"wake up sleepy head"
Jinyoung mengernyit ketika merasakan cahaya matahari menyapa wajahnya begitu saja. Tanpa terhalang media seperti gorden atau kaca jendela.
Pemuda manis itu lantas membuka mata, kelewat hafal dengan suara sang Kakak yang kini tengah duduk disamping ranjang nya sembari meraih selimut yang tadi membalut tubuh nya untuk dilipat.
Jinyoung tersenyum pada sang Kakak;
"selamat pagi Jihoon Hyung" sapanya dengan suara serak.
Kakaknya tersenyum lembut
"Selamat pagi juga Jinyoungie"
"sarapan apa kita pagi ini?" tanya si adik yang tengah melangkah ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi.
"kejutan?"
Dahi Jinyoung mengernyit "kejutan? Memang nya siapa yang ulang tahun?"
Jihoon terkekeh mendengar ucapan adiknya yang sudah jelas, pasti masih dalam keadaan setengah sadar.
"aku hanya bercanda Jinyoungie" pemuda manis dengan pipi tembam itu melangkah mendekati adiknya yang terlihat masih sangat mengantuk. Ditepuk nya pipi Jinyoung yang memang lebih tinggi dibanding dirinya agar nyawanya lekas kembali.
"kalau dalam sepuluh menit kau tidak segera turun kebawah, nanti pie buah nyaHyung habiskan" canda Jihoon seraya melangkah berlalu, keluar dari kamar adiknya yang masih dalam tahap memproses ucapan sang kakak.
Tak lama, Jinyoung membulatkan matanya lucu dan merengek keras pada Jihoon yang sedang menuruni tangga.
"Ih! Jihoon Hyung! Jahat! Jangan~~~"
Sedangkan Jihoon hanya tertawa kecil mendengar rengekan Jinyoung di pagi hari.
Semua orang tahu siapa Park Jihoon dan Park Jinyoung.
Sepasang adik kakak yang tingal di rumah sederhana paling ujung itu yatim piatu semenjak Jihoon sang kakak, berusia 12 tahun.
Semua orang selalu mengagumi bagaimana anak manis seperti mereka memiliki tabiat yang baik, sekalipun mereka tak mendapatkan didikan orang tua secara penuh seperti anak anak lain pada umumnya.
Jihoon sang kakak terkenal karena matanya yang indah, sekalipun ia begitu pendiam dan hanya akan berbicara seperlunya pada orang lain. Namun Jihoon perhatian pada orang orang disekitarnya.
Sementara Jinyoung sang adik seolah mewakilkan kakaknya ketika ia bercerita ini dan itu mengenai segala sesuatu yang menyenangkan dan pantas untuk diceritakan pada orang lain.
Jinyoung kerap kali ditanya, apa pekerjaan kakaknya sehinga mereka berdua yang yatim piatu ini sanggup hidup berkecukupan tanpa harus merepotkan orang lain. Lagi pula sudah menjadi rahasia umum juga, kalau Jihoon melarang adik manisnya bekerja. Memberikannya ultimatum untuk berprestasi di sekolah agar kelak dapat hidup berkecukupan, lebih dari kondisi mereka yang sekarang.
Mereka tak memiliki sanak saudara di Korea.
Keluarga besar ayah mereka berada di Jepang, sementara yang orang orang tahu, ibu kandung mereka membuang keduanya dan sang ayah di tahun ke sepuluh usia pernikahan mereka.
Karenanya hubungan Jihoon dengan keluarga Ibu kandungnya sangat buruk.
Bisa ditebak, untuk meminta uang pun tak sudi.
Jika sudah demikian, Jinyoung akan menjawab;
"Jihoon Hyung itu Editor buku" kata nya sembari tersenyum antusias "jika sedang sibuk, dia bisa menginap di tempat penulis yang menjadi tanggung jawabnya hingga pagi. Tapi jika tidak ia akan menemaniku sepanjang hari, sampai aku sendiri bosan"
Jawaban Jinyoung memang logis.
Dan semua orang tentu saja percaya dengan perkataan si manis yang nampak begitu yakin.
Jinyoung tidak berbohong. Ketika kau menyaksikan ia berkata demikian, binar matanya menampakkan kejujuran yang begitu ketara.
Jelas sekali jika ia tidak berbohong.
Dia mengatakan yang sesungguhnya.
Iya.
Sementara ia sendiri, entah karena begitu sayang pada kakaknya, atau karena yakin kakaknya tak mungkin berbohong pada dirinya.
Tak pernah bertanya lebih lanjut pada sang kakak yang begitu introvert jika berhadapan dengan tetangga.
Namun tidak jika dengan client dan orang orang lain yang terlibat dalam pekerjaan seorang Park Jihoon.
"Hyung! Hyungseob sudah didepan! Aku berangkat dulu ya!"
Jihoon yang tengah merapikan boneka Jinyoung yang berserakan di ruang tengah menyembulkan kepalanya dari balik dinding. Si manis melangkah ke pintu depan untuk sekedar memberikan lambaian tangan pada Jinyoung yang berencana untuk menginap di rumah Hyungseob hingga esok hari.
"hati hati di jalan! Jangan merepotkan Hyungseob!"
Mendengar perkataan Jihoon, bibir Jinyoung mencebik.
"aku tidak merepotkan siapapun!"
Ah, dia masih bayi.
Hyungseob yang berdiri di sebelah Jinyoung lantas tertawa.
"tidak apa apa Jihoon Hyung! Jika anak ini berulah, aku akan menyuruhnya tidur di gudang!"
"Hyungseobie jahat!"
"hehehe"
Jihoon mengulas senyum tipis pada keduanya yang berjalan dengan wajah riang. Hingga punggung adik nya dan Hyungseob hilang di ujung jalan, barulah ia menutup pintu kemudian menguncinya dari dalam.
Helaan nafas itu lolos.
Tangan Jihoon bergetar. Menggenggam erat ponselnya, yang layarnya masih menyala. Menampilkan pesan yang baru saja ia baca ketika adiknya berseru, hendak berpamitan.
"kau suka hadiahku?"
'tidak'
"lebih baik kau mencobanya dulu"
'tidak mau'
"kirimkan file yang sudah kau edit beserta video nya, ok?"
'persetan'
"you know how the rules right?"
Jihoon jatuh terduduk.
Masih di balik pintu depan.
Kakinya terasa begitu lemas.
Dia tidak mungkin membalas pesan pesan laknat itu dengan kata kata kasar seperti barusan. Yang bisa ia lakukan hanya mengutuk orang diseberang sana dalam hati.
Jihoon dan Jinyoung tidak bisa makan jika ia berani menolak atau membantah.
Sialan...
Senyum manis adiknya terngiang dengan jelas. Berputar seperti kaset rusak didalam otak Jihoon.
Kakak sulung keluarga Park itu menjambak rambutnya keras kemudian kembali menarik nafas dalam dalam.
Berusaha menenangkan dirinya yang merasa nyaris gila.
Tidak.
Dia tidak boleh gila sementara adiknya masih bergantung pada dirinya untuk hidup.
Pemuda tampan itu setia mengulas senyum pada siapapun yang ia temui, sepanjang jalan ia hendak pergi ke rumah Jihoon. Rekannya sesama editor.
Sesekali menyapa beberapa orang yang ia kenal, sekedar berbasa basi kemudian kembali berjalan.
Hingga sebuah rumah dengan berbagai macam bunga di halaman depan, cat berwarna biru gelap yang mendominasi, dan sebuah pintu kayu berwarna coklat tua yang kelewat ia hafal, terpampang jelas dihadapannya.
Pemuda tampan nan tinggi itu mengeluarkan sebuah kunci duplikat yang terdapat gantungan bertuliskan 'Lai Guanlin'. Membuka pintu kayu tersebut tanpa halangan yang berarti.
Tanpa berniat mengetuk pintu atau mengucapkan salam, Guanlin langsung masuk kedalam rumah rekannya yang manis itu.
Seolah kediaman keluarga Park yang hanya tersisa adik dan kakak itu rumah nya sendiri.
Jemari kurus nya bergerak mengunci pintu itu dua kali, dan menggembok nya dari dalam.
To be honest –
- he dislike everyone, everything, anything, that would disturb him.
"Jihoon Hyung?"
Tidak ada jawaban.
Guanlin meletakkan tas nya di sofa ruang tengah. Masih ada boneka dan buku buku pelajaran adik Jihoon yang berserakan.
Sepertinya, Jihoon belum selesai bersih bersih tapi terburu buru meninggalkannya untuk melakukan sesuatu.
Setelah tak mendapati Jihoon di dapur (Guanlin baru saja dari ruang tengah dan tentu saja ia melewati ruang tamu terlebih dahulu untuk kesana), Guanlin menyeret langkah nya ke lantai dua.
Ke sebuah pintu yang terdapat Dreamcatcher berwarna coklat, yang merupakan hadiah dari Woojin untuk Jihoon. Berdampingan dengan kamar lain yang di pintu nya terdapat papan kayu yang bertuliskan 'Jinyoungie's room'.
"Jihoon?" panggil Guanlin.
Pintu kamar Jihoon terkunci.
Panggilannya pun tak dijawab.
Bocah taiwan itu menghela nafas, kemudian mengeluarkan sebuah kunci lain dari saku celananya.
Cklek.
Membuka pintu kamar tersebut dengan sedikit mengerang kesal karena Jihoon hobi sekali mengurung diri di kamar terkunci, sementara pintu depan dan belakang rumahnya bahkan sudah digembok.
Guanlin hanya menatap pemandangan dihadapannya tanpa berucap sepatah kata pun. Raut wajah nya datar karena sudah kelewat terbiasa menyaksikan pemandangan kacau nan menggairahkan yang seperti sekarang.
Sudah menebak kalau keadaan orang yang hendak ditemuinya pasti tak jauh berbeda dari remaja berusia belasan tahun yang sedang horny –
Dengan mata berair, mulut yang mati matian ia tutup dengan telapak tangan agar suaranya tak terdengar keras, mengenakan hoodie kebesaran yang Guanlin yakin milik Daniel, dan sebuah dildo besar berwarna hitam yang bergetar hebat hingga dengan terpaksa, si manis harus kembali menuang cairan pelumas yang kental dan dingin di aera sekitar lubang analnya.
Jihoon bukan wanita, -
Lubangnya memang bisa basah, dan berkedut meminta diisi.
Tapi tentunya tubuhnya tak bisa memproduksi cairan lubrikasi seorang diri
Guanlin bersidekap diambang pintu.
Tak berniat mendekat.
Mengamati dari sana dengan mata setajam elang.
Bagaimana seorang Park Jihoon berusaha untuk tetap memfokuskan matanya pada kamera dengan tatapan memelas dan memohon iba.
Sementara dildo besar pemberian Daniel bergetar hebat dan menyodok lubang anusnya dengan tidak manusiawi.
Mengaduk lubang basah nan sempit itu hingga si empu lupa cara mengambil nafas dengan benar.
Guanlin diam saja ketika Jihoon, dengan tangan yang bergetar, meraih remote control dildo itu lalu menaikkan level nya hingga maksimal.
"nghh- hah! Hmmmph –"
Jihoon berusaha membuka lebar pahanya agar dildo yang mengaduk lubangnya terpampang dengan jelas.
