.

Attracted Impression (Jeno x Renjun)

BlueBerry's 13th Story

Don't Like, Don't Read

.

Renjun memiliki penampilan yang manis dan cara bicara yang tidak kalah manis, terlihat seperti murid baik dan penurut, Jeno memikirkan hal itu sebagai kesan pertama untuk si murid pindahan asal Tiongkok. Bukan hal yang istimewa karena Haechan –si maskot juga 'badut kelas' dari ruang belajar sebelah- maupun beberapa anak lain yang pernah Jeno temui memiliki kesan serupa pada awal temu mereka, dan Jeno tidak akan menaruh perhatian lebih kalau saja Renjun tidak menempati deret bangku yang sama dengannya. Senyumannya manis seperti kembang gula dari Kedai Makanan Bibi Na, bukan juga hal yang istimewa karena Jaemin –anak pemilik Kedai Makanan juga teman satu tingkat Jeno- tersenyum dengan cara yang hampir sama. Pandang Jeno mengarah pada tas Renjun yang berada di sisi kanan meja dan menemukan gantungan lucu bentuk kudanil pada resleting ransel itu, juga melihat Renjun meraih tempat pensil dengan gambar karakter kartun hingga membuat Jeno berpikir mungkin Renjun salah menempati ruang kelas. Deham keras Moon-Seonsaengnim menarik Jeno dari kesibukan memperhatikan si anak baru yang menurutnya kekanakan karena menggunakan tempat pensil dengan gambar karakter kartun, lupakan fakta bahwa saudara sepupunya –Lee Tae Yong- memiliki koleksi action figure dari kartun superhero.

Deringan bel istirahat sama seperti dering bel tanda ronde selesai dalam pertandingan tinju, membiarkan Jeno menarik nafas dan mengisi tenaga sejenak sebelum kembali dihadapkan dengan penjelasan membosankan maupun hafalan memusingkan berikutnya. Masih sibuk merapikan peralatan belajar ke dalam tas gendong miliknya, Jeno mengerang malas selagi menoleh karena Haechan yang memanggil dengan suara keras dari depan pintu kelasnya –ruang besar ini sudah separuh kosong, jadi sebenarnya Haechan tidak perlu melakukan hal tersebut-. Jeli pandangan Haechan menangkap sosok baru yang menempati bangku satu deret Jeno, tepatnya satu meja dengan Sanha yang membatalkan keinginan tidur sewaktu telinganya menangkap suara berisik Haechan. Renjun menanggapi antusias Haechan dengan tenang, sesekali melontarkan tawa kecil saat merasa bahwa Haechan begitu lucu. Sanha sudah lama pergi dari tempat duduknya, mungkin mencari tempat tenang untuk melanjutkan tidur kalau mengingat betapa merah mata mengantuknya tadi, sementara Jeno hanya memperhatikan dua orang itu mengobrol –lebih tepatnya, Renjun menjawab ragam pertanyaan yang diajukan Haechan sebagai perkenalan-. Terima kasih pada Jaemin yang muncul di pintu kelas Jeno, memanggil dua temannya untuk makan siang bersama.

.

Jeno hanya sendiri pada bangku yang ditempatinya, membuatnya leluasa memperhatikan Renjun yang berusaha merespon obrolan dari Jaemin –di sisi kanan- maupun Haechan –di sisi kiri-. Nampan dengan isi menu makan siang dari sekolah sudah lama dilupakan oleh Jaemin maupun Haechan, sementara Renjun berulang kali melihat ke arah makan siang yang tidak bisa disentuhnya . . .

