Ruangan putih itu terasa hening, yang terdengar hanya elektrokadiogram. Satu-satunya alat yang bisa memastikan bahwa jantung itu masih berdetak, bahwa seseorang yang terbaring damai disana masih bisa bernapas.

Tanpa peduli dengan bau obat-obatan yang menyengat, dia tetap bertahan disana. Duduk diam disamping ranjang dengan tangan yang menggenggam jemari dingin itu.

Tak peduli entah sudah berapa hari dia disana atau entah sudah sekacau apa penampilannya sekarang, yang pasti dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan pergi hingga mata bulat yang sangat disukai nya itu terbuka dan menampilkan kilau indahnya.

Waktu terus berlalu dan jam pun terus berputar, namun yang dilakukannya hanya menatap wajah manis itu.

Hingga akhirnya sebuah pergerakan kecil ditangannya membuatnya menoleh. Jantungnya yang seolah membeku kini berpacu kembali saat kelopak mata itu membuka.

"Kau sudah sadar? Syukurlah. Kau tidak apa-apa kan? Mana yang sakit?." Dia bangkit berdiri, memeriksa apakah ada luka yang membuka atau tidak ditubuh ringkih itu.

"K..a." Namun suara lemah itu menghentikan ocehannya.

"Hm? Kau bilang apa?"

Dia mendekatkan telinganya, memastikan supaya dia bisa mendengar kata-kata itu dengan lebih jelas lagi.

"Kau siapa?"

Namun kata-kata yang didengarnya tidak sesuai harapan. Kebahagiaannya yang tadi melambung tinggi kini terjun menghempas tanah dengan kerasnya saat suara lemah itu terucap.

Tak ada yang lebih menyakitkan saat orang yang kau cintai justru tak mengingatmu.

.

.

Raining Spell For Love

A Kihyun Fanfiction

By

Araelf Mizuchi Malter

.

.

Bandara Incheon Internasional Airport siang itu padat seperti biasa. Meski langit diluar sana nampak mendung dan mengeluarkan rintihannya berupa hujan.

Seorang pemuda tampan dengan mata sekelam malam keluar dari pintu bandara. Tangan kekarnya menyeret sebuah koper berwarna hitam. Saat orang lain melangkah masuk menghindari hujan, dia justru menghampirinya.

Menatap pada setiap tetesan hujan yang mengenai telapak tangannya yang terjulur. Dia kemudian mendongak, beralih menatap awan hitam diatas sana.

"Aku kembali." Gumamnya bersamaan dengan semua mobil sport hitam berhenti tepat didepannya.

Jendela mobil terbuka perlahan, memperlihat seorang pemuda tampan lainnya dibalik kemudi yang kini sedang tersenyum dan melambai padanya.

"Yo! Kibum."

.

.

Araelf

.

Sakit.

Rasanya sangat sakit. Bukan rasa sakit seperti luka yang berdarah dan meninggalkan bekas pada kulit.

Tapi ini.

Rasa sakit yang membuat jantungnya berdetak cepat hingga dadanya terasa sesak.

Dia tidak tau bagaimana menjelaskannya. Perasaan ini terlalu menguras emosi dan tenaganya. Kadang membuatnya meneteskan air mata, membuatnya ingin menangis sekencang-kencangnya, berteriak marah dan bahkan memukul dadanya berharap rasa itu akan hilang. Namun tidak, justru rasa sesak itu semakin menjadi.

Air matanya mengucur deras bersamaan dengan hujan yang terus turun diluar kaca jendela kamar. Membuatnya hanya mampu meringkuk kesakitan dibawah selimut dan memeluk dirinya sendiri sebagai bentuk pertahanan.

Perasaan sesak, sedih dan rindu ini...

Sebenarnya untuk siapa?

.

.

Araelf

.

Awan mendung perlahan menjauh, mempersilahkan kepada sang mentari untuk kembali menampakkan sinarnya yang tertutupi.

