Going Home

Disclaimer: The plot is mine. Characters belongs to themselves, God, their parents, their company and whatever.

Warnings: RE-PUBLISH, typo(s), misstype(s), yaoi, mpreg w/ scientific analysis, contains time travel, some OOCness, etc.

.

.

Excerpt: Jaejoong yang bandel, beringas, dan suka berkelahi, dipertemukan oleh takdir dengan seorang namja seumuran dengannya yang mengaku sebagai... anaknya?

.

.

"Jaejoong, kerjakan PR-mu!"

Teriakan menggelegar yang horor di malam hari bak gemuruh dari seorang yang tak lain adalah Kim Heechul membahana, menggetarkan dan nyaris memecahkan gendang telinga namja cantik yang sedang malas-malasan di atas sofa turquoise depan televisi di kamarnya.

"Ya, Umma jangan cemas, aku sedang mengerjakan PR Bahasa Inggris!" teriakan Jaejoong tidak kalah sangarnya, melewati pintu kamarnya yang tertutup dan melesat cepat ke dapur di mana sang umma sedang mulai memasak sup kepiting.

Heechul berhenti mengaduk supnya dan menajamkan matanya. Ia menoleh pada namja tampan tak bersalah yang langsung menyeruput kopinya saat tatapan mematikan Heechul mengarah padanya. Terlambat. Miris.

"Gege, anakmu grr..." desis Heechul, membuat yang bertatapan dengannya mulai menciutkan nyali.

Namja bernama Hangeng itu menaruh kopinya yang masih mengepul di dalam cangkir ke atas meja tempatnya semula. Ia beranjak dan mengusap pelan punggung anaenya.

"Sabar yeobo... siapa tahu kali ini anak kita sedang benar-benar belajar, kan? Bisa saja pada akhirnya dia mendapat pencerahan entah dari siapa," terang Hangeng sambil berusaha tersenyum.

Segera saja Heechul menepis tangan yang menempel di punggungnya. "Apa kau tidak sadar dengan suara berisik dari lantai atas? Anak itu selalu mengatakan hal yang berkebalikan dengan kenyataan! Haaah... harus kutegur berapa kalikah dia?" Namja cantik itu berjalan dengan langkah menghentak menuju kamar atas. Kepalanya mulai mendidih.

Dari kejauhan Hangeng hanya mendesah pelan. Ia menghampiri sup yang ditinggalkan Heechul dan melanjutkan acara masak yang sebelum ini dilakukan sang anae. Jangan salah, seluruh keluarga ini jago dalam memasak, tidak terkecuali Jaejoong si anak semata wayang yang mungkin sebentar lagi lengkingannya akan terdengar ke seluruh penjuru rumah... sejalan dengan lengkingan Heechul. Debat antara ibu dan anak yang sudah menjadi konsumsi sehari-hari telinga Hangeng.

Pria yang akrab dipanggil Gege (oleh istrinya) itu mulai mencampurkan bahan-bahan mentah ke dalam kaldu yang mendidih, mencoba menetralkan perasaannya yang mulai tidak enak.

.

.

Jaejoong hendak menyuapkan potongan terakhir nachos buatannya sendiri yang ia simpan di toples jumbo yang sengaja ia sembunyikan di kolong tempat tidurnya dari sang umma ketika namja cantik yang lebih senior itu datang sambil membanting pintu kamar anaknya, membuat si cantik Jaejoong kaget dan si potongan terakhir nachos jatuh bebas ke lantai.

"Ma..." Jaejoong merengut, berusaha menciptakan wajah imut.

"Ma, Ma, apanya!" teriak Heechul kencang sambil menaruh kedua tangannya di pinggang. "Ini waktunya apa, Kim Jaejoong? Belajar! Dan selalu, selalu seperti ini saat kau bilang kau sedang belajar!"

Heechul menuding TV flat yang sedang menayangkan adegan-adegan kekerasan antara dua perempuan yang masing-masing dari mereka memegang samurai.

