Angin malam di bulan Desember berhembus kencang. Dingin. Itulah kata-kata yang cocok untuk mendeskripsikan udara sekarang. Seorang gadis sedang berjalan di tengah kerumunan orang yang akan pulang ke rumah masing-masing karena udara yang dingin ini.
"Hei...manis!" kata seseorang saat gadis itu memasuki sebuah gang kecil,
"Mau temani kami, malam ini?" tanya pria lain, gadis itu hanya diam.
"Hei...jawab pertanyaan kami!" kata pria itu lagi sambil mencengkram pundak sang gadis,
"Lepaskan aku." kata sang gadis akhirnya angkat bicara,
"Siapa namamu, manis?" kata salah satu pria lain,
"Jangan macam-macam kalian!" kata sang gadis memperingatkan.
"Harusnya kami yang bilang seperti itu!" kata pria itu dengan nada mengancam, tetapi sang gadis tidak mengubris perkataan pria itu.
"KAU!" teriak salah satu pria kepada sang gadis dan mencengkram tangan sang gadis dengan erat.
"Lepaskan aku!" kata sang gadis dingin, sedingin udara malam itu.
"Ukh..."
Salah satu pria itu tewas seketika, darah segar mengalir kearah sang gadis. Bau anyir tercium disekitar gadis itu, pria lainnya makin kesal.
"APA YANG KAU LAKUKAN!" kata salah satu pria kepada sang gadis,
"Bukankah sudah kukatakan, jangan macam-macam kepadaku, atau kalian akan mendapatkan ganjarannya." kata sang gadis tenang dan dingin.
"KAU!" kata salah satu pria sambil mengangkat sang gadis.
"Ukh..."
Salah satu pria lain juga tewas seketika dan pria yang mengangkat gadis itu juga tewas seketika. Bau anyir darah yang kental berada disekitar sang gadis, gaun putih yang ia pakai ternodai oleh darah tersebut. Cipratan-cipratan darah menempel di dinding bangunan yang menjadikan sebuah gang kecil tersebut menjadi tempat berkumpulnya preman-preman.
"Sebagai hadiah perpisahan akan kuberitahu namaku. Namaku adalah Cecilia Anastassia Phantomhive. Jangan pernah macam-macam dengan Goddess of Death." kata sang gadis sambil tersenyum puas melihat preman-preman yang menggodanya tadi telah tewas. Lalu iapun pergi. Menghilang tanpa jejak, bagaikan angin.
Joining harmoniously
In the dark
Despair
And the future
The moonlight that exposes
My sorrow
Shines coldly
.
.
.
Goddess of Death
Chapter 1 : Lacrimosa
Kuroshitsuji belongs to Yana Toboso
Lacrimosa sing by Kalafina
.
.
.
"Wonderful, seperti biasa lagu yang kau bawakan sungguh indah." kata Ratu Victoria memuji pemusik kesayangannya.
"Terima kasih, Yang Mulia." balas Sebastian sambil membungkukkan badannya, tanda hormat kepada sang penguasa Britania Inggris. Sang Ratu tersenyum lembut kepada Sebastian.
"Oh...iya, malam ini ada pesta kerajaan guna menyambut tamu yang berasal dari luar negeri. Bisakah kau datang untuk memainkan lagu?" tanya Ratu Victoria keapada pemusik kesayangannya dengan lembut.
"Yes, My Lord. Permintaan anda adalah perintah bagiku." kata Sebastian sambil membungkukkan badannya.
"Terima kasih," balas Ratu Victoria, "Akan kusuruh kusir untuk menjemputmu."
"Terima kasih banyak, Yang Mulia Ratu." kata Sebastian lagi.
"Sekarang kau bisa bersiap-siap di rumahmu." balas Ratu Victoria.
