Daddy says Sorry
Disclaimer: Masashi Kishimoto~
Summary: Boruto berpikir ayahnya sudah tidak sayang lagi padanya.
Enjoy!
"Tidak! Pokoknya Tou-chan harus datang untuk perayaan kelulusanku!"
Here goes another fight antara ayah dan anak, Himawari menonton dengan tenang bersama sang bunda—hal yang rutin terjadi setiap hari. Well, meskipun Naruto sudah berusaha untuk sebaik mungkin menata jadwalnya – tetap saja yang namanya rapat dadakan selalu terselip baik sengaja maupun tidak sengaja. Dan apesnya lagi, hari ini Naruto harus membatalkan janjinya untuk datang ke sekolah, merayakan kelulusan sang buah hati dari sekolah dasar.
"Boruto, tou-chan minta-"
Pintu kamar sudah terlanjur dibanting.
"-maaf."
Hinata hanya bisa mengelus dada, bukan salah Boruto yang hanya minta perhatian dari ayahnya.
Air mata Boruto sudah mengering, tapi isakan kecil masih sesekali terdengar dari bocah berumur dua belas tahun itu. Ia tak seharusnya menangisi hal kecil seperti ini, tapi apa daya, ia hanya menginginkan sang ayah untuk setidaknya menghabiskan waktu dengannya. Apa susahnya untuk menunda meeting di kantor dan menghadiri kelulusannya? Semua orang datang, bahkan ayah Sarada yang super sibuk rela pulang dari luar negeri demi putri tercintanya—lantas, mengapa Naruto tidak bisa menyisihkan secuil waktu dari jadwalnya yang sangat padat?
"Tak apa Naruto-kun, Boruto akan memahami situasinya. Lagipula dia masih kecil, wajar jika dia kesal."
Naruto menghela napas, "Hinata, apakah aku ayah yang buruk? Aku—aku hanya bekerja dan memberikan apapun yang dia inginkan."
Pernyataan Naruto disambut oleh gelengan kepala dari sang istri, "Justru sebaliknya, kau sudah bekerja keras untuk kami selama ini, Naruto-kun."
Hari berganti hari, perayaan kelulusan pun tiba. Yang seharusnya bersorak gembira malah tersenyum kecut, tahu bahwa orang tercinta tak bisa hadir menemaninya—kecuali okaa-san dan Himawari—terpaksa harus pasrah akan situasi dan kondisi. Boruto hanya stay cool saat Konohamaru-sensei membetulkan bunga mawar di saku kirinya, sementara Himawari melambai dari kursi penonton dengan cengiran menempel di wajahnya.
Setengah jam pun berlalu, upacara kelulusan akhirnya dimulai. Boruto cuma mengerucutkan bibirnya, memandang iri teman-temannya yang duduk bersama orang tua mereka. Orochimaru-jiisan membelai rambut Mitsuki yang ada di sampingnya, Sarada tampak bahagia ditemani oleh ayahnya yang sering berada di luar negeri. Kakashi-sensei, kepala sekolah Boruto yang misterius sedang berpidato tentang keberhasilan yang tercapai dan bla bla bla, dan bocah berambut pirang itu tampak acuh tak acuh.
Blak-
"s—sumimasen, aku terburu-buru 'ttebayo!"
Akhiran itu sangat familiar di telinga Boruto.
Tunggu.
"TOU-CHAN!" Boruto berseru, tanpa menghiraukan para undangan yang hanya ternganga melihat kehebohan Naruto. Bocah itu langsung berlari menubruk sang ayah, menariknya ke dalam pelukan yang sangat erat.
"Kukira kau takkan datang, 'ttebasa!"
Menunjukkan cengiran khasnya, Naruto mengacak-acak rambut lebat Boruto. "Sesekali membolos rapat tidak akan berpengaruh, 'ttebayo!" ujarnya sambil menggandeng Boruto menuju kursi dan dengan santainya duduk di kursi kosong tepat di samping kursi Boruto semula.
Kakashi hanya menggeleng melihat kelakuan salah satu murid didiknya di tempat ini dulu. Beberapa orang memang tidak berubah.
"Yosh! Setelah ini kita akan merayakan kelulusanmu! Ayo kita makan malam di Ichiraku!"
"Setuju, tou-chan!"
"Himawari juga mau!"
.
.
The End