Orang-orang mengatakan bahwa akan selalu ada pelangi setelah hujan.

Tapi lihat sekarang?

Spektrum warna-warni itu bahkan tidak berani menunjukkan dirinya. Seolah enggan untuk menjadi penghibur untuknya.

Caramel itu hanya menatap kosong, wajah manis nya kini terlihat sayu. Dia menatap kebawah, tak ada perasaan takut sedikitpun. Lantai 20 apartment nya bagaikan jarak antara ayunan dan tanah.

Dia tersenyum. Miris.

Jika dia jatuh, apakah rasa sakitnya akan tetap sama?

Hembusan angin menyapa. Dia memejamkan mata dan membiarkan rambut cokelat nya yang ikal menari bersama angin.

Caramel bening itu kembali muncul saat kelopak mata bulat itu membuka. Kaki beralas sandal rumahannya melangkah perlahan, menaiki ujung dinding pembatas. Tinggal satu langkah lagi, maka tubuh ringkih itu akan terjatuh dari lantai paling atas gedung apartment nya sendiri.

Dia sudah bersiap ditarik oleh gravitasi, menuju tujuannya untuk menghilangkan rasa sakit itu dengan rasa sakit yang lainnya.

Namun sebelum itu terjadi, cengkraman kuat pada pergelangan tangannya dia rasakan, disusul oleh tarikan yang berlawanan arah dari yang diharapkannya.

Tata ada rasa sakit, melainkan kehangatan yang melingkupi tubuhnya.

Wangi dan kehangatan ini terasa begitu familiar.

Begitu nyaman.

Hingga tanpa sadar, kristal bening kembali meleleh dari caramelnya saat kelopak mata itu menutup dan semuanya berubah gelap.

.

.

Araelf

.

Derap langkah kaki terdengar disepanjang koridor Rumah Sakit. Dua orang pemuda berlari beriringan dengan raut wajah khawatir.

Tak lama mereka sampai didepan sebuah kamar. Membuka pintu dengan kencang, kemudian menghampiri sosok yang menjadi objek kekhawatiran mereka yang kini sedang terduduk diranjangnya.

"YAK, CHO KYUHYUN." Pria cantik itu berteriak kesal, langkah kakinya menghentak. Sedang si empunya nama hanya menatapnya dengan ekspresi tak peduli.

Ingin sekali rasanya Heechul ă…¡pria cantik itu menempeleng kepala adik kekasihnya yang sedikit, ah bukan tapi banyak bermasalah ini.

"Apa kau bodoh? Kemana otak jeniusmu itu. Kalau kau memang ingin mati katakan padaku. Aku yang akan melakukannya untukmu." Teriaknya kesal.

Heechul menoleh, merasakan usapan lembut dipunggungnya dan dia mendapati Siwon yang melakukan itu untuknya. Ekspresinya terlihat tenang dengan senyum kecil tersungging dibibir, mengisyaratkan Heechul agar sedikit bersabar.

Menghela napas keras, Heechul menghempaskan tubuhnya ke kursi disamping ranjang sambil mengatur napasnya yang memburu karena campuran khawatir dan kesal yang menjadi satu. Bagaimana dia tidak khawatir jika mendapatkan telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa bocah yang sudah dianggapnya adik ini masuk Rumah Sakit dan bodohnya lagi karena ingin bunuh diri dengan melompat dari lantai dua puluh. Dia bahkan langsung saja meninggalkan ruang kerjanya saat itu juga. Tapi bagaimana pun, Heechul tau bahwa Siwon lah yang paling khawatir sekarang.

Sedang Siwon, namja tampan itu memilih duduk disisi ranjang, berusaha agar tidak mengenai selang infus ditangan Kyuhyun. Ikut menyandarkan tubuhnya dikepala ranjang, tangan Siwon menyelinap kebelakang kepala Kyuhyun dan menariknya untuk bersandar didadanya.