Hanya dengan menyaksikan wajah memerah Jihoon yang basah oleh peluh. Poni bagian depannya yang basah hingga membuat nya terlihat seperti habis mandi, Guanlin tahu kalau Jihoon merasakan sensasi yang luar biasa ketika dildo besar itu mengaduk dan bergetar didalam hole nya dalam waktu yang bersamaan.
"akh-! Hah...- ukh... umpphhh!-"
Penis mungil Jihoon mengacung tegak. Ujungnya sudah mulai mengeluarkan pre-cum, terlihat merah, menggoda dan menggemaskan di waktu yang bersamaan.
Jihoon yang terduduk dengan kaki yang mengakang diatas karpet, menangkupkan kedua tangannya didepan mulut. Sesekali menggigiti kuku jari nya, mendongakkan kepala, hingga menggeleng ribut karena rasa nikmat yang tak terbendung.
Terlebih jika permainan itu menyangkut Daniel –
Dia harus mati matian menahan desahan atau paling parah, ketika mereka bertemu Daniel akan mengisi lubang nya dengan cairan entah apa yang membuat anus nya seperti vagina yang mengeluarkan cairan kental.
Dan Jihoon sangat tidak menyukai nya.
"hiks – hah! Mhh... Dadd – ddy..." bisik si manis lirih.
Jemari mungil Jihoon mencengkram ujung hoodie nya erat erat, sebagai pegangan.
ketika gelombang kenikmatan itu mulai mendera perlahan lahan, Dan sukses membuat kepalanya hanya diisi oleh bayangan Daniel yang sedang menghentak dirinya dalam dan kuat dengan miliknya yang keras.
Jihoon memejamkan netra indahnya yang berlinang air mata erat erat.
Cairan itu terasa memenuhi pangkal penisnya dan berdesakan, berebut ingin keluar.
"Dad – Dad! Daddyh... -"
Nafas Jihoon tersengal.
Patah patah.
Terputus putus.
Pemuda manis itu nampak tersiksa karena untuk mengambil nafas dengan benar saja ia tak sanggup.
"HMH...- Dad! Daniel Daddyh!"
Jihoon melenguh panjang ketika orgasme nya datang.
Menyembur hingga mengenai lensa kamera yang merekam kegiatan masturbasi nya barusan. Kepala itu tertunduk untuk beberapa saat sebelum kemudian dengan lemas ia menengadah, tersenyum pada kamera, masih dengan dildo yang bergetar hebat didalam lubang anusnya.
"hah...- hah...- hah...-"
Senyum Jihoon lenyap ketika secara otomatis kamera tersebut nonaktif dengan sendirinya.
Menyimpan video berdurasi 20 menit yang sejak awal hingga akhir berisi kegiatan dirinya yang mengawini tangannya sendiri.
Dildo itu masih bergetar hebat dan menekan prostatnya yang bengkak berulang ulang, hingga membuat tubuh lemah nya yang sensitif dan telah kehabisan tenaga ambruk.
Jihoon merengek pelan ketika merasakan prostatnya dihajar terus menerus oleh alat berbentuk penis itu.
Tangan mungilnya meraba raba ranjang untuk menemukan remote yang menjadi pengontrol benda laknat yang tengah mengaduk lubang nya saat ini, namun alih alih menemukan remote, tangan Jihoon yang gempal bersentuhan dengan jemari kurus nan panjang yang begitu ia kenal.
"ukuran dildo ini sama seperti penis Hyunbin"
Suara berat itu berbisik di telinga Jihoon.
Nafas Jihoon tersendat.
Tubuhnya bergetar.
"Daniel Hyung pasti mengamuk karena kau berani pergi membeli kopi dengan Hyunbin sementara beberapa menit sebelum nya, ketika dia mengajak, kau menolak"
Jemari panjang itu menekan nekan dildo tersebut, memaksanya untuk masuk semakin dalam.
Jihoon berusaha membalikkan tubuhnya da menemukan Guanlin sedang berjongkok dengan netra yang terfokus pada lubang Jihoon yag menelan dildo hitam itu dengan lahap.
"ma – matikanh..." bisik Jihoon dengan suara serak.
"aku tidak dengar"
Jihoon terisak kecil ketika Guanlin semakin menekan dildo itu hingga ujung nya nyaris habis. Tangan mungil nya berusaha menahan pergerakan Guanlin yang hanya akan membuat lubang nya semakin melebar.
"Oppah...- Guanh mh! Gu – gu...- Guanh hmhnn.. linh- Oppahn!"
Rengek Jihoon nelangsa, menatap Guanlin yang kini sedikit meliriknya dengan mata bulat yang basah dan berair.
"ma – mah hah...- Eumhhhhhhh! –"
Jihoon cum lagi.
Pemuda manis itu terkulai lemas beralaskan karpet, masih dengan dildo besar yang mengaduk lubang nya dan tak berniat Guanlin matikan.
Pemuda tampan itu justru memperhatikan lubang kecil di tengah tengah dildo yang muat jika dimasukkan selang.
Samar samar Jihoon dapat mendengar Guanli berkata;
"hei Jihoon, tadi ayahmu menitipkan vitamin minggu ini yang harus kau minum"
Suara Guanlin menggema di gendang telinganya, mengalahkan suara dering ponsel nya yang berteriak tak terima karena diabaikan, dengan layar menyala dengan pemanggil yang diber nama oleh Jihoon 'Jinyoungie'.
Jinyoung menatap ponsel nya dengan raut wajah tak terima.
Pemuda manis itu mencebikkan bibir dan nyaris mencekik Hwanggu – anjing Hyungseob yang berwarna coklat – yang sejak tadi bermanja manja di pangkuannya.
"tidak diangkat lagi?"
Jinyoung menggeleng.
"mungkin Jihoonie Hyung sedang bekerja Jinyoungie" hibur Hyungseob "jadi dia tidak sempat mengecek ponsel nya, ah! Apalagi kan kalau membahas naskah novelis yang direvisi! Pasti ponselnya di silent!"
Kini Jinyoung menatap Hyungseob dengan puppy eyes nya yang khas
"tapi ini sudah panggilan ke lima ku hari ini"
"mungkin... dia sedang making love dengan Guanlin Hyung?" Hyungseob menaik turunkan alisnya genit.
Wajah Jinyoung sontak bersemu merah ketika mendengar perkataan Hyungseob yang menjerumus.
"ma- mana mungkin?!"
"ish, kau ini" Hyungseob mengibaskan tangannya seperti ibu ibu rumpi "waktu main ke rumahmu, aku pernah melihat Jihoonie Hyung memakai apron yang ada noda putih nya!"
"bisa saja itu mayonaise atau mentega yang sudah dicairkan"
Bibir Hyungseob mengerucut "tapi Guanlin Hyung habis dari sana! Aku yakin pasti mereka baru saja making love di dapur" kemudian ucapan tak berfaedah Hyungseob, ia akhiri dengan tawa yang keras dan menggema di penjuru kamar si pemuda bermarga Ahn.
Berbeda dengan Hyungseob tertawa girang, Jinyoung justru hampir melempar Hwanggu;
"Hyungseob sudah ih! Jangan bicara seperti itu lagi! Malu!"
Jinyoung memekik dengan wajah yang merona merah hingga ke telinga
"banyak..."
Jihoon bergumam lirih.
Memperhatikan dua bungkus plastik yang menyerupai kantung infus yang baru saja dikeluarkan Guanlin dari dalam tas.
Alih alih cairan bening, kantung plastik itu berisi Cairan putih nan kental seperti susu yang memenuhi kantung plastik itu dengan padat.
"wajar saja, Dokter gila itu tidak bertemu dengan mu selama seminggu penuh"
Guanlin yang baru saja mengabadikan Jihoon yang duduk di sofa dengan kaki yang terlipat dan masih mengenakan hoodie Daniel melalui ponselnya, berkata tanpa mengalihkan fokus nya dari ponsel tersebut.
"berapa orang?"
"hm?"
"kantung itu...-
- berisi sperma berapa orang?"
Kali ini Guanlin terbahak keras.
Menertawakan pertanyaan Jihoon karena baginya pertanyaan itu lucu, sementara Jihoon bersyukur dalam hati karena ia bukan seorang wanita.
Ia tidak akan hamil.
"entah? Sepuluh? Minhyun – Hyung dengan sinting meminta susternya untuk mengisi kantung infus itu dengan sperma sebanyak mungkin" Guanlin menjawab disela sela tawanya yang belum juga reda.
Tubuh Jihoon meremang.
"bukankah itu bagus?" Guanlin bersuara setelah puas tertawa –
"kau tak perlu bersetubuh dengan banyak orang untuk dibuahi" Guanlin menatap Jihoon intenese, sementara yang menjadi objek tatapan Guanlin kini membuang pandangannya ke segala arah.
Apapun, asal jangan mata Guanlin yang nampak begitu merendahkan harga dirinya.
Seperti seorang pelacur.
"jangan khawatir, kami akan bertanggung jawab jika kau hamil" canda Guanlin sembari mengeluarkan sebuah sutikan besar dari dalam tas nya, kemudian ia mengisi suntikan tanpa jarum itu dengan sperma dari kantung yang pertama.
Jihoon hanya diam.
Wajahnya lesu dan tatapannya sayu, tanpa gairah hidup.
Guanlin yang melihat dirinya seperti itu pun merasa terganggu. Tanpa pikir panjang, ia menjambak surai coklat Jihoon, memaksa si manis untuk beradu pandang dengan dirinya yang kini menatapnya dengan aura sadistic yang begitu mengerikan.
"hei jalang"
Jihoon memejamkan mata mendengar ucapan Guanlin yang menyentak ulu hati nya.
"berhentilah bersikap seolah kau membenci sentuhan dan perintah kami" Guanlin menggeram penuh ancaman –
"kami tahu betul kau tidak bisa hidup tanpa penis kami mengisi lubang lapar mu itu"
Jihoon menahan nafas, ketika ingatan buruk kala ia pertama kali berkecimpung di sisi lain dunia yang gelap mendera.
"jangan buat aku meminta Minhyun – Hyung untuk mengisi lubangmu dengan satu liter sperma ok?"
Guanlin menyeringai.
"Minhyung Hyung tidak pernah keberatan jika suatu hari , anak nya yang manis hamil dengan pria yang tak jelas asal usulnya, kau tahu itu kan?"
...
Jemari Jihoon meremat bahu Guanlin erat erat, tatkala pemuda tampan itu memasukkan ujung suntikan tersebut ke lubangnya.
Mata Jihoon berair ketika merasakan perutnya diisi oleh sperma entah siapa, dengan volume yang tentunya lebih banyak dari sperma lelaki biasa ketika mereka orgasme. Jihoon ingat betul Guanlin bahkan tak ambil pusing dengan jumlah pemilik sperma yang kini tengah mengisi lubang merah nya yang berkedut.
Perutnya terasa begitu penuh.
Pe- penuh...
"O- Oppahn... pe – penuh..." Jihoon berbisik lirih.
Namun si manis tak berani menghentikan Guanlin yang kembali mengisi suntikan kosong tersebut setelah semua isinya ditelan oleh lubang si submisive, tanpa mengeluarkannya dari lubang Jihoon.
"kita sedang bereksperimen Jihoon" Guanlin menyeringai nakal ketika menemukan Jihoon yang nampak sudah tak sanggup jika harus diisi lagi.
Rona mukanya perpaduan antara mual dan terangsang.
Merona merah dan pucat disaat yang bersamaan.
