosok Yunnie yang sedang berdiri kaku tepat didekatnya.
"Ehem! Maaf—" belum sempat Yunnie menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba ia melotot saat telunjuk kurus Joongie menunjuknya, membuat namja berjidat lebar itu menoleh ke arah Yunnie yang berdiri dibelakangnya. Dengan tatapan tajam seolah menusuk kedua mata sipit Yunnie.
"Kau anak baru di komplek ini?" tanyanya. Yunnie mengangguk cepat. Uh.. wajah namja berlesung pipi itu begitu menyeramkan untuk ukuran anak kecil. Tatapan matanya tajam. Dengan gigi taringnya yang tajam membuatnya tambah seram.
"Aku minta—"
"—dia! Beruang jelek itu menjatuhkan es krimku! Chunnie!" Joongie bangkit dari jongkoknya kemudian kembali menunjuk namja wajah kecil itu dengan semangat.
"Eh?" namja bersuara serak yang dipanggil 'Chunnie' itu membulatkan mata tajamnya. Sungguh, ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi dihadapannya. Yang ia tau Jaejoong menangis dan ada anak baru di komplek rumah mereka.
"Pokoknya aku mau es krim itu diganti sebanyak seratus ribu won sekarang juga!" Chunnie membatu. Matanya melotot, tangannya kaku sampai-sampai ia menjatuhkan kantung berisi makanan pesanan temannya yang lain. Mengacuhkan teriakan namja berwajah imut yang melebihi suara lumba-lumba yang kini memanggil-manggil namanya dan ikut bergabung dalam suasana tidak jelas diantara mereka bertiga.
Sejak kejadian itu mereka berempat memutuskan untuk menjadi teman. Tanpa mereka sadari, ternyata mereka berada disekolah yang sama. Hanya berbeda kelas. Junsu dan Jaejoong berada di kelas empat sedangkan Yoochun dan Yunho duduk dikelas lima. Yang lebih mengejutkan Yunnie—beruang jelek panggilan yang Jaejoong berikan—yang ternyata bernama asli Jung Yunho itu adalah seorang anak konglomeat yang baru saja pindah kerumah baru yang baru selesai di bangun tepat di sebelah rumah mewah Jaejoong.
Yang lebih membuat Jaejoong senang adalah ternyata tetangga sebelah yang baru saja pindah ke rumah yang baru saja selesai didirikan disebelah rumahnya adalah rumah Yunho. Itu artinya dia bisa menghantui Yunho setiap hari meminta ganti rugi soal es krim vanilla yang sudah di jatuhkannya.
Mereka bertetangga. Setiap hari pergi ke sekolah yang sama lalu bermain di taman yang sama. Melupakan awal perkenalan mereka yang begitu konyol.
Es krim seharga seratus ribu won? Ah, bahkan dengan harga lima won saja ia bisa mendapatkan es krim itu. Kecuali jika es krim itu berlapis emas.
Hingga suatu saat kabar yang mengejutkan datang dari keluarga Jung, lebih tepatnya pada keluarga Yunho. Belum genap satu tahun keluarga Jung itu pindah keluarga mereka terpaksa pindah ke Jepang karena perusahaan yang baru mereka dirikan disana terkena gempa, dan Haraboji dari pihak Umma nya pun yang kebetulan sedang melakukan peresmian perusahaan tersebut ikut menjadi korban dan mengalami koma.
Kedua orang tua Yunho tidak mungkin meninggalkan Yunho beserta dua adiknya yang saat itu masih kecil. Bisa saja mereka dititipkan kepada nenek dan kakeknya dari pihak Tuan Jung namun sang Ibu tidak akan bisa tenang kalau bukan dirinya sendiri yang merawat buah hatinya.
Akhirnya dengan terpaksa Yunho beserta adiknya Jung Jihye dan Jung Changmin harus ikut pindah ke Jepang pada akhir tahun tepatnya pada awal bulan desember.
.
.
.
"Hah.. ini pertama kalinya aku menikmati salju pertama dengan orang lain selain Yoochun dan Junsu. Aku sangat suka salju. Jadi aku bisa bermain seperti ini." Jaejoong memainkan kakinya di tumpukan salju. Sesekali ia injak tumpukan salju itu hingga tercetak jejak sepatunya. Ia terkikik geli sendirian. Entah apa yang lucu.
Salju hari ini turun sedikit demi sedikit tapi suhu udara entah kenapa bertambah semakin dingin.
Andaikan ada dua gelas cokelat hangat disini.
Yunho mengeratkan jaket yang ia pakai. Bibir tipisnya yang memucat akibat kedinginan terasa kelu untuk mengucapkan kalimat perpisahan yang selama ini ia tahan. Namun lambat laun kata itu pasti akan terucap.
Harus terucap sebelum terlambat.
Hah. Anak ini memang gila, memintanya untuk menemaninya bermain salju di taman karna Yoochun sedang tidak ada dirumah. Karna rumahnya lah yang paling dekat, jadi Jaejoong mengajaknya. Yunho memang sangat menyukai musim dingin, tapi entah kenapa saat ini ia tidak menyukainya.
Ia mendekati Jaejoong lalu mengeratkan syal yang Jaejoong pakai. Jaejoong hanya menatap Yunho heran. Baru kali ini ada orang selain Yoochun atau Junsu yang berbuat baik kepadanya. Biasanya teman-temannya yang lain hanya senang menjahili Jaejoong karna sifatnya yang cengeng dan mudah sekali menangis walaupun hanya di goda oleh kata-kata.
