Kise Ryouta, 14 tahun, seorang model remaja bersurai kuning dengan paras menawan. Wajah berseri-seri dan kakinya melangkah ringan tanpa beban. Sebuah senandung meluncur dari bibir plum miliknya. Raut wajah makin bersinar setelah mendapati dua sosok pemuda di depannya—Aomine Daiki dan Kuroko Tetsuya. Keduanya berjalan membelakanginya sehingga tidak mengetahui Kise datang mendekat.

"Aominecchi! Kurokocchi!" Pemuda bersurai pirang itu melambai-lambaikan tangannya pada dua sosok pemuda bersurai biru yang berjalan berdampingan menuju sekolah.

"Ah, Kise-kun, selamat pagi," sapa Kuroko datar.

"Yo," sapa Aomine setengah mengantuk. "Semangat sekali pagi-pagi begini."

"Tentu saja! Karena kemarin Aominecchi sudah janji padaku mau one on one!" sahut Kise semangat.

"Ha? Kata siapa? Aku nggak inget," Aomine menguap.

"Mou! Aominecchi jangan pura-pura lupa!" Kise cemberut.

Aomine tertawa lepas. Kise yang cemberut benar-benar imut. Ia mencubit pipinya yang mengembung.

"Aduh... duh... Aominecchi, sakit!" Kise menepis tangan tan itu dari pipinya.

"Berhenti cemberut, aku ingat kok!" ucap Aomine masih menguap.

Kise menyengir lebar lalu memeluk pemuda tan tersebut. "Yeaaayy!" ia menggesek-gesekan pipinya dengan pipi tan Aomine. Dia hanya menyengir lebar menukmati afeksi dari si model pirang.

Kuroko—yang sedari tadi diam—hanya mengangkat bahu. Kise dan Aomine mengumbar kemesraan sudahlah hal yang biasa. Duo kopi susu yang baru saja resmi berpacaran dua minggu lalu. Kuroko lebih memilih memisahkan diri dan mendekati Akashi yang baru saja tiba di pintu gerbang sekolah.

"Pagi, Akashi-kun," sapa si pemilik surai baby blue.

"Oh, Kuroko... Selamat pagi," sahut Akashi ramah. Manik krimsonnya kemudian terarah menuju duo yang sedang sibuk bermesraan. Ada aura pink disekitar mereka. "Pagi-pagi sudah buat pemandangan..." gumam si wakil kapten tim basket.

"Abaikan saja, Akashi-kun. Ayo kita ke kelas," ajak Kuroko.

.

.

.

.

.

MY DARLING

Chapter 1 : Missing

Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi

Story © Murrue Mioria

Rating: M

Genre: Romance, Mystery, Suspense

WARNING! TeikouAU!, OOC, Boyxboy, Shounen-ai, yaoi, Typo, kaku, gak jelas, terlalu banyak percakapan

Don't like, don't read!

Pairing: Aokise

.

.

.

.

.

Sore itu—setelah one on one dengan si pirang—Aomine mengajaknya ke sebuah taman. Letaknya tak begitu jauh dari sekolah. Tempat yang strategis, namun masih belum banyak orang yang mengetahuinya. Saat itu matahari belum benar-benar tenggelam. Katanya taman itu keindahannya akan terlihat sempurna di sore hari. Sepertinya akan menjadi lokasi yang bagus untuk kencan pertama mereka.

"Woaaah! Aominecchi tau dari mana tempat seindah ini?" tanya Kise sambil memandang sekitar taman.

Ada sebuah danau buatan di tengahnya, memantulkan lukisan langit berwarna oranye. Udaranya juga sejuk dan tercium aroma musim semi yang akan segera tiba.

"Dari Satsuki. Dia bilang taman ini baru saja dibuka minggu lalu. Kau suka?"

"Hmm! Tentu saja, Aominecchi!" Kise memeluknya dan menciumi pipi tan kekasihnya yang bersemu merah. "Sangat romantis!"