With secret you gave
As companion
I proceed into the silence
Of the blue ninght
Malam yang telah dinantikan akhirnya datang, Sebastian segera bersiap-siap untuk pergi ke acara tersebut. Kusir yang diperintahkan oleh Ratu Victoria juga sudah datang menjemput sang pemusik kesayangan Ratu Victoria tersebut. Sebastian segera menaiki kereta kuda yang sudah dipersiapkan untuknya. Di sepanjang jalan Sebastian memikirkan lagu apa yang akan ia mainkan nanti,
'Lagu apa yang harus kumainkan nanti?' kata Sebastian mulai bermonolog ria.
"Bagaimana kalau concerto in F for piano, no.1," gumam Sebastian "Jangan itu sudah sering kumainkan." lanjut Sebastian masih berpikir. "Bagaimana kalau concerto in G for piano, no 4." kata Sebastian lagi.
Karena bingung akhirnya Sebastian memutuskan untuk melihat keluar jendela kereta kuda tersebut. Saat melihat keluar, Sebastian melihat seorang gadis berambut kelabu sedang berdiri di balik pohon sekitar jalan itu.
"Siapa dia?" tanya Sebastian. Saat bertanya-tanya sendiri, ternyata kereta kuda tersebut sudah berhenti,
"Tuan., kita sudah sampai." kata kusir.
"Ah...ya," kata Sebastian, "Terima kasih." lanjutnya.
"Sama-sama." kata kusir itu.
Lacrimosa...
Broken and vanishing into
The distance
I want to love this
Dazzling world once more
I hide my dreams
Within my eyes
Until my tainted heart
Receives falling tears
Sebastian mulai memainkan lagu minuet, sebagai lagu pembuka. Dengan lihai jari-jarinya memainkan lagu itu. Tuts demi tuts ia tekan, hingga menghasilkan alunan nada yang merdu nan lembut. Di akhir permainannya, semua tamu yang hadir memberi tepukkan tangan untuk Sebastian.
"Wonderful!" kata salah satu tamu.
"Iya, padahal masih muda, tetapi permainannya sudah setingkat master piano." kata seorang lady.
Begitulah kata beberapa orang saat Sebastian memainkan lagu selanjutnya. Yang ia mainkan sekarang adalah Piano Sonata No. 8 (Pathetique) karya Beethoven. Tangannya dengan gemulai menekan tuts itu satu-persatu dengan anggun dan lihai layaknya komponis dunia, setaraf Mozart ataupun Beethoven. Layaknya tadi, sekarang Sebastian menerima tepuk tangan yang meriah lagi.
Sekarang, musik lembut dari grup kur yang dipimpin oleh Ash menyanyikan lagu lembut yang menghanyutkan selama pesta berlangsung.
"Pesta yang meriah." kata Sebastian sambil tersenyum kepada dirinya sendiri, lalu ia keluar dari hall yang megah itu dan berjalan menuju sebuah balkon.
"Udaranya segar sekali malam ini." kata Sebastian sambil tersenyum simpul.
"Permisi, boleh aku bertanya?" kata sebuah suara lembut yang membuat Sebastian terkejut.
"Ten-tentu saja." kata Sebastian membalikkan badannya menghadap pemilik suara lembut itu.
Ruby bertemu sapphire itulah yang sedang terjadi sekarang. Keduanya saling menatap, menyelami keindahan bola mata yang lawan bicara mereka miliki.
"Maaf, namamu siapa?" tanya Sebastian lembut.
"Namaku Cecilia Anastassia Phantomhive." kata gadis pemilik sapphire itu.
"Oh...tadi kamu ingin bertanya tentang apa?" tanya Sebastian.
"Apakah kau yang beemain piano tadi?" tanya Cecilia.
"Ya itu aku." Jawab Sebastian.
"Kalau begitu, namamu siapa?." kata Cecilia.
"Namaku Sebastian Michaelis," jawab Sebastian, "Ada apa kau bertanya?" lanjut Sebastian.
"Tidak, aku hanya ingin tahu saja." kata Cecilia sambil tersenyum lembut.
"Ladies and gentleman, sekarang kita akan mulai acara pesta dansa kita." kata Ratu Victoria memberi aba-aba.
"Mau dansa?" tanya Sebastian.