"Hei, kalian, biarkan Renjun mencicipi menu makan siang terlebih dahulu" Tidak ada sinyal meminta bantuan dari Renjun, tapi Jeno pikir tidak ada salahnya untuk membantu teman sekelas. Ada ekspresi tidak nyaman di wajah Renjun sewaktu Haechan menanyakan 'apa Renjun terganggu karena dia terus bertanya?', pikir Jeno tentu si Huang tidak berani mengatakan 'iya' kalau melihat dari bagaimana Renjun menanggapi Haechan sedari 'interogasi dadakan' di kelas

"Kupikir, Jeno benar. Nikmati makan siangmu, Renjun" Jaemin yang menginterupsi dan memberi senyum dengan kesan bersahabat pada Renjun, dibalas anggukan tanda mengerti dari Renjun selagi dia mengambil peralatan makan dan menyuap menu makan siang pada mulutnya

"Jeno, kupikir ada seseorang yang mengoleskan lem di matamu" Pandang tidak mengerti Jeno mengarah pada Haechan yang baru berujar, menemukan seringai menyebalkan si bocah 'setan' yang tidak dia mengerti maksudnya

"Kau menatap Renjun tanpa berkedip sedari tadi, jadi kupikir ada yang mengoles lem pada matamu" 'UHUK!' Bukan Jeno yang tersedak, melainkan objek lain yang menjadi pembicaraan Haechan. Jaemin mengambil gelas milik Renjun dan membantu si pemilik gelas untuk minum, mendorong masuk makanan yang tiba-tiba tersangkut saat mendengar perkataan Haechan di sebelahnya

"Berhenti mengatakan hal aneh, Haechan. Kau hampir membunuh anak ini karena dia tersedak saat mendengar ocehan tidak jelasmu" Sendok makan Jeno mengarah pada Renjun yang dia sebut sebagai 'anak ini', mereka masih terlalu baru untuk memiliki panggilan sendiri kan? Jadi, biarkan dia memanggil dengan sebutan terkesan tidak dekat

"Aku hanya mengatakan apa yang kulihat, jadi kalau kau mengatakan perkataanku itu aneh, itu karena kau yang aneh" Haechan mengalah itu Keajaiban Dunia, tipikal keras kepala yang membuat Jeno merasa dirinya terkena darah tinggi seketika saat harus melakukan debat dengannya. Haechan selalu diunggulkan menjadi perwakilan dari kelasnya dalam lomba debat, dan Jeno bersyukur dirinya tidak perlu dijadikan perwakilan lomba debat hingga harus berhadapan dengan Haechan

"Harap makan dengan tenang, aku tidak mau ada yang pingsan karena tidak menghabiskan menu makan siang" Jaemin membuka suara dengan tenang, dituruti oleh Jeno dan Haechan yang kemudian menyuap makanan tanpa kebisingan

"Whoa, kau hebat" Halusnya suara Renjun kembali memasuki telinga Jeno, nada antusias membuat Jeno berpikir bahwa Renjun tengah memasang senyum penuh minat di wajahnya. Jeno mengangkat wajah dari menu makan siangnya dan menemukan bahwa tebakannya tidak salah, menemukan bahwa senyum Renjun yang terkesan seperti kembang gula itu memiliki daya tarik yang berbeda dari senyum manis Jaemin. Jeno tidak mengerti, namun dia memasang alarm untuk segera berkedip sebelum Haechan kembali mengatakan hal aneh

"Itu hanya hal kecil. Kenapa kau memuji Jaemin dengan nada antusias seperti itu?" Haechan yang keras kepala dan tidak mau kalah, membuat Jeno hanya menghela nafas dan memilih mengacuhkannya bila dia harus berhadapan dengan si bocah 'setan' terlalu lama

"Karena . . . dia terlihat keren?" Ragu Renjun untuk melanjutkan, menghadap ke arah Haechan hingga tidak melihat Jaemin yang memeletkan lidah dengan jahil. Jeno hanya tersenyum melihat dua teman beda kelasnya sibuk mencari perhatian teman satu kelasnya yang baru

"Lalu, apa menurutmu aku tidak terlihat keren?" Kesal Haechan dengan ekspresi yang begitu jelas dibuat bagi Jeno yang telah lama mengenalnya, sementara Renjun yang baru mengenal dan sangat baik hati –kesan lain yang Jeno simpulkan saat melihat Renjun menanggapi Jaemin dan Haechan- tentu merasa tidak nyaman dengan itu

