Naruto © Masashi K.

Genre : Friendship/General

Rated : T

Warning : AU, OOC, Alur maju-mundur *next chap maybe*, crack pairing *SasuHina-NaruSaku*

Summary : Haruno Sakura dan Hyuuga Hinata tidak bisa disatukan, meskipun keduanya saling melengkapi. Semuanya bermula dari cinta dan cita-cita.

BAB I : Oops?

xxxXXXxxx

FLASH BACK

Seorang gadis kecil meringkuk di sudut taman. Mengamati anak-anak yang sebaya dengannya tengah bermain dengan riang. Sedangkan dirinya? Hanya bisa meringkuk di atas bangku, melihat, sesekali melipat kertas warna –membuat origami.

Bukannya ia tidak ingin bergabung dengan sekumpulan anak-anak itu, hanya saja ia tidak berani. Ia malu. Tidak ada motivasi sedikitpun untuk mendekati bocah-bocah itu. Padahal jauh di lubuk hatinya ia ingin sekali, ingiin sekali bermain bersama mereka. Ingin merasakan yang namanya tersenyum, tertawa. Tetapi sekali lagi, rasa takut terus mencegahnya.

Gadis itu kembali melipat origaminya, membetuk lipatan-lipatan kecil, dimana pada akhirnya kertas berwarna putih itu akan bertransformasi menjadi bentuk yang lucu.

Tidak jauh dari tempatnya duduk, sosok gadis cilik lain tengah duduk di atas ayunan. Kakinya bergoyang-goyang kecil sehingga tubuhnya sedikit terayun. Sedangkan mata hijau zamrudnya sibuk mengamati gadis cilik yang sibuk melipat kertas itu.

"Ne, Ino-chan. Kenapa dia tidak pernah bermain bersama kita?" tanya sang gadis pada akhirnya.

Bocah lain yang identik dengan rambut pirangnya menghentikan ayunannya, "Dia maksudmu?" tanya Ino sembari menunjuk gadis cilik berambut indigo itu.

Gadis bermata hijau zamrud menganggukan kepalanya. "Hm."

Ino mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tau, mungkin dia tidak memiliki teman."

Tiba-tiba raut wajah gadis bermata zamrud yang identik dengan rambut pink-nya itu berubah menjadi masam. Ia tidak suka dengan pernyataan Ino tadi. Yang ia yakini, semua orang pasti memiliki teman, termaksud bocah bermata lavender itu. Meskipun ia jarang, bahkan tidak pernah bergabung dengan anak-anak lain.

Yah, setidaknya ada dirinya yang bersedia menjadi teman gadis cilik itu.

Dia turun dari ayunan. Melangkah cepat ke sudut taman –dimana gadis berambut indigo itu duduk– tanpa menghiraukan Ino yang meneriaki namanya.

Dan setelah dia sampai tepat di depan gadis bermata lavender itu, dia mengulurkan tangannya.

"Namaku Haruno Sakura."

Gadis cilik itu mendongakkan kepalanya. Air mukanya sedikit kaget, namun terbesit pula perasaan takut. Kedua tangan mungilnya masih menggenggam origami yang hampir jadi itu.

"Dan kau?" lanjut Sakura –pemilik mata hijau zamrud itu.

Gadis di depan Sakura menelan ludahnya. Sebelah tangannya sedikit bergetar ketika ingin menyambut uluran tangan Sakura.

"Hyu-Hyuu-Hyuuga Hi-Hina-Hinata."

Sakura memiringkan kepalanya –bingung–. "Kau tidak apa-apa, Hinata-chan? Nada bicaramu aneh."

Hinata menarik tangannya lalu kembali melipat origaminya. Jantungnya berdegup cepat. Sungguh, baru pertama kali ia menerima uluran tangan orang lain, terlebih orang itu adalah orang asing.

Baru pertama kali seseorang mau menghampirinya. Mengajak kenalan. Apa gadis di depannya mau berteman dengannya?

Hinata kembali sibuk melipat origami, membiarkan Sakura diam hingga bosan.

Sakura mendengus kesal. "Kau ada masalah apa? Apa kau tidak memiliki teman?" ucapnya gamblang.

Hinata kontan terkejut mendengarnya. Sungguh ia ingin menangis saat itu juga. Tidak memiliki teman? Ia tidak memiliki teman? Memang ia tidak punya teman. Menyedihkan.

"Tidak memiliki teman" sukses menusuk hati Hinata. So deep.

