Saat itu, hujan deras. Air langit berjatuhan dengan ramai. Menerpa seluruh sisi tubuhku.
Seseorang dengan payung abu-abu, lalu bertanya padaku.
"Apa kau baik-baik saja?"
Dan aku… menangis
.
.
.
.
.
Namaku Lee Hongbin. Aku seorang mahasiswa di suatu Universitas dengan tempat tinggalku sekarang. Aku tinggal di sebuah apartemen seorang diri. Ayahku sudah meinggal sebelum aku melihatnya dan ibuku telah tiada saat aku berumur 5 tahun. Aku mempunyai kakak laki-laki, tapi ia tengah sibuk dengan pekerjaannya di luar negeri sana.
Aku sudah terbiasa dengan kesendirian ini. Setiap harinya, aku selalu melakukan kegiatan dirumah seorang diri. Bangun pagi sendiri, sarapan sendiri, pergi belajar, pulang ke rumah, dan hanya ada aku seorang di rumah.
Aku meletakkan tas diatas sofa, melepas jaketku, dan menaruhkan kacamata hitam yang kupakai diatas meja kecil. Akhirnya aku bisa melihat warna cat rumahku. Bahkan aku tahu nama-nama warna tersebut. Seperti inilah kehidupan biasaku, dimata orang-orang.
Setiap kali aku pergi belajar, aku selalu mengenakan kacamata hitam atau menutupi setengah wajahku dengan rambut. Bukan untuk penampilan, tapi untuk menutupi mataku. Terkadang aku merasa susah melihat karena kacamata dan mataku ini. Tapi, inilah takdir yang kuterima. Lagipula, tak ada untungnya memikirkan takdir yang telah diterima sejak kecil.
Setelah selesai mandi, aku membuat coklat hangat di dapur. Kemudian aku mengambil cangkir, dan menuangkan cairan coklat panas kedalamnya. Ku letakkan dimeja runag tengah, mengambil laptop, dan lanjut mengerjakan tugasku. Seraya minum coklat hangat, entah kenapa aku merasa hangat dan nyaman untuk saat ini.
Ketika aku memegang cangkir ini, permukannya berwarna oranye muda. Ini adalah kesan pertamaku terhadap cangkir ini. Warna yang cukup menyegarkan.
"Apakah orang biasa.. juga sependapat?"
.
.
.
.
.
Hari libur memang hari dimana digunakan untuk bermalas-malasan. Itu menurutku. Setiap hari libur, entah kenapa aku selalu ingin tidur selama mungkin. Walaupun terik matahari menimpaku, aku tetap ingin tidur. Lalu, aku melirik ke jam weker digital dimeja samping kasur dan ternyata masih jam 8 pagi. Matahari sudah melangkah naik. Tapi yang kuharapkan bukanlah hari cerah seperti ini.
"Semoga, hari ini hujan."
Kemudian aku bangun, mencuci mukaku, dan duduk santai disofa sambil menonton televisi. Terkadang aku merasa bosan kalau tidak ada yang bisa dilakukan dirumah sendirian. Aku pun tidak terlalu suka keluar rumah. Bisa dibilang aku ini anak rumahan. Tapi mau bagaimana lagi dengan keadaanku sekarang.
Seandainya aku tidak memakai kacamata hitam saat keluar rumah, mungkin bagiku itu akan sangat berharga selama hidupku. Karena aku bisa melihat seperti apa warna dunia dimataku yang sebenarnya. Tapi kupikir-pikir, mungkin itu tidak bisa kulakukan.
Saat aku bermalas-malasan disofa, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
"Permisi, apakah ada orang didalam?" ucap pengetuk
Aku bangun dan langsung membuat rambutku menutupi kedua mataku. Alhasil mataku tidak terlihat saat orang itu melihatku. Kemudian aku berdiri didepan pintu dan mengambil nafas. Mencoba tenang dan tidak membayangkan apa perilaku orang tersebut ketika melihatku seperti ini. Sebenarnya, sudah sangat lama sekali ada orang yang datang kerumahku. Dan entah kenapa, aku merasa terharu.
Kubuka pintu dan aku melihat seorang laki-laki seraya membawa sesuatu dikedua tangannya. Aku berusaha keras untuk melihat orang itu dari celah-celah tipis rambutku.
