Domo~
Fanfict pertama saya, enjoy!

Disclaimer:

Vocaloid never ever become mine!

Ch. 1

-a Girl, a Boy, and Clover-

Gadis bersurai honey blonde itu melangkah perlahan menuju sekolahnya. Ia menatap langit, dimana nyawa orangtuanya direnggut pada saat ia masih kecil. "Seandainya aku tetap melarang orangtuaku untuk pergi kesana. Pasti aku tidak akan seperti ini. Tidak akan sesial ini." Gadis itu menghela nafas. Dia memejamkan matanya, menikmati angin yang berhembus menerpa wajahnya. Pita putih yang cukup besar menghiasi surai indahnya bergerak mengikuti arah angin berhembus. Dia membuka matanya, dan melangkah dengan anggun.

Sesampainya di sekolah, ia hanya melewati gerbang begitu saja. Banyak siswa siswi yang datang, namun mereka tidak menyapa gadis itu. Gadis itu sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Ia tidak segera memasuki gedung sekolah. Ia berbelok kearah taman sekolah. Di pagi hari, jarang sekali siswa siswi menuju taman itu. Gadis itu duduk di bangku taman, dan terdiam saat melihat sekumpulan semanggi yang tumbuh di taman sekolah. Ia mengingat bahwa ada yang mengatakan jika menemukan semanggi berdaun empat, maka keberuntungan akan datang. Karena semanggi berdaun empat melambangkan keberuntungan. Mengingat hal itu, sang gadis menghampiri sekumpulan semanggi dan mengumpulkan semanggi berdaun empat.. "Mungkin dengan mengumpulkan daun semanggi ini akan sama dengan mengumpulkan lagi keberuntunganku." gumam gadis mungil itu.

Gadis itu tidak sadar, saat seorang pemuda menghampiri gadis itu. Pemuda yang memiliki surai honey blonde yang diikat rapi, namun dengan poni yang tidak tertata rapi. Ia mendekati sang gadis yang masih tetap sibuk mengumpulkan semanggi. Merasa bahwa tidak ada yang akan memulai percakapan, pemuda tampan itu akhirnya membuka pembicaraan. "apa yang kamu lakukan?" tanya pemuda itu. Sang gadis menoleh ke arah suara itu dan menemukan seorang pemuda yang mirip sekali dengannya. Iris mata azure nya, dengan rambut honey blonde nya, membuat gadis itu terpesona. Namun segera gadis itu membuang pikiran seperti itu dan memalingkan wajahnya. "A-aku sedang mengumpulkan semanggi." jawab gadis itu sambil tetap memalingkan wajahnya. Di tangannya telah terkumpul cukup banyak semanggi berdaun empat. Lalu mata sang gadis melihat semanggi lain yang berdaun empat. Dengan segera dia mengambilnya, namun tangan besar milik seseorang telah mengambilnya. Gadis itu mengangkat wajahnya dan melihat sang pemuda memakannya. Gadis bersurai honeyblonde geram. "Hei! Apa yang kau lakukan?" ucap gadis itu dengan nada tinggi. "Aku? Sedang makan semanggi." jawab pemuda itu santai. "Tapi kenapa kau memakannya? semanggi itu... semanggi berdaun empat." kata sang gadis dengan suaranya yang semakin mengecil. "yah, kan masih ada semanggi yang lain. Rasanya tetap sama kok, tetap terasa asam dan segar." ucap pemuda itu dengan entengnya. Emosi sang gadis yang sudah diambang batas tumpah sudah. "TAPI KAN MASIH BANYAK SEMANGGI YANG LAIN! YANG TIDAK BERDAUN EMPAT! DASAR PEMAKAN KEBERUNTUNGAN!" kata sang gadis dengan penuh emosi. "Maaf, aku tidak tahu kalau yang kau cari yang berdaun empat. Aku juga hanya asal ambil. Dan kupikir kau akan memakannya juga." kata pemuda itu kebingungan. "kalau begitu, MAKAN SAJA SEMUA SEMANGGI INI" kata sang gadis seraya melempar semua semanggi yang telah ia kumpulkan dan meninggalkan pemuda itu.

Setitik air mata turun dari ujung mata indah gadis itu dan segera dihapus oleh sang pemilik mata. Gadis itu mempercepat langkahnya menuju gedung sekolah. Ia langsung menuju ruangan yang penuh dengan loker siswa. Tidak sulit mencari loker gadis itu. Cukup cari loker yang penuh dengan coretan caci maki dari seseorang, atau mungkin beberapa orang. Gadis itu menatap nanar lokernya yang penuh coretan. "pergi kau pengganggu!" "tukang cari muka!" "sok cantik!" "sok pinter!" "cewek ga guna!" dan beberapa kalimat dan kata yang tidak patut dibaca. Miris jika melihat hal ini. Orang luar mengira jika siswa siswi dari Melodia Art&Music School adalah siswa siswi bermartabat, beretika, berwawasan luas, dan menjunjung tinggi kesopanan dalam berperilaku. Namun semua itu hanya bualan belaka. Sekolah yang penuh omong kosong. Gadis itu hanya bisa menghela nafas dan mengeluarkan cairan pembersih. Ia menggosok tulisan di lokernya itu hingga bersih. Setelah semuanya bersih, gadis itu melangkah menuju kelasnya. Saat itu seseorang memanggil namanya. "Kaganemi-san?" ternyata seorang guru yang memanggil gadis itu. "Ada apa Hikari-sensei?" kata gadis yang bermarga Kaganemi itu. "Bisa bantu umumkan ujian mendadak ke kelasmu? Sensei mau menemui murid baru dulu. Kuberi waktu belajar selama aku bertemu dengan murid baru ini." kata Hikari-sensei. Gadis itu mengangguk tanda mengerti dan segera menuju ke kelas.