Karena sifat dasarnya yang sensitif dan cengeng, Hinata menitikkan air mata –berhasil membuat Sakura tersentak– "Kau benar-benar tidak memiliki teman? Makanya kau menangis?" tanya Sakura kecil polos.

Dan setelah itu yang Sakura tau, Hinata menangis sekencang-kencangnya –berhasil membuat suasana taman menjadi heboh.

xxXXxx

NOW

Siang itu begitu panas. Matahari bersinar terik.

Mobil Honda Civic silver melaju kencang, tidak peduli sepadat apapun jalan. Tidak jarang ia menerima klakson –yang berupa wujud protes– dari kendaraan lagi. Namun sekali lagi, yang mengemudi tidak peduli. Ia hanya peduli dengan Blackberry yang menempel di telinganya. Tangannya sibuk mengemudi sedangkan Blackberry-nya ia selipkan di antara bahu dan telinga.

Pernahkah ia mendengar bahwa menelfon saat mengemudi itu berbahaya?

Jika pernah pun, ia tidak peduli.

"Hm ... Ya ... Sebentar saja, setelah itu aku akan kembali secepatnya ... Ya, ya, aku tau ... Sudahlah, aku baik-baik saja, jalanan sepi ..."

Dan wanita yang identik dengan rambut pink-nya itu terus mengoceh sepanjang perjalanan menuju Konoha Mall Centre. Tanpa ia sadari, Honda Civic itu sudah menjajaki basement –dengan selamat– dan langsung memarkirkan mobilnya asal.

"Sakura, kau sudah sampai di sana?"

"Kau mengejekku, Naruto?" ucap Haruno Sakura sembari membereskan hand bag-nya –memastikan dompet tidak tertinggal dan hand phone-nya yang satu lagi masih ada.

Terdengar sebuah tawa kecil di sebrang sana. "Iie, hanya memastikan. Kenapa tidak menungguku selesai rapat?"

"Karena lama." Sakura berjalan ke arah dimana lift berada.

"Baiklah, jangan lama-lama."

"Iya." KLIK!

Dan sambungan diputus. Terbesit rasa kesal di hatinya. Uzumaki Naruto terus mengomelinya, padahal Sakura hanya mengendarai mobil sendiri. Bukan masalah besar kan? Toh dirinya tidak kenapa-napa. Yah, meskipun cara ia mengendarai sedikit nakal alias ngebut.

Sakura segera memasukkan Blackberry-nya ke dalam hand bag. Yang ingin ia lakukan sekarang hanyalah mengambil obat pesanannya, lalu kembali ke mobil, dan melesat pergi menuju kantor.

Di tempat lain, seorang wanita berambut indigo panjang duduk di atas bangku. Kakinya bergerak-gerak kecil. Ia mengenakan kaos putih dan rok biru selutut. Ia melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan sebelah kiri. Sudah 5 menit, tapi orang yang ditunggunya belum kunjung keluar. Sudah 5 menit dan rasa bosan mulai menguasai dirinya.

Akhirnya ia berdiri dari duduknya, menghampiri meja resepsionis. "Maaf, berapa lama lagi Sasuke keluar?" tanyanya pada penjaga resepsionis itu.

"Maaf Hinata-sama, saya tekankan sekali lagi bahwa tuan Uchiha sedang rapat." Ucap penjaga resepsionis itu agak jengkel. Sudah ketiga kalinya dalam jangka waktu 5 menit ia ditanya seperti itu.

"Oh begitu? Baiklah, tolong sampaikan ke dia bahwa saya pinjam mobilnya."

"E-eh, Hinata-sama, anda mau kemana?" tanya sang penjaga resepsionis panik.

"Keluar kota." Jawab Hinata sebelum melesat pergi.

'Gawat!' Pikir wanita penjaga resepsionis itu. Yang ia khawatirkan adalah bosnya, Uchiha Sasuke, yang pasti akan terkejut bukan main jika mendengar istrinya pergi sendiri ke luar kota. Terlebih, mengendari mobil sendirian dengan kemampuan yang belum sempurna?

Fyi, Hinata baru belajar mengendarai mobil sekitar 2 minggu yang lalu.


"Halo?"

"Kau di mana?"

"Bisakah tidak menggangguku? Aku dalam perjalanan pulang." Bual Sakura.

JLEB!

Pintu mobil tertutup.