"Umma yang cantik, besok aku ada pementasan drama action dan aku sedang belajar dari film ini," jawab Jaejoong santai sambil menyingkirkan rambut legamnya yang sudah sedikit memanjang itu ke belakang telinganya.

"Jangan membohongiku, Kim Jaejoong." Heechul mendekati anaknya yang masih santai di atas sofa dan dengan keras menjewer telinga bebas sang anak yang lebar, membuatnya mengaduh sambil merintih.

"Appooo...! Ma."

Jaejoong mengerutkan wajahnya dan mengusap telinganya yang kini sudah memerah panas bercampur perih karena dipelintir kencang oleh tangan monster sang umma Heechul.

Tidak sampai di situ, Heechul langsung mematikan DVD player Jaejoong secara paksa dan mengambil kaset yang ada di dalamnya. Jaejoong yang mengetahui ada rencana jahat di balik senyum seringai Heechul segera berusaha merebut kaset itu, tetapi umma lebih gesit dari anaknya.

"Mau diapakan kasetnya?" tanya Jaejoong cemas.

Seringai Heechul bertambah lebar. "Menurutmu?"

Jaejoong hanya mengangkat bahu dengan tampang cemas yang didatarkan. Jika seperti ini dia lebih terlihat 'lelaki'nya.

"Kaset ini akan kubuang ke tempat pembuangan akhir sampah, dengar?"

Mata Jaejoong yang memang sudah lebar makin melebar mendengar perkataan ummanya yang tentu saja menyakitkan hatinya. Itu kaset baru yang baru saja datang setelah beberapa hari lalu ia memesannya secara online. Dan akan dibuang begitu saja?

"Andwae! Itu kaset... hm, itu kasetnya Junsu!"

Kali ini Heechul yang memasang wajah datar. "Kau pikir bisa membohongi orang tua ini? Sepupumu yang innocent dan gila tertawa itu tidak mungkin punya yang seperti ini. Lain lagi jika itu Kim Jaejoong yang memiliki rekor terbesar menonjok wajah yakuza paling ditakuti sewaktu study tour SMP di Jepang."

Oke, oke, Jaejoong mengaku ibunya memang lebih pintar... dalam segala hal. Sial! Kalau tahu seperti ini sebaiknya tadi tidak perlu buru-buru menonton Kill Bill 2 yang memang dari dulu sangat diinginkannya. Tetapi Jaejoong akui perkelahian antara Beatrix Kiddo melawan Elle Driver tadi sangat keren. Sampai akhirnya pengganggu datang.

Kapan-kapan ia akan beli samurai yang sama seperti yang ada di film tadi (pertama kali melihatnya Jaejoong sudah kepingin). Tentu saja tanpa sepengetahuan orang tuanya. Jaejoong tak merasa aneh mengetahui dirinya seberingas ini, ia selalu beranggapan kalau ia adalah keturunannya monster, Heechul maksudnya. Selain itu darah kungfu mengalir dari sang appa Hangeng, meskipun sang appa jarang memakai keahlian kungfunya yang bisa membuat orang-orang terperangah.

Jaejoong sangat menyayangi appanya karena ia merasa lebih mirip Hangeng yang dari luar terlihat seperti seorang pengecut tetapi di dalamnya seperti singa lapar. Menurutnya itu sangat keren, meskipun Hangeng tak pernah menggunakan ilmunya untuk berkelahi.

"Ya, kenapa malah melamun?" seru Heechul sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah datar Jaejoong sehingga anak itu tersadar.

"Yak kembalikan, Umma!" Jaejoong melompat dari sofanya, menuju sang umma yang masih memegang kaset barunya, tetapi Heechul dengan secepat Road Runner membuka pintu kamar Jaejoong dan menutupnya kencang serta menguncinya dari luar. Anaknya shock.