"Kau keren, sangat keren" Ada lengkungan lebar pertanda senang juga puas pada wajah Haechan, saat Renjun memujinya dengan ibu jari mengacung ke atas

"Bagaimana denganku?" Pandangan Jeno bertemu dengan Renjun sewaktu dia membuka suara untuk bertanya, melihat Renjun menggigit bibir bawahnya selagi memperhatikan Jeno. Bukan hanya Jeno yang memberi kesan pertama 'biasa saja' pada Renjun, Renjun sendiri hanya sempat melihat Sanha yang menjadi teman satu mejanya dan tidak menyadari Jeno sebagai teman sekelasnya jika saja Jaemin tidak menarik Jeno dari bangku di deret yang sama dengannya, jadi Renjun belum memiliki kesan pertama pada Jeno

"Kau tampan" Ucapan Renjun dilontarkan dengan nada polos dan ekspresi biasa, bukan seperti bagaimana para Gadis di sekolah memuji Jeno yang mengagumkan di lapangan olahraga atau hanya berdiam di sisi kelas. Tidak ada nada antusias yang tertahan, atau rona kemerahan yang samar

"Kau lucu" Balas Jeno dengan tawa kecil pada ujung katanya, membuat Haechan menggumam agar Jeno tidak melupakan kehadiran dirinya dan Jaemin. Renjun hanya tersenyum kecil untuk menanggapi dan melanjutkan acara makan, begitupun Jeno yang kemudian melanjutkan kegiatan makannya. Jadi, kesimpulan Jeno tentang Renjun pada hari pertama mengenalnya adalah, dia murid pindahan dengan penampilan cara bicara yang manis, tidak lupa senyumannya yang seperti kembang gula. Masih bukan hal yang istimewa, karena Renjun bukan satu-satunya orang dengan kesan seperti itu bagi Jeno.

.

Pada dasarnya, Jeno adalah tipe orang yang acuh terhadap orang-orang dalam lingkungan hidupnya, sungguh berbeda dari Haechan yang bahkan mengetahui alergi kakak kelas mereka terhadap makanan pedas atau Jaemin yang mengenali setiap teman satu kelasnya hanya dengan melihat bagian punggung mereka. Jadi, Jeno tidak lagi memperhatikan Renjun setelah waktu istirahat pada hari pertama si Huang dihabiskan bersamanya dan dua temannya –atau, lebih tepat dikatakan, dua temannya dan dia-. Ada saat dimana Jeno bosan dan memilih mengedar pandangan, tapi Renjun itu murid baik yang memperhatikan Guru dengan serius dan mencatat pokok penjelasan dengan baik, jadi itu bukan pemandangan menarik yang membuat Jeno nyaman memperhatikan dalam waktu lama. Ada pula saat dimana kelas ribut dengan pelajaran favorit Jeno dimana Seo-Seonsaengnim menggunakan metode interaktif agar tidak membosankan, Jeno tidak pernah mendengar suara Renjun diantara riuh siswa atau mungkin dia tidak memperhatikan. Pelajaran olahraga adalah pelajaran favorit Jeno yang lain, tapi Renjun sepertinya tidak begitu menyukai pelajaran itu, tepatnya Renjun tidak begitu pandai dalam pelajaran tersebut.

Antusias dari kata 'murid baru' yang semula menjadi salah satu alasan Jeno memperhatikan Renjun perlahan memudar, hingga satu bulan setelahnya dia bahkan tidak bicara dengan Renjun selain saat mereka memiliki tugas kelompok. Jeno bahkan lebih sering mendengar nama 'Renjun' dari urutan absen atau cerita Jaemin –yang memiliki rumah satu arah dengan Renjun, hingga mereka sering menggunakan Bis yang sama untuk berangkat maupun pulang-, daripada melontarkan nama itu dengan mulutnya sendiri. Kegiatan Jeno di Klub Olahraga tidak memiliki hubungan seujung kuku dengan kegiatan Renjun di Klub Seni, begitu juga jadwal hari latihan yang berbeda, jadi tidak pernah ada cerita mereka terjebak bersama di sekolah karena mereka baru menyelesaikan kegiatan klub masing-masing. Yah, cerita itu tidak pernah, tapi pada satu sore Renjun dijebak oleh hujan lebat hingga dia tidak bisa pulang tepat waktu dan harus menunggu hujan reda, di hari yang sama dengan Jeno memiliki jadwal latihan Klub Olahraga. Hanya Renjun sendiri –Jaemin tidak masuk karena menghadiri acara keluarga di luar kota-, juga Jeno yang diselipkan payung oleh sang Ibu karena melihat dugaan hujan melalui ramalan cuaca –Jeno menganggap acara itu remeh, tapi insting Ibu tidak pernah bohong-.

