"Ketika orang-orang mulai memaki dan mengumpat karena jatuhnya percikan air mata sang bidadari tepat di bawah pelindung bumi, gadis itu dengan tenang berujar: 'Hujan itu tidak sendirian. Ada matahari yang menemaninya, jika keduanya tidak bersatu, tidak melengkapi satu sama lain, maka pelangi pun tidak akan pernah terlahir.' Terdengar sederhana. Tidak perlu kiasan lebih untuk menggambarkannya. Ucapan gadis itu selalu memenuhi pikirannya. Selalu menari dalam benaknya. Bahkan sampai terus ada sampai ia menyadari...
Kalau sebenarnya dirinya telah jatuh hati kepada sang gadis."
.
.
.
Words of Love
Author : Borupen
BTS
Disclaimer : BTS bukan milik author :")
Jeon Jungkook x Kim Taehyung
KookV
.
.
Lesson 1
.
.
.
Siapa sebenarnya sosok yang berlindung di bawah nama 'Black Rabbit'?
"Siapa pun dia, yang aku tahu kalau sebenarnya orang ini adalah sosok manusia yang sangat dikagumi, bahkan oleh diriku sendiri, sampai-sampai ia tidak ingin menunjukan identitas aslinya!"
Pemuda berambut cokelat itu menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan setelah rentetan kalimat kesalnya meluncur dari mulutnya. Dimasukkan majalah yang selesai dibacanya ke dalam tas, lalu mendengus pelan.
"Oi, Tae."
Kim Taehyung, pemuda itu, refleks menoleh. Seorang pemuda lain dengan rambut berwarna merah yang tanpa disadarinya sudah berdiri di sana. Begitu mengenali pemuda itu sebagai Park Jimin, teman sekaligus sahabat di sekolahnya, Taehyung menyugingkan seulas cengiran konyol.
"Mian, aku terbawa emosi. Kau tahu kan, aku selalu kesal jika melihat tulisan yang mengatakan, 'Siapa sebenarnya Black Rabbit?' atau 'Mengungkap kebenaran seorang penulis muda misterius.' Dan hal-hal lainnya menyangkut orang itu,"
Mendengar keluhan Taehyung yang sudah biasa didengarnya, Jimin memutar kedua matanya, "Kau bukannya kesal pada penulis itu. Kau hanya..." ia berhenti sejenak, melirik Taehyung dari sudut matanya, lalu melanjutkan dengan ragu, "Kau tahu maksudku."
"Ya... ya... aku tahu," gumam Taehyung, nyaris tidak terdengar. "Masalahnya hanya itu." lalu mengedikan bahu acuh.
Merasa tidak enak karena kata-katanya, Jimin mengalihkan pembicaraan, "Seperti biasa. Toko buku Kyobo selalu dipenuhi hampir sebagian penduduk kota Seoul."
Menanggapi ucapan Jimin, Taehyung mengalihkan pandangannya dan menatap sang objek di depannya dengan antusias. Bahkan di hari libur saat musim panas pun, Kyobo tidak pernah sepi oleh manusia penggila buku. Bangunan besar yang berdiri di kawasan Gwanghwamun itu sudah menjadi bagian kehidupan penduduk kota Seoul.
Seperti biasa, Taehyung selalu menarik napas dalam-dalam ketika langkahnya memasuki toko buku. Baunya selalu sama, bersih dan menenangkan. Beribu atau bahkan berjuta buku terpajang di dalam rak sejauh mata memandang. Tidak pernah bosan walaupun objek yang dilihat tetap satu jenis, setidaknya bagi seorang pecinta buku seperti dirinya.
"Sudah kuduga," ujar Jimin yakin.
Taehyung mengalihkan pandangannya dari rak tumpukan novel-novel best seller, "Apa maksudmu?"
"Sudah kuduga akan banyak orang yang menanti peluncuran perdana novel baru Black Rabbit, mereka terlihat begitu antusias." Melipat kedua tangannya di depan dada, Jimin memandang kerumunan orang di tempat rak buku dengan tulisan 'new release', ditambah suara ribut dan pekikan seperti merebutkan sesuatu.
"Ah!" Taehyung memekik tiba-tiba, ia berlari ke arah kerumunan tanpa memedulikan Jimin yang sempat tuli sesaat, "Jimin-a! Ayo cepat! Bisa-bisa kita kehabisan stock bukunya!" serunya mengalahkan suara ribut dalam kerumunan. Melihat tingkah sahabatnya, Jimin memutar kedua matanya, menghela napas pelan, lalu menyusul Taehyung dalam kerumunan yang semakin ramai.
