Disclaimer: Kuroko no Basuke bukan milikku, tapi milik dari Fujimaki Tadatoshi. Penulis tidak mengambil keuntungan material dari menulis fanfic ini
Warning: AU, OOC, OC, Slash, violence, typo, etc
Rating: T
Genre: Fantasy, Supernatural
LILY
By
Sky
Ia menggigit bibir bagian bawahnya dengan pelan, seraya itu pula ia pun juga memejamkan kedua matanya agar dirinya tak melihat pemandangan berdarah yang tersaji di hadapannya. Warna merah yang tersapu oleh gerimis hujan pun mulai menggenang di lantai tempatnya berpijak dan mengalir menuju ke permukaan yang lebih rendah dari sana, tumpukan tubuh dengan sayap patah yang ada di punggung mereka pun bergelimpangan di lantai hutan dimana ia berdiri tepat di tengah-tengah pemandangan berdarah yang mengerikan tersebut. Semuanya terlihat sangat semu, warna merah dari darah serta kelabunya awan yang berkumpul di atas langit itu membuat pandangan kedua matanya terlihat sedikit burang. Hujan pun terus menyapu, membasahi bumi dari dosa yang telah ditimbulkan oleh para iblis serta malaikat yang terjatuh ke bumi, bersamaan dengan itu warna merah yang pada awalnya menutupi tubuh pemuda itu pun langsung tersapu oleh derasnya aliran air sehingga darah yang ia gunakan untuk mandi pun langsung terbasuh bersih, menyisakan pemandangan cantik yang tersaji pada sosok orang yang tengah berdiri dengan tenangnya di tengah-tengah pemandangan mengerikan itu.
Tak seharusnya malaikat seperti dirinya berada di tengah-tengah hal seperti ini, bermandikan darah dan melihat pemandangan genosida yang tersaji di hadapannya. Namun, apakah ia bisa protes kalau dirinya sendiri lah yang telah menjadi pelaku genosida besar-besaran yang menyisakan pemandangan mengerikan itu? Sebuah hal yang tak pantas dilakukan oleh makhluk secantik dirinya, kedua tangan mungilnya tersebut kini telah bermandikan dengan darah, bahkan tak hanya tangannya saja namun seluruh tubuhnya. Hanya basuhan hujan saja yang mampu membuat perasaan kalutnya itu merasa sedikit lebih baikan.
Pemuda itu pun pada akhirnya membuka kedua matanya yang sedari tadi tertutup, memperlihatkan sepasang mata indah berwarna biru cerah layaknya langit di musim panas yang indah, sebuah warna yang sama dengan warna rambut pendeknya itu. Sosoknya yang begitu menawan itu tersaji dengan begitu indah, ia begitu mirip seperti malaikat perang yang siap menumpas para iblis sebelum mereka keluar dari gerbang neraka, dan semua itu didukung dengan baik oleh pedang panjang yang tengah tergenggam di tangan kanannya. Pedang itu sangat tajam dan panjang, dan air hujan yang turun dari langit pun membasuh darah yang menyelimutinya untuk pertama kali. Mungkin pemuda itu adalah seorang malaikat perang, atau mungkin hanyalah seorang pembunuh berdarah dingin yang tak peduli kalau ia tengah dikelilingi oleh mayat korban-korbannya. Tak ada bedanya, ia menunjukkan kepada dirinya sendiri. Ia tak ada bedanya dengan pembunuh berdarah dingin yang sudah merenggut ribuat nyawa di tangannya, lanjutnya lagi tanpa penuh ada penyesalan meski hatinya terasa kalut untuk beberapa saat lamanya.
Helaan nafas pun terdengar dari belahan bibirnya, tak jarang ia pun menatap ke atas, memandangi langit yang masih menitikkan air mata dan digenangi oleh warna kelabu yang begitu suram. Ia menemukan betapa indahnya langit yang menitikkan air mata itu, begitu murni dan sangat jujur serta mencerminkan perasaannya saat ini. Tak menghitung betapa banyaknya jiwa yang sudah ia renggut menggunakan kedua tangan mungilnya itu, sang malaikat tak pernah bisa menitikkan air mata meski hatinya menangis. Pernah sekali ia bertanya pada dewa apakah dirinya ini tak normal, tak memiliki perasaan seperti mereka yang terlahir sama dengannya, namun sang dewa hanya memberinya senyum lembut sebelum mengelus kepalanya dan mengatakan kalau sesungguhnya ia memiliki perasaan yang sama dengan malaikat lain. Hanya saja ia berbeda, ia tak tahu mengapa dirinya bisa merasakan itu dan semenjak waktu itu sang malaikat tak mau membuang-buang waktu untuk mencari jawabannya. Baginya semua sudah menjadi sangat sempurna, dan karena itulah sang malaikat terpilih untuk melakukan pekerjaan ini.
"Seorang Archangel adalah malaikat tingkat atas yang bertugas sebagai jenderal perang, mereka adalah yang menjaga perdamaian surga dan memburu para iblis yang ingin menjerumuskan para malaikat lain serta manusia,"
Ungkapan dari sebuah buku panduan yang sering diucapkan oleh para petinggi surga terngiang-ngiang dengan begitu baik di dalam benaknya, bahkan ucapan tersebut tak mampu ia lupakan begitu saja meski sebenarnya ia sangat ingin melakukannya. Sebuah lelucon yang terujar secara jelas, tak seharusnya malaikat itu membunuhy makhluk lain, namun dirinya yang merupakan seorang malaikat malah mendapatkan sebuah tugas untuk membunuh meski makhluk yang ia habisi itu adalah iblis. Ia menemukan pekerjaan ini sebagai ironi, mungkin di kehidupan lampau dirinya telah melakukan banyak dosa sehingga Tuhan menghukumnya dengan menjadikan dirinya sebagai malaikat perang seperti ini.