Sesampainya di kelas, semua orang menatap gadis bermata azure itu lagi. Sang gadis mengacuhkan pandangan menusuk kepadanya. Dia menulis beberapa kata di papan tulis. Beberapa anak mengeja apa yang ditulis oleh gadis berambut honey blonde itu. "a-da u-ji-an men-da-dak ha-ri i-ni. Sen-sei mem-be-ri wak-tu un-tuk be-la-jar" eja seorang gadis berambut pink panjang. "tuh kan, kalau si Rin datang pasti bawa masalah!" kata pemuda berambut biru laut. "dasar gadis pembawa sial!" kata gadis berambut magenta. Gadis yang bernama lengkap Rin Kaganemi itu mengacuhkan apa kata 'teman' nya itu. Rin berjalan menuju bangku yang bertuliskan 'Kaganemi, Rin' dan duduk di kursi yang berada disana. Sesegera mungkin ia menyalakan komputernya dan memasang headphone kesayangannya dan memutar lagu. Rin membenamkan dirinya dengan musik klasik yang sedikit berhasil menenangkannya sesaat sebelum ujian.

Beberapa waktu kemudian, Hikari-sensei masuk ke kelas bersama murid baru. Rin melepaskan headphone-nya dan langsung membelalakkan matanya. "bocah semanggi.." gumam Rin. Pemuda itu menatap Rin dan tersenyum. Suasana kelas sudah penuh bisikan. "baiklah murid-muridku, sepertinya kalian semua sudah mengenal murid baruku ini. Dia Len, Kagamine Len sang Cellist terkenal. Tidak mungkin kalian tidak mengenalnya. Bukan begitu Kaganemi-san?" kata Hikari-sensei yang telah memperhatikan kedua muridnya yang tengah saling menatap satu sama lain. Seperti ada komunikasi antar keduanya tanpa suara. Rin yang mendengar apa yang diucapkan gurunya langsung memalingkan wajah. Tampak seluruh siswa menatap sinis kepada Rin. "Mungkin Kagamine-kun mau memperkenalkan diri?" kata Hikari-sensei memecah keheningan. "Baiklah, seperti kalian ketahui nama saya Len Kagamine, mohon bantuannya." kata Len. "Mungkin ada pertanyaan untuk Kagamine-kun?" tanya Hikari-sensei. Semua siswi menatapnya dengan pandangan berbinar-binar. "Len-kun rumahnya dimana?". "Len-kun, boleh minta alamat email?". "Len-kun sudah punya pacar?". Semua pertanyaan aneh diluncurkan kepada Len. Len hanya menjawab dengan senyuman yang membuat semua gadis berteriak histeris, kecuali gadis yang bernama Rin. "Len-kun punya hubungan darah sama si Rin kah?" celetuk pemuda bersurai teal. "mana mungkin cewek culun begitu jadi kerabat cowok terkenal gitu." kata gadis berambut kuning emas. Seluruh kelas tertawa, kecuali Rin, Len, dan Hikari-sensei. "sudah cukup perkenalannya. Kagamine-san, kalau dilihat dari nama margamu seharusnya duduk di dekat... Hm.. Kaganemi-san.. Ah, disana!" kata Hikari-sensei menyudahi perkenalan murid baru dan menunjukkan bangku yang kini milik Len. Rin menatap Len dan bergumam tanpa suara. "dasar penguntit." gumam Rin kepada Len. "aku bukan penguntit. Hanya kebetulan saja." balas Len kepada Rin. Kedua iris azure mereka terus bertatapan. "dasar bocah semanggi penguntit!" gumam Rin. "dasar gadis suram pita besar!" gumam Len. Rin membelalakkan matanya. "sudah selesai Kagamine-san? Kaganemi-san?" tanya Hikari-sensei yang memperhatikan muridnya sedang beradu pandangan. Merasa diperhatikan, keduanya memalingkan wajah dan terdiam. "baiklah, sesuai janji, saya akan melakukan ujian dadakan. Namun sebelumnya saya bertanya kepada Kagamine-san, apa tidak masalah jika melakukan ujian di hari pertama nya?" tanya Hikari-sensei kepada Len. Semua mata berharap kepada Len untuk menolak ujian mendadak itu. Namun harapan semua murid sirna ketika Len mengangguk menandakan dia bersedia mengikuti ujian tersebut. Dengan lemas semua siswa memasuki web sekolah dan membuka akun masing-masing. "Sepuluh soal essay. Soal tiap siswa berbeda. Percuma jika kalian menyontek. Waktu enampuluh menit dimulai dari..." Hikari-sensei melihat jam tangan nya. "Sekarang!". Terdengar suara klik dari mouse, suara tombol keyboard, dan goresan alat tulis diatas kertas untuk menghitung. Suasana di kelas langsung sunyi.