"Kalau kau masih bandel lagi, uang sakumu akan dipotong 75 persen! Sekarang belajar atau kaset ini akan jadi abu, hehehe..." Heechul tertawa puas, sudah bisa menebak seperti apa muka Jaejoong sekarang. Ia melenggang santai ke bawah, berniat melanjutkan masaknya tanpa tahu Hangeng sudah mengambil alih semua.

.

.

Setelah mendapat peringatan yang cukup keras, lantas tidak begitu saja Jaejoong bertekuk lutut. Ia mengunci pintu kamarnya dari dalam juga dan berniat tidak mau keluar untuk makan malam. Ia sedang mogok pada umma Heechul.

Jaejoong memilih memakai headphonenya dan mulai menyetel musik rock alternative yang selalu didengarnya ketika ia sedang kesal, sambil sebentar-sebentar mengikuti lirik lagunya. Tidak semua orang tahu kalau sebenarnya Jaejoong pintar menyanyi dan memiliki suara yang indah.

Malam sebenarnya belum begitu larut, bahkan masih bisa disebut sore mungkin, tetapi Jaejoong sudah berkali-kali menguap dan pada akhirnya tidur adalah hal yang sedang dipikirkannya. Ia merangkak menuju tempat tidur dan menempatkan tubuhnya dengan nyaman dengan headphone masih menempel di kepala.

Hari ini ia lelah sekali setelah memberi pelajaran pada Satan Gang, gank yang selalu memukuli adik-adik kelasnya dan memaksa mengambil uang mereka dengan ancaman. Ia heran mengapa hanya adik-adik kelasnya saja yang diincar, tidak dengan sekolah lain. Sementara itu Satan Gang juga tidak membawa-bawa nama sekolah mereka yang ingin sekali Jaejoong tahu.

Yang jelas tidak selalu Jaejoong berkelahi untuk hal yang buruk. Dalam hatinya, ia memiliki perasaan ingin melindungi. Tapi terkadang perasaan itu berubah menjadi perasaan ingin menyerang.

"Hoaahm..."

Setetes air mata jatuh akibat Jaejoong yang menguap terlalu lebar. Ia mengucek-ucek matanya perlahan dan kemudian menutupnya, sembari menikmati alunan rock Pia - My Bed dari headphone merahnya.

Beberapa menit kemudian ia terlelap pulas sampai-sampai tidak mendengar teriakan Heechul dan gedoran di pintu yang menyuruhnya untuk makan malam.

.

.

Padahal Heechul sudah merasa bersalah tidak membiarkan Jaejoong ikut makan malam dan mengurung dirinya di kamar, tetapi saat namja cantik itu mengetuk pelan pintu kamar putra semata wayangnya pagi-pagi sekali dan pada akhirnya membukanya tanpa izin... kamar sudah kosong dengan jendela besar yang berada di lantai dua tersebut terbuka lebar-lebar.

"GEGE...!"

Jaejoong yang baru beberapa langkah menjauhi gerbang rumahnya terkikik pelan saat didengarnya lengkingan suara sang umma yang menembus keheningan pagi. Ck, kasihan sekali appanya mempunyai istri monster seperti itu, sama sekali ia tidak kepikiran kalau dirinya itu juga sama monsternya seperti Heechul.

Langit masih berwarna keunguan saat Jaejoong melangkah santai melalui gang sempit dengan earphone di telinganya dan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celananya. Hampir belum ada orang yang berpapasan dengannya pagi itu. Sesekali Jaejoong menutup matanya, merasakan udara sejuk yang masih kental dengan embun melegakan paru-parunya.

Semuanya terasa sangat damai, itulah mengapa Jaejoong suka sekali berangkat sekolah pagi-pagi. Meskipun ia akui sekolah itu baginya hanya membuang-buang waktu dipaksa melakukan hal-hal yang tidak ia inginkan.

Srak.