"Apa mau dikata, mungkin menjadi seorang Archangel adalah hal yang tepat untukku," bibirnya pun berucap pelan kepada dirinya sendiri.
Pemuda berambut biru langit tersebut melepaskan genggaman tangan kanannya dari pedangnya tersebut, membuat sang pedang diselimuti oleh cahaya berwarna keemasan sebelum cahaya tersebut mengecil dan melingkar di jari manis milik pemuda itu membentuk sebuah cincin. Dan ketika cahaya tesebut memudar, di jari manis pemuda itu tersemat sebuah cincin dengan ukiran cross yang terbuat dari perak, sangat unik namun terasa begitu kuat tanpa perlu ada yang membantahnya. Senjata yang diberikan dewa kepadanya ketika ia mengucapkan janji sebagai seorang Archangel tersebut bersatu kembali dengan tubuhnya, membuat pemuda berambut biru langit itu menghela nafas dengan lega.
Dari postur tubuh ia mungkin terlihat seperti seorang remaja laki-laki biasa yang hidup di bumi meski tubuhnya bisa dibilang kecil serta kurus, namun semuaya itu terbantahkan dengan rupa, pembawaan, dan keenam sayap berwarna putih yang berada dipunggunya tidak lagi membuatnya terlihat seperti manusia biasa, tetapi ia adalah seorang malaikat bersayap enam yang masuk dalam kelas malaikat tinggi Archangel. Malaikat itu adalah Kuroko Tetsuya, seorang malaikat dalam tingkatan Archangel yang berasal dari Surga. Dan pekerjaannya untuk menyegel pintu gerbang sin yang muncul di ufuk utara pun pada akhirnya selesai meskipun pertarungan dengan kaum iblis pun tak terelakkan lagi, membuatnya lagi-lagi menelan banyak korban untuk menghentikan pemberontakan serta kejahatan yang dilakukan oleh kaum iblis.
Kejahatan, entah kenapa Tetsuya ingin tersenyum saat hati kecilnya mengucapkan kata itu. Apa yang kaum iblis sebagai kejahatan mungkin bisa menggambarkan apa yang Tetsuya lakukan. Ia adalah seorang malaikat yang seharusnya melindungi semua orang yang membutuhkan perlindungannya, namun dalam melakukan proses itu Tetsuya harus mengotori kedua tangannya dengan darah para kaum iblis serta kaumnya sendiri yang membangkang, bukan kah apa yang ia lakukan ini juga bisa disebut sebagai perbuatan dosa seperti apa yang diperbuat oleh kaumnya terdahulu? Tetsuya telah membunuh, membuat hatinya yang sebelumnya berwarna putih kini telah ternoda dengan noda darah. Dalam artian singkat ia tidak suci lag dalam konteks sederhana.
Sang malaikat berambut biru langit tersebut membiarkan tubuhnya terbilas oleh air hujan, membuat dirinya menjadi sedikit bersih setelah pekerjaan kotor yang barusan ia lakukan, namun sayangnya noda darah yang melekat pada sepatu yang ia kenakan tersebut tak bisa menghilang dari sana, akan menjadi suatu masalah bagi Tetsuya bila ada noda darah yang menempel pada tubuhnya saat ia kembali ke rumah tapi kelihatannya ia tak memiliki pilihan lain. Ia terlihat begitu larut dalam pemikirannya sendiri sampai Tetsuya tak sadar masih ada seseorang yang bernyawa di tempat itu selain dirinya sendiri, ia masih terlihat begitu tenang meski orang tersebut kembali memegang senjatanya dan kemudian mengenap-ngendap dari belakang layaknya seorang pengecut, atau itu adalah istilah tepat yang menggambarkan orang itu. Ayunan pedang yang diberikan oleh sang pengecut itu diarahkan kepada sosok sang malaikat bersayap enam, sang penyerang yang merupakan salah satu kaum malaikat bila ditilik dari satu sayap putihnya yang belum terpotong terlihat begitu gembira karena ia sudah mampu mendapatkan sang Archangel, namun ekspresi kebahagiaannya itu lengap sudah ketika pedang yang ia yakin tadi mengenai sosok mungil sang malaikat berambut biru langit hanya mengayun pada udara kosong.
Sosok sang Archangel yang membantai mereka semua tadi menghilang seperti telah ditelan oleh bumi, tak bisa ditemukan di mana-mana meski malaikat pengkhianat tersebut telah mencarinya di mana-mana. Malaikat pengkhianat tersebut tak bisa mengucapkan sepatah kata apapun apalagi mengekspresikan keterkejutannya, ia tak mampu melakukan itu semua karena detik berikutnya sosok yang menyerang Tetsuya tadi kini sudah tergeletak di atas tanah dengan darah yang mengalir deras dari lehernya yang sudah tak tersambung dengan kepalanya. Di belakang sosok yang sudah tak berkepala itu berdirilah Tetsuya yang kedua mata biru langitnya menatap datar sosok itu.