Hingga ketika tigapuluh menit berlalu...

Kedua murid yang duduk berdekatan tiba-tiba berdiri. "Ara~ kalian berdua sudah selesai Kagamine-san? Kaganemi-san?" tanya Hikari-sensei. Kedua orang yang disebut namanya menatap satu sama lain kemudian menatap gurunya dan mengangguk. "mungkin kalian bisa menuju kelas selanjutnya terlebih dahulu." kata Hikari-sensei. Kedua murid tersebut memberi hormat, mengambil barang bawaan mereka dan pergi meninggalkan kelas yang terlihat murid di dalamnya sedang berpikir keras.

Rin sesegera mungkin meninggalkan kelas itu, diikuti Len di belakangnya. "Kau mau kemana gadis pita?" tanya Len seraya mengikuti Rin. "Toilet. Berhenti mengikutiku dan memanggilku gadis pita, aku punya nama." kata Rin ketus. Len langsung menghentikan langkahnya. "Ano, kalau boleh tahu ruang kelas selanjutnya dimana?" tanya Len. "Ruang lukis" jawab Rin singkat, sambil mengenakan headphone putih kesayangannya. "Dimana itu?" tanya Len kebingungan. "Cari sendiri. Baca petunjuk arah." kata Rin menuju toilet meninggalkan Len yang kebingungan.

Len terus berjalan, namun malah menemukan kantin. Akhirnya ia membeli minuman dan membawanya seraya mencari ruang kelas selanjutnya. Len baru tahu bahwa ruang lukis berada di lantai tiga. Ia segera menuju ruangan itu. Di lantai tiga ternyata juga ada pameran lukisan semua siswa yang mengambil pelajaran melukis. Diantara lukisan-lukisan tersebut, terdapat sekelompok lukisan yang jelas dilukis oleh satu orang. "Lukisan-lukisan yang indah, pelukisnya pasti pro." gumam Len.

Lukisan yang berjudul The Glowing Lights, adalah lukisan sederhana dengan media kanvas hitam, dengan beberapa lukisan cahaya warna warni yang menimbulkan efek bercahaya yang nyaman dan tentram. Tidak menggunakan tinta khusus, hanya teknik pelukisan yang membuatnya tampak nyata.

Lukisan selanjutnya berjudul Ai no Field. Tampak padang rumput luas, dan seorang gadis bersurai honey blonde tengah menggapai sesuatu. Mungkin yang dimaksud sang pelukis, seorang gadis yang tengah menggapai 'ai-cinta' yang tak pernah ada untuknya di dunia yang luas ini, dan sang gadis hanya bisa menanti dengan menggapai langit yang kosong. Lukisan yang bermakna dalam.

Lukisan yang lain berjudul Our Tapes. Terlukis gadis bersurai honey blonde lagi, kini tengah menunggu di bangku taman sembari menatap daun yang berguguran. Tergambar pula jalan setapak yang semakin mengecil diujung lukisan, tampak setitik bayangan. Mungkin itu bayangan lelaki, dan gadis di bangku taman menggenggam seutas pita merah yang terus terjuntai kearah bayangan lelaki tersebut. Pelukis ingin menceritakan tentang jarak dan waktu yang memisahkan kedua sejoli ini. Namun diantara jarak dan waktu tersebut, memiliki penghubung dari kisah cinta mereka, yaitu yang diibaratkan sang pelukis dengan pita merah. Sungguh indah.

Lukisan terakhir, sangat menarik perhatian. Gadis yang sama, dengan pita merah yang telah terputus, kini tengah menyentuh kegelapan. Sang gadis telah menyerah dengan semua kisah cintanya. Berjudul Darkness Story.

"kisah cinta yang tragis." gumam Len. Semua lukisan tersebut memiliki keterkaitan. Cinta yang penuh penantian yang berujung tragis. Namun ditengah kegelapan cinta itu terdapat beberapa kenangan yang hangat dan menentramkan. Begitulah yang dimaksud sang pelukis.

"hmm, inisial pelukis RiKa." gumam Len. Diantara ratusan lukisan, inilah yang begitu menarik perhatian. Memiliki daya tarik tersendiri, selain karena lokasinya yang strategis. Setelah melihat lukisan yang lain, Len memutuskan untuk menuju ruang lukis.

Ruang lukis masih kosong. "Belum ada yang datang rupanya" kata Len. Namun Len salah. Len melihat gadis bersurai honey blonde, Rin Kaganemi, tengah menatap langit.

Dan gadis itu...

Menangis?..

TBC

makasih yang udah mau baca, mohon maaf jika ada miss type dan bahasa yang ga berkenan ataupun ga enak dibaca..

and also..

REVIEW~