Sepanjang sore itu mereka hanya duduk bergandengan tangan menikmati alam sekitar. Kepala pirang disandarkan di bahu tegap milik pemuda tan.

Tak ada kata apapun yang terlontar dari bibir mereka. Mereka diam menikmati kehangatan yang dipancarkan oleh tubuh masing-masing dan matahari senja. Kesunyian itu membuat mereka nyaman. Kise memejamkan matanya. Udara sejuk sore hari berhembus pelan menerpa wajahnya.

"Aku tidak akan lupa dengan ini. Terima kasih Aominecchi..." ucap Kise lembut. Sungguh, ini pertama kalinya ia merasakan betapa bahagianya pergi berkencan dengan seorang kekasih. Dengan seorang Aomine Daiki, pujaan hati sekaligus cinta pertamanya. Terlebih lagi, cintanya tak bertepuk sebelah tangan.

Aomine mengecup keningnya penuh cinta.

Malam tiba, taman sudah mulai gelap dan keduanya meninggal tempat tersebut. Lampu-lampu mulai menyala menggantikan cahaya matahari yang baru saja tenggelam. Saatnya untuk berpisah. Namun pasangan itu enggan melakukannya. Mereka berharap waktu berjalan lebih lambat agar mereka bisa tetap bergandengan tangan seperti sekarang.

"Sampai jumpa besok, Ryouta," Aomine mengecup bibirnya lembut di persimpangan jalan—tempat biasa mereka berpisah sepulang sekolah.

Kise melambaikan tangan sambil menyaksikan kepergian sang kekasih, lalu melanjutkan perjalanan menuju rumah.

Besok hari sabtu dan Aomine mengajaknya one on one. Kise menganggap itu adalah kencan kedua mereka. Hatinya sudah tak sabar menanti. Dan ia tersenyum-senyum dibuatnya—

CKREK

Kise berhenti. Senyumannya langsung pudar. Barusan ada suara. Seperti ada seseorang yang memotretnya secara sembunyi-sembunyi. Asalnya tidak jauh dari tempatnya berada sekarang ini. Fans kah? Atau stalker? Akhir-akhir ini Kise mendengar banyak kasus kejahatan tentang orang yang dikejar-kejar dan diperkosa oleh stalker. Ia berharap dirinya bukan salah satunya.

CKREK

?!

Lagi!

Manik madunya melirik kesana-kemari waspada. Darimana asal suara itu?! Tidak ada siapapun.
Cepat-cepat Kise berlari menuju tempat yang lebih ramai. Tak ada orang yang bisa diminta untuk berlindung. Aomine kekasihnya sudah pergi. Ia sudah tidak betah diluar. Takut. Ingin segera sampai rumah.

.

.

.

Hari sabtu yang ditunggu akhirnya tiba. Kise sudah siap. Tidak perlu memakai pakaian yang fashionable. Toh mereka hanya bermain basket. Tapi bagaimana lagi, ini kencan kedua mereka dan Kise ingin memberi kesan yang terbaik. Jadi ia memakai pakaian yang terlihat tak pantas untuk seseorang yang akan bermain basket. Seperti orang yang akan kencan ke taman hiburan atau mall. Aomine pasti akan menertawakannya. Tapi Kise tak peduli.

Kise datang satu jam lebih awal. Ia menunggu di lapangan basket tempat mereka biasa one on one. Bola basket berada dalam genggaman. Pipinya merona merah sambil memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti setelah ini.

Suasana sekitar tampak sepi, walaupun sekarang masih siang bolong. Biasanya tidak sesepi ini.

CKREK

Bunyi itu lagi?! Asalnya dari belakang. Terlebih suaranya begitu dekat. Ia coba memberanikan diri untuk menoleh.

Tidak ada siapa pun.

Mungkin yang barusan hanya halusinasiku saja.

