"Kaze no Kizu!"

DUAR!

Ledakan besar di hadapan kami. Pecahan genting dan serpihan-serpihan kayu tajam melesat ke mana-mana. Tapi aku tidak takut. Sebab ada tubuh kokoh yang melindungiku.

Tubuh Inuyasha.


DISCLAIMER

Inuyasha by Rumiko Takahashi

ME, I, MY, and MINE

CHAPTER 1: REAL ME


"Kagome!"

Itu nama gue. Hogurashi Kagome. Anak SMA biasa. Menjalani kehidupan biasa. Kecuali satu; profesi gue sebagai aktris sebuah film laga laris. Hm hm hm… Yah, gue udah tau dari dulu, film yang ada guenya pasti laris.

"Episode yang kemarin itu keren banget tau nggak sih? Ledakannya dahsyat! Itu bener-bener pake bom ya? Berarti rumahnya juga ancur beneran dong?"

Ini Yuka. Teman sekaligus fans gue yang selalu setia nongkrongin film gue tayang di TV. Memang udah sifat dasarnya anak ini cerewet. Sebenernya males juga nanggepin curcolannya yang macam beginian, tapi sebenernya gue lumayan seneng punya penggemar.

"Yang kaya gitu bukannya udah sering, ya?" jawab gue sambil lalu. Hari ini gue bener-bener nggak mood ngobrolin film gue satu itu. Ulangan matematika barusan gagal total, suram. Gue jadi males ngapa-ngapain sekarang.

Yuka menggigit sandwichnya sembari bergumam, "habis diulang berapa kali pun tetep keren sih. Mendebarkan. Apalagi ada adegan kamu dipeluk sama Yasha juga. Aw~ so sweeet~"

Ah ya. Yasha. Yasha itu temen satu SMA yang juga main film yang sama. Peran yang dibawain nggak main-main: peran utama, pasangan gue di film. Yup, Inuyasha. Sosok keren penuh maskulinitas yang sedikit bengal tapi romantis. Tapi kalau di dunia nyata… huek cuih. Males amat gue disandingin sama cowok playboy cap ikan tengik yang suka tebar pesona macam dia.

"Bukan dipeluk, tapi dilindungi. Itu kan tuntutan skenario, gue juga nggak bisa semaunya menolak. Udah ah, gue males ngomongin itu. ngomongin yang lain kek," tuntut gue sebel. Yuka malah manyun.

"Kagome yang di sini beda banget sama Kagome di Inuyasha ah."

Emang.

Nama gue Higurashi Kagome, dan inilah gue yang sebenarnya. Di kehidupan nyata, bukan di film.

.

.

.

"Pulang sekolah nanti kita ngumpul di rumahku, ya. Kita tonton lagi episode Inuyasha yang kemaren, yang ada adegan pelukannya itu lho."

Ayumi dan Eri, dua sahabat gue yang lain mengangguk mantap lalu ketawa cekikikan. Kurang ajar si Yuka, sengaja provokasi.

"Gue nggak ikut!"

"Ah, ayolah, Kagome! Kamu harus lihat betapa serasinya kalian berdua itu," bujuk Yuka dengan tampang melas kaya pengemis yang udah puasa tiga hari. Rasanya pingin gue bejek mukanya.

"Di film. Di kenyataan, not likely."

"Oh, ayolah, Kagome. Chemistry kalian itu kuat banget, tau nggak?"

"Aih ini lagi, chemistry. Chemistry gue dijamin nggak tuntas. Gue nggak belajar kimia kemaren. Puas lo?"

Obrolan kami nggak berlanjut –syukurlah– karena ada suara berisik dari arah pintu kelas.

"Hihihi, kamu bisa aja."

"Iya nih, pinter banget ngerayu cewek. Godain kita lagi dong."

Gue mual ngedenger suara-suara genit plus ganjen cewek-cewek jablay itu. Oh, ya. Gue tau siapa cewek-cewek itu, dan gue sangat tau siapa yang lagi dibujuk-bujuk makhluk-makhluk laknat itu.

"Lain kali saja, ya, Nona-Nona."

Nah, muncullah sosok sebenarnya. Laki-laki buaya darat, tuan penggoda yang 'bisa saja'. Yasha. Cih huek. Najis amat gue sebut nama itu.

"Jam istirahat sebentar lagi habis. Aku harus kembali ke kelasku. Pulang sekolah aku akan menjemput di kelas kalian. Sampai jumpa, Senorita," ujar si Yasha dengan suara dimanis-maniskan sambil mencium punggung tangan cewek-cewek itu satu per satu.

Gue. Mau. Muntah.