"aku tidak bercanda ketika mengatakan kalau akan mengisi mu dengan satu liter sperma jika kau berulah"
Jihoon menggelengkan kepalanya lemah. Tak lagi berani menyuarakan protes.
Jemarinya yang seperti bayi tak lagi meremat bahu Guanlin dan memilih untuk pasrah. Membiarkan tangan mungil nya yang tenggelam dalam lengan Hoodie oranye Daniel yang kebesaran.
Memejamkan mata erat erat kala merasakan perutnya kembali diisi –
Kemudian menahan nafas saat sebuah benda tumpul menyumbat anusnya, menahan cairan itu tetap didalam, setidak nya sampai lima atau delapan jam kedepan.
"penuh..."
Jihoon meraba perutnya yang sedikit menggembung.
"lihat Jihoon" Guanlin menyingkap Hoodie yang menutupi perut Jihoon, memberi perut putih tersebut usapan lembut, seolah didalam sana ada jabang bayi yang tengah tumbuh.
Pemuda taiwan itu berbisik di telinga Jihoon "itu artinya, kau sanggup jika harus menjadi tempat pembuangan sperma bukan?"
Jihoon menggelengkan kepalanya pelan.
Tangan nya perlahan lahan mengalung di leher Guanlin yang kini juga menariknya ke dalam rengkuhan si pemuda tampan.
"lalu kau apa Jihoon?" Guanlin bertanya seraya mengecupi leher dan bahu putih Jihoon yang menyapa indra penglihatannya ketika ia membawa si pemuda manis untuk ia peluk.
Mata cantik Jihoon terpejam. Ia menengadahkan kepala, memberikan Guanlin akses lebih untuk memberinya tanda kepemilikan. Membiarkan pemuda yang usianya setara dengan sang adik, namun mampu mengimbangi dirinya dalam banyak hal itu menjilat dan memberikan gigitan kecil pada bahunya yang pucat – meski tak sepucat kulit Guanlin –.
Jihoon mengeratkan pelukannya pada leher Guanlin ketika pemuda tampan itu menghisap telinganya. Menjilat rongga dalam indra pendengarannya yang sensitif, kemudian turun mengecupi rahang bawah Jihoon.
Jihoon menatap Guanlin dengan tatapan sayu nan lemah.
Jemarinya memberikan remasan pada bagian belakang rambut Guanlin, memberikan afeksi menyenangkan yang membuat si tampan memejamkan mata.
Mereka bertatapan.
Membiarkan nafsu yang tersirat dari netra masing masing untuk menguar dan menyusup ke pori pori kulit sang lawan main.
Guanlin mengecup bibir Jihoon sekilas, sebelum kemudian melumat bibir semanis cherry milik Jihoon tanpa ampun.
Sementara Jihoon hanya pasrah, membuka mulut nya sedikit agar Guanlin dapat bergantian menghisap bibir bawah dan atasnya.
"mwah...- cpkh! Umh... mhh!"
Guanlin benci ketika pasangannya dalam berciuman menutup mulut nya.
Ia bilang, rasanya seperti bekerja sendiri.
Karena itu Jihoon sesekali balas melumat bibir Guanlin yang mencumbunya dengan rakus.
Guanlin meraba raba paha bawah Jihoon, mencari adik kecil Jihoon yang tak tertutup celana dalam, kemudian mengusap penis mungil yang sudah mulai menegang itu.
"Ee- Eunh...hnnhhh! mmmh!" pekik Jihoon disela pagutan panas mereka.
Guanlin semakin ganas memakan bibir Jihoon. Ditariknya kedua belah bibir itu bergantian, dihisapnya kedua belah bibir merah yang membengkak itu, kemudian ia paksa Jihoon untuk membuka mulutnya sedikit lebih lebar agar lidahnya dapat menyapa penghuni rongga mulut Jihoon, dan mengajak daging tak bertulang milik Jihoon untuk saling mengecap dan membelit.
Guanlin mengobrak abrik isi mulut Jihoon tanpa ampun, tanpa memberi celah pada si manis untuk bernafas.
Jihoon sendiri memilih untuk pasrah menerima apa yang Guanlin lakukan pada dirinya.
Sementara tangan Jihoon perlahan merambat ke bawah, mencari tangan Guanlin yang tengah memberikan kocokan pada penis mungil Jihoon yang sudah basah.
"mhhhh... O – op - Oppahn... hah – umn..." Jihoon menggumamkan desahan erotis sembari menjulurkan lidahnya untuk menjilat bibir Guanlin.
Menjilati bibir tebal tersebut pelan pelan sementara tangannya dibawah sana sudah dituntun Guanlin untuk memegang miliknya sendiri.
"panas - ... mhhh! penuh...-" racau Jihoon.
Manik Jihoon semakin sayu, ditatapnya sang dominan yang ikut menggerakkan tangannya diatas tangan Jihoon untuk memompa penis mungil si manis
Tiba tiba, tanpa berucap sepatah katapun, Guanlin meremas adik kecil Jihoon kuat kuat, membuat Jihoon menggelinjang terkejut sebelum kemudian, mencari bibir Guanlin untuk dilumat.
Sebagai pelampiasan rasa nikmat.
"Ah! Oo – Oppahmmm"
Jihoon tersentak ketika Guanlin memainkan buttplug yang bersarang di lubangnya, membuat sperma yang tedapat di perut Jihoon bergejolak dan mendatangkan rasa mual.
Guanlin semakin bersemangat.
Raut wajah Jihoon yang tersiksa namun penuh nafsu disaat yang bersamaan adalah yang terbaik.
Guanlin menghentak tubuh itu dengan keras.
Menumbuk prostat Jihoon yang membengkak tanpa jeda, tanpa memperlambat tempo hantamannya, membiarkan Jihoon berkesempatan untuk mendesah atau mengerang.
Pemuda taiwan itu bergerak kesetanan.
Tangannya terulur kedepan untuk mengocok penis Jihoon yang sudah menegang dan basah karena orgasme nya yang ketiga pagi ini.
Tapi Guanlin tanpa belas kasih, masih menyetubuhi Jihoon di dapur, sembari memaksa si manis untuk melanjutkan acara memasak sarapan paginya yang tak boleh tertunda.
"hmph... hmph..."
Jihoon menggigit bibirnya hingga berdarah. Menahan desahan yang dapat keluar kapan saja jika ia teledor.
Adiknya sedang mandi dan dia bukan tipe orang yang dapat menahan kenikmatan dengan baik.
Sekeras apapun Jihoon menyangkal, jauh didalam lubuk hatinya ia membenarkan hinaan pria pria kaya yang menyebutnya jalang –
– kalau ia juga sama membutuhkan siksaan ini mendera tubuhnya setiap malam.
"eung... Guan – Oppa... ahhh..."
Jihoon mendesah terputus putus.
Seringai itu terukir di wajah Guanlin dan hentakan di tubuh Jihoon semakin menjadi.
Pegangan Jihoon pada meja pantry mengerat ketika mendengar suara kucuran air dari dalam kamar mandi menghilang.
Sepasang mata indah itu semula membulat panik, disusul dengan air mata yang mengucur karena tiba tiba Guanlin menghentak penis nya dalam sekali hingga prostatnya tertekan.
Penis mungilnya dicengkram kuat kuat dan Jihoon kehilangan kekuatannya untuk sekedar mengerang atau mendesah.
Jihoon dapat merasakan lubangnya penuh. Sperma itu menyembur didalam analnya begitu dalam, seolah Guanlin ingin memastikan tidak ada satu tetes pun keluar dari lubang Jihoon, lalu membasahi lantai.
Mata Jihoon membelalak dan ia menggelengkan kepala dan menatap Guanlin putus asa ketika merasakan benda pipih tiba tiba masuk kedalam lubang kencingnya dan menahan sperma nya yang sudah di ujung tanduk untuk keluar.
Guanlin mengabaikan.
Pemuda tampan itu memejamkan matanya dan menghentak tubuh berisi Jihoon sekali lagi sebelum melepaskannya. Membuat Jihoon yang kehilangan pegangan jatuh terduduk diatas lantai dengan sakit yang mendera kemaluannya.
"jangan dilepas"
Guanlin menendang Jihoon pelan, memberi peringatan.
"atau adikmu akan melihat kakaknya bersetubuh dengan puluhan pria malam ini" ujar pemuda itu kemudian berlalu meninggalkan dapur seolah tak terjadi apa apa.
Meninggalkan Jihoon yang masih setia berusaha mengendalikan nafasnya yang habis.
"Hyung?"
Jihoon menengadah kemudian terburu buru ia bangkit dari duduknya dan menemukan Jinyoung dengan handuk basah melingkar di bahu, menatapnya penuh tanya.
"Hyung kenapa?"
Jihoon menggeleng pelan sebagai jawaban. Mengulas senyum manis pada Jinyoung, kemudian melanjutkan kegiatan memasaknya tanpa menoleh lagi pada sang adik yang hanya mengangkat bahu kemudian berlalu pergi.
Kelewat terbiasa dengan Jihoon yang memang seringkali tiba tiba menjadi pendiam.
Samar samar Jihoon dapat merasakan ada sesuatu yang mengalir dari lubang analnya, pemuda manis itu menahan nafas, menangkupkan tangan nya didepan mulut, kemudian terisak pelan dengan kepala tertunduk.
"maksudku, kau hanya perlu membuka pahamu dihadapan kami, membiarkan kami menghamilimu, lalu voila~ kau mendapatkan banyak uang"
"Kuberitahu satu rahasia manis, sekali kau memulai semua ini, kau tidak akan bisa berhenti"
Orang orang di dunia gelap menyebutnya sybian machine, atau apapun itu.
Dan untuk orang seperti Jihoon yang bahkan selalu berusaha menghindari pergaulan bebas, benda itu terlalu mengerikan untuk disebut pemuas nafsu.
"Berhenti! Kumohon! Akhh hiks!"
Analnya diisi oleh dua dildo berukuran besar yang tersambung pada mesin otomatis yang dapat bergetar sekaligus menghentak lubang nya yang dahulu tak pernah dijamah oleh siapapun.
Jihoon terbaring diatas matras dengan tangan dan kaki yang diborgol.
Matanya ditutup oleh blindfold, namun bibirnya sengaja dibiarkan terbuka agar desahan dan erangan binalnya dapat memuaskan pria pria lapar yang ada di ruangan gelap tersebut.
Woojin menuangkan lube di perut Jihoon, membiarkan cairan kental itu mengalir kebawah hingga ke analnya yang terus ditumbuk, dihentak, dan dihancurkan tanpa jeda.
"Woo – woojin hh... to – tol! Mhh! Hah! Huwah! Akhhh!"
Jihoon memekik ketika penisnya dikocok dengan cepat oleh Woojin. Sesekali pemuda berkulit tan itu meremat nya kuat, membuat Jihoon hanya bisa bergerak random seperti cacing.
"Hyung, tadi kau bilang akan membawa persediaan sperma dari rumah sakit kan?"
Woojin menghiraukan Jihoon, ia lebih memilih bertanya pada seorang pemuda tinggi yang baru saja melepaskan jas dokternya.
"hei, apa level nya tidak terlalu keras? Dia bisa gila"
"apa maksudmu, tujuan kita memang membuatnya gila kan?"
"demi Tuhan Kang Daniel! Dia bahkan belum genap berusia dua puluh tahun!"