"Maafkan aku karena telah melakukan tindakan kejam ini, namun kau harus mati demi kebaikan banyak orang," ujar Tetsuya dengan suara pelan serta terdengar begitu monoton, pedang yang ia gunakan untuk memenggal kepala malaikat pengkhianat yang menyerangnya tadi pun menghilang lagi dan membentu sebuah cincin yang ia kenakan di jari manis tangan kanannya. "Kurasa tugasku di tempat ini sudah selesai, aku serahkan bekas semua ini kepada Hyuuga-san."
Keenam sayap indah yang berada di punggung mungil Tetsuya pun mengepak secara perlahan, kepakan tersebut terjadi secara berulang-ulang sampai tubuh mungil milik sang Archangel terangkat dari atas lantai bumi dan membuatnya terbang di udara. Tekanan udara yang menyerang kulitnya itu tidak lah ia rasakan, ia terus terbang ke atas dengan sangat santai untuk menuju Surga dimana rumahnya berada. Dalam perjalanannya menuju tempat yang menjadi rumah tinggal para dewa serta malaikat lainnya, Tetsuya berpapasan dengan beberapa malaikat bersayap dua yang pergi dari serta menuju bumi. Mereka semua tak menyadari kehadiran sang Archangel karena memang keberadaan Tetsuya yang sangat minim, namun semua itu tidak terlalu diambil hati oleh Tetsuya melihat sang Archangel sendiri harus segera melapor kepada atasannya mengenai tugas yang barusan selesai ia lakukan, dan untuk itu ia tak ingin dirinya merasa terganggu oleh orang lain. Dirinya terus tebang ke angkasa sampai beberapa saat kemudian ia pun mendarat di bagian Surga yang bernama tanah suci. Keenam sayap yang melekat pada punggung Tetsuya pun langsung menghilang ketika ia sampai tepat di depan gerbang yang menuju ke tanah suci, sebuah gerbang besar yang menjadi pintu masuk menuju surga dan memisahkannya dari bumi.
"Kuroko, tidak biasanya kau telat seperti ini," ujar seorang malaikat berambut kecokelatan dengan tangan kanannya memegang sebuah tombak besar yang ia gunakan sebagai senjata.
Langkah Tetsuya yang ingin memasuki pintu gerbang itu pun langsung terhenti ketika sapaan ramah yang dilontarkan oleh penjaga gerbang itu ditujukan padanya. Adalah Kiyoshi Teppei, seorang penjaga gerbang utara yang saat itu tengah melakukan tugasnya menjaga gerbang besar menuju tanah suci tengah memberikan sapaan kepada Tetsuya. Sang Archangel masih bergeming di tempatnya, tatapannya yang begitu datar dan tertutup dari yang namanya emosi itu pun terus mengarah pada Kiyoshi yang masih memberinya senyuman lebar. Betapa kontras ekspresi yang terukir dari kedua malaikat yang berlainan kasta tersebut, meski perbedaan tengah memberikan benteng penghalang namun hal itu tak pernah membuat keduanya untuk berhenti memutuskan tali persahabatan yang erat.
"Kiyoshi-san," ujar Tetsuya dengan sopan. Sebuah anggukan dari kepalanya pun menjadi aksi sapaan selanjutnya, sebuah tanda kalau ia mengakui keberadaan sang penjaga gerbang tersebut. "Ada beberapa masalah yang harus aku selesaikan di Bumi, oleh karena itu aku sedikit telat dari jadwal yang Nijimura-san tetapkan untukku."
Senyuman lebar pun terpampang dengan jelas di bibir penjaga gerbang itu, sifatnya yang begitu ramah dan murah senyum tersebut membuat Kiyoshi Teppei sangat populer di kalangan masyarakat penghuni tanah suci. Meski demikian, sifatnya yang terlalu ramah itu terkadang membuat pusing dan memicu kekesalan Hyuuga Junpei, salah seorang malaikat yang bekerja di kementerian. Bagaimana hubungan Hyuuga dan Kiyoshi itu sebenarnya masih menjadi tanda tanya besar, dan Tetsuya yang sesungguhnya sedikit penasaran pun mencoba untuk tidak mencari tahu dari malaikat penjaga gerbang utara tersebut.
"Meskipun kau telat, kurasa Nijimura tidak akan memberimu hukuman, Kuroko," sahut Kiyoshi, ucapannya tersebut diselingi oleh tawa ramah. "Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi kalau Nijimura itu memiliki soft spot untukmu, Kuroko, kadang aku dan yang lainnya merasa iri dengan itu semua. Dia bisa bertingkah sangat mengerikan bila orang lain telat dalam pertemuan dengannya, namun ia selalu bersikap baik kepadamu."