"Apa ada perlu denganku?" tanyaku
"Ah tidak kok. Aku hanya ingin memberi Greentea Cake ini padamu. Sepertinya kakakku terlalu banyak memberiku dan aku tak yakin bisa menghabiskannya sendiri. Jadi kuberikan setengah padamu. Tidak apa-apa kan?" balas dan jelasnya seraya menyerahkan piring berletakkan kue diatasnya
"Terima kasih banyak. Aku akan memakannya dengan baik." Lalu aku menerima tawarannya
"Sebelumnya, aku tidak pernah melihat orang sepertimu di apartemen ini. Apakah kau orang baru?"
"Hmm, begitulah."
Jawabku sambil menutup pintu tanpa permisi lalu bersandar. Aku tahu itu tidak sopan, tapi aku sudah tidak tahan dengan sikapnya yang baik itu. Bahkan aku bisa mendengar hentakan kakinya yang perlahan menjauh. Aku berjalan masuk lalu meletakkan kue ini keatas meja ruang tengah lalu duduk.
"Greentea Cake ya.." ucapku seraya membenarkan rambut kembali ke asal
Akhirnya aku bisa melihat kuenya. Warna hijau, namun berbeda-beda. Dan juga ada taburan bubuk diatasnya. Apakah dalamnya juga berwarna hijau?. Kalau dipikir-pikir, tidak biasanya ada orang yang memberi sesuatu dijam segini. Apakah ia juga sedang menikmati hari libur? Atau ia baru saja sarapan?. Mungkin tidak perlu dipikirkan.
"Selamat makan."
.
.
.
.
.
Saat aku melihat ke jendela terasku, hari tengah mendung. Artinya akan turun hujan. Beruntung kalau permintaanku dikabulkan. Setelah asyik makan kue dan menghabiskannya, aku berbaring di sofa. Menatap langit kamarku yang berwarna putih. Aku yakin, kalau semua orang pasti melihatnya sama denganku.
Mata manusia, memang sangat kusukai. Berbinar, bercahaya, dan warna-warna gelap yang mereka miliki memang begitu memukau. Terkadang sebuah perasaan pun bisa dikatakan hanya dengan mata. Sejak lahir, aku memiliki mata yang berbeda dengan orang lain.
Begitupun dengan keluarga dan keturunanku. Orang aneh dan mata penyihir. Aku sering disebut begitu sewaktu aku kecil oleh teman-teman berhargaku. Bukannya kedua mataku memiliki suatu kekuatan seperti di cerita fantasi. Akupun tidak tahu sedikitpun tentang mataku ini. Kedua orang tuaku tidak ingin memberitahuku.
Tak kusadari, ternyata diluar sudah gerimis. Aku segera mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang training-ku. Kembali kubereskan rambutku agar kedua mataku tidak terlihat. Ponselku hanya tergeletak diatas meja makan. Aku keluar dan mengunci pintu. Saat tengah menuruni anak tangga menuju lantai pertama, tiba-tiba turun hujan yang deras.
Setiba dilantai dasar, aku berjalan ke lorong menuju taman belakang. Air hujan memenuhi penglihatanku. Aku lanjut berjalan hingga sampai di sebuh ayunan. Tanpa menghiraukan hujan yang terus-menerus menerpa seluruh tubuhku. Duduk dan berayun kecil. Kepalaku menunduk. Rambutku sudah basah kuyup.
Inilah yang kusuka dari hujan. Hujan membuatku tidak merasakan suatu perasaan apapun. Kosong. Seakan-akan hujan membuang semua pikiran dan perasaan dari tubuhku. Aku sudah melakukan hal ini beberapa kali. Mungkin setiap kali hujan turun. Pada awalnya, aku hanya ingin menghilangkan rasa kesepian dan kesendirian dengan hujan. Ternyata lebih dari yang kuduga.
Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara pijakan yang mengenai genangan kecil ditanah. Suara itu mendekat kearahku. Entah kenapa, lagi-lagi aku merasa terharu.
"Kenapa ada orang yang datang kesini?" aku berucap pelan entah kepada siapa
Hingga kedua kaki itu ada dihadapanku. Dan hujan berhenti menerpaku. Payung, aku dilindungi sebuah payung. Oleh orang dihadapanku. Tanpa alasan, bendungan mataku telah dipenuhi dengan air mata.
"Apa kau baik-baik saja?"
Aku mengangkat daguku. Payung berwarna abu-abu itu melindungiku dari hujan. Orang didepanku yang melakukannya. Perlahan, sisi rambutku terturun dan mataku tidak tertutupi. Ia melihat mataku, dengan matanya sendiri.
Ia melihatnya.
Mataku… merah dan biru
Dengan, air mata…
.
.
.
.
.
Next Chapter 2 [That day too..]
