A Touken Ranbu Fanfiction
Touken Danshi x OC Saniwa
Disclaimer: I just own the plot and the OC, Touken Ranbu belongs to DMM/Nitro+
Kumpulan short fic, prekuel sekaligus sekuel dari "Tubuh Penuh Luka"
Part 1
Tsurumaru Kuninaga – Surprise and Kiss on Toe
.
[Gadis itu selalu memberinya kejutan, bahkan hingga saat kepergiannya]
.
Pagi itu matahari bersinar dengan cerahnya diantara langit yang begitu biru. Awan kelabu yang menjadi pertanda buruk sama sekali tidak menampakkan wujudnya. Hari yang cocok untuk pergi ke medan perang, menghabisi musuh, dan pulang dengan membawa kemenangan sempurna.
"Saa, daibutai no hajimari da!*", seru Tsurumaru antusias.
"Tsuru-san, tugas kita hari ini hanya menyapu halaman, bukan pergi ke medan perang", koreksi Mitsutada.
Semangatnya yang seketika menghilang, kini membuat sang bangau tak ubahnya seperti mainan yang kehabisan baterai. "Habisnya... akhir-akhir ini tugas kita hanya seputar ladang atau kandang kuda. Tidak ada kejutannya sama sekali...", keluh Tsurumaru sambil menggerakkan sapunya dengan enggan.
"Apa boleh buat kan? Aruji sedang fokus memperkuat pedang para Shinsengumi supaya bisa cepat menembus Ikedaya. Sekarang bukan saatnya untuk tachi seperti kita untuk maju", jelas Mitsutada. "Lihat, Midare-chan yang seharusnya bisa maju ke medan perang saja mau menyapu tanpa protes"
"Untuk saat ini... aku lebih memilih menyapu halaman daripada harus maju ke Ikedaya", muram menyelimuti Midare yang biasanya selalu ceria.
"Loh, memangnya kenapa?", tanya pedang bermata satu itu tak mengerti.
"Mitsu-san tidak tahu sih, seramnya tiba-tiba diterjang yari di dalam ruangan! Terlambat sedikit menghindar bisa patah loh! Patah!", ujar Midare menggebu.
"Be- begitu ya?", Mitsutada yang tak menyangka dengan reaksi sang tantou hanya bisa menjawab seadanya.
"Hah... Bosannya", Tsurumaru kembali mengeluh untuk kedua kalinya. Ia sama sekali tidak menghiraukan racauan Midare dan tetap menyapu dengan gerakan yang minim. Pikiran pria bersurai putih itu kini dipenuhi dengan berbagai cara untuk menghilangkan kebosanannya. Menimbang siapa yang paling pas untuk dijadikan target keisengannya berikutnya.
Gokotai? Tidak tidak... Aku sudah kapok dikeroyok dan hampir dikuliti hidup-hidup oleh saudaranya yang lain karena terlalu sering mengerjainya.
Kara-bou? Dia juga tidak... Akhir-akhir ini dia lebih banyak mendiamkanku walau kukerjai. Reaksinya sudah tidak seru lagi.
Tapi kalau begitu, siapa yang-
"Aduh!", lamunan Tsurumaru tersebut terputus ketika merasakan sesuatu menancap dan mencabik ibu jari kakinya. Dan benar saja, pria beriris keemasan itu kini mendapati tabi** pada kaki kanannya telah ternoda oleh merahnya darah.
"Kyaa! Itu apa?! Ular?!", Midare yang berdiri tak jauh dari sang tachi menjerit ketika melihat sesuatu yang panjang dan bersisik menghilang kebalik semak-semak.
Saat itu juga Tsurumaru mengerti apa yang baru saja menyerangnya. Gigitan itu sendiri sebenarnya tidak terlalu menyakitkan bagi pedang tempaan Gojou Kuninaga tersebut, tapi tidak dengan sesak dan pandangan yang tiba-tiba mengabur.
Gawat... racunnya... rutuknya sebelum tubuhnya menyentuh tanah karena kakinya yang kebas tak sanggup lagi menahan beban.
"Tsuru-san?!", Mitsutada dan Midare segera menghampiri Tsurumaru yang kini tampak begitu pucat. "Jangan-jangan... karena ular yang tadi?"
"Hehe, ini baru kejutan", Tsurumaru terkekeh lemah.
"Ini bukan saatnya untuk tertawa kan?!", seru Mitsutada geram. Tachi Osafune itu segera mengikat pergelangan kaki Tsurumaru agar racunnya tidak semakin menyebar sebelum kemudian menggendongnya ke dalam honmaru.
