Disclaimer: Shingeki no Kojin by Isayama Hajime

Genre: Silahkan tentukan sendiri (dasar Autor males!)

warning: kalo ga rame jagnan timpuk leptop ato banting hapenya, mahal, mening close en langsung cari fic yang lebih rame b


~The Paper...~

"Wuaaahh... akhirnya sampai juga!" seru wanita berambut coklat dan berkacamata tebal itu, yang selanjutnya kita panggil Hanji Zoe. Sambil melemas-lemaskan kakinya ia menatap sekeliling ruangan dengan pandangan takjub, ini kali pertamanya mengunjungi rumah keluarga Smith. Rumah keluarga Smith sendiri sama seperti rumah para peneliti umumnya, jauh dan terpencil.

'Mungkin ini di rancang agar dapat melindungi hasil penilitian si empunya rumah.' ujar Hanji dalam hati.

Wajahnya masih berbinar, tidak percaya ia kini ada di rumah Profesor paling jenius di dalam dinding, maaf maksud penulis rumah masa kecil komandannya (silahkan jika para pembaca ingin melempar penulis dengan apa saja). Tepatnya dia sedang berada di ruang kerja si profesor itu. Sebelumnya komandan Erwin memberitahukan kepada Hanji tentang teori ayahnya, juga kemungkinan adanya catatan teori sang ayah, yang mungkin saja bisa dipelajari olehnya. Kalian tahu sendiri bukan, segala sesuatu tentang penelitian (yang dapat membuat pengetahuan manusia selangkah lebih maju) pasti akan membuat Mayor yang satu ini kegirangan tiada tara.

Mumpung si pewaris rumah belum datang, Hanji dan Eren langsung saja berinisiatif memasuki ruang kerja ayah tercinta komandan mereka.

"Ano... mayor Hanji, kita mulai dari mana?" tanya si mata hijau emerald itu kebingungan.

Hanji nampaknya sama kebingungannya dengan Eren, sehingga ia celingukan sendiri.

"Ah...!" serunya, ini semua karena kacamata tebalnya menangkap bayangan sebuah buku kecil yang terletak di atas meja. Meja itu sendiri berantakkan karena banyaknya kertas dan remah pensil, sama persis dengan meja pak Komandan di markas Scouting Legion, like father like son huh!

"Bagaimana kalau kita mulai dari buku kecil ini!" ujarnya sambil mengacungkan buku itu.

Perlahan Eren mendekati Hanji yang akan membuka buku kecil itu. Setelah ia membuka cover coklat yang lusuh itu sebuah kertas terjatuh tepat di hadapan Eren. Dengan hati-hati Eren membuka kertas yang sudah lusuh itu. Sial, isinya hanya membuat kecewa saja!

"Ini sih... Potret komandan," ujar Eren kecewa, "buang-buang waktu saja!"

"Tunggu Eren, ada tulisan di belakangnya!" Hanji membalikkan kertas itu.

Hanji dan Eren-pun membaca tulisan itu bersama-sama...

Ini hasil terkaan Carla (itu lho... pacarnya si Jaeger!), mungkin dia bisa meramal yah...

Katanya anakku pasti laki-laki, dia akan mewarisi wajah ku dan sifat ibunya

Oh tidak... jangan biarkan dia menjadi anggota militer!


"Grishaaaa! Carlaaaa! Gurumu ini akan punya anak!" suara nyaring itu terdengar memenuhi lorong akademi.

Siswa yang dipanggil itu adalah Grisha Jaeger, siswa teladan 5 kali berturut-turut. Juga siswa kesayangan profesor Smith. Kalau kalian bingung, bayangkan saja Eren dengan kacamata, tapi tidak mengenakan seragam militer.

"Kalau begitu selamat deh Sensei... mudah-mudahan anaknya tidak seperti sensei ya!" Grisha membalas sapaan gurunya itu dingin.

"Aku tidak bisa membayangkan ada dua Smith sampai ada di sekolah, itu pasti mengerikan bukan?" ujar Carla sambil tersenyum dan masih menggenggam tangan kekasihnya.

"Kau tahu, tembok Sina saja bisa runtuh hanya karena suara satu Smith, bagaimana kalau ada suara Smith junior?" ejek Grisha, Carla mengangguk riang tidak tahu harus bicara apa.

"Hei...hei... dua muridku yang baik... tidak baik mengejek gurumu seperti itu..." si pemilik suara nyaring itu kemudian memaksa sepasang kekasih ini untuk duduk menemaninya. Hari ini dia sangat bahagia, dan ia ingin membagikan kebahagiaannya kepada siapapun. Kalau bisa ia ingin sekali pergi ke atas dinding Sina sambil berteriak bahwa istrinya tengah hamil muda.

"Lalu sekarang apa masalahnya? Bukannya bagus kalau istri sensei sedang hamil?" tanya Grisha keheranan.

"Yah... sebetulnya ada satu masalah sih... aku harap kalian bisa membantuku." Profesor blonde itu sedikit mengeluh kepada siswanya yang masih remaja. Bukannya profesor kita ini ingin menghancurkan masa muda siswanya. Tapi profesor yang lagi kelewat bahagia ini berpikir, mungkin saja dua remaja ini mampu membantunya menghadapi ide-ide konyol istrinya yang sedang ngidam.