"Kau baru mau berangkat, huh?" ucap siapa lagi kalau bukan Naruto, tunangan Sakura yang selalu mengkhawatirkannya. Terlebih saat Sakura mengendarai mobil sendiri.

"Ya."

"Great. Cepatlah ke kantor. Jiraiya-jiisan sudah menunggu. Kau janji akan menghadiri rapat hari ini kan?"

"Ya, ya." Sakura melajukan mobilnya.


"Karin, di mana Hinata?" tanya pemuda bermata onyx itu.

Karin –penjaga resepsionis itu– mendongakkan kepalanya. Bingung mau menjawab apa. "Tuan bukannya sedang rapat?" Karin mengalihkan topik.

"Di mana Hinata?" ulang Sasuke dengan nada sedikit kesal. Asal Karin tahu, Sasuke rela meninggalkan rapat hanya untuk memastikan keadaan sang istri.

Karin menelan ludah. Akhirnya ia memutuskan untuk menjawab jujur. "Di-dia pergi tuan."

"Kemana? Dengan siapa? Supir?"

"Ke-keluar kota, tuan. Sendiri. Naik mobil tuan."

"APA?"


"Kenapa kau lama sekali?"

"Karena kau menelfonku terus-menerus." Ucap Sakura kesal. Lagi-lagi ia diomeli Naruto sepanjang perjalanan. Rasanya ingin beberapa meniit saja tidak mendengar ceramahan dari tunangannya.

"Posisimu di mana sekarang?"

"Sudah dekat." Sakura memutar setirnya. Di depan sana ada perempatan. 15 detik lagi lampu lalu lintas berubah menjadi merah, tetapi kecepatan mobil tetap konstan.


Hand phone sony ericsson itu bergetar. Hinata sama sekali tidak menghiraukannya. Ia sedang mengemudi, dan setahunya berbahaya jika mengangkat telfon saat mengemudi. Namun bola mata lavendernya sempat melihat layar.

Uchiha Sasuke is calling ...

Hinata menghela nafas. Pasti suaminya itu akan mengomel tidak jelas.

Lampu lalu lintas tengah berubah menjadi kuning. Hinata menghentikan mobilnya pelan.


Lampu lalu lintas tengah berubah menjadi merah, dan Sakura masih mengemudi dengan kencang.

"Nanti aku telfon lagi, aku sudah hampi sam–"

BRUKK!

Dan Honda Civic silver itu berhasil menabrak BMW di depannya.


BMW hitam itu telah berhenti. Hinata segera menarik rem tangan. Selanjutnya ia mengambil sony ericsson yang masih maraung-raung minta diangkat.

"Halo."

"Hinata, kau mau kemana?"

"Aku mau–"

BRUKK!

Dan kalimatnya terhenti ketika ia sedikit terlonjak ke depan akibat tabrakan hebat dari Honda Civic di belakangnya.


'Bedebah!' Umpat Sakura panik.

Ia baru saja menabrak mobil BMW yang pasti mahal itu, dan kerusakan yang ia buat tidak bisa dibilang ringan.

Ditambah pemilik mobil BMW itu kini telah membuka pintu mobilnya.


'Sial!'

Hinata segera keluar dari BMW. Tidak peduli akan tatapan-tatapan orang yang berlalu lalang. Yang jelas ia ingin sekali mengutuk orang yang telah menabrak mobilnya.

"Heh! Keluar kau!" Hinata menghentak Honda Civic itu.

Mau tidak mau pengemudi Honda Civic itu harus keluar sekarang juga sebelum sang nyonya Uchiha meledak tak karuan.


"Hinata?" Sasuke terus memanggil Hinata namun tak ada jawaban. Sambungan masih aktif.

Yang terakhir ia dengar hanyalah suara hentakan keras, entah suara apa itu.

'Oh Kami-sama.'


"Hey, Sakura? Kenapa diputus sih?" Pemuda berambut kuning jabrik itu menatap layar hand phone-nya. Ia menyerngitkan dahi.

Hal terakhir yang ia dengar adalah suara hentakan keras.


"Keluar!" Sekali lagi Hinata menghentak Honda Civic itu dengan kedua tangannya. Kali ini memukul-mukul kaca mobilnya.

Sakura membuka pintu mobil. "Gomenasai, saya tidak bermaksud–" kata-kata Sakura terhenti ketika menyadari bahwa sosok berambut indigo panjang telah berdiri di depannya. Sosok yang ia kenal.