Kise kembali memandangi bola basket di tangannya. Aominecchi masih belum datang juga. Apa dia masih tidur? Ini sudah tiga puluh menit lewat. Apa mungkin Aominecchi lupa janjinya? Apa dia lebih memilih tidur, ketimbang menghabiskan waktu dengannya? Segala macam persepsi negative mulai muncul di pikirannya.

Matanya mulai berkaca-kaca. "Aominecchi... baka..." Kise menyeka air matanya. "Cepatlah datang..."

Lalu suara langkah kaki itu terdengar. Datang dari kejauhan lalu berhenti tepat di belakangnya.
Aominecchi ternyata tidak lupa. Ia buang jauh-jauh pikiran negatif tadi dan menoleh cepat. Memasang senyum terbaiknya. Namun, senyuman itu luntur setelah mengetahui itu bukan kekasihnya yang ditunggu.

Matanya tak berkedip memandang orang itu. Dia tampak biasa saja dan tak terlihat begitu mencurigakan.

"...Kau siapa?" tanya Kise polos. Orang itu hanya tersenyum tipis.

.

.

"Sial! Sial! Sial!" gerutu Aomine sambil lari.

Seharusnya ia sudah sampai di tempat perjanjian dari tadi. Tapi, mendadak ada nenek tua yang tersasar, jadi ia harus mengantar nenek itu sampai tujuan. Mudah-mudahan Kise masih bisa memaafkannya.

Lapangan basket sudah dekat. Aomine mempercepat larinya. Napasnya sudah habis. Ia berharap Kise masih menunggu dan tidak kesal padanya.

"KISE! MAAF AKU—" Aomine diam. Si pirang tak terlihat dimanapun. Pemuda tan itu mulai panik. Apakah Kise sudah pulang? Bahaya, dia pasti marah atau menangis. Jangan-jangan besok dia minta putus?!

Mata birunya menangkap sesuatu yang berkilau di bawah. Ia memungut benda itu. Sebuah cincin perak. Itu adalah cincin yang diberikannya saat ia menembak si model pirang tersebut. Kise menjatuhkannya? Atau... Atau dia sengaja membuang?!

Aomine segera mengambil ponsel di saku, lalu meneleponnya. Ponsel Kise tidak aktif. Perasaannya campur aduk. Antara gelisah dan takut. Sepertinya ia harus menyusul ke rumahnya.

.

.

.

Yang membuka pintu adalah kakak perempuan Kise yang tertua. Kise Yukiko.

"Ryou-chan? Bukannya dia sedang janjian denganmu? Tadi pagi dia terlihat sangat berbunga-bunga lho," ujar Yukiko.

"Oh, jadi Kise belum pulang?" pertanyaan Aomine disahut dengan anggukan dari Yukiko. Jika Kise tidak pulang kerumah, lantas dia pergi kemana?

"Apa terjadi sesuatu dengan Ryou-chan?" tanya Yukiko khawatir.

"Entahlah..." Aomine menggaruk punggung lehernya. "Ketika aku sampai, Kise tidak ada di sana. Kupikir dia sudah pulang. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Jadi aku kesini."

"Uhh... perasaanku tidak enak. Tidak biasanya Ryou-chan mematikan ponselnya," gumam Yukiko gelisah.

Aomine setuju dengan pendapat Yukiko. Kise adalah pribadi yang sangat narsis dan up to date. Tiada hari tanpa pesan atau telepon dari si model ikemen tersebut. Karena ada banyak orang yang akan menghubunginya tentang pekerjaan, tidak mungkin Kise dengan sengaja mematikan ponselnya. Yah, berpikirlah positif. Mungkin baterainya habis.

"Terima kasih sudah kesini, Aomine-kun. Aku akan coba cari," Ucap Yukiko. Nada suaranya yang tenang tak dapat menutupi rasa khawatirnya.

