Transistor
Naruto © Masashi Kishimoto
Perang telah berakhir. Memberikan banyak luka dan kesedihan bagi dunia ninja, namun dengan berakhirnya perang, mereka bisa saling mengerti, memahami satu dan yang lain, lima negara besar yang dulu sering berperang kini telah mengikat perjanjian damai.
Suatu sore, Ino berjalan melewati jalanan desa, dia baru saja pulang dari rumah sakit Konoha, setelah berakhirnya perang satu bulan lalu, Ino kini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit Konoha. Berbeda dengan sahabat pinknya yang terlihat sedikit lebih jarang ke rumah sakit semenjak Uchiha terakhir berhasil di bawa oleh Naruto. Naruto, hem... mengingatnya membuat gadis cantik itu tersenyum sekilas. Melewati kedai Ichiraku, sosok yang baru ia bicarakan terlihat keluar dari kedai itu.
Merentangkan tangan kirirnya keatas dengan cerianya, benar benar seorang Naruto. "Ah kenyangnya, ramen memang yang terbaik, tak ada yang lebih indah selain ramen, tebayou!"
"Naruto, ramen lagi!" Ino menggumam setelah jarak yang dekat dengan Naruto, pemuda uzumaki itu sedikit merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.
Naruto memandang Ino diiringi dengan cengiran lima jarinya, 'uh, pemuda bodoh ini, apa tidak ada hal berguna yang bisa ia lakukan setelah perang berlalu,' batin gadis cantik itu.
"Setelah damai, kau lebih sering menghabiskan waktu dengan makanan berkuahmu itu terus, Naruto, setidaknya buatlah dirimu berguna, menjalankan misi atau apa, apa kau akan terus seperti ini,?" Ino kemudian menatap bosan dengan sosok itu, 'hah.'
"Oh, Ino?"
"Tentu saja, siapa lagi, bodoh!" Ino mencak mencak dengan alis yang berkedut akan otak lelet Naruto, 'orang ini, bagaimana bisa,?
xxx
Setelah meninggalkan kedai ramen, mereka berjalan searah melewati distrik konoha, Naruto berjalan dengan sesekali melihat langit yang perlahan mulai gelap.
"Bukankah kau ingin menjadi Hokage, setidaknya rubahnya sedikit sikapmu. Jangan terlalu bodoh, Naruto." Ino berjalan pelan dengan Naruto yang berjalan disampingnya dengan tangan yang mengaruk kepalanya pelan.
"Tentu saja, aku akan menjadi Hokage!, tapi belajar, hah... Aku bisa gila jika terus membaca tumpukan buku yang dibawa oleh Iruka sensei," Naruto berucap dengan senyuman, menatap para penduduk desa yang sesekali bertegur sapa dengannya.
senyuman wajah ayu itu pun tercipta, "Setidaknya aku masih dua tingkat diatasmu."
"Hah?" Naruto tidak mengerti akan apa yang di ucapkan oleh Ino padanya.
"Kau dan kebodohanmu." Ino hanya bisa menggelengkan kepala dengan sifat Naruto yang menurutnya bodoh dan kekanakan.
"Kau tidak bersama Sakura-chan? hem, kemana dia? sudah jarang aku bertemu dengannya, hah... aku rindu jitakan mautnya." Naruto bergumam dengan senyuman lebarnya. Sepertinya pemuda uzumaki itu sangat bersemangat menjalani hidupnya.
Ino menatap Naruto sekilas, "Uh, mungkin mengunjungi Sasuke-kun, bisa bisanya si forehead itu!, ah, aku merasa down sekarang." Ino berucap kesal, membentuk ekspresi sebal di wajahnya karena Sakura yang selalu selangkah didepannya,
"Sasuke? hem, setidaknya aku berhasil membawanya pulang, hah... orang itu membuatku repot." Ino mendengarkan ucapan pemuda itu, direksi pandangannya ia bawa pada penduduk desa yang yang terlihat mulai membawa dagangannya ke rumah, sesekali menggosokan tangan mungilnya untuk menghilangkan sedikit hawa dingin yang perlahan merayap di tubuhnya, berbeda dengan Ino, Naruto terkikik geli membayangkan keadaan Sasuke. 'uh mungkin Ibiki Morino sedang memberikan interogasi habis habisan kepada temannya itu, sekali kali kau juga harus merasakannya teme, rasakan penderitaan.'
"Bagaimana tanganmu?" Ino memberikan padangan ke arah tangan kanan Naruto yang hilang. ada sedikit rasa sedih ketika melihat keadaan sosok disampingnya, 'orang ini' jika tentang Sasuke, ia bahkan rela melakukan apa saja, tak perduli tentang bagaimana dunia menganggap Uchiha itu apa, Naruto tidak pernah lepas dari jalan ninjanya.
'seandainya... ah? tidak tidak ino, kau mulai gila,' ino hanya terdiam sejenak sebelum kesadaran kembali membawanya.
