INSTANT SIBLINGS
Author :
Rafiz Sterna
Main cats :
Park Jungsoo Super Junior as Park Jungsoo | Leeteuk
Kim heechul Super Junior as Kim Heechul | Heechul
Kim Jongwoon Super Junior as Kim Jongwoon | Yesung
Summary :
Saat orang tuamu berpacaran atau menikahi pasangan baru mereka, kamu tidak hanya memiliki satu orang baru di keluargamu, but you got their kids, too.
Suasana sekolah hari ini biasa saja, masih seperti kemarin dan tak ada yang menghebohkan. Yesung masih menjadi anak laki-laki yang duduk di kelas 2 senior high school, berteman akrab dengan anak-anak Impressive Person –Sungmin, Kyuhun, dan duo autis: Donghae dan Eunhyuk- dan selalu di kagumi oleh sebagian besar masyarakat sekolah ini.
Seharusnya hari ini akan di akhiri dengan memori yang indah mengingat dia baru saja mendapatkan setumpuk surat cinta –dari fans- yang entah bagaimana menyusup masuk ke loker baju gantinya di klub atletik dan loker peralatan sekolahnya yang bernomor 109, yah seharusnya. Sebelum akhirnya sebuah kejadian tak biasa menyusup masuk ke rutinitasnya.
Setelah berpisah dengan member Impressive Person di koridor sekolah dengan di iringi sebuah lambaian tangan, Yesung melangkahkan kakinya menuju kendaraan –mobilnya yang terparkir sambil mendengarkan musik dengan headphone-nya. Sesuatu, tidak maksudnya, seseorang telah menunggu Yesung. Tidak akan aneh jika tak mengingat bahwa orang itu selalu susah di temui nya walau hanya 1 bulan sekali. Tentu saja, dia kan seorang presiden direktur.
"Apa kabar, Jongwoon? Ku harap dirimu baik-baik saja." Ucap laki-laki itu saat memeluk Yesung yang masih di lingkupi kebingungan mengenai kehadirannya di jam sekolah yang sudah berakhir. Ini aneh.
"Aku baik-baik , appa. Hanya saja sedikit bosan karena appa jarang ada di rumah." Ujar Yesung dengan sebuah senyuman. Bagaimanapun tak biasanya pertemuan ini, Yesung berusaha percaya dengan pemikiran positifnya.
"Apa Heechul tak pulang bersama kamu? Ada masalah penting yang ingin aku katakan pada kalian berdua."
'Masalah apa?' batin Yesung berkata. Ini adalah hal tak biasa lainnya dari sang appa. Biasanya juga di sampaikan melalui asisten pribadinya atau menelepon salah satu diantara anaknya, Yesung atau Heechul. Namun, sepertinya ini bukanlah masalah 'biasa'.
"Heechul hyung masih ada kegiatan dengan klub drama. Dan katanya, hyung akan mengunjungi makam umma sesudah kegiatannya selesai. Apa ada masalah pelik dengan perusahaan, appa? Mungkin aku bisa membantu. Nanti aku bisa menyampaikan pada hyung untuk ikut ambil bagian."
Khawatir adalah kata yang tepat menggambarkan perasaan Yesung saat ini. Apa lagi mendengar kata 'masalah' dari appa. Salah satu kata yang sangat jarang di ucapkan.
"Tidak ada masalah dengan perusahaan. Ada hal lain. Aku akan mengatakan sendiri kepada Heechul. Kebetulan kamu yang pertama appa temui, lebih baik langsung di sampaikan saja."
Air muka appa-nya Yesung sedikit khawatir menatap putra keduanya yang berumur 17 tahun ini. Namun dia yakin untuk mengatakannya saat ini dengan segala macam reaksi yang di hadirkan si putra bungsu dalam keluarga Kim, meskipun itu adalah sebuah penolakan.
"Kim Jongwoon, anak ku. Maafkan appa sudah mengatakan ini pada mu. Aku memutuskan untuk..."
Dan kalimat selanjutnya membuat Yesung merasa waktu sudah berhenti berputar untuknya.
Suasana tenang yang di hasilkan lingkungan ini mencoba membuat Heechul percaya bahwa sang-umma juga baik-baik saja di alam sana. Serta dengan segala doa yang selalu dia rapalkan setiap hari.
Di sentuhnya nisan batu yang menjadi tanda peristirahatan terakhir umma-nya sejak 10 tahun yang lalu. Sebuah monolog meluncur dari lisan milik Heechul.
"Umma, saranghae. Sepuluh tahun ini aku tak pernah sekalipun melupakan mu."
Sepuluh tahun, sebuah rentang waktu yang panjang yang mampu membuatnya terbiasa akan ketidakhadiran umma dalam hidupnya, masih ada dongsaeng dan appa yang menjadi alasannya untuk terus hidup. Tapi, 10 tahun bukanlah waktu yang membuatnya mampu menghapus posisi sang-umma sebagai umma terbaik sepanjang hidupnya.