Seperginya dari rumah Kise, Aomine menghubungi teman tim basket Teikou. Mulai dari Tetsu—teman yang paling dekat—sampai kapten tim Nijimura senpai. Namun tak ada satupun yang menjawab, melihat, ataupun bersama dengan si model pirang tersebut.

Satu jawaban yang berbeda keluar dari mulut orang yang paling terakhir ada di pikirannya, Haizaki. Pemuda bersurai abu-abu itu mengaku melihatnya berdiri sendirian di lapangan basket tempat Aomine dan Kise janjian. Tapi Haizaki saat itu tidak begitu peduli dan memilih meninggalkannya.

"Cih, baru jadi pacar Ryouta dua minggu saja sudah gak becus! Aku akan cari," gerutu Haizaki lalu menutup teleponnya.

Aomine tahu pemuda bersurai abu-abu itu menaruh hati pada si model—kekasihnya. Selalu memandangi kelakuan si pirang dari kejauhan tanpa mengucapkan sepatah kata apapun tentang rasa cintanya. Tapi Aomine tidak merasa tersaingi. Haizaki sudah merelakan si pirang pujaan hatinya jatuh ke tangan Aomine. Pemuda itu sangat menghormati pilihan Kise, dan lebih mendahului kebahagiaannya. Walaupun hatinya hancur remuk setelah mengetahui si model telah berpacaran dengan power forward tim basket smp Teikou.

Tapi gara-gara itu, Aomine merasa sangat bersalah. Haizaki telah mempercayakan Kise padanya, namun ia gagal menjaganya. Kemana sebenarnya Kise pergi?

Sejauh atau selama apapun mereka mencari, pemuda ikemen bersurai pirang tersebut tak pernah ditemukan. Ponselnya ditemukan lima jam kemudian disebuah semak. Keluarganya mulai khawatir dan melapor ke polisi. Semua berasumsi bahwa Kise telah diculik.

Itu mungkin saja terjadi, mengingat ada banyak sekali orang yang tergila-gila padanya hingga nekat melakukan apapun untuk memiliki si model tersebut. Terlebih lagi, akhir-akhir ini Kise sering bercerita tentang stalker yang selalu mengikutinya hingga membuatnya tak nyaman.

Dalam waktu singkat, berita hilangnya sang model langsung tersebar ke seluruh jepang. Semua ramai dan berita itu menjadi topik pembicaraan selama berminggu-minggu.

Tiga bulan berlalu dan Kise masih belum ditemukan. Keluarganya pun mulai putus asa. Perlahan-lahan pencarian mulai dihentikan. Mereka berpikir sudah tidak ada harapan lagi Kise Ryouta dapat ditemukan.

Orangtua Kise menagis terus-menerus setiap mendengar orang mengucap nama putra bungsu mereka. Nama Kise Ryouta seolah merupakan nama yang sangat dilarang untuk disebutkan di kediaman keluarga tersebut. Kedua kakaknya—Kise Yukiko dan Kise Miyuki—selalu memasang wajah sedih. Semenjak hilangnya Kise Ryouta, tidak ada kebahagiaan atau senyuman hadir di keluarga itu. Hanya ada kesedihan. Kise Ryouta seolah sebuah pusat kebahagian yang telah direngut dari mereka.

Namun Aomine tidak menyerah. Ia tidak berhenti mencari. Ia yakin kekasihnya itu berada disuatu tempat, disembunyikan oleh seseorang.

Akashi dan yang lainnya juga ikut membantu. Bahkan Haizaki—yang biasanya tampak tidak begitu peduli—jadi ikut membantu. Mungkin karena dia diseret oleh Nijimura.

"Sudah tiga bulan. Apa Kise baik-baik saja?" tanya Aomine kepada langit sore.

"Aku berharap dia baik-baik saja Aomine-kun. Dimanapun dia berada..." ucap Kuroko di sebelahnya.