Naruto membawa sedikit senyuman, seakan tidak terlalu perduli dengan keadaannya "Tidak ada yang lebih baik selain memiliki anggota tubuh yang lengkap, namun sekarang kurasa tidak apa, lagipula dunia sudah damai."
Ino menggerakkan jemari tangannya, menyisipkan rambut yang sedikit tertiup angin ke belakang telinganya, memberikan pandangan. Ya, Ino menatap mata itu, mata yang entah mengapa sama dengan miliknya, namun... lebih indah, biru seperti kaca.
"Kau benar, setidaknya kita bisa hidup lebih lama... mungkin."
"Benar, tebayo!" cengirnya dengan senyuman.
"Hah," Ino hanya bisa menghembuskan nafas akan orang ini,
"Hem, aku ada sedikit urusan, aku duluan Ino, sampai jumpa!" menatap Ino sejenak, Naruto segera berlalu.
Naruto melompat dari satu atap ke atap yang lain. Menuju ke suatu tempat. Senyuman itu tidak pernah hilang, meskipun kesedihan melanda, dia selalu bangkit, "Kurama?"
"Hem, ada apa Naruto?" biju yang mendiami pemuda Uzumaki itu memberikan tanggapan kepada Jinchurikinya, "Aku punya ide bagus dengan ini, ku harap kau setuju."
"apa?"
xxx
" Naruto, "Ino bergumam diiringi langkah kakinya menuju kediamanya. Sesekali ia mendengar para penduduk desa membicarakan Naruto dengan segala tingkahnya,
Ino hanya menghembuskan napasnya pelan kemudian berlalu. 'Naruto bodoh!'
xxx
Naruto mengetuk pintu ruangan Hokage, "Kakashi-sensei?"
"Ada apa Naruto?" sosok Hokage itu masih duduk di kursinya, menghiraukan tindakan hiperaktif anak gurunya.
Bukannya menjawab pertanyaan guru sekaligus Hokagenya, Naruto malah mengomentari sosok di depannya. "Hem, kau memang lebih keren seperti ini, Kakashi-sensei, Sasuke kalah denganmu, bahkan Shizune nee-chan juga, hem... ya!"
Semenjak perang, putra keturunan Konoha No Shiroi Kiba itu membuat sebuah keputusan paling bersejarah sepanjang hidupnya, mengingat permintaan teman terbaiklah, Obito. Dan ia sekarang seperti ini. Awalnya ketika ia melakukannya, perempuan banyak yang bersemu melihatnya, bahkan ibu ibu, uh... bahkan seorang Kakashi dibuat merinding oleh tatapan mereka, bukannya senang, tapi malah.. ah sudahlah.
"Naruto-kun, kau ini.. ada apa?" Shizune tersenyum, melihat pemuda itu, sosok yang telah memberikan kehidupan yang berarti untuk tuannya, Tsunade-sama. "Shizune, kau harus banyak istirahat, aku tidak ingin terjadi sesuatu dengannya," Hokage itu berucap lembut pada wanita surai hitam sepunggung itu.
"Ya, Kakashi, aku pulang dulu Naruto-kun." Shizune berjalan pelan meninggalkan ruang Hokage.
"Hati hati nee-chan," setelah pintu tertutup Naruto masih berdiri di depan gurunya yang kini telah menjadi pemimpin tertinggi, Hokage.
"Kakashi-sensei, apakah kau tahu barang barang peninggalan ayah dan ibuku, seperti kenangan, aku ingin membawanya, setidaknya, mungkin selain aku belajar dasar dasar tahapan jounin, aku bisa menggunakan jurus teleportasi ayah." Naruto memberikan opininya, entah mengapa ia merindukan kedua orang tuanya saat ini.
Kakashi tidak menjawab sepatahpun, terlihat sedikit berfikir akan apa yang mungkin menganjal di pikiran anak didiknya dulu, berdehem sejenak, Kakashi berujar, "Memangnya apa yang akan kau lakukan dengan jurus teleportasi itu?"
"Hanya bercanda Sensei, aku tidak tertarik sama sekali dengan jurus itu, hem... aku hanya ingin melihat kenangan mereka berdua." Naruto sedikit menunduk. Ada sedikit gejolak kecil yang perlahan muncul dari hatinya.
Naruto menunggu apa yang akan di lakukan gurunya, "Hem, tak apa, kurasa desa Iwa tak punya dendam lagi dengan ayahmu... nanti aku carikan, aku masih banyak pekerjaan Naruto." Kakashi memberikannya senyumannya kepada anak mendiang gurunya.
"Asik, kau yang terbaik sensei!, jaa!" Naruto tersenyum dengan ceria kemudian langsung melesat pergi meninggalkan gedung Hokage tanpa mengucapkan rasa terima kasihnya.
"Hah... "
Kakashi mengalihkan pandangan ke arah sosok Yondaime,
"Sensei putramu,"
...
Fic Naruto Ino pertama saya, chapter selanjutnya semoga jum'at bisa update, tinggalkan jejak kalau berkenan,,,