Tak ada perlawanan dari Kyuhyun, dia membiarkan saja elusan lembut dikepalanya, caramelnya masih setia menatap ke luar. Lagipula ini terasa nyaman.

"Kyu." Pelukannya mengerat dan Siwon meletakkan dagunya diatas kepala Kyuhyun. "Mau bercerita pada Hyung?"

Heechul memperhatikan kedua kakak beradik itu dalam diam. Sudah lama dia tidak melihat kedekatan mereka seperti ini. Padahal dulu dua orang ini benar-benar tidak terpisahkan.

Ya, dulu.

Sebelum kecelakaan itu merubah si bungsu Cho. Kecelakaan enam bulan lalu yang merenggut nyawa kedua orang tua mereka dan membuang separuh dari ingatan Kyuhyun, karena trauma akibat benturan di kepalanya.

"Hyung." Suara lemah Kyuhyun memecah keheningan dikamar itu, dia menunduk. "Kenapa disini terasa sangat sakit?" Tangannya yang bergetar bergerak mencengkram dadanya sendiri.

Siwon mengecup sayang pucuk kepala Kyuhyun, berusaha bersikap sebiasa mungkin walau matanya kini sudah memerah. "Tidak apa-apa. Sakit nya pasti akan segera hilang." Bahkan suaranya pun terdengar sedikit bergetar.

"Tidak. Semakin hari justru rasanya semakin sakit, Hyung. Aku... Aku tidak suka perasaan ini."

Remasan tangan didadanya kini berubah menjadi pukulan. Air mata bahkan kini sudah meleleh dari caramel bening itu.

Heechul tidak tahan lagi. Dia bangkit berdiri dan menahan tangan kurus yang sedang mencoba menyakiti dirinya sendiri itu.

Cho Kyuhyun yang dulu ceria dan nakal sekarang sudah berubah 180 menjadi Cho Kyuhyun yang suram, menyedihkan.

"Kyu, lihat Hyung." Tangannya menangkup pipi chibby itu agar menatap fokus padanya. "Semuanya akan baik-baik saja. Kau hanya perlu mengingatnya secara perlahan, mengerti?"

Tak ada jawaban, justru isakan yang terdengar semain mengeras. Heechul membawa dirinya mendekat dan ikut menarik tubuh bergetar itu kedalam pelukannya. Membuat tubuh Kyuhyun terkekung dalam pelukan sayang keduanya.

"Hyung, tolong aku." Walau samar, tapi keduanya masih biaa mendengar nada putus asa itu. "Sebenarnya apa yang sudah ku lupakan?"

Mereka tau penyebabnya, namun tidak bisa mengatakannya. Biar Kyuhyun yang menemukannya sendiri.

'Jika saja bisa, aku ingin mengulang waktu untukmu, Kyuhyun.'

.

.

Araelf

.

Kyuhyun termenung menatap langit cerah dari balik jendela perpustakaan. Melihat pada gumpalan awan putih yang bergerak beriringan diatas sana.

Pikirannya melayang memikirkan hal-hal yang sudah dilaluinya. Kyuhyun merasa hidupnya begitu datar dan monoton, tak ada satupun hal yang spesial.

Hati dan pikirannya pun tidak bisa berkompromi. Hatinya merasa begitu kosong, seolah ada hal yang telah hilang dalam serpihannya. Namun pikirannya justru menolak untuk mengingat.

"Ekspresimu terlihat seperti orang yang ingin mati."

"Eh?" Kyuhyun mengerjap bingung. Matanya beralih kedepan, namja manis itu tidak tau sejak kapan ada orang yag duduk didepannya. Sepertinya diabterlalu asik dalam lamunannya.

"Kau bicara padaku?" Tanyanya meyakinkan. Sebab pria didepannya ini seolah tidak memperhatikannya, mata hitam yang dibingkai kacamata itu terus terpaku pada buku ditangan yang menutupi sebagian wajahnya.