Jaejoong menghentikan langkahnya dan secara bersamaan membuka kedua mata besarnya. Ia punya firasat lain saat didengarnya bunyi sesuatu menginjak daun kering dengan dentuman sepatu yang kuat.

"Oh, ada anak baru ternyata."

Sebuah suara berat dan besar datang dari arah belakang. Jaejoong tak sepenuhnya yakin suara itu ditujukan padanya, tidak sebelum suara itu mengatakan sesuatu yang memacu pada dirinya.

"Hei kau, kau anak mami yang memakai seragam sekolahan! Sedang apa kau berdiri diam saja di sana, heh? Takut mendengar suaraku ini? Hahaha!"

Mendengar kata 'takut' membuat Jaejoong berang. Ia membalikkan badannya masih dengan pose santainya (memasukkan tangan ke dalam saku celananya) dan melihat tiga orang bertubuh besar serta bertato berdiri tidak jauh dari tempatnya sekarang. Mungkin preman daerah sini, kalau anak sekolahan pasti kebanyakan sudah mengenal Jaejoong.

Salah seorang dari mereka yang rambutnya dicat merah mulai tertawa lagi, sepertinya dalam kasus ini ia phak yang banyak bicara.

"Ternyata anak perempuan, hahaha! Tidak tahu kalau berjalan pagi-pagi buta seperti ini sendirian berbahaya, anak manis?"

Kali ini tak hanya yang berambut merah, namun kedua temannya yang masing-masing berambut orens dan hijau turut tertawa terbahak-bahak tidak menyadari raut wajah Jaejoong yang sedari tadi datar, merasa membuang-buang waktu dengan tiga orang yang konyol tersebut.

"Maaf saja tapi aku ini namja dan karena langit sudah membiru, aku harus pergi. Membuang waktu saja mendengar tawa kalian yang tidak jelas, preman kampungan," ejek Jaejoong sebelum membalikkan badannya dan meneruskan perjalanan. Namun baru beberapa langkah, ia merasa tubuhnya terangkat dari tanah.

"Tidak secepat itu, gadis manis. Kau tahu konsekuensinya sudah mengejek kami?" Salah seorang dari mereka mengangkan kerah belakang Jaejoong sehingga namja itu dengan mudahnya terangkat dari tanah. Jaejoong menggerak-gerakkan kakinya, yang hanya ditertawakan oleh ketiganya.

Sepertinya harapan Jaejoong untuk sekali saja berangkat ke sekolah dengan penampilan rapi pupus sudah. Ia menghela nafas pelan sebelum mengayunkan sebelah kakinya ke daerah private orang yang sedang mencoba menyakitinya.

Duak.

"Aaarrgghh... berani kau...!"

Jaejoong jatuh ke tanah, membuat celana seragamnya kotor di bagian lutut. Ia merengut kesal, kemudian berbalik dengan memasang kuda-kuda.

"Kalian membuat moodku jadi buruk," ucap Jaejoong dengan mata tajam yang hanya ditunjukkan saat ia kesal. Dan saat seperti ini menurutnya ia terlihat sangat keren. "Ingat-ingat code nameku sebelum kalian menangis kesakitan. H-E-R-O."

Ketiganya hanya memandang sinis pada anak laki-laki yang sok berani itu, tanpa sadar bahwa Jaejoong sudah mempersiapkan kekuatannya untuk melawan.

Yah, bagaimanapun juga sang ayah yang menyumbangkan 85 persen (atau lebih) ilmu untuk Jaejoong tidak dapat dipersalahkan secara personal. Karena memang seperti ini tabiat Jaejoong, berbekal prinsip Wingchun yang paling ia sukai: THE BEST DEFENSE IS ATTACK.

Now, it's time to counter-attack.

Dan satu tendangan tinggi Lihetui yang dilancarkan Jaejoong mengawali pertarungan sengit di pagi hari yang mulai memerah itu.

.

.