Meski nada yang digunakan oleh Kiyoshi itu terdengar seperti ia mengucapkan sebuah kelakar yang lucu, Tetsuya merasakan pipinya sedikit memerah meskipun rona tersebut cepat datang dan cepat sekali hilangnya. Nijimura Shuuzo adalah salah satu dari dewa tertinggi yang memerintah tanah suci surga, ia adalah mantan seorang Archangel seperti Tetsuya beberapa tahun yang lalu sebelum dirinya diangkat menjadi salah satu dewa tertinggi setelah menuntaskan misi terakhir dalam penyelamatan umat manusia. Tidak ada orang di tanah suci surga yang tak tahu kisah dari seorang Nijimura Shuuzo, mereka menganggapnya sebagai pahlawan dan legenda, dan secara diam-diam pun Tetsuya sangat mengidolakan Nijimura meski orang yang bersangkutan pun tidak mengetahui perasaannya tersebut. Tetsuya sudah mencoba untuk menekan emosi aneh ini dari dalam lubuk hatinya, namun hatinya yang begitu mengkhianati dirinya itu serasa tak ingin mendengarkan ucapan pikiran rasionalnya setelah mendengar ungkapan yang Kiyoshi berikan padanya.
"Nijimura-san adalah dewa yang membawahi keenam Archangel, dan karena aku adalah satu dari 'anak-anak'nya itu ia pun memperhatikan semua urusan kami," ujar Tetsuya dengan pelan, kedua matanya untuk sementara tak berani bertemu dengan milik Kiyoshi yang berkilat jenaka tersebut. Ia takut kalau dirinya menatap Kiyoshi saat ini, maka sang penjaga gerbang utara tersebut akan dapat menerka apa yang Tetsuya pikirkan saat ini, dan Tetsuya tidak siap untuk menerima konsekuensinya. "Kurasa Nijimura-san tak akan memberikan pengecualian padaku, Kiyoshi-san. Bagaimana pun juga aku sama dengan yang lainnya, tak ada perlakuan istimewa yang pantas aku terima dari seorang dewa seperti Nijimura-san maupun yang lainnya."
Meski Tetsuya sudah memberikan protes serta penjelasan kepada Kiyoshi, ia tahu kalau Kiyoshi tidak akan percaya padanya melihat kenyataan pasti yang tersaji di depan mata. Nijimura Shuuzo, seorang dewa penjaga penjaga dan perang yang memimpin keenam malaikat suci tertinggi yang bernama Archangel itu memliki sisi lembut bila ia dihadapkan dengan penjaga wilayah Rakuzan yang bernama Kuroko Tetsuya ini. Tidak hanya Tetsuya adalah Archangel termuda yang pernah ada, namun Tetsuya adalah satu-satunya Archangel yang paling patuh serta memiliki kisah kehidupan yang begitu erat dengan Nijimura sendiri, apapun itu ia tak ingin memberitahukannya kepada orang lain dan begitu pula dengan Nijimura. Dalam artian singkat bila ada orang yang mendapatkan perhatian lebih dari dewa penjaga dan perang maka orang itu tak lain dan tak bukan adalah Kuroko Tetsuya, tak heran bila orang-orang sering sekali menggoda Tetsuya mengenai ini meski yang bersangkutan sudah sering protes kalau mereka tak ada hubungan apapun kecuali atasan dan bawahan saja.
Merasa tak ingin berlama-lama di depan gerbang penghubung, Tetsuya pun akhirnya memutuskan untuk segera beranjak dari tempatnya berdiri, terlebih ia tak ingin memibiarkan Nijimura serta kelima rekannya menunggu terlalu lama.
"Kiyoshi-san, aku undur diri dulu dari hadapanmu. Aku harus segera menemui Nijimura-san dan yang lainnya," kata Tetsuya dengan begitu sopan dan mendapatkan senyuman tulus dari malaikat penjaga gerbang. "Seperti yang kau ucapkan tadi kalau aku sudah terlambat. Sampai berjumpa lagi, Kiyoshi-san."
Setelah membungkuk sebagai tanda memberikan hormat, sang Archangel itu pun segera melanjutkan perjalanannya yang tadi sempat tertunda. Pintu gerbang besar yang menghubungkan Bumi dengan tanah suci surga pun kini mulai terbuka secara perlahan atas perintah Kiyoshi ketika Tetsuya sudah berhenti di hadapannya, cahaya yang begitu menyilaukan pun menjadi pemandangan pertama yang Tetsuya lihat dari balik pintu gerbang sebelum cahaya tersebut memudar dan menampilkan sebuah tanah indah dengan pemandangan kota dengan nuansa klasik yang berada di sana.
Tanah suci surga adalah sebuah tempat tinggal yang diperuntukan bagi para malaikat yang sudah berhasil menjalankan misi pertama mereka setelah dilahirkan di dunia, mereka yang telah mendapatkan tugas khusus dari dewa tertinggi pun pada akhirnya mendapatkan tempat tinggal di kota ini. Tetsuya adalah salah satu dari masyarakat penghuni tanah suci surga, dan entah ini sebuah keberuntungan atau bagaimana namun setelah ia berhasil menyelesaikan misi pertamanya ia pun mendapati jati dirinya adalah seorang Archangel yang menjadikan dirinya sebagai pasukan elit dibawah pimpinan langsung dari Nijimura Shuuzo. Apa yang dilakukan Kuroko Tetsuya ini mungkin belum pernah terdengar sebelumnya, dalam usianya yang belum genap 200 tahun ini pun Tetsuya mampu menjadi Archangel sehingga menjadikannya malaikat termuda yang memiliki enam buah sayap di punggungnya, tak heran kalau banyak orang yang iri padanya terutama dari kalangan malaikat biasa yang menginginkan posisi Tetsuya tersebut. Untuk menjadi seorang Archangel dan mendapatkan enam sayap dalam punggungnya seorang malaikat paling tidak harus berusia lebih dari 3000 tahun, dan di antara para rekannya tidak heran Tetsuya dijuluki sebagai Archangel termuda yang pernah tercatat dalam sejarah.