Sementara itu, Midare yang gerakannya paling cepat sudah lebih dulu berlari ke dalam untuk mencari tuannya. "Aruji-san! Tsuru-san digigit ular beracun!", seru sang tantou panik ketika mendapati sang saniwa tengah menyesap tehnya di teras honmaru.
Mendengar seruan Midare, pandangan gadis itu kemudian beralih pada Mitsutada yang berlari tak jauh di belakangnya. Kaget menghiasi wajah sang Aruji ketika melihat kondisi Tsurumaru yang berada dalam gendongan sang Osafune. Bagaimana tidak? Belum ada lima belas menit ia melepas ketiga pedangnya untuk membersihkan halaman dan kini mereka sudah kembali dengan salah satunya terluka parah.
'Ke ruang teire'
'SEKARANG', perintah yang dituliskan sang gadis dengan tiga huruf hiragana itu memenuhi satu halaman buku gambarnya.
Dengan cekatan, gadis saniwa itu segera membuatkan penawar racun dan membersihkan luka sang Kuninaga.'Tsurumaru-san, aku akan menghisap racunnya. Tolong tahan untuk tidak menggerakkan kakimu ya', tulisnya kemudian.
"Menghisap? Bagaima-", ucapan Tsurumaru terpotong ketika melihat bibir gadis itu menyentuh ibu jari kakinya yang terluka. " A- Aruji?!", kini giliran ia yang dikejutkan. Tak pernah terbesit dalam pikirannya bahwa sang saniwa, gadis yang menjadi tuannya, akan mencium kakinya dengan alasan apapun.
Pria itu merasakan pipinya memerah dan panas, debaran jantungnya yang tak karuan serasa dapat meledak kapan saja. Sepertinya ciuman sang Aruji memberikan efek yang lebih besar dibandingkan racun itu sendiri. Ingin rasanya ia segera memutus sentuhan tersebut, namun ketiadaan tenaga membuatnya sama sekali tak bisa mengontrol tubuhnya. Tsurumaru hanya bisa pasrah sang saniwa menangani lukanya sementara ia berusaha menenangkan debaran jantungnya yang bertalu bising.
.
Beberapa hari berikutnya, Tsurumaru mau tidak mau harus menghabiskan waktunya dengan berbaring di atas kasur. Ia memang bukan sepenuhnya manusia sehingga kekuatan sang Aruji dapat membantunya untuk cepat pulih. Namun ia juga bukan sepenuhnya tsukumogami*** sehingga racun ular itu masih memberinya pengaruh.
'Sepertinya kondisimu sudah jauh lebih baik. Besok kau sudah boleh kembali bertugas seperti biasa', tulis sang gadis saniwa selesainya ia memeriksa keadaan Tsurumaru.
"Syukurlah... Aku bisa mati kebosanan kalau terlalu lama berdiam di sini", ujarnya lega.
'Mengerjai yang lain sih boleh saja, tapi aku tidak mau dikejutkan seperti kemarin lagi', protes sang gadis.
"Ahaha, maaf maaf... Bukan mauku juga memberi kejutan seperti itu", Tsurumaru terkekeh dan menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Oh iya, bagaimana kalau berikutnya Aruji yang memberiku kejutan?"
'Aku?', walau tampak ragu, tapi tampaknya gadis itu tertarik dengan ide yang diajukan toudan-nya. 'Aku belum pernah memberi kejutan pada siapa pun sih, tapi akan kucoba!', tulisnya semangat.
"Ou! Tanoshimi****", seringaian terkembang di wajahnya. Tak sabar dengan kejutan apa yang akan sang saniwa hadiahkan khusus untuknya.
Hari itu, ia hanya bisa terbaring menatap langit-langit salah satu ruangan di honmaru. Ruangan yang penuh dengan jejak pertarungan tersebut tampak begitu berantakan. Dinding yang hancur, tatami yang tercabik, serta goresan darah menghiasi ruang yang sunyi mencekam. Merah menodai putih pada pakaiannya, kini ia tak ubahnya seperti seekor bangau sungguhan. Saniwa-nya kini telah jatuh. Menghilang kedalam kegelapan tanpa bisa ia hentikan.
Senyuman pahit menghiasi wajah sang toudan yang tampak lelah. Bisikan paraunya memenuhi ruangan bersamaan dengan air matanya yang mulai meleleh.
"Bukan kejutan seperti ini yang kuinginkan, Aruji..."
-Part 1: fin-
a.n:
*Now let's begin the grand stage!
**Kaos kaki tradisional jepang
***Roh/spirit yang berasal dari benda-benda kuno berumur ratusan tahun.
****I'm looking forward to it!