"dia akan legal bulan depan! Kenapa Hyung berisik sekali, mengaku saja! Kau juga tegang hanya karena melihat pantat nya ketika berjalan kan!?"
Minhyun mendesah kasihan.
Melihat tubuh Jihoon yang penuh peluh dan terhentak pasrah diatas matras.
Tak mampu melakukan banyak perlawanan karena ia telah salah memilih kumpulan orang gila sebagai orang yang akan ia layani.
"anak itu butuh uang dan aku ingin bayaran yang setimpal" geram Daniel pada Minhyun.
Pemuda berbahu lebar itu lantas berjalan ke arahh sybian machine yang masih menyala, dan tanpa belas kasih menaikkan level nya hingga maksimal.
Bibir Jihoon bergemeretak.
Kedua penis karet itu menghantam prostatnya keras dan dalam.
Benar benar mesin seks.
Lubangnya hancur, perutnya terasa dikoyak dari dalam, Jihoon benar benar tak sanggup untuk sekedar mengeluarkan rintihan.
Semua afeksi yang ia dapatkan membuatnya blank.
Otaknya kosong.
Tubuhnya sesekali bergetar namun selebihnya hanya terhentak hentak lemas.
"Daniel hentikan! Dia masih bocah!"
"diam dan lihat Hyung" Woojin menggeram penuh ancaman pada Minhyun yang sudah berlari mendekati Jihoon, hendak menghentikan apa yang dilakukan oleh kedua teman dekatnya yang memang memiliki fetish aneh dalam berhubungan seksual.
Atensi Minhyun beralih pada Jihoon yang meremat rantai erat erat.
Jari kaki nya menekuk dan kepalanya mendongak.
Wajahnya penuh peluh, poninya basah, dan bibir ranum itu hanya terbuka tanpa mengeluarkan suara apapun.
Sungguh erotis.
Daniel menyeringai.
Diam diam ia mengambil sebotol sperma yang tadi Minhyun bawa, sementara Woojin meremas penis kecil Jihoon yang terus mengeluarkan sperma tanpa henti. Mengocoknya dan merematnya seolah olah ereksi Jihoon bukanlah sesuatu yang sensitif dan harus diperlakukan dengan hati hati.
Minhyun dapat melihat blindfold yang menutupi mata si manis basah.
Pemuda bermarga Hwang itu iba dan akhirnya memutuskan untuk membuka penutup mata itu dan ia terkesiap.
Mata indah itu membelalak dan berair, raut wajahnya nampak penuh keterkejutan, namun tidak mengekspresikan rasa sakit.
Benar benar
Wajah pemuda manis itu seolah olah mengatakan
'terlalu nikmat, sampai rasanya ingin mati'
"la – lagi..."
Manik Minhyun membulat.
"mau lagi... ma – ahh... lagi"
Minhyun menarik tubuhnya menjauh.
Dokter muda itu dapat melihat si manis sedikit mengulas senyum senang ketika Woojin mengurut kejantanannya yang memerah dan nyaris membiru karena tak henti dirangsang untuk mengeluarkan sperma, dan Daniel yang memaksa lubang anal nya agar terbuka semakin lebar agar dapat menyaksikan bagaimana daging itu terkoyak.
"Tuhan -... ya ampunh... ni – nikmat..." si manis terus meracau lirih. Nampaknya tenaganya sudah hampir habis karena sejak tadi ia terus memberontak, berteriak, dan menangis meminta untuk dilepaskan.
Woojin melirik Jihoon sekilas sebelum menarik penis mungil si manis seolah ingin mencabutnya dari tubuh Jihoon.
Dan Jihoon kelimpungan –
"Tidak – Janganhhhh – akh! Woo – Woojinhhh!"
Desahan Jihoon semakin menjadi ketika penampungannya kembali penuh, kepalanya menggeleng ke kanan dan kekiri tak jelas, mulutnya menggumamkan sesuatu dengan rancu, matanya membulat dan lidahnya terjulur keluar.
"Eunghhhh – ak .. Aku – akan... Keluaaaaar!"
Namun Daniel dan Woojin sungguh tak memiliki rasa iba.
Membiarkan sybian machine itu terus menghentak lubang yang dipaksa melebar itu tanpa jeda.
"Daniel, sambungkan selang ini ke salah satu dildo"
Itu suara Minhyun.
Daniel menoleh dan menemukan Minhyun yang menatap Jihoon dengan wajah dingin.
Ia tertawa menang kemudian melakukan apa yang diperintahkan Minhyun dengan senang hati.
Perlahan lahan pergerakan mesin itu berhenti.
Tubuh Jihoon pun terkulai lemas.
Jihoon menatap dua orang pria yang sedang berkutat dibagian bawah tubuhnya dengan mata yang sayu. Tak lagi memikirkan hal buruk yang mungkin saja tengah dikerjakan oleh Novelis nya dan orang lain yang tak ia kenal.
"Jihoon"
Jihoon menoleh, dan Woojin langsung membawa bibir si manis untuk di pagut.
Bunyi decapan decapan basah, dan erangan tertahan dari sosok Jihoon yang masih terantai memenuhi ruangan gelap tersebut. Woojin memaksa lidahnya masuk untuk mengobrak abrik isi mulut Jihoon dan berbagi salivanya dengan si manis untuk ditelan dan dirasakan.
Hingga –
"MHHHH HHH! HAAAH... ukkh..."
Jihoon memutuskan ciuman sepihak itu, menarik rantai yang membelenggu kedua pergelangan tangannya, dan berusaha untuk menutup area selangkangannya meski mustahil, karena kedua kakinya juga dalam keadaan terbelenggu.
"tidak... hiks – ukh..."
Perutnya penuh.
Salah satu dildo itu sengaja didorong lebih dalam oleh Minhyun, hingga hampir keseluruhan nya tertelan didalam lubang Jihoon, sedangkan dildo yang satunya sudah dibiarkan tergeletak diatas perut Jihoon yang licin karena lube.
Dildo itu menyalurkan sperma yang bukan milik siapapun yang ada di ruangan itu.
Sperma hasil donor yang sengaja Minhyun bawa dari rumah sakit.
"hiks... ku – kumohon jangan. Jangan... – hiks..."
Tapi Minhyun menulikan telinganya
Jihoon mual.
Ada cairan yang mengisi perutnya hingga terlalu penuh. Hingga ia tak sanggup menerima apapun untuk mengisi lubangnya lagi.
Minhyun mendiamkan dildo itu beberapa saat didalam tubuh Jihoon.
"lepaskan rantainya" itu Daniel
Woojin bergerak melepaskan rantai yang membelenggu kaki dan tangan Jihoon , kemudian mengangkat si manis hingga berada di hadapan sebuah cermin besar yang memantulkan bayangan keduanya.
Kepala Jihoon pusing.
Dan ketika mendapati dirinya duduk mengangkang diatas karpet dengan Woojin menahan kaki dan tangan nya agar tetap terbuka, ia terisak pelan, terlebih ketika ia melihat bagian bawah tubuhnya disumpal oleh sebuah benda yang menyerupai penis. Hingga ujung benda itu hampir tenggelam didalam lubangnya.
Jihoon menggeleng pelan.
Tidak percaya dengan dirinya yang dapat melakukan hal sebejat ini.
Tidak dapat menjaga dirinya sendiri.
Dan dengan mudahnya memberikan sesuatu yang seharusnya ia jaga untuk suaminya kelak, pada sekumpulan pria, hanya demi lembaran lembaran uang.
"kenapa menangis hm?"
Woojin berbisik sembari mengecup pipi tembam Jihoon.
Daniel duduk di sebelah Jihoon dan menangkup penis sensitif itu untuk diremas, sementara sepasang tangan besar Woojin memainkan nipple Jihoon yang tegang.
"kau melakukan ini demi uang kan?" Minhyun membelai paha dalam Jihoon
"kalau begitu jangan menangis karena uang yang kami transfer ke rekening mu tidak sedikit Park Jihoon"
Jihoon menggigit bibir bawanya hingga berdarah.
"akui saja jika kau juga menginginkan ini"
Jihoon menggeleng dengan kepala tertunduk.
Minhyun mendecih kesal.
Pemuda tampan bermarga Hwang itu menyuruh kedua kawannya untuk membuka lebar kaki Jihoon, menampilkan lubang basah yang menelan sebuah dildo.
Minhyun mencengkram dagu Jihoon, memaksa si manis untuk beradu pandang dengan dirinya
"lihat baik baik seberapa banyak benih laki laki yang mampu kau tampung Park Jihoon" Minhyun mendesis berbahaya.
Manik Jihoon membulat samar, dahinya mengkerut ketika mendapati Minhyun berpindah posisi disamping tubuhnya, bergabung bersama dengan Woojin.
Jemari panjang Hwang Minhyuun melebarkan lubangnya lagi dan menarik pangkal dildo itu keluar.
Jihoon memalingkan wajah, tapi Daniel menahan paras manis itu agar tetap setia menatap cermin.
Jihoon dapat melihat dengan jelas mata ketiga pria yang sejak tadi mengerjai tubuhnya itu menatapnya lapar.
"E- eungh..."
Manik Jihoon berkaca kaca.
Rambutnya dijambak kasar agar ia tidak serta merta memejamkan mata.
Mereka benar benar niat membuat Jihoon gila.
"hiks... mh – hmp... huh"
"hah – Hahhhhhhhhh"
Sperma itu menyembur keluar dari lubang Jihoon.
Banyak sekali.
Membasahi lantai dan cermin.
Mengotori tubuh Jihoon yang terkulai lemas dan menatap cermin dengan wajah kacau dan penuh rasa kecewa.
Seolah olah Jihoon baru saja bersetubuh dengan puluhan orang sebelumnya.
"mereka benar –
- aku benar benar jalang"
Seperti Deja Vu
Jihoon menyaksikan cairan kental nan putih itu menyembur keluar dari lubangnya dengan deras.
Perbedaannya kali ini ia tak lagi ketakutan.
Menjalani kehidupan sebagai sex slave sudah lebih dari cukup untuk membuatnya dipaksa menikmati permainan yang melecehkan dirinya sendiri.
Hingga tetes terakhir nya turut membasahi meja kaca tempat ia mengangkang, sementara ia sendiri memperhatikan bagaimana lubangnya dengan rakus membuka menutup mencari nafas. Seperti vagina perempuan.
"hari ini dua kantung, bagaimana perasaan mu?"
Jihoon menengadah, mendapati Minhyun melangkah mendekatinya tanpa jijik, ketika turut menginjak gumpalan sperma yang menyebar di karpet meeting room yang biasa Jihoon gunakan untuk membahas naskah dengan Daniel dan Guanlin.
Jihoon menatap Minhyun dengan iris nya yang sayu, ia mengulas senyum tipis kemudian dengan sengaja, memundurkan tubuhnya dari jangkauan Minhyun.
Minhyun mengernyitkan dahi, tak suka.
Kekehan kecil lolos dari belah bibir ranum Jihoon.
Pemuda manis itu semakin melebarkan pahanya, memperlihatkan lubangnya yang basah oleh sperma.
Jihoon mengutuk dirinya dalam hati, namun ia tetap melakukan perannya dengan baik.
Jihoon membelai tubuhnya sendiri dari bahu, turun hingga lubang anal nya yang berkedut.
Tubuh mungil yang kini berbalutkan seragam sekolah perempuan. Lengkap dengan kaus kaki panjang berwarna hitam yang entah kenapa menambah kesan feminim seorang Park Jihoon.