.

Suara bersin Renjun kalah dengan suara benturan air langit pada tanah, lebih mirip dengan suara bersin Bongshik kalau menurut Jeno. Renjun tidak berhenti mengusap sisi lengannya seperti ingin meminimalisir rasa dingin yang dia rasakan melewati jaket tipis, belum lagi tubuhnya memang bukan dalam kondisi paling baik –Jeno jadi ingat, kalau dia mendengar suara bersin 'kucing' di kelasnya sedari pagi- . . .

"Kau membutuhkan jaket tambahan?" Baru menyelesaikan latihan yang membuat seragam olahraga basah dengan keringat, Jeno pikir dia belum membutuhkan jaket untuk melapisi seragam sekolahnya. Sementara, Renjun bahkan masih mengusap lengan dengan jaket abu-abu yang melapisi bagian luar seragamnya

"Tidak perlu, Jeno-ssi" Senyuman Renjun terlihat lemah, tidak bisa menutupi bahwa dia sedang berada dalam kondisi kurang baik. Jeno menyampirkan jaket miliknya pada bahu Renjun, merapatkan pada tubuh Renjun yang lebih kecil darinya agar tidak merasa kedinginan. Sekalipun, Jeno terkesan acuh pada sekitarnya, bukan berarti dia tega membiarkan Renjun kedinginan begitu saja

"Panggil 'Jeno-ya' saja, kita teman satu kelas" Ujar Jeno yang hanya dibalas anggukan mengerti dari Renjun, turut merapatkan jaket hitam yang dipinjamkan oleh Jeno

"Kenapa kau belum pulang, Renjun?" Jeno sangat yakin kalau hujan belum turun saat waktu pulang tiba, jadi seharusnya Renjun tidak terhalang hujan lebat ini kalau saja dia langsung pulang setelah kelas bubar. Walau, tidak mengenalnya dengan dekat, tapi Jeno pikir Renjun bukan tipe anak nakal yang suka menunda waktu pulang hanya untuk bermain

"Aku dihukum membersihkan kamar mandi laki-laki di lantai satu dan lantai dua, karena tidak membawa buku tugas" Ada pandangan bingung dari Renjun sebelum dia menjawab pertanyaan Jeno, membuat Jeno membenarkan dengan gumam. Sudah dikatakan bahwa dia cuek, jadi dia tidak ingat sewaktu Renjun mendapat hukuman dari Cho-Seonsaengnim yang kejam. Jeno setuju dengan sebutan itu, bahkan Cho-Seonsaengnim memberi hukuman yang –menurutnya- berat pada Renjun yang selama ini bersikap baik dan baru sekali tidak mengumpulkan tugas

"Cho-Seonsaengnim memang begitu, dia kejam" Komentar Jeno seadanya, selagi melihat intensitas hujan yang mulai berkurang. Jeno menurunkan ransel dari bahunya dan menarik resleting untuk mengambil payung yang disiapkan oleh Ibunya

"Kau sudah mau pulang?" Bukan nada sedih karena dia hendak ditinggal oleh Jeno, Renjun hanya ingin memastikan agar dia bisa mengembalikan jaket milik Jeno jika memang si pemilik jaket sudah ingin pulang

"Hm" Jeno kembali merapatkan resleting dan menaruh ransel pada bahunya, matanya melirik Renjun tengah melepas jaket yang sebelumnya dia pinjamkan. Payung di tangannya bisa menjadi cukup besar, tapi dia tidak tahu bagaimana cara menawarkan tumpangan hingga halte pada Renjun