Hinata terus menghentak kaca mobil sampai akhirnya pemilik Honda Civic itu keluar. Ingin ia mengutuk orang yang telah menabrak BMW-nya, namun segera ia urungkan ketika pemilik Honda Civic itu keluar.

"Sakura?"

"Hinata?"

Dan permirsa sekalian, sorak sorai penonton pada siang itu mengiringi suasana saat itu. Dunia memang sempit. Raut wajah Hinata yang terkejut segera berubah menjadi masam, mengingat kecelakaan kecil yang merusak BMW-nya.

"Wanita sialan! Tidak bisa lihat apa lampu sudah merah?" ucap Hinata ketus.

Mau tidak mau emosi Sakura terpancing. Terlebih yang memarahinya adalah orang yang dibencinya. "Seharusnya kau tetap melaju saat lampu masih kuning. Tapi apa yang kau lakukan? Menghentikan mobilmu disaat lampu belum berubah menjadi merah."

"Apa? Sekarang kau menyalahkanku? Padahal jelas-jelas kau yang menabrakku!"

"Aku tidak tau kalau kau akan berhenti, setahuku lampu masih kuning jadi aku bebas dong melajukan mobilku?"

"Ini persimpangan, bukan jalan tol! Seharusnya kau menyadarinya dan mengurangi kecepatan mobilmu!"

"Heh, kau pikir ini jalan punya siapa? Nenek moyangmu?"

"Oh, kau cari masalah denganku?"

"Bukankah kau selalu mencari masalah? Kau yang selalu memulai? Kau yang selalu menjadi biang kerok?"

"Apa katamu?"

"Kau itu egois Hinata! Kalau saja kamu mau menghilangkan keegoisanmu itu, aku yakin–"

"Cukup! Ada apa ini?" sela polisi yang kebetulan lewat. Tiba-tiba suasana siang itu menjadi heboh tak karuan. Orang-orang yang berlalu lalang lebih menghentikan langkahnya dan menyaksikan perangan dingin di antara dua pengemudi mobil itu.

Bahkan mobil-mobil lain di belakang Sakura ikut menyaksikan pertengkaran itu. Tidak peduli bahwa lampu lalu lintas telah berubah menjadi hijau.

"AKU TIDAK EGOIS!"

"YA, KAU ADALAH WANITA TEREGOIS YANG PERNAH KUKENAL!"

"SUDAH CUKUP" Teriak polisi itu tidak kalah kencangnya.

Beginilah jika kedua insan itu bertemu.

Hyuuga dan Haruno.

Tak akan bisa menyatu.

xxXXxx

"Lain kali tolong berhati-hati." Tutup polisi paruh baya itu dalam ceramahnya.

Hinata dan Sakura hanya bisa diam. Setelah menarik hand bag-nya, Sakura segera pergi dari ruangan kepolisian itu. Ia mendapati Uchiha Sasuke tengah duduk di bangku depan ruangan itu.

"Maaf soal mobilmu." Ucapnya sebelum melesat pergi.

"Sakura." Panggil Sasuke yang kini telah berdiri dari duduknya.

Sakura membalikkan badannya. "Hm?"

"Sampai kapan kalian akan seperti ini?"

Tenggorokan Sakura tercekat. Raut wajahnya bertambah masam. Namun ia memaksakan seulas senyum. "Entah." Gumamnya sebelum kembali melesat pergi.

Sasuke mendengus kesal. Prihatin akan kondisi dua orang itu. Tidak lama kemudian Hinata keluar dari ruangan.

"Ayo pulang."

Bersambung

Catatan :

Fyi, karena masih prolog jadi belum jelas *prolog kok panjang banget ya?* kenapa kayanya Hinata benci banget sma Sakura bgtu juga sebalikna? Lihat chap nanti" yaaa soalnya alurnya juga bolak-balik ~XDD

Saya kembali dengan fic yang tdk jelas

Niatnya saya mau lanjutin "Dua Orang Teman" tapi otakku kok gak jalan ya?

Malah dapet ide buat bikin fic ini T_T

Dilanjutin aja gak ya yang "Dua Orang Teman" itu?

kok jadi curhat sih? Hehehe,,

Oh iya buat 'Why Did I Know You?' kayanya bakal apdet lama DDX~

Udah saya tulis setengah kok, tapi belum siap publish TT_TT

Yosh! Pendapat, kritikan, pujian? Klik aja tombol hijau di bawah XDD

30 Mei 2010,

Cialarissa