"ayah,... apa Jihoonie sudah menjadi anak baik hari ini?"
Minhyun menyeringai gemas, ia memuji betapa pintarnya Jihoon ketika bekerja.
"vagina Jihoon meminum semua vitamin yang ayah berikan" satu jari menelusup masuk "mmh... karena itu sekarang dia lapar" diikuti jari kedua.
Manik Jihoon berair. Nikmat. Tapi Jihoon tahu, ia harus diisi jika ingin gajinya bulan ini cair.
"Ayahhhh – ah! – ha – shhhh... hh! Ji – Jihoonie... inginh – hadiahnnnn" rengek si manis yang kini mulai menaikkan tempo kocokan pada manholenya.
Jihoon nampak belingsatan sendiri, sebelum ia cum dengan deras.
Nafas si manis tersendat dan terputus putus.
Dadanya sesak, tapi ia tahu permainannya dengan sang Ayah tak akan berakhir dengan cepat.
"baby sudah jadi anak baik hari ini, hm?" suara berat itu berbisik di telinga Jihoon yang masih terengah engah.
Jihoon yang matanya berkunang kunang memilih untuk bersandar pada dada bidang seorang pria tampan yang tubuhnya berbalut kemeja berwarna hitam, dengan parfum maskulin yang kelewat ia kenal.
Jihoon merengek "Ayah... jangan dihisap hhh, adik Jihoonie" tangannya terulur pada Minhyun yang kini berada diantara kedua kaki nya yang mengangkang.
Kepala Jihoon menggeleng ke kanan dan kekiri dengan random, sampai tangan besar itu menahan dagunya kemudian dengan ganas, menyusupkan lidah miliknya kedalam mulut si manis. Berbagi air liur dengan seseorang yang semestinya menjadi editor atas naskah novel yang kini tengah ia kerjakan.
Jihoon meremat rambut Minhyun yang menghisap penis nya kuat kuat.
"mmmhhhh – ukh... a – ayah... ja – hah!"
Tanpa aba aba Minhyun memasukkan penisnya kedalam lubang Jihoon.
Pemuda manis itu tersenyum senang. Kemudian ia memejamkan matanya, menikmati pergerakan penis Minhyun yang besar dan berurat.
"sial! Sempit sekali ukh"
"hamili Jihoonie... Jihoonie mau ayah – Jihoonie mau Ayah" racau Jihoon yang terisak menyedihkan.
Jihoon membaringkan tubuhnya yang berbalut seragam sekolah wanita di atas meja. Dan wajah tampan seorang pria dewasa menyapa indra penglihatannya yang kabur karena nikmat yang mendera tubuh bagian bawahnya.
"Dad – Daddyh... Da – Daniel Daddy"
Sosok itu menyeringai, dan Jihoon membalasnya dengan senyum manis, sesekali ia meringis ketika merasakan Minhyun menekan prostatnya begitu dalam.
"hi baby, miss me?"
Jihoon menganggukkan kepalanya antusias "yes – mhh! Hah! Anhh – Baby miss Daniel Daddy so much! Ukh"
Kepala Jihoon pusing.
Minhyun menghantam prostatnya kuat kuat, dan ia tidak bisa fokus pada Daniel.
Tiba tiba Minhyun menghentak penisnya didalam lubang Jihoon dengan keras.
Manik Jihoon membelalak terkejut.
"Ayah! terlalu dalam! Hiks"
"itu hukuman karena mengacuhkan Daddy mu brengsek!" Minhyun menghentak penis nya lagi, "what's the rule Jihoon? Say it!"
Jihoon menggerakkan kakinya random, kepalanya mendongak menatap Daddy nya yang hanya menatapnya tanpa berniat menolong.
"i'm a slut! And slutty would give pleasure to everyone! Akhhh – without thingking about my self either!" pemuda manis itu terisak.
Poninya basah, dan kacamata yang semula menggantung cantik membingkai kedua matanya kini sudah terjatuh ke karpet.
"you are what!?"
"i'm a slut! Jihoonie is a slut! Please... hiks"
Minhyun membalikkan tubuh Jihoon tanpa mengeluarkan miliknya, dan kembali menumbuk prostat si manis tanpa jeda.
"eungh – eunh – nnhh... hah! Mmah... Ayah.. hnnn!"
Nikmat. Nikmat. Nikmat.
Jihoon ingin mati.
Nikmat sekali.
"vagina mu menghisap penis ayah dengan lapar, nikmat bukan?"
Jihoon mengangguk berkali kali. Menyempitkan lubang analnya agar Minhyun dapat segera mengeluarkan benih nya didalam perut Jihoon.
Clokh!
Clokh!
Clokh!
Suara pertemuan antara kulit dengan kulit, suara kecipak basah, dan suara desahan Jihoon yang samar, menggema didalam ruangan yang berada di lantai sebelas gedung penerbitan tempat Jihoon dan Guanlin bekerja.
Minhyun menegakkan tubuhnya dan menarik kedua kaki Jihoon, membuat penyatuan keduanya semakin dalam. Pemuda tampan itu melangkah ke dinding kaca yang menampilkan hiruk pikuk kota Seoul yang penuh dengan kepadatan. Masih dengan menghentak tubuh Jihoon yang kini bergetar karena prostatnya yang membengkak ditumbuk terus menerus.
"lihat sayang"
Kepala Jihoon yang menunduk lemas perlahan lahan terangkat.
Dan kedua bola mata bening itu membulat.
"a – ayah"
"lihat baik baik gadisku"
"AYAH! dalam dalam dalam"
Tubuh Jihoon kembali dihentak dengan keras. Pemuda manis itu belingsatan. Titik kenikmatannya ditekan terlalu kuat. Sungguh. Dan Minhyun sengaja mendiamkannya seperti itu.
"anak cantik, lihat baik baik ke kaca" Minhyun berkata dengan intonasi ramah, namun tidak sesuai dengan perilaku nya yang sekali lagi mengoyak perut Jihoon dari dalam.
"eunghhhhhhhh! Huwah! Okh..."
Minhyun menempelkan tubuh Jihoon ke kaca, dan kembali menggerakkan ereksinya dibawah sana seperti orang kerasukan.
"A – ayah, ukh hah... umph... ah! Ayah!"
"lihat Jihoonie! Orang orang dibawah sana sedang menyaksikan seorang anak gadis yang sedang disetubuhi oleh ayahnya sendiri!"
Clokh!
Clokh!
Clokh!
Kepala Jihoon mendongak karena tak sanggup menahan rasa nikmat. Tangan mungil nya mengepal.
Ereksi si manis yang bergesekan dengan kaca semakin basah dan menegang. Ujungnya memerah, nampaknya siap untuk orgasme kapanpun.
"a – ayah~ banyak yang me – ukh..."
"kau mau benih ayah sayang? Hamil anak ayah?"
"ji – jihoonie ingin hamil anak ayah – ukh... hah... mhh~ anak hah! Ayah~"
Tubuh Jihoon bergetar. Kepalanya pusing. Dan sepasang iris indah itu terbalik.
"Ji- JI – JIHOONIE CUM! Cum! Ahhhhhhn!"
Cairan Jihoon mengucur deras.
"ukh, sial!"
Diikuti oleh Minhyun yang membenamkan kejantanannya di lubang Jihoon dalam dalam.
"mmh... mhhh... umn... bayi – ayah"
Jihoon tersenyum lembut.
Menyempitkan hole nya agar tidak ada satupun sperma Minhyun yang terbuang sia sia. Sementara ereksinya sendiri masih menghasilkan sperma.
Minhyun menjatuhkan Jihoon diatas karpet bulu yang tebal.
Masih dengan si manis yang tengah didera gelombang orgasme.
"Hyung, lihat, dia bahkan tidak bisa berhenti cum" Daniel tertawa remeh sembari menyesap segelas wine. Menyeringai melihat Jihoon yang membungkukkan tubuhnya karena perutnya terus bergejolak dibawah sana.
"u –ukh... ber – hen – tih..."
Jihoon memasukkan tiga jari sekaligus kedalam lubang anal nya untuk kembali memuaskan diri.
Sementara jemarinya yang lain meremat penis nya agar berhenti mengeluarkan sperma.
"U- UMH! Hah~"
Aroma sperma menguar di setiap sudut ruangan.
Daniel menghabiskan gelas wine nya yang keempat, sebelum bangkit dan menyeret Jihoon yang nafasnya masih tersendat untuk berbaring diatas meja.
Pemuda berbahu lebar itu langsung menghentak tubuh Jihoon yang lemas tanpa memberikan kesempatan pada si manis untuk menarik nafas.
"DAD! DADDY! MY PUSSY! YOU'RE GONNA BROKE IT!"
Jihoon meraung.
Daniel yang menulikan pendengarannya menuangkan sebotol sperma yang lain di perut Jihoon kemudian meratakannya disana.
Daniel tertawa senang ketika melihat Jihoon yang wajahnya sudah sama seperti gadis perawan yang sedang diperkosa.
Sperma itu menghias tubuh berbalut Seifuku milik Jihoon dengan baik.
"love, it suits you-"
"Daddy! Too deep!"
"-this girly costume"
"mnoh – too big, hh"
Jemari panjang Daniel membuka sweater merah muda yang Jihoon kenakan dengan mudah. Kemudian ia memaksa si manis kesayangannya untuk mengambil posisi duduk dengan kaki yang terbuka lebar, dengan penis besar yang sedang keluar masuk di lubangnya yang baru saja melahap kejantanan Minhyun dengan rakus.
"aku ingin kau melihat seberapa hinanya dirimu love"
Jihoon terisak pelan, kemudian ia menatap bagian bawah tubuhnya yang tengah dihancurkan oleh sebuah penis monster.
Manik Jihoon berbinar semu. Antara sendu dan rasa nikmat.
"penis... Dad – daddy masuk"
"Da – Daniel Daddyh... hiks"
Jihoon menjerit kencang ketika milik Daniel yang besar dan keras menumbuk titik kenikmatannya dengan brutal. Menghajar liang sempit nya dengan tidak manusiawi, seolah tidak ada hari esok.
"babyh – hh... diisi Daddy umh!"
Paras ayu Jihoon basah oleh air mata dan keringat. tubuh mungilnya terlonjak lonjak.
"ah! Ah! Ah! Dadh – Daddyh! Ti... dak – mhh... secepat – uh! Ahh! Ahh! Akh!"
Kedua tangan Daniel telah memegangi pinggang ramping Jihoon erat erat, memastikan agar setiap hentakan dan hantamannya menyentuh titik nikmat Jihoon dengan tepat.
Suara erotis Jihoon, bunyi tubuh yang saling berhantaman, serta suara erotis cairan becek yang keluar dari sela sela lubang Jihoon yang hancur memenuhi seluruh ruangan.
"ahhh! Daddy! Baby tidak ing - hah! Ah! Ahn! Keluar! Daniel Daddy! Baby... – tidak... tahan hhh!"
"hahh... umh! Jalang biadab! sempit!"
"Daddy! Daddy! Daddy!"
Minhyun menatap keduanya dengan raut wajah yang datar.
Dokter muda nan tampan itu memainkan gelas kaca berisi sperma manusia yang baru saja ia tuang. Kemudian melangkah mendekati Jihoon yang masih setia mendesah dan mengerang dengan keras seolah mulutnya tak mampu mengucapkan kalimat lain.