"Lihatlah, ternyata payung ini cukup untuk melindungi dua orang" Lontar Jeno dengan konyol, membuat Renjun -yang semula mendekat untuk mengembalikan jaket- turut melihat payung oranye milik Jeno yang terbuka lebar. Bibirnya membentuk lengkungan karena cara Jeno yang baru untuk mengatakan 'ingin menumpang di payungku?', tapi dia masih berada di posisinya dan hanya mengulur tangan untuk mengembalikan jaket Jeno

"Rumahku memiliki arah yang sama dengan haltemu, jadi bukan masalah untuk mengantarmu kesana. Payung oranye terlihat lebih bagus dengan orang rambut oranye" Jeno mempertanyakan dalam hati apa perkataannya seperti gombalan karena melihat kemerahan samar di wajah Renjun, sebelum dia ingat bahwa Renjun tengah kurang sehat

"Pasti merepotkan" Ada saat dimana 'baik hati' dan 'penurut' berada di posisi yang berbeda, seperti sisi baik hati Renjun yang bersikeras menolak tawaran Jeno karena dia menganggap mereka belum dekat dan tidak ingin menyulitkan Jeno. Jeno sendiri belum menganggap mereka dekat, tapi tidak ada salahnya untuk menolong teman satu kelas pikirnya

"Kalau begitu, anggap ini sebagai hutang dan lunasi dengan membelikan ramyeon di Kedai Bibi Lee saat cuaca sedang bagus. Setuju?" Saran Jeno direspon dengan Renjun yang merapatkan diri hingga berada di bawah payungnya, balasan tanpa suara yang membuatnya terlihat begitu menggemaskan menurut Jeno

"Renjun, kau seharusnya menggunakan jaket yang lebih tebal" Tangan Jeno mengusap sisi lengan Renjun yang baru saja melontarkan bersin 'kucing' entah keberapa kali, tentu cuaca menggigil karena hujan sore ini memperburuk kondisinya yang tidak baik dari awal

"Aku tidak tahu bahwa hujan akan turun, sore ini" Jeno tahu, ada orang yang menyukai hujan dengan pemikiran bunyi benturan hujan pada tanah adalah simfoni yang indah dan menenangkan. Tapi, Jeno tidak tahu alasan dirinya merasa tenang, karena suara hujan di sekeliling mereka atau suara halus Renjun tepat di sebelahnya

"Itu bukan alasan, kecuali kau memang ingin meliburkan diri dari sekolah" Lirikan Jeno menyadari Renjun yang menjaga jarak dengan dirinya, membiarkan bahunya dibasahi oleh hujan yang membuat Jeno melingkarkan lengan di bahu Renjun untuk menariknya mendekat. Jeno memberi tumpangan payung agar Renjun bisa pulang dengan kering, jadi payung ini menjadi tidak ada gunanya saat bahu seragam Renjun basah karena terkena hujan sewaktu menjaga jarak dengan Jeno

"Apa ada perbedaan, bila aku meliburkan diri?" Ada sentakan kecil karena Renjun merasa terkejut dengan lengan Jeno yang melingkari bahunya tanpa peringatan, namun kemudian melontarkan tanya menggunakan nada terkesan biasa. Membiarkan Jeno menaruh lengan di bahunya, dan membuat bahu sisi dalam mereka berbenturan

"Mungkin tidak, mungkin iya. Aku belum mengetahuinya" Jawab Jeno dengan jujur, dibalas kepala Renjun yang mengangguk beberapa kali. Tubuh Renjun lebih pendek dari Jeno, membuat Jeno bisa mencium aroma shampoo Renjun yang sama menyenangkan seperti aroma rumput dibasahi air hujan

"Terima kasih, karena kau sudah mengantarkanku ke halte. Maaf, karena aku merepotkanmu, Jeno-ya" Kata Renjun selagi Jeno menutup payungnya karena mereka sudah tiba di halte, dibalas Jeno yang hanya melontarkan tawa kecil