Meski fakta yang jelas mengatakan demikian, malaikat berambut biru langit itu tak menemukan ada suatu hal yang istimewa dalam dirinya, kecuali hawa keberadaannya yang tipis yang telah diturunkan dari pengasuhnya ketika ia dilahirkan dulu. Bibirnya yang terlihat datar itu kini melengkung sedikit membentuk sebuah senyuman kecil kala Tetsuya mengingat siapa pengasuhnya, dan mau tak mau Tetsuya memiliki keinginan untuk bertemu dengan malaikat penjaganya itu untuk sekali lagi.
Dan aku harap ia mau mengakui keberadaanku suatu saat nanti, ujar Tetsuya dalam hati. Kedua tangannya mengepal erat kala ingatannya bertumpu pada sosok seorang malaikat penjaga yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri, betapa Tetsuya sangat merindukan sosok itu.
"TETSU-KUN!" Sebuah teriakan yang membuat beberapa orang berhenti dalam melakukan kegiatan mereka pun terdengar, dan teriakan itu pun berhasil menginvasi benak Tetsuya dan membuatnya berhenti di tempat.
Tak butuh waktu lama bagi sang Archangel termuda untuk mendapatkan beban yang lumayan berat ada di punggungnya dan sepasang pelukan erat diberikan pada lehernya, sukses membuat Tetsuya terhuyung dan hampir jatuh bila saja refleknya tidak cepat seperti sekarang ini. Meski dirinya merasa sesak nafas karena pelukan super ekstra yang diberikan kepadanya, Tetsuya hanya pasrah menerimanya dengan ekspresi setenang permukaan danau yang jernih.
"Momoi-san, halo," sapa Tetsuya dengan tenang, ia menoleh ke belakang untuk melihat sosok seorang malaikat perempuan yang sangat cantik dengan helaian rambut panjang berwarna merah muda. Enam buah sayap berwarna putih bertengger dengan manis di punggung kecil milik sang malaikat, dan ekspresi yang mengisyaratkan kebahagiaan pun terulas dengan sempurna di wajah cantik milik malaikat itu.
Malaikat perempuan yang tengah memeluk Tetsuya adalah Momoi Satsuki, Archangel seperti Tetsuya namun ia memiliki tanggung jawab terhadap Touo seperti Tetsuya yang memegang tanggung jawab terhadap Rakuzan. Momoi adalah satu-satunya Archangel berjenis kelamin perempuan, dan sepertinya ia juga telat seperti Tetsuya melihat malaikat berambut merah muda itu tidak berada dalam ruang pertemuan saat ini.
"Tetsu-kun, aku rindu sekali padamu," sahut Momoi, menegaskan apa yang tengah ia rasakan saat ini. Dieratkannya pelukan yang ia miliki pada tubuh Tetsuya, membuat yang bersangkutan semakin kehabisan nafas meski wajahnya masih mengisyaratkan kedataran yang luar biasa. "Bisa-bisanya Nijimura-san memberikan misi kepada Tetsu-kun tanpa membuatku berpartneran dengannya. Ini semua tidak bisa diterima, padahal ia tahu kalau aku ingin menjadi partner dari Tetsu-kun!"
Helaan nafas pun keluar dari bibir mungil milik Archangel berambut biru langit tersebut, namun seperti yang ia lakukan tadi dirinya pun tidak mencoba melepaskan diri dari pelukan maut milik Momoi. Hal seperti ini sudah sangat sering terjadi sehingga Tetsuya sudah menjadi terbiasa dengan tingkah Momoi yang memang sangat hobi memeluknya.
"Berbicara mengenai Nijimura-san, apakah ia tak akan marah bila Momoi-san telat menghadiri pertemua?" tanya Tetsuya tiba-tiba.
Pelukan yang ia rasakan itu pun kini mengendur saat malaikat berambut merah muda itu melepaskan tubuhnya dan kini berhadapan dengan Tetsuya. Ekspresi bahagia yang terulas di wajah cantiknya itu masih belum pudar meski pelukannya sudah terlepas dari sosok Tetsuya.
"Nijimura-san tak akan marah padaku karena dia sendirilah yang menyuruhku untuk menjemputmu, Tetsu-kun," Momoi menjelaskan dengan nada lembut. "Nijimura-san khawatir kalau kau tersesat ketika menuju ke tempat pertemuan, Tetsu-kun, dan ia tak ingin kejadian beberapa tahun yang lalu terjadi lagi padamu. Kurasa kekhawatirannya itu sangat beralasan."
"Momoi-san tahu kalau aku bukan lagi malaikat kecil yang patut untuk dikhawatirkan," Tetsuya tidak terima ketika Momoi memperlakukannya seperti anak kecil, ia sudah berada di tanah suci kurang lebih 200 tahun dan tak mungkin ia tersesat lagi seperti orang yang baru saja mendapatkan tempat besar untuk tinggal. "Dan apa yang terjadi beberapa tahun lalu adalah ketidaksengajaan, Nijimura-san tahu akan hal itu."
Momoi memberikan instruksi agar mereka meneruskan perjalanan seraya berbicara. "Lalu kenapa kau bisa terlambat, Tetsu-kun? Apa misi yang diberikan padamu membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya."