Melirik sekilas. "Memangnya ada siapa lagi disini selain kau?"

Kyuhyun mengangguk dan menggaruk tengkuknya kikuk, tidak tau harus bereaksi seperti apa.

Hening.

Tak ada yang bicara lagi setelahnya. Pria didepannya kembali sibuk dengan bukunya dan Kyuhyun kembali berlayar dalam lamunannya.

Seharusnya keheningan ini terasa canggung namun entah mengapa Kyuhyun justru merasa nyaman, tanpa perlu sebuah kata untuk mengutarakannya.

"Kurasa aku harus pergi."

Suara berat itu kembali terdengar bersamaan dengan suara kursi yang bergeser.

Kyuhyun hanya terdiam memperhatikan saat pria itu bangkit berdiri dan berjalan pergi hingga tubuhnya menghilang dibalik pintu perpustakaan.

"Hei, Kyu."

Kyuhyun mengumpat dalam hati sambil tangannya mengelus dada. Dia menatap tajam pada Donghae yang sidah berani mengejutkannya, namun pemuda itu tidak memperhatikannya, dia justru dengan santainya duduk didepan Kyuhyun -tempat pria berkacamata itu duduk disusul dengan Eunhyuk yang duduk disampingnya.

"Apa yang Kibum lakukan disini?"

Kyuhyun menyerngit. "Kau tadi bilang siapa?" Tanyanya memastikan.

"Kibum. Kim Kibum. Namja yang tadi bersamamu."

Sebuah cubitan bersarang dipinggang Donghae, membuatnya meringis kesakitan. Dipandangnya sang kekasih yang balas menatapnya garang.

Donghae tersenyum kikuk ditatap seperti itu.

"Kim Kibum?" Gumam Kyuhyun. Dia seolah familiar dengan nama itu, entah dimana dia pernah mendengarnya.

Kyuhyun mencoba mengingat.

Namun beberapa menit kemudian namja manis itu berdesis, memegang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut menyakitkan.

"Kyuhyun. Kau tidak apa-apa?"

Kyuhyun tidak menjawab, hanya tangannya yang melambai. Mengisyaratkan pada dua sahabatnya bahwa dia tidak apa-apa.

Menarik napas panjang, Kyuhyun menatap pada Donghae. "Bagaimana kau bisa mengenalnya, Hae?"

"Errr."

"Ah, dia mahasiswa Manajemen pindahan dari Canada." Eunhyuk menjawab cepat saat Donghae terlihat kebingungan.

"Kau juga kenal dia, Hyuk?"

"Tentu saja." Eunhyuk melirik keatas, mencari jawaban yang tepat untuk diberikannya pada Kyuhyun. "Seluruh gadis di Universitas ini sering bergosip tentang dia dan wajah tampannya."

"Tapi tetap wajahku lebih tampan." Ucap Donghae bangga dengan seringaian aneh tersungging dibibirnya.

Dia tidak menyadari wajah Eunhyuk yang berubah malas dan sebuah buku yang melayang kearahnya.

"Aish. Kenapa kau memukulku, Hyuk."

"Siapa tau itu bisa membuat otak bodohmu bekerja."

Kyuhyun tidak mempedulikan sepasang kekasih idiot yang sedang bertengkar didepannya. Mata caramel bulat itu fokus menatap kedepan, kearah pintu perustakaan.

"Kim Kibum."

.

.

Araelf

.

.

Kyuhyun berjalan cepat menyusuri koridor hingga nyaris berlari. Matanya melirik awas pada awan mendung diatas sana.

Suasana kampus cukup sepi karena hari sudah menjelang sore. Hanya ada dia dan beberapa mahasiswa yang masih tinggal.

Tiba-tiba saja langkah kakinya terhenti. Mata Kyuhyun memicing, mempertajam penglihatannya saat dia merasa sosok yang berdiri diteras itu begitu familiar.