Tiba tiba Minhyun menarik dagu Jihoon dan memaksa si manis untuk mendongak.
"UKH! Glup..."
Jihoon nyaris tersedak.
Minhyun memaksa nya untuk menghabiskan segelas sperma yang amis tatkala tubuh bagian bawahnya masih dihentak tanpa ampun oleh Daniel.
Daniel yang menyaksikan Jihoon yang dipaksa untuk meminum air mani pun semakin terangsang. Cengkramannya pada pinggang Jihoon menguat, dan gerakan pinggulnya pun semakin cepat. Tangan besarnya meraih milik Jihoon untuk diremas kuat kuat.
Membuat si manis hampir memuntahkan cairan putih kental tersebut, jika saja Minhyun tidak menahan rahang bawahnya agar tidak mengatup.
"glup... okh...- glup"
"that is, good girl"
Minhyun tersenyum hangat. Seakan akan apa yang ia lakukan barusan adalah sesuatu yang benar dan layak.
Pahit
Pahit
Ni – nikmat!
"umh... Ayah – mnoh! Jihoonie mau lagi..."
Minhyun membelai pipi Jihoon dengan lembut, penuh kasih sayang.
"yes sugarplum?"
"milk... i want – milk! Ukh! Too deep! Daddy! Hah! Hiks..."
Jihoon menangis putus asa. Dengan wajah yang basah oleh sperma. Tangannya mencakar meja, mencari pelampiasan atas rasa nikmat. Jika ia perempuan, rasanya seperti – rahimmu dihancurkan oleh sebuah tombak yang keras dan besar. Ini Gila, - Jihoon ingin mati.
"hmph! Mhh?! Umph! Uhnn"
Dan Minhyun mengabulkan permintaan Jihoon.
Pemuda berusia pertengahan dua puluh itu menghentakkan kejantanannya didalam mulut Jihoon dengan keras. Jauh kedalam hingga kerongkongan Jihoon terisi.
Manik Jihoon berair. Air mata hina itu jatuh ke pipi, bercampur dengan sperma , baik yang masih basah maupun yang sudah mengering.
Minhyun dan Daniel menghajar lubang atas dan bawah Jihoon, sama sadisnya. Tempo mereka cepat. Tak memberi jeda.
Benda berurat nan keras yang mengisi manhole Jihoon berkedut beberapa kali, Jihoon dapat merasakan tempo hentakan Daniel semakin cepat, juga kocokan Daniel pada adik kecilnya yang sudah terlihat sangat menyedihkan.
Pucuk kepalanya memerah dan membengkak, pre-cum yang terus keluar sejak tadi membuatnya terlihat sedikit berkilau.
Jihoon melenguh tertahan.
Ia bahkan lupa sudah berapa kali dirinya cum hari ini.
Dengan tampang linglung, Jihoon memejamkan mata. Memainkan lidahnya pada penis besar Minhyun. Menghisap nya beberapa kali. Mengirimkan afeksi penuh dosa yang menyenangkan pada Dokter muda yang ia panggil Ayah.
'Apa yang sedang aku lakukan?'
"okh! Slurph~"
'mulutku terasa pahit dan menjijikkan'
"Ah... luar biasa, gadisku memang pintar"
'sesuatu yang besar dan hangat memenuhi rongga mulutku'
"fuck! Sempit sekali! Kau menjepit ku jalang!"
'pikiranku kosong, dan aku tidak bisa berpikir dengan benar'
"coba telan semuanya Jihoonie"
'apapun yang sedang aku lakukan, aku menikmatinya'
"kau suka? Apa penisku terasa nikmat baby?"
'nikmat – ini nikmat sekali'
Minhyun mengeluarkan miliknya dari mulut Jihoon. Mulut putra sulung keluarga Park itu sedikit menganga. Tatapannya kosong. Sperma yang tak tertelan mengalir keluar dari sudut bibir kepala bersurai abu abu yang terkulai lemah diatas meja.
"fuck! I'm close!"
Jihoon mengernyit.
Matanya kembali berair.
Mulutnya membuka dan menutup.
Sesuatu di pangkal testis nya terasa begitu perih dan memaksa untuk keluar.
"hiks... Dad – Daddy..." Jihoon berbisik terbata bata.
Namun Daniel tak mendengar.
Tempo Daniel melambat, namun hentakannya pada prostat Jihoon semakin kuat.
Tubuh berisi itu bergetar hebat ketika merasakan prostatnya ditumbuh begitu dalam. Penis nya terasa perih. Bibir ranum itu terbuka, dan mata beningnya yang basah membeliak.
"a – a –ah..."
"shit! Bear my child baby!"
"AAAAAAH! HAH! AKH! AHHHN!"
Squirt!
Sepasang pria yang bagian privasinya tengah menyatu itu datang bersamaan.
Daniel membenamkan penisnya didalam lubang Jihoon lama. Merasakan bagaimana lubang sempit itu meremasnya ketika cum. Menyemburkan sperma nya jauh ke dalam perut Jihoon yang sedikit menggembung. Sperma Daniel yang tak tertampung keluar disela sela kejantanannya yang masih tertancap pada manhole si manis.
Sementara tubuh Jihoon tegang dan bergetar.
Baik Daniel dan Minhyun menyeringai.
Ini kesukaan mereka.
Ketika mereka berhasil membuat Jihoon squirting.
Mata indah Jihoon nampak membulat penuh keterkejutan, di balik poni abu abunya yang basah. Meja kaca dibawahnya basah oleh air liur Jihoon yang tak mampu mengatupkan mulut.
"u – ukh"
Daniel membelai perut rata Jihoon, turun ke paha dalam, hingga ke adik kecil Jihoon yang mengeluarkan cairan bening seperti urine. Cairan itu keluar putus putus. Sesuai dengan ritme getaran tubuh Jihoon.
"um – umh... an"
"ah... this part of yours is beautiful" Daniel berbisik dengan suara serak ditelinga Jihoon yang memerah.
Setelah tetesan spermanya yang terakhir habis. Daniel mengeluarkan kemaluannya dari dalam manhole Jihoon dan membiarkan tubuh mungil yang kini hanya berbalut rok dan kemeja putih yang acak acakan, serta kaus kaki hitam yang basah oleh sperma, tergeletak di atas karpet yang basah oleh cairan ketiganya.
Tubuh Jihoon lemas.
Samar samar Jihoon dapat mendengar suara langkah kaki, dan Minhyun yang berbisik di telinganya.
"dan kau masih sering berkata membenci sentuhan kami? Tidakkah ini lebih baik daripada disetubuhi puluhan pria? Benar kan... gadisku?"
"aku pulang"
Jinyoung yang sibuk menonton televisi bersama Hyunjin pun langsung bangkit ketika mendengar suara pelan Kakaknya.
"Jihoon Hyung! Selamat datang!"
Jihoon mengulas senyum lemah "hai Jinyoungie, cheesecake?" tanyanya sembari menyerahkan sekotak kue kesukaan Jinyoung pada adiknya yang langsung disambut dengan mata yang berbinar dan senyum lebar.
"wah! Terimakasih Hyung!" Jinyoung mengecup sekilas pipi Jihoon kemudian berlari ke dapur untuk mengambil pisau dan garpu.
Mata Jihoon mengikuti punggung adiknya yang nampak bergumam, menimang, cheesecake mana yang baiknya ia makan terlebih dahulu, dan yang mana yang akan menjadi bagian Jihoonie Hyung nya.
Seketika sorot mata Jihoon meredup.
Ah, aku tidak lapar.
Kemudian Jihoon menyeret langkah nya kekamar dengan tertatih. Pemuda manis itu dapat merasakan celana bahannya basah oleh sesuatu yang mengalir dari lubang analnya, dan belum sempat ia bersihkan sebelum pulang.
Perutku sudah terisi terlalu banyak sperma.
Jihoon mengerang, mual.
Jika saja bisa dimuntahkan, maka ia akan memuntahkan cairan laknat itu nanti di kamar mandi.
Dia tidak sanggup meminum susu setelah ini.
"huh? Kemana Jihoon Hyung?"
Hyunjin menoleh. Kekasih manisnya bertanya dengan mata yang membulat lucu dan intonasi yang polos.
Pemuda tampan itu tertawa gemas dan menarik kekasihnya untuk kembali duduk berdampingan dengannya diatas sofa.
"Jihoon Hyung langsung kekamar, mungkin dia lelah" ujar Hyunjin sembari mengecupi surai coklat Jinyoung yang lembut dan mengeluarkan aroma bayi yang manis.
"benarkah? Jihoon Hyung kelelahan?" Jinyoung meletakkan piring cheesecake nya diatas meja, pemuda manis itu menggigit bibir bawahnya. Agak nya ia merasa bersalah, ia lebih banyak bermain dibandingkan membantu Hyungnya bekerja.
Melihat itu Hyunjin kembali tertawa gemas. Diraihnya paha kanan Jinyoung untuk ditumpukan pada kakinya sendiri.
Jinyoung sontak menoleh dan ia disambut oleh senyum tampan Hyunjin yang kini meletakkan tangannya ditengkuk Jinyoung.
Meremas pelan tengkuk si manis. Sedangkan matanya tak memutuskan kontak dari mata bulat kekasihnya yang lugu.
"tidak apa apa Jinyoung, itu wajar, Jihoon Hyung melakukan itu demi dirimu. Kau tidak perlu khawatir"
Bibir Jinyoung mengerucut lucu.
Anak bungsu keluarga Park itu merapatkan tubuhnya pada sang kekasih, mencari kehangatan disana. Hyunjin membawa tubuh Jinyoung untuk direngkuh.
Tubuh kedua remaja itu tak memiliki jarak.
Menempel erat.
Berbagi kehangatan.
"apa kau tidak mengantuk?"
"aku masih ingin makan kue"
Hyunjin terkekeh pelan.
"ingin aku suapi?"
Kepala mungil didada Hyunjin itu mengangguk pelan.
Hyunjin pun meraih cheesecake diatas meja, dan menyuapkan sepotong kecil pada Jinyoung yang tengah mendusel didadanya.
Jinyoung melahap cheesecake nya dalam diam. memikirkan Jihoonie Hyung nya yang tanpa ia ketahui, -
- kini tengah mengeluar masukkan sebuah dildo berukuran besar di lubangnya sembari mendesah tertahan. Dibawah guyuran air hangat. Dengan tangan kanan mencubit nipple nya gemas, dan tangan kiri memainkan ereksinya dengan cara yang sama seperti Daniel merematnya beberapa jam yang lalu.
"Woo – woojin"
Woojin mengacuhkan rengekan Jihoon.
Dalam hati, Jihoon panik. Ia ingin memberontak dan mendorong Woojin sambil meneriakinya karena ini tempat umum. Sayangnya ini tempat umum yang jika kau ribut kau justru menjadi pusat perhatian. Maka Jihoon dengan tenaga seadanya berusah menghentikan kegiatan Woojin yang kini tengah menghisap kejantanan mungil nya.
Woojin memainkan lidahnya di puncak kepala adik kecil Jihoon.
Si manis memejamkan mata erat erat. berpegangan pada rak buku dibelakangnya dengan erat.
Tempat ini memang blind spot cctv.
Jihoon tahu, dan ia yakin Woojin juga tahu.
Tapi ini bukan tempat yang tidak mungkin didatangi mahasiswa yang lain bukan?