Ada dua alasan mengapa Taehyung begitu menyukai toko buku. Pertama, ia memiliki harapan pada setiap toko buku yang pernah ia datangi. Apalagi yang diharapkan oleh seorang pecinta buku sepertinya kalau bukan karena keinginannya jika suatu hari nanti buku atas nama dirinya-lah yang diperebutkan oleh kerumunan orang yang dilihatnya tadi? Tersimpan dalam rak 'best seller' dan begitu digilai oleh pembaca fanatik sepertinya. Namun di sisi lain, di mana ada sebuah harapan, terselip hambatan yang terkadang bisa meruntuhkan semuanya.
Kedua, karena sosok inspirasinya.
Maupun Taehyung atau Jimin, tidak akan ada orang yang tidak mengenal Black Rabbit bagi siapa saja yang menggilai buku. Terutama novel. Semua orang tahu siapa orang itu.
Black Rabbit.
Unik. Aneh. Dan tidak bermakna. Black Rabbit, seorang penulis best seller yang terkenal di Korea abad ini. Seseorang yang dianugerahi kelihaian dalam merangkai dan merajut kata-kata menjadi kalimat yang indah, membentuknya sebuah rangkaian draft dan berubah menjadi cerita fiksi. Bisa dibilang, Black Rabbit seorang penulis pemula. Namun, pada peluncuran buku pertamanya, ia sudah memikat pembaca Seoul dengan novel romantisnya yang berjudul 'When The First Love Meet'. Bahkan novel itu laris dalam waktu kurang lebih dua bulan. Penerbitnya pun tidak bosan-bosan untuk membuat cetakan kedua dan seterusnya. Setelah beberapa bulan diterbitkan novel pertamanya, orang-orang kembali dikejutkan karena terbitnya novel kedua Black Rabbit. Begitu seterusnya sampai ia berhasil menerbitkan lima buku dalam waktu kurang dari satu tahun. Ditambah lagi masuk ke daftar buku 'best seller.'
Dan siapa sangka, seorang penulis terkenal dan dibicarakan banyak orang itu memiliki julukan penulis misterius. Tidak ada identitas khusus mengenai Black Rabbit. Kecuali penerbit, tentunya. Bahkan di setiap artikel yang membicarakan Black Rabbit, Taehyung tidak menemukan keterangan lebih lanjut mengenai identitas lainnya. Apakah ia siswa sekolah, mahasiswa atau bekerja, kapan ia lahir, dan umur yang baru diinjaknya, tidak tertulis sama sekali. Dalam novelnya, Black Rabbit tidak pernah menuliskan biografinya secara gamblang. Ia hanya menceritakan cuplikan novelnya dan apa yang sedang ditekuninya. Tidak ada foto atau pun e-mail. Bahkan acara talk show yang suka membahas penulis hebat pun, Black Rabbit tidak pernah muncul atau hanya sekedar menampakkan wajah. Tidak ada pembaca yang tahu siapa sebenarnya Black Rabbit. Termasuk Taehyung sendiri.
Siapa sebenarnya Black Rabbit?
Ah, demi Tuhan!
"Ini tidak mungkin!" seru Taehyung kesal setengah mati, ia menatap berbagai judul buku yang menggunung rapi di depannya. Namun dari sekian banyak judul yang dibacanya, ia tidak melihat novel yang diinginkannya. "Jimin-a... aku tidak mendapatkannya."
Jimin yang berdiri di sampingnya menepuk bahu Taehyung pelan. "Sepertinya buku Black Rabbit laku terjual habis dalam waktu satu hari,"
Berbeda dengan Taehyung yang menyukai cerita fiksi remaja, Jimin lebih membenamkan pikirannya dalam tumpukan buku sejarah dan kisah yang berinovatif. Maka dari itu Jimin terlihat tenang dan tidak histeris ketika ia bernasib sama seperti Taehyung. Tidak mendapatkan novel terbaru Black Rabbit.
"Tidak...tidak..." Taehyung mengambil novel-novel secara acak, berharap novel dengan judul 'With You' yang diinginkannya terselip karena tertutup oleh novel lain. Dari rak satu ke rak lainnya. Dari beberapa judul ke judul lainnya. Bahkan ia bertanya tentang stock novelnya kepada pegawai toko buku. Namun hasilnya tetap sama. Nihil. Ia tidak menemukannnya.
Oh! Mimpi apa ia semalam sampai tidak bisa mendapatkan novel yang ditulis oleh penulis kesayangannya? Ia tidak menyangka kalau novel itu akan habis dalam waktu satu hari.