'Bukankah itu adalah pria di perpustakaan tadi?'

Perlahan namja manis itu mendekat, berusaha terlihat biasa dan tidak mengagetkan nantinya. "Apa yang sedang kau lakukan?"

"Menunggu hujan." Kibum menjawab tanpa menoleh, kepalanya masih menengadah menatap langit mendung.

"Kenapa?"

"Aku suka hujan... Tapi tak begitu suka mendung yang berkepanjangan." Namja tampan itu akhirnya menoleh, mata segelap malamnya memerangkap caramel lembut Kyuhyun dalam pandangan lembut. "Seperti halnya rindu yang tak bisa tersampaikan."

Untuk sesaat Kyuhyun merasa dunianya hanya berputar disekitar Kibum. Mata kelam itu seolah menarik etensi nya untuk masuk dan tenggelam dalam pusaran gelap didalamnya.

"Bagaimana denganmu?"

"Eoh?" Kyuhyun gelagapan. Dia terlalu larut menatap mata itu.

"Aku bertanya apa kau juga suka hujan?"

"Aku tidak suka hujan." Ucapnya lirih dengan kepala menunduk. Kyuhyun melirik lewat ekor matanya, Kibum memang tidak mengatakan apapun namun ekspresi wajahnya seolah meminta penelasan. Menghela napas berat, dia melanjutkan. "Aku tidak suka saat perasaan menyesakkan itu datang bersamaan dengan hujan. Seolah hati dan otakku dipaksa mengingat sesuatu yang bahkan aku tidak tau itu apa."

"Kau tahu kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun?" Kyuhyun mengangkat kepalanya begitu suara tenang Kibum terdengar. Namja tampan itu kini menatapnya dengan senyum tipis, tanpa sadar Kyuhyun menggeleng. "Kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya."

Kibum mengambil langkah semakin dekat pada teras degan caramel Kyuhyun yang senantiasa mengikuti pergerakannya. Kepalanya kembali menengadah. "Ada yang percaya bahwa di dalam hujan terdapat lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang rindu sesuatu. Senandung rindu yang bisa meresonansi ingatan masa lalu."

"Namun bagaimana jika aku tidak bisa mengingatnya?"

Kibum berbalik, memutar badannya hingga dia bisa menatap Kyuhyun sepenuhnya. "Kalau begitu biarkan saja. Seperti awan yang membiarkan hujan mengalir. Karena bagaimana pun dia pasti akan kembali. Mungkin ingatanmu juga begitu." Tukasnya bersamaan dengan hujan yang mulai turun.

"Kemarilah."

Caramel bening itu menatap pada tangan yang terulur padanya. Ada sedikit keraguan yang hinggap dihatinya, namun Kyuhyun mencoba memantapkan hati untuk akhirnya menerima uluran itu. Dia mengikuti tarikan pelan Kibum ditangannya, membawa tubuhnya mendekat. Begitu dekat sampai Kyuhyun bisa merasakan dada bidang Kibum dipunggungnya.

Entah kenapa kerja jantung Kyuhyun menggila dan menjadi tidak normal.

Dia begitu gugup merasakan sentuhan tangan Kibum tangannya, hingga dia membiarkan saat tangan besar itu melingkupi punggung tangannya dan membuatnya menengadah. Menangkap setiap rintik hujan yang mulai berjatuhan menuruni bumi.

Kyuhyun merasa hujan tak lagi menyakitkan.

~TBC~

Holaaaaa Ara Back #Dilempar XD

Sebenarnya ini fanfic buat Kihyun Days, tapi berhubung lagi males ngetik makanya baru update sekarang..

ini awalnya oneshoot tapi berhubung kepanjangan, rencananya mau dijadiin twoshoot klau ngga threeshot.

Judulnya diambil dari lagu Super Junior tapi jalan ceritanya jauh berbeda.

So, Review???