Saat satpam sekolah Hannyoung melihat kehadiran Jaejoong di kejauhan dengan penampilan paginya yang 'biasa' yaitu rambut acak-acakan, kemeja keluar dengan beberapa kancing baju meloncat dari lubangnya, blazer dan celana yang kotor, dasi yang terkena cipratan darah, serta wajah yang tergores-gores, ia langsung masuk ke dalam pos-nya yang dirasa aman dan mengunci pintunya dari dalam. Seolah-olah hidupnya akan terancam jika berhadapan dengan namja muda Kim tersebut.

"Annyeong, Ahjusshi," sapa Jaejoong sambil melemparkan tasnya tinggi melewati pagar Hannyoung yang menjulang. Ia menatap jam tangannya dan mengerutkan dahi saat mengetahui bahwa ia terlambat 49 detik.

"Maaf Nak, kau tahu aturannya," ucap sang satpam tanpa berani menatap mata lebar Jaejoong yang sekarang berubah tajam. Lagi. Ia benci pada peraturan sekolah yang menurutnya keterlaluan. Dilihatnya tas hitam yang sekarang sudah berada di area sekolah.

"Nah, tasku sudah berada di dalam," bela sang namja cantik, tapi dilihatnya dari kaca pos bahwa sang satpam sudah menggelengkan kepala tanda NO. Jaejoong sebenarnya bisa saja memaksa satpam itu dengan caranya, tetapi ia sedang malas sekarang. Padahal sudah bangun pagi dan berangkat pagi-pagi sekali.

Wajah cantik itu merengut ketika diingatnya kembali waktu yang terbuang hanya untuk melawan tiga preman tidak bermutu yang mungkin sekarang masih terkapar di ujung gang.

Sang satpam pun menarik nafas lega saat dilihatnya Jaejoong berjalan menjauh tanpa kata-kata, tapi jantungnya berdegup kencang. Bagaimana kalau tiba-tiba Jaejoong sedang mengambil ancang-ancang untuk menghancurkan pos satpam dan kemudian menyerangnya? Meskipun dalam kenyataannya tentu saja Jaejoong tidak akan mau melakukan hal bodoh seperti itu.

Jaejoong memasang kembali earphone di kedua telinganya, menyetel lagu milik L'Arc~en~Ciel favoritnya, Feeling Fine. Coba saja ia sedang benar-benar merasakannya...

Namja itu berjalan ke arah samping barat sekolah yang sepi. Ia menatap tembok setinggi tiga meter yang berada di hadapannya. Coba saja ia bisa melompati tangga itu, tapi rekor lompat tinggi yang selama ini dicapainya hanya melampaui tidak lebih dari dua meter. Tangannya hanya mampu sedikit menjangkau tepian atas tembok.

"Cih, sial!"

Boom!

Kalau saja Jaejoong tidak sedang mengumpat kesal, ia pasti akan terlonjak ke belakang dengan gaya berlebihan mendengar suara yang mirip ledakan bom molotov tersebut. Ia mencari-cari asal suara, yang sepertinya berasal dari balik pepohonan kaktus yang berada di samping sekolah. Entah orang gila mana yang membuat perkebunan kaktus di tempat itu. Seriously, cactus?

Kepulan asap tipis membumbung dari balik kaktus-kaktus yang tingginya sekitar 2 meter tersebut, dan jika Jaejoong tidak salah dengar, ia sempat mendengar ada suara orang terbatuk di sana. Orang gila mana lagi yang bersembunyi di balik kaktus? Apakah sudah tidak ada orang waras lagi di dunia ini?

"Uhuk! Uhuk!"

Kali ini suaranya keras, dan Jaejoong memang anak yang penuh rasa ingin tahu. Didekatinya kepulan asap yang makin menipis itu tanpa berkata-kata.

"Huh? Di mana aku? Hari apa ini? Jam berapa sekarang?" seru sebuah suara yang terdengar gugup di antara pohon kaktus. Asap tipis masih menutupi sosok misterius tersebut.