"Kau sudah mengubah panggilanku menjadi lebih akrab, tapi masih bicara dengan cara yang begitu kaku. Kita adalah teman satu kelas, bicara lebih santai saja padaku, Renjun-ah" Balas Jeno seraya kembali memasangkan jaket miliknya pada Renjun, sementara Renjun hanya diam dan memandanginya dengan tatapan tidak mengerti. Bukan tidak mengerti dengan perkataan Jeno, hanya tidak mengerti kenapa Jeno kembali memakaikan jaket miliknya pada Renjun

"Karena kau tidak membawa jaket yang lebih tebal, jadi pakai saja jaket milikku untuk saat ini. Aku tidak sering memakainya, tidak perlu terburu untuk mengembalikannya" Hanya kerjap mata lamban yang menjadi balasan Renjun, mengingatkan Jeno pada Bongshik yang melakukan kontak mata panjang dengannya dan mengerjap perlahan untuk mengatakan rasa sayang padanya. Tapi, Renjun bukan Bongshik, walau dia sama menggemaskan dengan Bongshik

"Sampai jumpa" Tangan Jeno berada di puncak kepala Renjun dan mengusap surai warna oranye yang halus, tidak berbeda dari Jeno yang biasa mengusap halusnya bulu Bongshik. Ei, Jeno harus berhenti membandingkan Renjun dengan Bongshik, walau dia menyukai keduanya (eh?).

.

Bongshik itu menggemaskan, sementara Renjun itu manis. Mungkin, Renjun lebih tepat disamakan dengan hujan karena dia memiliki suara yang halus dan menenangkan, juga aroma sendiri yang sama menariknya dengan aroma rumput yang dibasahi air hujan. Kesimpulan Jeno tentang Renjun, dia itu menarik. Dia memiliki kesan pertama yang tidak hancur dalam bulan pertama mengenalnya, masih memiliki kesan 'murid baik dan penurut' hingga saat ini, masih memiliki senyum dengan daya tarik yang tidak bisa Jeno jelaskan, masih sosok yang polos hingga Jeno tersenyum dan berpikir bahwa dia begitu lucu. Berbeda dari Haechan yang mengoceh dengan berisik padanya sebelum genap sepekan mereka berkenalan, Renjun bahkan memanggil Jeno dengan panggilan formal dan bicara dengan gaya begitu kaku padanya hingga saat ini. Jeno ingat, bagaimana gantungan tas dan tempat pensil Renjun dihiasi gambar karakter kartun kudanil yang tidak akrab baginya, membuatnya sempat berpikir bahwa Renjun adalah orang yang kekanakan. Tapi, ada juga orang dewasa yang menyukai karakter kartun, jadi bukan masalah bagi murid sekolah menengah seperti Renjun untuk memiliki kartun kesukaan.

Singkatnya, Jeno pikir Renjun itu menarik. Penampilan Renjun yang hanya berdiam diri saja sudah menarik, begitupun saat dia mulai bicara hingga dia menjadi lebih menarik. Bagaimana Renjun menulis pokok penjelasan Guru, bagaimana Renjun menjadi begitu tenang dalam keriuhan, bagaimana Renjun berusaha mengikuti pelajaran olahraga, semua terlihat menarik bagi Jeno walau pada sisi lain juga dia menyadari bahwa itu bukan hal yang istimewa. Daripada, mengatakan bahwa Renjun itu menarik, Jeno jadi berpikir untuk mengatakan, sesuatu menjadi menarik karena itu Renjun.

.~~~KKEUT~~~.

Birthday-Fic yang terlambat buat Renjun, dibuat semalaman buat Renjun tapi baru sempet posting sekarang. Aku mau nulis fanfic NoRen, tapi ada banyak hal yang bikin susah fokus, jadi kayaknya ini kurang nge feel ya? Ide sama feel nya ilang pas mau nulis bagian tengah, maaf ya semua. Aku tahu banyak banget kekurangan dan kesalahan di fanfic ini, jadi silahkan review ^v^