"Istriku sekarang sedang ngidam..." ujarnya dengan volume yang sedikit pelan,

"Lho... semua wanita yang sedang hamil muda pasti ngidam kan?" Carla menyahut sambil tetap melanjutkan pekerjaan tangannya dengan pensil dan kertas.

"Iya... sih... tapi tidak harus sampai ingin memegang bolo ties milik komandan Zacklay bukan?" gumamnya.

"Apa! ngidam macam apa itu?" teriak Grisha terkaget, saking kagetnya ia sampai melemparan buku yang ia pegang sejak tadi.

"Ya ampun... anak sensei pasti mengerikan!" ujar Carla dengan mata terbelalak.

"Ya begitulah..." profesor Smith menyeringai, "ini sudah kedua kalinya aku pergi ke tempat komandan Zacklay, hanya untuk meminjam bolo ties-nya."

"Bisa ditebak! Sensei pasti diancam dengan manuver 3D lagi bukan?" tanya Grisha sambil bergidik gemetaran. Baru kali ini dia mendengar ada permintaan se-aneh itu.

"Bukan diancam manuver 3D lagi, tapi aku diancam menjadi umpan Titan." keluh profesor Smith sambil menarik nafas panjang, memikirkan keinginan istri tercintanya itu.

Guru dan murid itu akhirnya tertunduk lemas, membayangkan bagaimana anak sang guru nanti kalau sudah lahir. Belum lahir saja keinginannya sudah aneh-aneh seperti itu.

"Mungkin dia calon komandan." Ujar Carla singkat.

"Kau benar Carla, mungkin anak sensei sudah ingin jadi komandan... sudahlah... terima saja!" hibur Grisha.

"Kalian gila! Aku sudah mempersiapkan anak pertamaku untuk jadi peneliti seperti kalian! Aku tidak mau dia seperti keluarga istriku!" keluh profesor Smith.

"Itu sih salah sensei, kenapa menikah dengan anak keluarga militer?" ejek Grisha,

"Kau sendiri kenapa berpacaran dengan Carla hah?" ancam profesor Smith sambil mengapit leher Grisha dengan lengannya yang terhitung kekar.

"Ah... sudah...sudah..." Carla melerai guru dan murid yang kelewat akur ini, "sensei, lihat... aku menggambar anak sensei." lanjutnya sambil menyerahkan sebuah kertas.

Profesor Smith menerimanya dengan perasaan canggung.

"Kau menggambar diriku waktu masih muda ya?" tanyanya keheranan.

"Hei, Carla... harusnya kau menggambar wajah istri sensei saja! Aku yakin anaknya akan lebih mirip istrinya!" ejek Grisha lagi.

'pletak!' sebuah bogem mentah jatuh tepat di dahi Grisha. Mata profesor Smith membulat ketika itu, dengan tangan kanan yang masih memegang gambaran dari Carla. Setelah tenang, ia kembali mengamati gambar Carla. Carla menggambar sesosok pria muda, hampir mirip denganya-lah. Dalam balutan kemeja putih seperti rata-rata prajurit yang pernah ia lihat. Matanya tajam, alisnya tebal, pertanda bahwa yang Carla gambar adalah orang dengan pemikiran dan tekad yang kuat.

'Ah... jadi begini kira-kira anakku? Lumayan tampan! Ya... tidak setampan ayahnya kan?' gumamnya dalam hati. Tapi tunggu... ada yang mengganjal di gambar ini...

"Uhm... Carla, kenapa aku memakai bolo ties komandan Zacklay di sini?" tanya profesor Smith keheranan.

"Habisnya, tadi sensei bilang istri sensei ngidam ingin memengangi bolo ties-nya komandan Zacklay bukan? aku terinspirasi dari cerita itu!" jelas Carla.

"Ohohoho... kau benar juga! Terima kasih ya... mudah-mudahan gambar ini benar!" profesor Smith berterima kasih pada sepasang kekasih ini, "dan mudah-mudahan kalian cepat menikah!" lanjutnya jahil.

"Jangan berpikiran yang aneh-aneh sensei!" teriak sepasang kekasih ini sambil melayangkan buku tebal mereka ke arah sang guru.


"Pujaaa Carla Jaeger!" teriak Hanji sambil mengangkat kedua tangannya keatas, seolah-olah sedang berdo'a. Sementara Eren memandangi gambaran itu dengan tatapan kosong, seperti orang yang tidak percaya.

"Ya ampun... ibuku peramal!" ujarnya, "atau tebakan yang beruntung?" terkanya.

"Ini bukan kebetulan lho! Lihat... 'orang' yang ada di gambar itu sangat Erwin bukan?"

"Benar sekali Hanji-san... berarti buku itu..." Eren melirik buku kecil yang ada di genggaman Hanji. Kemudian ia menatap si Mayor eksentrik ini. Setelah beberapa detik saling bertatapan, mereka langsung membuka halaman pertama buku itu dengan terburu-buru.

Halaman pertama terbuka...

(to be continued!)