"Appa juga tak akan pernah melupakan umma yang sudah melahirkan kalian berdua, Heechul."
Sosok laki-laki yang merupakan appa-nya Heechul kini berjalan mendekati Heechul yang masih saja berdiri menghadap nisan. Heechul yang berstatus sebagai anak pertama dalam silsilah keluarga Kim, hanya dapat menatap manik mata orang tuanya yang masih hidup itu.
Dengan setelan pakaian kantor yang dikenakannya membuat Heechul mau tak mau berfikir appa-nya baru saja kembali dari kantor menyelesaikan tumpukan file. Wajah yang selalu menjadi penopang hidupnya selama nyaris seluruh hidupnya selam 18 tahun. Guratan di wajahnya tak dapat di sembunyikan bahwa umurnya tak terbilang muda dan kelelahan yang mewarnai hidupnya tercetak jelas di sana.
Untuk sesaat, pemikiran Heechul mengisyaratkan nya untuk terus diam selama beberapa waktu kedepan.
"Aku masih ingat jika kamu pernah mengatakan bahwa umma adalah duniamu, sehingga kamu tak perlu berkeliling dunia lagi karena pusat duniamu adalah umma." Sang-appa mengambil tangan kanan Heechul dan mulai menggenggamnya erat.
"Mungkin itu adalah salah satu kenangan indah miliknya hingga ia kembali ke sisi Tuhan. Kalian berduapun adalah pusat dunia milikku juga. Kamu dan Jongwoon. Aku akan melakukan yang terbaik untuk kalian."
Genggaman tangan sang-appa makin erat. Heechul sibuk dengan bermacam hipotesis yang keluar dan di jejerkannya di dalam pemikirannya, 'Ada apa gerangan dengan appa?' Atensinya tetap terfokus pada appa yang kini matanya terlihat berkaca-kaca mengenang umma yang hidup dalam keluarga kim 10 tahun yang lalu.
"Ada apa dengan mu hari ini, appa? Apa ada yang sakit?"
Di usapnya pelan tangan yang kini sudah penuh dengan kerutan termakan usia itu. Perasaan cemas tersirat di hatinya.
"Aku baik, sangat baik. Ada hal yang akan ku sampaikan padamu. Jongwoon sudah kuberi tahu sebelumnya."
Kepak sayap burung dan hewan lainnya memenuhi udara untuk sesaat. Heechul masih menunggu apa yang akan di katakan. Ada harapan bahwa ini bukanlah berita buruk, karena sesaat Heechul merasakan hal tak baik sesuatu yang tak di harapkan akan terjadi.
"Aku percaya kau bisa mengerti jalan pikiran ku sebagai anak yang telah ku besarkan dan hidup bersama ku selama 18 tahun. Aku berkehendak untuk..."
Heechul tahu dia masih bernafas, tapi kenapa kalimat selanjutnya membuatnya seolah oksigen ada di muka bumi bukan untuk paru-paru nya?
'Wahai umma di surga, apa ini akan menyakitimu?'
...
Padahal kejadian yang sempat mengguncang pikirannya itu sudah beberapa saat yang lalu,namun laki-laki itu masih belum juga bangkit dari tempat duduknya walau sudah 1 jam berlalu. Pikirannya menyalang jauh ke jejak-jejak ingatannya pada kejadian tadi. Di kumpulkan nya satu persatu memori selama ini yang tercecer dalam keping puzzle yang dahulu dihiraukan nya. Dan sekarang dia malah merutuki diri sendiri yang tak menyadari secara cepat inti masalah ini. Masalah yang kemungkinan besar akan mengganggu jalan hidupnya setelah dia mulai beranjak dari tempat duduknya sekarang.
Sebenarnya ada se-gudang kata umpatan yang ingin dia tumpahkan sekarang ini, apa lagi dia mempunyai guru terbaik mengajari nya dalam bidang umpat-mengumpat ini, hyung satu-satunya. Di buka nya game yang tersedia pada aplikasi ponsel nya, mencoba mencari pengalihan perhatian. Otak nya terasa begitu panas menerima informasi yang menjadi kunci dari segala gerak gerik mencurigakan dari sang-appa selama 1 tahun terakhir ini. Dia yakin jika hyung nya pasti saat ini juga sudah mengetahui rencana sang appa, karena beliau sendiri menyatakan padanya akan memberitahukan sendiri berita bahagia –menurut appanya- namun adalah salah satu bentuk kiamat kecil baginya.
Di jatuhkan tubuhnya pada sofa yang sudah menemani hidupnya selama nyaris 17 tahun sejak awal dia lahir dan di besarkan di rumah ini. Meninggalkan kenangan yang begitu dalam dalam hidupnya. Mengingat umma yang selalu duduk di sofa ini diantara dia dan hyung nya dan mulai bercerita, cerita apapun itu. Bau khas umma tak akan ter-gantikan di rumah ini walaupun beliau sudah meninggalkan keluarga ini sejak sepuluh tahun yang lalu.