"Tentu." kata Cecilia.
Musik mulai mengalun, lagu yang dimainkan adalah Blue Danube, lagu yang sering dimainkan jika ada pesta dansa. Gaun hitam Cecilia melambai di tengah hall, rambut kelabunya yang terurai menambah anggun gadis muda ini, ralat, Goddess of Death ini. Bagaikan air yang menghanyutkan, musik terus mengalun membuat kaki-kaki di tengah hall terus menari. Seperti tidak megenal lelah, Sebastian dan Cecilia juga terus menari.
A phantom carriage part of darkness
On its way to where there is light
The trap known as dreams
Lures us into the inferno
"Malam yang menarik." kata Cecilia sambil tersenyum simpul.
"Ya, malam yang menarik." balas Sebastian.
Teng. Teng. Teng.
Menara Big Ben telah berbunyi, menandakan sekarang sudah jam dua belas tepat tengah malam.
"Ah...sudah jam dua belas malam." kata Cecilia terkejut.
"Memang kenapa?" tanya Sebastian.
"Maaf, aku harus pergi." kata Cecilia berlari keluar dari hall, tetapi Sebastian menahannya.
"Apa kita bisa bertemu lagi besok?" tanya Sebastian atau lebih tepatnya meminta.
"Tentu saja." jawab Cecilia.
"Besok. Di depan teater Park House." kata Sebastian.
"Baiklah." kata Cecilia lalu berlari meninggalkan Sebastian di belakang. Sebastian hanya menatap punggung kecil itu pergi.
Sebastian P.O.V
Aku mengajak seorang gadis pergi besok. Ini yang pertama kalinya, biasanya gadis-gadis yang mengajakku pergi, tetapi sekarang aku yang mengajaknya. Cecilia Anastassia Phantomhive, nama yang bagus. Mata sapphirenya, rambut kelabu yang panjang, dan kulitnya yang seputih kapur. Dia bagaikan boneka yang terbuat dari kaca yang tidak pernah terjamah oleh manusia manapun.
Tunggu. Perasaan apa ini? Apakah ini cinta? Mungkin benar ini cinta. Rasanya menyenangkan dan,
manis.
"Hoi...Sebastian!" seseorang memanggil namaku.
Ternyata Ash. Pria bermata amethyst itu adalah temanku sesama pemusik di Britania Inggris ini.
"Ada apa, Ash?" tanyaku.
"Kau tadi berdansa dengan siapa?" tanyanya.
Kenapa dia bertanya seperti itu? Tidak biasanya dia bertanya seperti itu.
"Hm...namanya Cecilia Anastassia Phantomhive." jawabku.
"Phantomhive?" tanyanya balik.
"Iya. Ce-ci-lia Anas-tassia Phan-tom-hive." kataku sambil mengeja nama Cecilia secara perlahan.
"Apa kau yakin?" tanyanya.
Sepertinya ia bingung.
"Iya. Aku yakin sekali. Dan terakhir aku memerikasa telingaku itu adalah dua hari yang lalu," gurauku, "Memang kenapa?" tanyaku penasaran.
"Oh...tidak. Tidak apa-apa." katanya.
Aneh.
Itulah kata-kata yang bisa kupikirkan saat ini. Tidak biasanya dia kebingungan begini. Memangnya ada apa dengan nama "Phantomhive". Menurutku itu nama yang,
misterius.
"Hoi...Sebastian ayo kita minum anggur." ajak Ash.
"Ayo." balasku.
Kami masuk dan mulai meminum anggur.
Sebastian P.O.V end
To the merciless gods
Above the sky
No cry will get through
Lacrimosa...
Cecilia P.O.V
Jam dua belas tepat, aku harus pergi sekarang, kalau tidak aku akan dapat masalah. Cih...menyebalkan sekali. Aku seperti dikejar setan, setan? Hahahaha ngomong apa aku ini? Aku ini setan, ralat, Goddess of Death.