Sekarang bulan juni dan besok adalah hari ulang tahun si model pirang tersebut. Hadiah sebenarnya sudah disiapkan olehnya dari jauh hari sebelum Kise menghilang. Sebuah anting berwarna biru. Benda itu selalu ia bawa tiap hari.

"Tetsu, kau duluan saja. Aku mau ke suatu tempat," ucap Aomine sembari berjalan ke arah berlawanan dari jalan menuju rumahnya.

Kuroko tidak berbicara dan hanya memandang temannya itu. Ia tau kemana Aomine akan pergi.

"Besok tanggal 18 Juni..." gumam Kuroko. Sorot matanya sendu.

.

.

.

Aomine duduk di kursi taman yang dulu mereka duduki saat kencan pertama mereka. Taman itu masih sepi seperti saat pertama kali dirinya kesini.

Mata birunya memandang kosong danau sambil mengenang memori saat mereka berada di sini waktu itu. Kise tersenyum sangat lebar. Pipinya merona merah dan surai pirangnya menyatu dengan cahaya matahari sore. Sangat mempesona bagai malaikat turun dari langit. Tawanya indah dan merdu. Manik madunya berkilau bagai permata. Sempurna.

.

.

"Nee... Aominecchi, apa kau benar-benar mencintaiku?"

.

.

Tangan Aomine merogoh tas, mengambil sebuah kotak kecil berhias pita cantik bewarna merah.

.

.

"Nee... Aominecchi, apa tidak masalah kau berpacaran denganku? Aku laki-laki dan aku tidak punya dada yang besar ataupun pinggul yang ramping seperti Momocchi..."

.

.

Kotak itu dibuka, memperlihatkan sepasang anting berwarna biru.

.

.

"Nee... Aominecchi, apa kau tau? Walaupun kau dekil, pemalas, dan egois, tapi aku masih tetap mencintaimu!"

.

.

Aomine sudah tidak sanggup. Memori itu begitu menyakitkan. Air matanya mulai menetes perlahan-lahan.

"Baka Kise... Aku mencintaimu, bodoh... tidak peduli kau laki-laki atau perempuan... Cepatlah kembali..." Aomine terisak. "Kise..."

Ia ingin melihatnya, ingin menyentuh surai pirang halus miliknya, ingin memeluknya erat dan tak ingin melepaskannya, ingin mengecup bibirnya yang kenyal, ingin merasakan kehangatan yang dipancarkan oleh panas tubuhnya. Aomine merindukan Kise Ryouta.

"Mungkin ini terlalu cepat…" Aomine mengusap air matanya. "Selamat ulang tahun Kise…"

Jemarinya mengambil salah satu anting dari kotaknya. Diusap-usap lalu diletakan di depan matanya. Ia melihat pemandangan danau melalui celah lingkaran anting seperti teropong.

Danau tampak indah. Berbanding terbalik dengan suasana hatinya saat ini. Sangat ironis.

Setelah beberapa menit mengamati lewat celah tersebut, ia menemukan sesuatu yang mengambang keluar dari permukaan air. Aomine menurunkn anting itu. Mata disipitkan untuk memastikan.

Ada orang yang mengambang ditengah danau. Wajahnya tak terlihat, namun orang itu memiliki surai pirang pendek. Seketika mata Aomine melebar dan mukanya pucat. Ia kenal dengan postur tubuh itu.

"K-kise..."

.

.

.

.

.

To Be Continue

Parah... fic yang satu belum lanjut, malah bikin fic lain. Idenya udah numpuk dikepala, daripada saya lupa, mending saya tulis aja...

Fic ini akan kental dengan drama, drama, drama, dan drama...

Dan seperti biasa, fic ini akan super slow update /ditendang

Mohon reviewnya… sampai jumpa di chapter berikutnya!

Review, fav, dan follownya akan menjadi penyemangat saya untuk melanjutkan fic ini~