"Aku tidak menemukannya! Jimin, bagaimana ini? Aku penasaran sekali dengan ceritanya," masih menyibukan diri dengan mencari, Taehyung menyimpan secara asal buku-buku yang telah diambilnya. Membuat raknya menjadi berantakan.
"Tae..." lelah karena sikap sahabatnya, Jimin mengembuskan napas pelan lalu menghentikan gerakan Taehyung yang sudah beralih ke rak lain, "Kau dengar sendiri kan dari pegawainya, stock bukunya sudah habis. Mungkin kau harus menunggu sampai novel cetakan kedua dibuat."
Kedua bola mata Taehyung membulat, "Eh?! Aku harus menunggu selama itu? Kau tahu menunggu novel terbaru Black Rabbit saja lama, dan sekarang aku harus menunggu sampai cetakan kedua dibuat? Bisa-bisa aku gila karena menunggu."
"Kau berlebihan," kali ini Jimin berseru kesal, "Kenapa nanti tidak meminjam saja pada teman di kelas? Aku yakin mereka juga memilikinya."
Taehyung menunduk lesu sambil mengembungkan pipinya, "Meskipun begitu, aku ingin memilikinya sendiri. Padahal aku sudah mengoleksi empat novel Black Rabbit, kalau aku tidak mengoleksi novel kelimanya, semuanya koleksiku tidak akan lengkap."
"Sudah kubilang kalau kau ingin mengoleksi semua novelnya, kau harus menunggu sampai cetakan kedua dibuat. Ck! Ada-ada saja dengan Black Rabbit itu, membuat penggemar novelnya menjadi gila seperti ini," Jimin berdecak kesal, sedangkan orang yang menjadi objek sindirannya tidak bergeming meratapi kesialannya.
"Kau carilah buku lain, aku akan berkeliling mencari buku yang menarik. Tentu saja selain Black Rabbit yang kau idolakan itu," selesai berkata seperti itu, Jimin melangkah pergi menuju barisan rak yang digemarinya. Yang ber-inovatif, tentu saja.
Kesal karena tidak mendapatkan buku yang diingankannya, Taehyung berjalan tak tentu arah. Matanya dengan teliti membaca setiap judul buku yang dilewatinya. Berharap harapan kecilnya muncul. Tanpa sadar, langkahnya berhenti di depan rak manhwa.
"Bagus sekali hari ini. Datang ke toko buku tapi tidak mendapatkan buku yang diinginkan. Benar-benar bagus untuk dijadikan cerita dalam novelku nanti," rutuk Taehyung kesal. Pikirannya kini melayang pada bab-bab cerita dalam novel yang akan ditulisnya.
"Membosankan."
Taehyung tertegun. Ia memutar tubuhnya cepat ketika mendengar suara ngebas yang bisa diketahuinya kalau itu suara laki-laki. Dan dugaannya tepat, sosok jangkung dengan tubuh tinggi, tegap tapi kurus itu sedang bersandar di salah satu rak dengan kedua tangan memegang sebuah komik yang terbuka. Sebagian wajahnya tertutupi topi karena pemuda itu menunduk membaca komik yang dipegangnya.
Taehyung mengerutkan keningnya. Ia menoleh ke kanan dan kirinya, lalu ke belakang, tidak ada siapa-siapa. Lalu, pemuda itu berbicara kepada siapa? Apa kata-katanya tadi diucapkan untuknya?
"Kau tidak akan bisa membuat cerita jika alurnya klise seperti itu," sahut pemuda itu kemudian, pandangannya masih terfokus pada komik di depannya, "Cerita seperti itu hanya kumpulan tulisan yang membosankan."
Oh... sepertinya pemuda itu berbicara padanya. Dan Taehyung sendiri tidak mengenal siapa orang itu. Apa katanya tadi? Membosankan? Apa maksudnya dengan cerita yang membosankan? Itu kan hanya sebuah ide yang terlintas dalam benaknya. Dan apa maksudnya dengan klise?
"Ng, mian," Taehyung melangkah mendekat, jujur, pemuda itu sedikit membuatnya penasaran. "Kau berbicara padaku?"
Terdengar helaan napas panjang setelah sebelumnya pemuda itu menutup dengan tiba-tiba komik yang sedang dibacanya. Taehyung tertegun sejenak ketika ia bisa melihat wajah sosok pemuda itu dengan jelas.
Wajah oval dengan kedua matanya yang berbeda dari kebanyakan orang Korea lainnya. Matanya tampak lebih bulat dan berwarna hitam. Rahang yang kokoh dan lesung pipi yang sempurna. Bibir tipis dan batang hidung yang panjang. Rambutnya sedikit acak-acakan dengan anak-anak rambut yang berada di sekitar telinganya.