Penerangan di ruang keluarga ini di rasanya terlalu terang. Apa mungkin pengaruh emosi nya yang begitu tinggi ini teralirkan kepada terangnya sorot lampu di ruangan ini?
Tak tahan dengan masalah pelik yang menderanya, ingin rasanya untuk melarikan diri sejauh mungkin. Ini bukanlah masalah yang mampu selesai hanya dengan duduk diam dan bermonolog dengan umma yang sudah tenang di alamnya sana. Ini adalah masalah yang harus di jelaskan dan di tangani dengan tindakan nyata oleh seluruh tokoh yang terlibat.
Di posisikan lagi tubuhnya dengan menyender pada sofa yang menurut hyung-nya perlu masuk museum –jika tak mau di sebut pantas masuk pembuangan akhir.
Bunyi game yang tak dia jalankan memenuhi ruangan ini tanpa di pecahkan oleh yang lain. Laki-laki ini masih saja sibuk terdiam. Hingga suara pintu terbuka serta sepatu yang di lempar sembarang dan langkah tergesa memenuhi pendengaran nya. Sosok hyung yang di harap kehadirannya akhirnya datang ke hadapannya dengan air muka yang tak bisa di sebut dalam keadaan baik-baik saja.
"Apa kau tahu, Yesung?"
Kalimat pertama yang meluncur dari hyung yang baru tiba itu setelah mengambil tempat di seberang laki-laki yang sibuk bermenung dan mengabaikan game nya, Yesung.
"Aku tahu. Heechul hyung." Ujar Yesung sembari menatap jauh kedalam iris si lawan bicara.
"Aku belum selesai."
"Aku tahu"
Jeda. Semua seolah kehilangan alasan.
"Ya. Kau tahu."
Percakapan ini jadi tak ada gunanya. Mereka tahu dan saling mengerti bagaimana isi perasaan masing masing.
Penampilan Heechul begitu kacau. Seragam sekolah yang sudah tak berkancing di bagian atasnya, dan almamater yang sudah tergeletak di lantai yang entah kapan di lepaskan nya. Surai coklat nya berantakan kemungkinan akibat gerakan sembarangan tangannya.
Tak ada satupun yang berniat melanjutkan percakapan yang terputus tadi. Rumah yang kini hanya ada kedua kakak beradik ini di liputi suasana canggung. Yesung masih terlihat lebih normal dengan balutan jeans panjang berwarna hitam dan kaos berkerah berwarna kuning yang tak berantakan.
Heechul beralih ke dapur dan mengambil setumpuk makanan dan minuman dan kemudian di letakkan pada meja ada di ruang tengah. Mulai membuka bungkus pertama dan memakannya. Begitu pula dengan Yesung. Mereka sepakat tanpa kata bahwa makan saat ini adalah pilihan yang pas untuk menghilangkan asap yang serasa mengepul dari otak mereka yang sudah terbakar.
"Apa kau menyetujui pernikahan appa?" pembicaraan di mulai kembali oleh Heechul.
"Aku...aku tidak tahu harus menjawab apa." Jawab Yesung ragu.
"Wae?"
"Entahlah, hanya saja aku merasa appa akan meninggalkan ku. Ahh...tidak maksud ku, kita."
Hening.
"Bagaimana dengan mu, hyung? Aku yakin tadi merupakan penyampaian berita terburuk sepanjang hidupmu." Ujar Yesung sambil mengalihkan pandangannya dari hyung yang terpaut satu tahun lebih tua darinya. Mungkin kini pandangan mata Heechul mampu membakar apapun yang di anggapnya tak pantas hidup.
"Apa dengan menikah appa, dia akan mengembalikan hangatnya keluarga ini saat umma masih hidup di dunia ini?"
Tanya Heechul entah di tujukan kepada siapa. Heechul dan Yesung memiliki ketakutan bahwa sang-appa akan melupakan cintanya di masa lalu dengan umma yang telah melahirkan dan menjadi salah satu warna wajib dalam kehidupan mereka hingga kini.
Malam ini di mulai lah cerita kedua bersaudara ini.
TBC.
...
Penjelasan mengenai Impressive Person yang ku sebut diatas ada di ff ku yang berjudul 'Impressive Person'. (jika ada yang ingin yahu) bisa di katakan ini side story dari ff ini. Relasi yang ku bentuk antara ff ini dan FF IP adalah susunan ikatan darah yang terjalin di antara para tokoh beserta latar belakangnya, bukan terfokus dengan ff IP.
Apa prolognya kurang menarik?
Maaf jika masih ada typo yang terlewatkan olehku. Mohon reviewnya.
*bow