Tugasku adalah membawa jiwa manusia memasuki alam kematian dengan baik. Tidak terasa sudah seratus tahun aku sudah menjalani kehidupan seperti ini.
Sejak saat itu.
"Cecilia, kau terlambat dua puluh menit." kata suara bass seseorang.
"Hanya dua puluh menit saja, Lilith saja nyaris setengah jam." kataku dingin kepada orang menegurku itu.
"Ya baiklah. Aku tidak akan bisa menandingimu dalam hal berdebat." kata orang itu.
"Sudahlah, Lucifer aku tidak suka itu." kataku kepada Lucifer, orang yang menegurku tadi.
"Ayo, Lord of Death akan memberikan perintah kepada kita." kata Lucifer.
"Ya." balasku.
"Nah...sekarang aku akan memberikan perintah kepada kalian" kata seseorang dengan baju zirah abad ke tujuh belasan. Hei...ini abad delapan belas tahu!
"Lucifer, ambil ini." kata Lord of Death sambil memberikan sebuah gulungan kertas dengan pita merah.
"Lilith, ambil ini." kata Lord of Death sambil memberikan sebuah gulungan kertas dengan pita merah.
"Cecilia, ambil ini." kata Lord of Death sambil memberikan sebuah gulungan kertas dengan pita merah.
Kami semua menerima gulungan yang isinya berbeda.
"Akan kami laksanakan, My Lord!" kata kami sambil membungkukkan badan.
Lucu sekali, kami tidak pernah melihat isi dari gulungan itu sebelum kami pergi dari ruangan Lord of Death.
Kamipun menghilang bagaikan angin.
Sekarang aku sendirian di tengah hutan yang gelap ini, sudah hampir seratus tahun aku tinggal disini.
Kubuka gulungan kertas pemberian Lord of Death, dan kubaca isinya,
Tugasmu sekarang adalah mengambil satu jiwa manusia
Ini sungguh mudah.
Orang yang harus kau ambil jiwanya adalah seorang pemusik
Biasa saja, aku sudah mengambil jiwa Beethoven dan Mozart. Apa susahnya sekarang?
Nama orang itu adalah
Let us become firewood
That has been burnt until we are hollow
And burn that sky
Until it is no more
"Kau dapat apa Cecilia?" tanya Lucifer tiba-tiba datang.
"Kalau aku membunuh seorang PSK lagi." kata Lilith dari belakang punggung Lucifer.
"Diam kau Lilith! Yang kutanyai itu Cecilia." kata Lucifer dingin, Lilith hanya diam seribu bahasa.
"Membunuh seorang musikus lagi." kataku dengan dingin dan datar.
"Oh...begitu." kata Lucifer.
"Namanya?" tanya Lilith penasaran.
"Sebastian Michaelis." kataku datar.
Besok aku bisa langsung menghabisinya. Untung aku datang ke pesta itu, jadi aku tidak perlu repot-repot mencari si Sebastian Michaelis itu. Walaupun aku datang secara illegal, tapi ada untungnya juga.
Lacrimosa...
Fallen and born here
I want to love this blood-soaked world without fear
Instead of being forgiven
Forgive and heve faith
And remain on the face of this earth
To count the tearful days that pass
Lacrimosa...
Author Note :
Sebelumnya saya mau mangucapkan terima kasih atas perhatiannya kepada fic pertama saya yang lalu. Sekarang saya datang dengan fic multichapter. Mungkin ada banyak kekurangan dengan cerita ini, TYPO, dkk.
Fic ini adalah fic gothic walaupun sepertinya tidak kelihatan gothicnya *plakk
tetapi ini mengambil latar pada abad kedelepan belassan. Jadi masih zamannya gothic kan? *nyengir*
Dan yang di bold itu simfoni-simfoni klasik semua #gakadayangnanya
Dan yang di center dan di italic yang berbahasa Inggris itu, lagunya Kalafina yang namanya Lacrimosa.
Menurut anda apakah ide cerita ini bagus?
Sebelum meninggalkan halaman ini, tolong tinggalkan jejak anda alias
REVIEW please...