Hanya anggukan kecil yang bisa Tetsuya berikan sebagai balasan. Momoi tak sepenuhnya salah dalam memberikan dugaan akan mengapa Tetsuya terlambat untuk menghadiri pertemuan, namun ia tak sepenuhnya benar juga. Memang benar kalau misi yang diberikan oleh pihak atas kepadanya itu tidak sesuai dengan laporan yang mereka terima, jumlah iblis yang harus dieliminasi ternyata dua kali lipat banyaknya dari apa yang tertulis di dalam laporan tugas untuknya, sehingga Tetsuya membutuhkan waktu dan tenaga ekstra untuk menyeleaikannya. Tapi tidak hanya itu saja yang menjadi penyebab ia terlambat, Kiyoshi Teppei yang menjaga gerbang utara juga mengajaknya mengobrol tadi, membuatnya semakin terlambat dari jadwal yang sudah ditentukan oleh Nijimura.
Meski Kiyoshi menjadi salah satu faktor keterlambatannya, sang Archangel berambut biru langit tersebut tak akan menjual temannya sendiri kepada petinggi, sebab Tetsuya sangat yakin kalau mulutnya mengucap nama Kiyoshi dan menunjuknya sebagai alasan yang sebenarnya maka sang penjaga gerbang itu akan mendapatkan hukuman yang berat. Biarlah Tetsuya sendiri yang menanggungnya, ia adalah seorang Archangel yang kuat dan ia mampu memikul semua konsekuensi itu sendiri.
"Sudah aku duga kalau misi yang Nijimura-san berikan padamu di Bumi itu terlalu berat, kau harus memiliki partner untuk melakukannya namun dewa menyebalkan itu tetap saja menolak ide yang aku berikan itu," sahut Momoi, ia sedikit kesal karena Nijimura telah membiarkan Tetsuya melakukan eliminasi kepada para iblis itu sendiri. "Tapi setidaknya aku sangat senang kau tidak apa-apa, Tetsu-kun. Tungguh... tidak ada yang lecet atau terluka 'kan?"
Kepanikan yang Tetsuya dengar dari suara Momoi itu sudah bisa menjadi alarm tanda bahaya di dalam kepala Tetsuya. Meski Tetsuya menyukai Momoi seperti malaikat itu adalah saudaranya sendiri, ia tak terlalu suka dengan sifat berlebihan Momoi yang ditunjukkannya kepada Tetsuya. Oleh karena itu untuk menghindari semua itu ia pun langsung menggelengkan kepalanya dengan singkat, mengucapkan bahwa ia sama sekali tidak terluka dan menyanggah kekhawatiran yang Momoi tunjukkan kepadanya.
"Aku baik-baik saja, Momoi-san, tidak terluka sedikit pun," jawab Tetsuya, kedua kakinya terus menuntunnya untuk berjalan maju sampai akhirnya mereka berdua tiba di tempat pertemuan. "Meski apa yang dilaporkan padaku tidak sesuai dengan apa yang aku hadapi di medan perang, aku dapat menyelesaikan misi panjang tersebut tanpa mendapatkan luka yang berat. Jadi Momoi-san tak perlu khawatir padaku."
"Tapi-" ucapan yang terlontar dari bibir Momoi pun terpotong saat gerbang besar yang mengantarkan keduanya menuju tempat pertemuan terbuka.
Dan terbukanya kedua gerbang besar itu menyelamatkan Tetsuya dari seruan penuh kekhawatiran dari Momoi. Tetsuya mungkin menyukai malaikat berambut merah muda itu layaknya saudara sendiri, namun ia tak terlalu menyukai sifat Momoi yang selalu mengkhawatirkannya seperti ini, dan terbukanya gerbang besar itu membuat Tetsuya mampu menghembuskan nafas lega karena ia tak perlu menjawab segala pertanyaan maupun menyanggah protes yang akan dilontarkan oleh Momoi. Kedua kaki Tetsuya pun melangkah maju ke depan, memasuki tempat pertemuan para Archangel dengan diikuti oleh Momoi dari belakang.
Ketika keduanya sudah memasuki gerbang tersebut, pintu besar yang menghubungkan tempat pertemuan dengan bagian luar tanah suci surga pun langsung tertutup, tak menyisakan sedikit bayangan dari mereka berdua yang telah memasuki portal itu.
"Kau telat, Tetsuya," ujar Nijimura Shuuzo yang berlaku sebagai dewa perang serta penjaga keamanan dunia tersebut kepada Tetsuya yang baru saja memasuki ruang pertemuan.
Kedua mata biru milik Tetsuya langsung menoleh padanya, ekspresinya yang tenang dan tak mengisyaratkan apapun hanya bisa terlihat blank seperti biasanya, dan Nijimura yang tengah mencoba memasang ekspresi garang di wajah tampannya itu mau tak mau langsung menghela nafas saat Tetsuya masih bergeming serta mempertahankan wajah tanpa ekspresinya itu.
"Sudahlah, lebih baik kau cepat bergabung dengan yang lainnya dan mendengarkan penjelasanku," ujar Nijimura, ia mempersilakan Tetsuya untuk mengambil posisi di hadapan Nijimura seperti para Archangel lainnya. "Melihat Tetsuya sudah bergabung dengan kita semua pada akhirnya, sekarang aku akan memulai penjelasan mengapa kalian berenam dikumpulkan di tempat ini dan berada di hadapanku saat ini."