"Waduh, panaaaas! Ada yang dibakar api cemburu, nih! Ayumi! Kipas!"

Yuka langsung mendapatkan pelototan maut dari gue.

"Kagome! Mukamu merah! Nanti gosong, lho."

Ini lagi, si Eki. Cari mati rupanya.

"Gue kasih tau sekali lagi, ya. Gue nggak pernah suka sama si hidung belang itu! Ngerti?" tegas gue lumayan keras. Gue lirik Yasha, kepingin tau dia denger ucapan gue barusan atau nggak. Si Yasha duduk sambil menatap langit-langit kelas, senyam-senyum sendiri. Mungkin lagi ngebayangin dia cewek yang tadi tersipu-sipu malu waktu dia mencium tangan mereka. Nggak denger rupanya. Sayang sekali.

Yuka menatap gue seakan-akan gue adalah badut yang ngaku sebagai agen FBI.

"Bener nih? Padahal Yasha kan cakep."

"Gue bukan tipe visual yang bakal kepincut cuma gara-gara tampangnya."

"Jadi, kamu tipe apa, Kagome? Tipe audiokah? Kata-kata yang keluar dari bibir Yasha itu selalu membuai, lho."

"Atau tipe kinestik? Begitu merasakan dilindungi dari bahaya langsung lumer? Yasha kan tipe cowok pelindung."

"Oh! Pasti Kagome itu tipe matre yang bakal takluk kalau seluruh keinginan shoppingnya diruti! Yasha kan—"

BRAAKK!

"Denger nih: GUE. BENCI SETENGAH MATI. BAJINGAN PLAYBOY. MACAM YASHA!"

Selesai.

Dengan itu langsung gue tinggalin ruangan kelas yang semakin sumpek aja. Gue langsung colut ke kantin tanpa mempedulikan lagi bisikan tiga manusia yang katanya teman dekat tapi nggak bisa menjaga perasaan sahabatnya. Gue juga nggak peduli tatapan yang dilemparkan Yasha sendiri pada gue. Mau gue cuma satu: keluar dari situasi nyesek yang bikin darah gue lari ke kepala semua.

.

.

.

Inilah gue yang sebenarnya, Higurashi Kagome. Remaja yang terjebak dalam dua dunia: kenyataan dan kebohongan. Kebohongan… Nggak juga sih. Gue cuma main di film laga yang sedang sangat terkenal baru-baru ini. Kata orang jadi aktris itu berarti jadi pembohong. Masa?

Shooting film tiap hari Senin, Selasa, Jumat, dan Minggu. Dan entah kenapa setiap selesai shooting, perasaan gue selalu berbeda dari perasaan gue sebelum shooting. Kalau sebelumnya marah-marah, setelah shooting bisa lebih tenang. Nggak yakin juga kenapa, mungkin karena gue bener-bener menjiwai peran yang gue bawakan.

Awalnya gue menikmati profesi gue sebagai aktris. Tapi lama kelamaan gue sebel juga karena harus terus-terusan ketemu sama si Yasha, si lawan main. Apalagi setelah kejadian kemarin. Gue makin antipati sama cowok satu itu.

"Cut!" teriakan kencang ala juri gulat sumo sutradara memburai lamunan gue.

"Kagome! Kamu harus lebih fokus! Ini take ke delapan, lho! Tidak biasanya kamu melakukan kelalaian sebanyak ini."

Kelalaian? Emangnya kelalaian apa yang gue lakuin?

"Daritadi pandanganmu ke Inuyasha tidak 'kena'. Harusnya kamu pandang dia dengan penuh penyesalan, bukan penuh kebencian."

Oh, maaf. Tapi hellooo! Apakah gue salah membenci cowok brengsek di depan gue ini?

"Ulang sekali lagi! Dan kali ini lempar tatapan menyesal, ya? Menyesal!"

Menyesal. Oke. Gampang.

Karena gue pernah bener-bener menyesal.

Gue bener-bener menyesal kenal sama Yasha.

Gue menyesal… pernah jatuh cinta sama cowok jahat ini.

"Camera, rolling… Action!"

TBC


Permisi semuanya. Ini adalah fanfiction Inuyasha pertama saia. Akhirnya mimpi saia tercapai! Banzaai!

Mungkin cerita AU ini hanya 4 chapter. Nggak berani panjang-panjang, karena ada fanfiction di fandom Final Fantasy VII yang sedang jadi fokus saia *halah*.

Menurut pembaca, bagaimana cerita ini?

Akhir kata, salam kenal semuanya. Boku wa Rokuna desu. Yoroshiku ^^