Taeyong pernah bercita-cita membawakan Yuta bulan, tapi tak tahu bagaimana caranya.
Pemuda itu adalah seorang selenofil, seingat Taeyong. Setiap membahas benda asing yang mengabsorbsi sinar matahari tempat bumi mengorbit (sungguh, betapa sedihnya cinta satu sisi itu, seharusnya Yuta mencinta matahari yang bagai senyumannya saja sekalian-), kahsab coklat tuanya melukiskan bintang-bintang.
(Membuat Taeyong, rasanya, menjadi asterofil dalam hitungan detik. Betapa jatuhnya ia pada sinar mata Yuta yang menariknya seperti lubang hitam.)
"Aku ingin membawakanmu itu." Telunjuknya ditodongkan pada angkasa luas.
Jadi ketika mereka terbaring di antara rumput hijau yang tidak sesak, Taeyong menolehkan kepalanya ke kanan, mendapati Yuta yang sudah memandang jauh ke dalam netranya. Pipi tirus Taeyong berwarna seperti rambut gulalinya sekarang, dan ia tidak malu-malu untuk menyembunyikannya. (Karena ia tahu, Yuta suka.)
Putra keluarga Nakamoto itu berdeham main-main, melagu, sok berpikir. Kemudian dahinya sedikit mengerut, dengan bibir yang melengkung ke bawah lucu, jemarinya ia kaitkan dengan milik Taeyong, yang lebih tua tak bisa menahan senyum dan degup jantungnya yang meninggi frekuensi detaknya.
"Membawakan apa? Aku tidak mengerti."
"Membawakan bulan. Kamu, suka?"
Yuta mengerjapkan mata, mulutnya terbuka sedikit seakan mengerti. Dalam kedipan mata, terbentuk senyum lebar di wajahnya yang ingin Taeyong kecupi.
Sentuhan dan kalimat Yuta memang selalu membuat Taeyong tidak bisa menahan rasa. Namun senyumnya membuat Taeyong meledak seperti asteroid tak kasat mata. Yuta mengetahui hal itu dengan baik, dan dia mengambil kesempatan itu.
Kemudian ia tertawa. Jemarinya yang satu naik, yang lain masih ia biarkan berkaitan dengan Taeyong. Yuta mengacak rambut merah muda Taeyong pelan, yang kontras dengan rambut coklat kayu Yuta yang tenang.
"Adalah bulan; bila bersama dengan kamu, kamu, adalah bulan, Taeyong."
Yuta pernah bercita-cita membawakan Taeyong bintang, dan bintang itu ada di matanya.