"Joongie.." Jaejoong menoleh sambil tersenyum saat namanya kecilnya dipanggil oleh Yunho. Yunho sedang menatap Jaejoong dengan serius di umurnya yang jelas masih sangat muda. Tatapan itu seakan menghipnotisnya. Tatapan yang membuat objek yang ditatap merasakan sesak di dadanya, hangat dan menggebu-gebu.
"Apa?" Jaejoong hanya mentap Yunho dengan polos. Doe eyesnya berkilauan. Menunggu namja berbadan gempal itu berbicara.
"Aku—"
"—aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Yunnie." potong Jaejoong buru-buru sebelum kalimat Yunho terucap. Ia rasa ia harus mengatakannya sekarang sebelum Yunho mendahuluinya. Yunho mengangguk lalu menunggu apa yang akan dikatakan oleh Jaejoong lebih dulu. Setelah itu baru ia yang akan berkata.
"Aku.. menyukaimu. Yunnie." ucap Jaejoong malu-malu. Dua pipi bulatnya memerah dan mulai memanas. Entah kenapa ia merasakan itu. Sebelah kakinya menghentak-hentakkan salju yang ia injak. Entah kenapa ia juga gugup.
Sangat dini bukan seorang bocah ingusan merasakan sebuah ketertarikan dengan yang lain? Tapi itulah yang dirasakan oleh Jaejoong. Beruang jelek yang menjatuhkan es krimnya dulu.
"Entah kenapa sejak kepindahanmu kesini aku merasa senang bila didekatmu." lanjutnya. Yunho menarik nafasnya lalu tersenyum hangat. Ah, senyuman yang begitu tulus.
PUK!
Yunho mendaratkan sebelah tangannya diatas kepala Jaejoong. Mengusap rambut hitam sebahu itu dengan gemas.
"Wajahmu memerah. Seperti kau kedinginan." mata Jaejoong melotot. Ia pikir Yunho akan membalas ungkapan perasaannya. Apa Yunho tadi tidak mendengar kalau Jaejoong menyukainya?
Hei, itu pernyataan perasaan dari seorang anak yang masih duduk disekolah dasar.
Cinta monyet, eh?
"Tidak. Aku merasa hangat." Jaejoong menggeleng cepat. Ada raut kekecewaan disana, namun ia tetap tersenyum lebar. Seakan tidak ada sesuatu.
"Sungguh? Tapi wajahmu memerah." Yunho mengulurkan kedua tangannya menyentuh dan menangkup pipi bulat Jaejoong yang semakin memerah.
Ah, tidak tahukah kalau jantung namja cantik itu berdetak tidak karuan? Detakan yang tidak dapat dimengerti oleh anak seumurannya. Apalagi rasa menggelitik di perutnya.
Jaejoong menepis tangan Yunho. "Ayo apa yang akan kau katakan, aku ingin pulang. Aku mengantuk!" Jaejoong menggerakkan kakinya gelisah. Perasaannya mendadak tidak enak setelah ia mengungkapkan perasaannya pada Yunho.
"Aku.. akan pindah ke Jepang tiga hari lagi." Yunho menundukkan kepalanya. Tidak ingin melihat perubahan ekspresi Jaejoong. Entah kenapa baru mengatakan satu kalimat itu saja sudah membuat hatinya sakit, apalagi kalau sampai melihat ekspresi Jaejoong.
"Pi..pindah?"
SRET.
Jaejoong menghentikan gerakan kakinya lalu memundurkan langkahnya berlari meninggalkan Yunho dalam kesendirian.
Bukan. Bukan ini yang ia inginkan. Tadinya ia berpikir kalau Jaejoong akan merengek dan menangis memintanya untuk tidak pergi, tapi kenapa?
Kenapa ia malah berlari?
Meninggalkannya tanpa sepatah kata pun?
..
..
..
Bersambung..
Pojokan Rumah Author :
Aloha~!
Daku datang lagi dengan ff YunJae baru, sebenernya ga baru-baru amat karena ini ff awalnya ff SCANDAL Band yang belum pernah sama sekali di publish dimana pun, versi YunJae ini yang pertama kali. Ff ini sebenernya udah melenceng jauh dari plot yang awalnya tapi ya mungkin lebih baik begitu haha, terinspirasi dari lagu SCANDAL favorite saya di album 'Hello World' yaitu Winter story.
Sesuai judulnya setting ff ini di musim salju. Seperti yang kalian liat cast disini OOC semua, maklum tadinya ini ff Shojou-ai bukan Shounen-ai. Agak susah juga buat bikin semuanya pas. Untuk kali ini ff nya ga saya bikin panjang-panjang kya ff lain yang satu chapternya ampe 6k word. Semoga ff ini dapat di terima di hati para reader sekalian. Hoho.
Oh ya, sekedar info Lead Vocal SCANDAL, Haruna Ono itu ngfans banget loh sama Tohoshinki dan koleksi dia itu banyaaaak banget bayangin aja ngfans dari mereka pertama muncul sampe sekarang, oh ya dia itu seumuran Changmin loh tapi ga setinggi Changmin juga malah tingginya cuma setengahnya Changmin *plok xD dan saya baru ngeh awal tahun ini sama seperti ngeh nya ada boyband DBSK hiks. Dia itu kalau udah liat video Tohoshinki pasti nangis dan ketawa-tawa sendirian. Serem ga?
Udah ah sesi curhat gajenya takut ada yang ngflame *eh
Salam,
Nyangiku.