Woojin menciumi perut pucat Jihoon setelah menyingkap Hoodie abu abu yang dikenakan si manis.
Menciptakan love bates di bagian pusar, kemudian mengangkat wajahnya untuk bertemu pandang dengan wajah Jihoon yang merona karena nafsu.
Woojin dapat melihat ada air mata dibalik bingkai kacamata si manis.
Dan itu semakin membuat nafsunya memuncak.
Woojin langsung menurunkan celana jeans Jihoon beserta dalamannya, mengangkat sebelah kaki si manis untuk ia sandarkan di pundak dan langsung menghentak kejantanan besarnya didalam sana.
"eung! Eung! Hmmmph!"
Surai abu abu Jihoon ikut bergoyang ketika pemuda manis itu menggelengkan kepala nya berkali kali. Memberi penolakan kecil pada Woojin yang acuh dan langsung menggenjot lubang anal nan kering itu tanpa menggunakan pelumas.
Jihoon menggigit bibirnya.
Woojin langsung menggerakkan kejantanannya dengan tempo yang sangat cepat.
"Woo – woojin.. mm.. hmhngnnn"
Mulut Jihoon diraup oleh bibir Woojin dengan lapar. Pemuda ber snagglethooth itu menyesap bibir si manis tanpa ampun. Mengobrak abrik isi mulut Jihoon dengan daging tak bertulang miliknya, dan memaksa Jihoon untuk menelan salivanya sementara tubuh bagian bawahnya menghentak lubang Jihoon dengan gerakan yang menggila.
Tangan Woojin menyusup kebawah dan mengocok penis mungil Jihoon dengan tidak manusiawi.
Melumatnya dan menarik nariknya gemas, sementara Jihoon hanya mampu membenamkan wajahnya dileher Woojin. Menyamarkan erangan dan desahannya yang sewaktu waktu dapat lepas kendali.
Woojin memasukkan ketiga jarinya kedalam mulut Jihoon. Sementara anak sulung keluarga Park yang pasrah hanya mampu mengikuti kehendak tuan nya dengan menghisap dan memainkan lidahnya seolah olah jemari Woojin adalah penis yang kini tengah menggagahi lubangnya sekarang.
Hentakan Woojin semakin cepat, gila, dan dalam. Kejantanan pemuda tampan itu menumbuuk titik kenikmatan Jihoon dengan tempo sinting.
Jihoon memejamkan matanya erat. menangis dalam diam, ketika merasakan ada benda lain yang ikut memasuki lubang analnya. Memaksa manholesi manis melebar.
Jihoon meremat jaket kulit Woojin ketika merasakan lubangnya kembali dimasuki benda lain yang ukurannya lebih kecil. Dan Jihoon pun membelalakkan matanya tatkala kedua benda tersebut bergetar hebat didalam lubangnya.
Menghentak prostatnya bergantian dengan kejantanan Woojin yang sama sama bergerak gila.
"hah! Hah! Umh! Akh!" Jihoon merengek terbata.
Lubang ketat itu mulai berkedut.
Tanpa sadar melahap ketiga benda yang tengah mengggagahinya dengan lahap. Menghisap penis asli dan penis buatan itu dengan kuat.
Membuat Woojin menggeram nikmat, karena ia juga merasakan getaran vibrator yang turut mengisi lubang lapar jalang nya.
Lelaki tampan itu tahu ia sudah mendekati orgasme nya, hentakannya pada hole Jihoon semakin dipercepat-
Dan –
"hmffhf! Umhhffff!"
Keduanya klimaks di saat yang sama.
Tubuh Jihoon bergetar ketika merasakan cairan Woojin mengisi lubang nya hingga perutnya terasa penuh lagi dan lagi.
Pemuda manis itu jatuh terduduk dihadapan Woojin yang kini tengah merapikan pakaian dan celananya sendiri.
Jihoon tahu permainan belum berakhir.
Mata beningnya mengamati bagaimana sperma Woojin keluar sedikit demi sedikit dari lubang analnya yang masih diisi dua vibrator. Yang satu berukuran sedang dan satu lagi berukuran besar.
"kau masih ada kelas setelah ini kan?"
Jihoon mengangguk pelan sebagai jawaban. Masih dengan kepala yang tertunduk.
"apa kau tidak punya mulut?"
"a – ada, master"
"kau mengacuhkanku"
Jihoon menggeleng cepat. Ia segera mendongak dan seketika menyesal ketika tatapan tajam Woojin seakan menusuk iris mata nya yang berair.
Woojin merendahkan tubuhnya dan memaksa kedua kaki Jihoon mengangkang lebar.
Jihoon hanya bisa menggigit bibirnya untuk menahan isakan ketika Woojin memaksa kedua vibrator yang masih bergetar level medium itu masuk lebih dalam ke lubang Jihoon.
Woojin merapikan pakaian dan celana Jihoon tanpa mengucap sepatah kata pun, hingga pemuda berkulit tan itu menarik Jihoon berdiri.
Woojin merengkuh Jihoon lembut.
Mengecupi leher putih si manis.
Jihoon yang merasakan prostatnya dihajar oleh dua penis karet pun hanya bisa membalas pelukan Woojin dengan lemah.
"slutty..."
"yes master?"
"can you keep my friends inside of your pussy until i pick you up after the last class?"
Jihoon terisak pelan, tapi ia tetap mengangguk.
"yes master. Maafkan slutty karena tadi sudah mengacuhkan master"
Hyunjin memberikan usapan lembut pada jemari kurus Jinyoung yang kini tengah berkutat dengan ponsel.
Memberikan genggaman menguatkan pada kekasihnya ketika Jinyoung menghela nafas setelah panggilan ke lima nya tak digubris.
Hyunjin kembali menemani Jinyoung yang sendirian di rumah, karena Hyung nya bekerja lembur.
Hanya saja, Jinyoung rewel sejak kemarin.
Ini pertama kali bagi dirinya, ditinggal bekerja oleh Jihoon tanpa kakak nya yang manis itu menolak untuk memberi kabar.
Pesan Jinyoung tidak dibalas, panggilan Jinyoung tidak dijawab, Jihoon bahkan tidak menelfonnya balik.
Ketika sampai di rumah dan Jinyoung bertanya, Jihoon hanya akan menjawab dengan suara lemah dan serak kalau dia terlalu sibuk dan tidak sempat. Lalu saudara nya satu satunya itu akan meminta maaf.
Sejujurnya Jinyoung khawatir.
Sangat khawatir.
Pasalnya sudah seminggu ini Jihoon pulang larut – bahkan nyaris pagi – dan melamun menatap taman bunga didepan rumah setelah selesai membersihkan rumah dan memasak makanan untuk mereka berdua.
"Sayang?"
Jinyoung menoleh pada Hyunjin yang menatap nya khawatir.
"tidak diangkat?"
Jinyoung menggeleng pelan.
Jinyoung dan Hyunjin sepenuhnya mengabaikan film black panther yang sedang berputar di layar besar dihadapan mereka.
Tangan Hyunjin menggenggam erat jemari Jinyoung yang membalas genggamannya dengan lemah. Sungguh. Jinyoung tidak sanggup jika dirinya harus bersenang senang sementara ia tidak tahu apa yang Hyung nya sembunyikan, hingga membuatnya begitu tak bernyawa seperti mayat hidup.
Cup!
Jinyoung tersentak dan menoleh.
Hyunjin meraih pipi tembam Jinyoung yang tak sepucat sang kakak, memberikannya usapan lembut yang menenangkan.
"kita kunjungi dia ke tempat kerjanya saja, bagaimana?" Hyunjin memberi saran.
Jinyoung nampak menimang beberapa saat sebelum mengangguk.
Pemuda manis itu berusah mengulas senyum i'm ok yang langsung disambut ciuman lembut oleh sang kekasih.
Ciuman lembut yang tak bergerak.
Jinyoung dapat merasakan Hyunjin meremas pelan surai coklat nya ditengah ciuman itu.
Ciuman mereka terlepas sesaat. Keduanya berpandangan sebelum Hyunjin kembali mendekat dan kembali mencium daging tipis favoritnya yang membuat si empu mengerang kecil.
Hyunjin memperdalam ciuman dan menggerakkan kepalanya berlawanan arah dengan Jinyoung yang sudah mengalungkan lengan kurusnya di leher sang kekasih. Berusaha mengimbangi ciuman Hyunjin yang semakin lama semakin dalam.
Saat sudah cukup, keduanya memisahkan diri.
Jinyoung menatap Hyunjin dengan bibir basah dan terengah engah. Sementara Hyunjin tersenyum kecil dan mencium kening Jinyoung dengan penuh kasih sayang.
Bukti betapa dirinya sangat mencintai si anak bungsu keluarga Park.
Dan bersedia melakukan apapun agar dirinya bahagia.
Meski ada monster dalam dirinya yang menggerung marah dan berteriak kalau kekasihnya yang manis itu harus membayar mahal.
Ini memang kesekian kali nya Jinyoung datang berkunjung ke gedung penerbitan tempat Jihoon bekerja.
Pemuda manis itu juga tak heran ketika menemukan Daniel lah yang menyambut dirinya dan Hyunjin, mempersilahkan kedua remaja itu untuk duduk dan menikmati secangkir teh.
"Jihoon sedang ada rapat kecil dengan direktur, kalian bisa menunggu"
Jinyoung mengangguk dan tersenyum manis pada Daniel yang langsung tertawa, betapa lugunya adik seorang Park Jihoon.
Hyunjin yang duduk disebelah Jihoon tidak bisa diam dan memutuskan untuk menjelajahi seisi ruangan.
Ini pertama kalinya dia berkunjung ke kantor seorang editor, tentunya ada rasa penasaran yang membuncah dalam diri pemuda berusa tujuh belas tahun itu.
"woah, ada banyak buku" Hyunjin bergumam takjub.
Daniel kembali tertawa. Anak anak ini lucu.
"tentu saja, Jihoon melemparku dengan buku buku itu ketika dia marah"
Manik Jinyoung membulat samar "benarkah Hyung?"
"itu artinya Jihoon Hyung editor yang tegas dan disiplin bukan?" Hyunjin yang tengah melihat pemandangan Seoul dari dinding kaca berkomentar.
"Daniel Hyung, maafkan Jihoon Hyung ya. Aku tidak tahu kalau dia marah akan seperti itu"
Daniel terkekeh, kemudian menyesap kopi nya yang masih mengepulkan uap hangat "it's ok, kami sama sama anarkis ketika marah"
Jinyoung dan Daniel terlibat obrolan kecil yang menyenangkan.
Lupa sejenak dengan keberadaan Hyunjin yang kini sampai pada meja kerja Guanlin.
Hyunjin membaca sekilas dokumen yang tergeletak di atas meja Guanlin. Namun, kegiatannya terhenti ketika kakinya tak sengaja menengenai sesuatu dengan tekstur yang aneh.
Dahi Hyunjin mengernyit.
Pemuda tampan itu lantas merendahkan tubuhnya untuk melihat apa yang ada di kolong meja Guanlin, dan manik hitam pemuda tampan itu membulat samar.
Dildo bergerigi.
'kenapa ada benda seperti itu disini?'
Hyunjin sibuk menimang benda laknat berukuran sedang itu dengan fikiran yang berkelana kesana kemari.
Sampai sebuah tangan besar nan dingin membekap mulut nya agar tak bersuara.