Apa ini? Apakah saat ini pertemuannya dengan seorang pangeran yang kelak akan menjadi belahan jiwanya? Hah! Sayang sekali kalau semua ini bukanlah cerita yang berada di dalam sebuah novel.
"Kau tidak akan pernah bisa menjadi seorang penulis jika pengetahuan menulismu begitu kurang," selesai berkata seperti itu, Taehyung hanya tertegun ketika pemuda itu berjalan melewati dirinya. Meninggalkannya sendirian.
Ah... Sepertinya ia bukan seorang pangeran. Orang aneh mana yang dengan seenaknya mengkritik cita-cita orang yang tidak dikenalnya? Menyebalkan!
Words of Love
Takdir benar-benar mempermainkan dirinya!
Kedua tangan Taehyung terkepal erat. Tubuhnya sempat mematung. Ia menatap tajam ketika Cho-sonsaengnim—wali kelasnya—masuk dengan seorang pemuda yang berjalan di belakangnya. Tampak dingin dan angkuh.
"Kalian baru saja mendapat teman baru. Ia siswa pindahan dari SMA di Busan," sahut guru berbadan tegap itu, ia berbalik menghadap papan tulis lalu menuliskan sebuah nama dengan huruf hangeul.
"Jeon Jungkook. Mohon bantuannya." Lalu pemuda itu membungkuk sebentar dan setelahnya memandang sekeliling ruang kelas barunya. Kedua iris gelap pemuda yang diketahui namanya Jungkook itu menyapu wajah-wajah yang baru saja dilihatnya. Tatapannya datar. Seperti enggan menatap balik siswa-siswa yang nanti akan menjadi teman barunya. Menjadi anak baru memang merepotkan. Ia menatap, menatap dan berhenti tepat di bangku belakang paling ujung kanan samping kaca jendela besar. Berbeda dengan yang lainnya, Jungkook lebih menatap lama ke sana. Seolah-olah ia mencoba mengingat apa yang baru saja dilupakannya. Satu detik... dua detik... tiga detik... kedua bola matanya membulat. Bahkan rahangnya nyaris jatuh.
Dan Taehyung menyadari tatapan itu. Oh! katakan kalau ia tengah bermimpi...
"Kau bisa memilih tempat dudukmu, Jungkook."
Menanggapi ucapan sang guru dengan anggukan, Jungkook berjalan pelan ke arah yang ditujunya. Tidak dipedulikan suara siswa-siswa lain yang membicarakan dirinya. Entah itu suara kagum atau sebaliknya, Jungkook tidak mendengarnya. Tatapannya belum beralih. Datar dan dingin. Tapi hanya pada satu titik.
Taehyung merasa kalau tubuhnya benar-benar mematung saat itu juga. Terlebih ketika langkah kaki Jeon Jungkook berhenti tepat di depannya, menyeringai tipis, lalu duduk tepat di depan bangkunya. Punggung tegap yang langsung berhadapan dengan Jungkook. Oh, syukurlah, pemuda itu tidak berbalik lagi.
"Psstt..."
Taehyung menoleh ke samping kanannya, mendengar kode Jimin untuk mengambil perhatiannya.
"Kau baru saja mendapatkan sebuah cerita," bisik Jimin cepat, melihat raut wajah kebingungan Taehyung, ia cepat-cepat menambahkan. "Tulis apa yang kau lihat."
"Apa maksudmu?" Tanya Taehyung semakin tidak mengerti. Namun sebelum Jimin berbicara lebih jauh dan sebelum dirinya mendapatkan jawaban, gulungan kertas acak jatuh mengenai tangannya. Taehyung mengangkat alis, ia melihat sekeliling, siapa orang bodoh yang bermain-main dengan kertas saat guru ada di depan mata? Namun karena ia tidak menemukan orangnya, dengan cepat Taehyung membuka gulungan itu. Tidak butuh waktu satu menit sampai empat tanda siku berhasil tercetak di dahinya.
"Orang itu, tch!" tanpa sadar Taehyung meremas kertasnya jengkel,
'Kau tahu, seorang pembaca yang payah biasa menyebut dirinya dengan penulis yang lebih payah. Contoh, seperti di-ri-mu...'
bersambung
halo readerdeul~ borupen di sini :D
udah lama suka bikin ff, tapi baru berani post, hehe. Ini jadi ff kookv pertama yang di-post. Mianhae kalo masih ada kekurangannya ya.
minta kritik dan sarannya ne di kotak review :) gomawo~