"Setiap 500 tahun sekali pimpinan dewan tertinggi akan melakukan ujian untuk mengambil kandidat terbaik sebagai dewa yang akan menghuni surga. Ujian yang dilakukan itu sangat beragam, namun kita semua mengetahui kalau ujian untuk menjadi dewa adalah menjadi malaikat pelindung bagi jiwa baru yang terlahir dari diri kalian sendiri. Sebelum kalian berada di tempat ini, kalian berenam adalah jiwa murni yang diciptakan oleh kandidat calon dewa sebelum kalian, para Archangel yang terpilih," Nijimura memberikan jeda untuk beberapa saat dan memutuskan untuk melihat ekspresi dari keenam Archangel yang ada di hadapannya itu. Ada yang terlihat antusias, kurang yakin, gembira, bahkan ada yang terlihat sangat datar seperti biasanya. Meski beragam ekspresi itu tidak terlalu membuat dewa perang itu merasa puas, namun semua itu sudah cukup, dan karena itu ia pun melanjutkan kalimatnya tadi. "Dan kalian berenam, Archangel yang memegang keenam daerah teritori utama para dewa terpilih sebagai kandidat dewa. Ujian yang akan diberikan kali ini adalah memanusiawikan jiwa murni yang akan kalian ciptakan di Bumi. Lindungi mereka dan manusiawikan mereka!"
Ucapan yang terlontar dari bibir Nijimura tersebut mampu menyihir ruangan tersebut semakin lenggang dari tadi. Tak ada yang berani bersuara karena mereka semua tampak terkejut dengan ujian yang diberikan kepada mereka untuk menjadi seorang dewa seperti Nijimura dan yang lainnya.
Tetsuya sendiri dibalik topeng datarnya bisa merasakan dirinya sangat terkejut. Ia hanyalah seorang malaikat yang baru berusia 200 tahun dan secara beruntung mendapatkan tugas sebagai seorang Archangel. Tak pernah terbayang di benaknya kalau ia akan menjadi salau satu kandidat dewa di sini, bahkan menapaki posisi tinggi seperti Archangel saja tak pernah ia mimpikan sekarang. Mungkin menjadi seorang dewa tinggi di surga adalah impian setiap malaikat, namun Tetsuya tidak yakin bila dirinya menginginkan posisi itu. Menjadi dewa artinya kau akan diberikan tanggung jawab yang sangat besar dan harus mampu melindungi semua malaikat serta manusia yang ada di dunia ini, ia bertanya-tanya pada dirinya apakah ia mampu untuk mengemban tugas semacam itu.
Kedua matanya bertemu dengan milik Nijimura yang masih menginstruksikan kepada salah satu malaikat penjaga untuk mengambil media pemurnian jiwa yang akan diberikan kepada mereka, dan saat keduanya bertemu pandang pun sang dewa hanya memberikan anggukan singkat yang disertai oleh senyuman penuh kepercayaan diri. Kelihatannya Nijimura sangat mempercayai kalau Tetsuya mampu melakukan ini, dan hal ini cukup membuat sang Archangel memindahkan pandangannya dari sosok tampan yang tengah memberikan instruksi tersebut.
"Tetsu-kun, ini semua seperti mimpi yang akan menjadi kenyataan," ujar Momoi dengan suara penuh kegembiaraan. "Akhirnya kita bisa menjadi dewa kalau lulus ujian kali ini. Aku harap aku bisa menjadi dewi pengetahuan sehingga aku bisa memberikan pengetahuan yang bermanfaat kepada semua orang!"
Antusiasme yang ditunjukkan oleh Momoi sayangnya tidak bisa menular pada sosok Tetsuya yang masih berdiri dengan kalem di sampingnya itu. Sang Archangel berambut biru langit itu hanya terdiam saja sambil memandang temannya tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan.
Perasaannya bimbang, ia tidak tahu apakah ia harus menerima tugas ini apa tidak melihat Tetsuya masih belum memikirkan hal itu. Namun, ia tak ingin membuat Nijimura yang telah merawatnya semenjak ia menapakkan kaki di tanah suci surga merasa kecewa karena keputusan Tetsuya yang tak ingin mengambil kesempatan ini, dan terlebih lagi ia menginginkan pengakuan dari malaikat penjaganya ketika ia masih menjadi manusia. Tetsuya menggigit bibir bagian bawahnya untuk sementara waktu, otaknya berpikir begitu keras untuk memikirkan apakah ia harus ikut ujian kandidat dewa ini apa tidak.
"Tetsuya," namanya yang diucapkan oleh suara yang sangat ia kenali tersebut membuat sang Archangel mendongakkan kepalanya, dan dalam sekali lihat ia langsung menatap sosok Nijimura yang menghampiri dirinya dengan membawa setangkai kuncup bunga lily yang berwarna putih bersih di tangan kanannya. "Kau melamun lagi."
Tak berani beradu pandang dengan sang dewa sendiri, Tetsuya pun kembali merendahkan tatapannya dengan menatap lantai yang ia pijak, tiba-tiba saja Tetsuya menemukan lantai tersebut menjadi pemandangan yang sangat menarik. Tetsuya melakukan semua itu karena ia tak ingin memberikan jawabannya saat ini, ia takut untuk membuat Nijimura kecewa kalau dirinya tak mengambil kesempatan ini, namun di sisi lain ia juga takut untuk mengambil ujian serta menjadi dewa. Tetsuya membutuhkan banyak waktu untuk berpikir, namun sayangnya hal seperti ini tak akan terjadi padanya lagi. Semua keputusan harus ia putuskan saat ini juga di tempat ini, terlebih dengan keberadaan bunga lily yang ada di tangan Nijimura itu.
