Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi
Cover image © Pixiv Id 351435
Sinar dilenyapkan.
Gantinya cahaya kotak berpendar-pendar. Katamu biar lebih terasa.
.
.
Pertama kali, untukku. Kau sebaliknya, sudah beberapa kau lihat tuntas. Entah bualan atau fakta. Perhatianku terhisap semata pada tiap gerakanmu, bibirmu yang terus penuh ocehan, membanggakan tingkatan tinggimu mengenai ini.
Ini terhebat. Kalimat terakhirmu sebelum keping film mulai diputar.
Ruangan dalam film mirip kamar milikmu. Ada kasur, meja berantakan penuh peralatan sekolah, jaket tergantung di balik pintu. Ada dua orang. Bedanya, kamarmu terisi dua remaja lelaki. Dalam film tampil remaja lelaki dan perempuan.
Adegan beralih cepat. Tidak ada basi kalimat indah, jelas sebab ini bukan drama percintaan langganan para perempuan. Mendadak baju pasangan sudah hilang dari pandangan. Sorot kamera terlalu sering mengambil ekspresi perempuan cantik.
Kau di sebelahku nafasnya tak karuan. Memburu lebih daripada usai kita dipaksa lari keliling dua puluh kali. Meski kau tidak akan sadar kulirik, aku takut melakukannya. Hanya melalui telingaku, mengetahui kelakuanmu.
Bunyi becek, remasan sesuatu.
Suara terengah. Sesekali pendek, tak berapa lama memanjang.
Lalu berhenti.
"Hei."
Tidak kubalas karena bingung sebaiknya bagaimana. Pada akhirnya mulutku diam tapi kepala menoleh. Jari telunjuknya menunjuk ke bawah kemejaku. Sedari tadi, terasa denyut sakit disana.
"Perlu kubantu?"
Tidak ada balasan keluar. Seenaknya menyimpulkan berarti dia mendapat persetujuan. Resleting terpisah. Karet celana ditarik turun. Nyeri sebelumnya sedikit berkurang.
.
Mulanya sentuhan lembut kemudian jari-jarimumu menekan. Pijatan menyusuri runtun atas bawah, berulang. Pacunya pelan, sedang,kemudian cepat. Menyerah untuk meredam desah. Pasrah, mulutku terbuka.
"Ah…"
Nikmat, mungkin. Namun sepertinya belum paling.
Cepat barusan ternyata mampu bertambah lagi. Sangat cepat. Seiring gerakan tangan, suaraku mengikuti. Jalaran sensasi aneh terasa. Sesuatu keluar bersamaan desahan panjang.
Bahkan tidak pernah terpikir aku bisa bersuara begitu.
.
.
.
.
Sempat kutengok sesudahnya tanganmu diliputi cairan putih lengket.
"Kulihat kau suka. Kalau mau besok kita lakukan yang lebih baik."
Tenggorokanku sakit. Gantinya, kuanggukkan kepala.
E N D
.
a/n : Lama nggak ngetik, balik-balik bikin pwp. Not gomen. Aokaga di Last Game sangat kece.
-adnir-