Karena penasaran, Jaejoong berteriak. "Hei! Kau yang di sana baik-baik saja?"

Hening selama beberapa detik.

"Aku... ADAAAWW! AKH, DURI! AH, KAKTUS!"

Jaejoong masih berdiri di tempatnya, sweatdropped. Teriakan siapapun yang ada di sana sungguh memekakan telinganya yang masih belum sembuh benar setelah dianiaya oleh suara sang umma.

Tiba-tiba sesosok makhluk tinggi menyeruduk dari balik kaktus-kaktus tersebut hanya dengan mengenakan tank top hitam dan boxer bunga-bunga yang kotor. Ia berhenti di depan Jaejoong persis. Wajahnya tidak jelas, hitam coreng moreng terkena asap. Ia tersenyum lebar begitu Jaejoong balas menatapnya dengan pandangan aneh seolah-olah sedang melihat alien, itupun kalau alien bentuknya memang seperti ini.

"Kim Hero Jaejoong, neh?" tanyanya antusias dengan mata berbinar.

Jaejoong yang masih bingung melangkahkan kakinya ke belakang beberapa kali. "Nde. Apa aku mengenalmu? Atau kau... orang yang ingin macam-macam denganku?"

"Hei, aku Max! Dan mana mungkin aku akan macam-macam denganmu!" Tiba-tiba sosok aneh itu tertawa. "Oh ya, ngomong-ngomong sekarang tanggal berapa ya?"

Dilihatnya Jaejoong menatap layar LED watch-nya dan kembali menatap ke arah orang itu. "Enam belas Mei 2012."

"Jinjja?" Entah untuk berapa kalinya sosok itu berteriak seperti kesetanan. Ia mencengkeram kedua bahu Jaejoong tiba-tiba dan memandang kedua matanya lekat-lekat.

"Lepaskan tangan kotormu dari seragamku. Sekarang." Jaejoong berseru. Tapi yang dibentak tetap bergeming, seolah-olah telah menemukan sesuatu yang sangat berharga. Pemuda yang lebih tinggi beberapa senti dari Jaejoong ini mungkin sudah hampir jadi korbannya yang ke-4 pagi ini jika saja namja itu tak lebih dulu memeluk Jaejoong dengan bear hug yang menyesakkan dan bisa meremukkan tulang.

"Apa yang kau, heegh..." Jaejoong kesulitan bernafas.

"Akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Ummaaa!"

Bisa dipastikan wajah cool Jaejoong yang tadi, sekarang sedang dalam proses berubah menjadi abstrak begitu mendengar kalimat aneh yang keluar dari bibir makhluk asing di hadapannya.

Seriously, U to the M to the M to the A? Oke, ini joke paling payah yang pernah ditujukan seseorang padanya.

"Ehem!"

Jaejoong tersentak. Ia melirik ke arah tembok di mana ada kepala seseorang yang menyembul dari dalam area sekolah, tengah memperhatikannya tajam-tajam.

Apa lagi yang lebih payah ketika seorang Master Kedisiplinan sekolah (yang terkenal dengan sifat jahatnya yang tersembunyi) memergoki salah satu murid pada jam pelajaran sedang berpelukan dengan makhluk aneh mirip suku pedalaman yang penampilannya benar-benar... wew! Dan di luar area sekolah tanpa izin?

Jawabannya... BIG TROUBLE, Kim Jaejoong!

.

.

Author's Note: Oke, ini FF re-publish. Tadinya mau nggak dipublish lagi tapi saya berubah pikiran T,T

Tinggalkan jejak ya, karena jejak kalian adalah semangat tersendiri bagi saya, huhuhu... yg review nanti malem saya doakan mimpi ketemu bang Changmin XD *siapa juga yg mau?*

Chapter 2 dipublish besok, soalnya mau ada sedikit perbaikan.

Love, love, love,

Hareth.