Bunga lily adalah simbol kehidupan, warnanya yang putih bersih menandakan kalau bunga itu belum tersentuh oleh jiwa yang ditiupkan oleh malaikat penjaga dan menjadikannya media utama pembentuk manusia. Dan dalam sekali lihat Tetsuya bisa mengetahui kalau jiwanya dulu terlahir dari bunga putih ini, bahkan semua malaikat yang menghuni tanah suci surga pun juga terlahir dari bunga lily tersebut.
Sebuah tangan memegang dagunya dan mengangkat dagu mungil itu ke atas, membuat Tetsuya mau tak mau harus bertemu pandang dengan sepasang mata hitam milik sang dewa yang masih berdiri begitu dekat dengan sosoknya itu.
"Aku tahu kalau kau masih ragu-ragu untuk menerima ujian ini, Tetsuya, hanya saja kesempatan yang tak datang dua kali ini jangan sampai kau sia-siakan," ujar Nijimura, kedua matanya yang sedari tadi mengisyaratkan keseriusan pun kini melembut saat ia menatap sosok mungil di hadapannya. Tangan kiri milik sang dewa memberikan kuncup bunga lily ke tangan kanan Tetsuya. "Buatlah keputusan yang tepat."
Setelah ungkapan terakhir itu diucapkan, Nijimura pun melepaskan Tetsuya dari jeratannya dan ia pun langsung berpindah ke Archangel yang lain untuk memberikan kuncup lily yang sama kepada yang lainnya.
Apa yang harus aku lakukan? Tanya Tetsuya dalam hati, ia menatap sekuntum kuncup lily putih yang mahkotanya masih menguncup di tangan kanannya. Ia ragu dirinya bisa menciptakan jiwa manusia ke dalamnya serta memanusiawikan mereka selama beberapa tahun. Ujian kandidat dewa ini membuat Tetsuya pusing.
"Keputusan ada di tangan kalian, apapun yang kalian pilih maka itu adalah apa yang menjadi jalan kalian nanti!" Seru Nijimura yang memberikan ungkapan terakhir kepada para Archangel didikannya tersebut.
Kelima Archangel yang lainnya tidak menunggu waktu yang lama untuk menentukan pilihan mereka, mereka langsung memberikan kecupan singkat pada kuncup bunga lily putih yang mereka pegang dan merubah warna putih dari kuncup itu menjadi warna calon manusia yang akan mereka manusiawikan. Jiwa yang ditiupkan sudah sempurna di dalam bunga lily itu, tinggal menunggu waktu untuk mencari calon bayi yang cocok untuk mereka jadikan anak angkat serta mereka lindungi dan manusiawikan kelak. Lima Archangel telah mengambil keputusan untuk mengikuti ujian kandidat dewa ini serta meniupkan jiwa yang telah bercampur dengan kekuatan mereka ke dalam bunga lily, tinggal Tetsuya saja yang belum mengambil keputusan.
"Tetsu-kun?" gumam Momoi dengan suara kecil, kuncup lily yang ada di tangannya tersebut telah berubah warna menjadi biru tua.
"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Momoi-san," jawab Tetsuya dengan lembut, kedua matanya menatap kuncup bunga lily miliknya yang masih berwarna putih. "Aku tidak ingin menjadi dewa."
"Tapi bukankah Tetsu-kun ingin membuat Nijimura-san bahagia dengan menjadi seorang dewa?"
"Nijimura-san akan senang dengan keputusan apapun yang akan aku ambil."
Hanya hening yang terjadi di antara mereka berdua, namun bibir Momoi yang sedari tadi terlihat datar kini mengulaskan sebuah senyum manis. "Lalu bagaimana dengan 'dia', Tetsu-kun? Bukankah 'dia' akan mengakui Tetsu-kun kalau Tetsu-kun menjadi dewa seperti 'dirinya'?"
Genggaman Tetsuya pada bunga lily itu mengerat, hatinya semakin bergetar dengan ucapan yang Momoi berikan tadi. Tetsuya ragu kalau orang yang telah merawatnya ketika ia mash menjadi manusia itu mau menemuinya lagi bila ia menjadi dewa, namun ia juga berpikir kalau orang itu juga akan kembali mengabaikannya lagi dan menganggapnya sebagai angin lalu. Hatinya sakit bila mengingat ucapana yang orang itu berikan padanya, namun yang sesungguhnya ia rasakan adalah tak lebih dari sebuah ketakutan.
"Keputusanmu, Tetsu-kun?"
Hanya hening yang menyapa pertanyaan Momoi itu, bahkan kekhawatiran yang terbesit pada kedua mata milik Momoi pun juga direfleksikan oleh Nijimura yang sedari tadi mengamati sosok mungil sang Archangel berambut biru langit tersebut. Apapun yang menjadi keputusan Tetsuya, semuanya akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dan pertanyaan sebenarnya adalah, apakah Tetsuya siap untuk menanggung itu semua?
AN: Terima kasih sudah mampir dan membaca fanfic ini.
Author: Sky