Hyunjin tercekat, ia reflek menoleh.
Seorang pemuda dengan postur wajah yang sama sekali tak mencerminkan orang korea, menatapnya dingin dengan seringai terukir di wajahnya yang tampan.
Seringai itu semakin lebar ketika mendapati bulir keringat sebesar jagung di pelipis Hyunjin.
Ia meletakkan jari telunjuknya yang panjang didepan bibir dan mendesis penuh ancaman.
"ssst!..."
Jinyoung mengerjapkan mata.
Berusaha mengumpulkan kesadarannya yang sempat menghilang beberapa saat.
Si manis berusaha mengumpulkan kepingan ingatan yang terjadi sebelum ia terbangun.
Ah, aku datang ke kantor Jihoon Hyung bersama Hyunjin, Daniel Hyung memberiku teh, dan tiba tiba –
Semuanya gelap.
Jinyoung terhenyak dan segera menelisik setiap sudut ruangan tempat ia sadar dari pingsannya.
Iya.
Seseorang membekapnya dengan sapu tangan yang sudah dilumuri obat bius.
Ia berada di sebuah kamar. Diatas kasur berukuran King size yang terdapat banyak bantal diatas nya.
"Jinyoung"
Suara berat itu membuat Jinyoung tercekat.
"Hyunjin!"
Ia segera berpaling ke sumber suara, dan menghambur ke pelukan Hyunjin yang balas memeluknya tak kalah erat.
"bagaimana perasaanmu?"
"aku takut! Aku takut sekali! Hyunjinie, kita dimana?"
Hyunjin terdiam dan Jinyoung mengangkat wajahnya dari dada Hyunjin. Hendak menatap sang kekasih yang kini tengah memalingkan muka.
Dahi Jinyoung mengernyit bingung.
"Hyunjinie?"
Hyunjin masih diam.
Alis Jinyoung menukik. Bibir nya baru saja akan terbuka untuk mengucapkan sepatah kalimat sebelum suara yang tak asing menyapa indra pendengarannya;
"eungh – eum... ungh... hah! Ahh!"
Wajah Jinyoung memucat.
"Hyunjin, dimana Jihoon Hyung?"
Tidak ada jawaban.
"Hyun-"
"AHHHHH! AKH! TO – TOO DEEP! MASTER PLEASE!"
Jinyoung segera mengacuhkan Hyunjin dan berlari mengikuti asal suara aneh yang ia yakin adalah Hyungnya.
Jinyoung membeku.
Tubuhnya bergetar.
Matanya membelalak horror.
"ukh... ha – hancur... vagina ku hancur... hancur! Akh! Dalam!"
"you like it?! Tell me slut! You like it huh!? You like my cock inside your pussy huh!?"
"YES! YES! I LOVE YOUR COCK!"
Jinyoung merasa kaki nya lemas. Dia hampir terjatuh jika saja sepasang tangan besar yang ia kenal sebagai milik kekasihnya, menahan tubuhnya agar tetap berdiri tegap.
"Hyunjin... hiks Hyung..."
Lagi lagi Hyunjin tidak bersuara, dan tangis Jinyoung pun pecah.
Menginterupsi kegiatan manusia lain yang juga berada disana.
Jihoon yang separuh tubuhnya terendam didalam air juga tersentak.
Kenikmatan yang barusan ia rasakan menguap. Ia mencari seseorang yang tengah menangis keras saat ini dan manik pemuda manis itu membulat.
"kalian berjanji padaku untuk merahasiakan ini dari – UKH! AHN!"
Woojin kembali menghentak prostatnya keras. Menumbuk daging kenyal didalam anal Jihoon dengan tempo yang gila.
Jihoon menggeleng kan kepalanya random.
Tangan mungilnya tak lagi berpegangan di bahu Woojin yang telanjang, ia memukul mukul air di sekitar nya. Ingin memberontak namun tak bisa.
"uhm! Ji – Jinyoungh... pe – pergi!"
Air mata Jihoon mengalir ketika adiknya berusaha menghampirinya namun ditahan oleh Hyunjin.
"lemme' goh – mnoh... please – mas! Ukh! Okh! Mhhhp!"
Guanlin ikut memasukkan kejantanannya kedalam lubang Jihoon.
Pemuda taiwan itu langsung menghentaknya dengan tempo yang sama cepatnya dengan Woojin.
Sementara Jihoon mendongakkan kepala karena tak sanggup menerima rasa nikmat yang diberikan Woojin dan Guanlin.
"ukh! Ahn! Hah! Jesus! Ahhhhn"
Tiba tibat Woojin dan Guanlin mengeluarkan penis mereka dari lubang Jihoon bersamaan.
Jihoon yang tiba tiba kehilangan pegangan pun terjatuh kedalam kolam renang.
"JIHOON HYUNG!"
Guanlin tertawa keras sebelum meraih tubuh Jihoon yang lemas untuk dibawa keatas, diikuti oleh Woojin yang miliknya masih menegang keras. Belum mencapai orgasme.
"siapa ini? adik Jihoon?"
Jinyoung yang tengah memberontak dalam dekapan Hyunjin menengadahkan kepala pada Minhyun yang kini tengah menatap nya intens.
"hei! Dia manis!" pemuda tampan itu berteriak antusias.
"yeah, dan kekasihnya akan melahapmu hidup hidup jika kau berani menyentuhnya barang seinchi pun" Daniel yang tengah menegak sebotol anggur sembari menyiapkan sybian machine kebanggannya tertawa mengejek.
"oh, sayang sekali" Minhyun nampak kecewa "Hei Daniel, apa Jihoon akan menggunakan mesin itu lagi?"
Daniel menggeleng "bukan" pemuda berbahu lebar itu menenggak anggurnya lagi kemudian menggendikkan dagu pada Hyunjin yang masih setia mendekap Jinyoung dengan erat "bocah itu memintaku untuk memakaikannya pada adik Jihoon"
"wow! Fantastic! So we will have two bitch here!"
"no. Jinyoung is mine"
Tawa Guanlin menggelegar mendengar ucapan sinis Hyunjin.
"yeah, kau akan berfikir dua kali untuk membaginya dengan kami" pemuda taiwan itu menjambak rambut abu abu Jihoon yang nafasnya masih terengah engah "setelah melihat bagaimana serunya pertunjukan ini ketika kita bermain bersama"
Jihoon berusaha memberontak lagi.
Ia tidak peduli berapa helai rambutnya yang tercabut, ia ingin berlari pada adiknya dan memeluk Jinyoung, mengucapkan ribuan kata maaf karena sudah membohongi adiknya selama setahun belakangan.
Tapi Woojin tak membiarkan hal tersebut.
Pemuda berkulit tan itu meraih sebuah funnel yang tergeletak diatas meja.
Melalui lirikan mata ia meminta Guanlin dan Minhyun untuk menahan kaki dan tangan Jihoon agar tetap mengakang.
Tanpa aba aba Woojin memasukkan funnel itu kedalam lubang Jihoon.
Pemuda manis itu mengernyit, namun karena tenaganya sudah habis, ia tak sanggup memberikan perlawanan.
Minhyun dan Guanlin menaikkan posisi pinggul Jihoon, melawan gravitasi. Dengan funnel mengisi lubang si manis.
"H – Hyung... hiks"
Jihoon menggeleng lemah tatkala melihat Woojin kembali dengan sebuah botol kaca berisi sperma – sama dengan empat kantung sperma hasil donor – .
Pemuda manis mengerang pelan, tangannya yang ditahan oleh Guanlin dan Minhyun terkepal.
"eungh... ti – tidak... ja – jangan di ukh! Depan Ji – Jinyoungh!"
Tapi Woojin seperti biasa. Acuh.
Ia menuangkan isi botol tersebut ke funnel yang menancap di lubang Jihoon hingga habis tak bersisa.
Mata Jihoon berputar.
Penuh...
Pe – penuh...
Jinyoungie... melihatku dipenuhi benih laki laki...
Jihoon memasang wajah linglung. Matanya semakin sayu. Bibirnya terbuka sedikit, hanya untuk menyuarakan rintihan pelan yang tak terdengar.
Woojin menyumpal lubang Jihoon dengan sebuah buttplug dengan bulu menyerupai ekor anjing di ujungnya.
Pemuda ber-snagglethooth itu menyeringai.
"JIHOON HYUNG!"
Jinyoung berteriak histeris.
"Lepaskan aku Hyunjin! JIHOON HYUNG! Hiks"
Minhyun mengangkat tubuh Jihoon yang sudah tak mampu melawan dengan mudah.
Mengangkat tubuh mungil itu keudara, dengan kaki yang mengangkang lebar.
Memperlihatkan ekor anjing yang menggantung diantara sepasang kaki jenjang yang hanya mampu terkulai lemah.
"ji – jinyoungie..." rintih Jihoon.
Jinyoung menangis.
"hiks... Jihoon Hyung! Lepaskan Jihoon Hyung! Hyunjin tolong Jihoon Hyung! Hiks!..."
"oh... kau memiliki adik yang manis baby" Daniel mengejek Jihoon yang wajahnya semakin pucat.
Perut pemuda manis itu menggembung seperti orang hamil.
"say Jinyoung-"
Daniel melangkah mendekati Jihoon, kemudian dengan iseng memainkan ekor anjing berwarna coklat tersebut.
"-menurutmu perutnya diisi oleh sperma berapa orang?"
Jinyoung menggelengkan kepalanya. Masih menangis.
"well, we don't know either" itu suara Guanlin.
"since we don't even care with him"
Keempat pria dewasa itu tertawa.
Kemudian –
Tiba tiba –
Daniel menarik Buttplug itu.
"NOOOO! NO! NO! NO! DON'T SEE ME!"
Sperma yang sejak tadi tertahan di lubang Jihoon menyembur seperti shower.
Menyiprat ke segala penjuru.
Bahkan ke wajah Jinyoung.
"hiks – ji- Jihoonie Hyung"
"your brother is a whore Jinyoungie" Hyunjin berbisik di telinga Jinyoung.
"you'd better accept it, because he do all of this creepy stuff for you"
"for me?"
Hyunjin mengangguk.
Mengeratkan pelukannya di pinggang si manis.
Kemudian menghempas tubuh kekasihnya diatas kasur yang berada didekat kolam renang.
Jinyoung menatap manik kekasihnya kosong.
"he do it for me?"
"yes"
"can i help him?"
Hyunjin tersenyum lembut. Memberikan kecupan manis di pelipis Jinyoung yang tak bergeming.
"of course my dear"
"would you help me then?"
Hyunjin kembali mengangguk.
Ia merasakan sepasang tangan kurus mengalung di lehernya, kemudian kaki jenjang Jinyoung yang mengakang semakin lebar. Memenjara Hyunjin dalam dekapan.
"thank you" bisik si manis.
"ukh... mhh!"
Ini sudah pelepasan Jinyoung yang kedua.
Tubuh kurus pemuda manis itu terhentak hentak dengan lutut dan telapak tangan nya sebagai tumpuan.
Hyunjin menumbuk prostatnya dari belakang dengan hantaman yang keras dan gila.
"akh! Ya Tuhan! Ukhmm.. ahhn.. pe – pelan Hyunjin!"
Kepala Jinyoung berkunang kunang.
Perpaduan antara nikmat dan sakit.
Sungguh.
Hyunjin menjadikan pengalaman pertamanya seakan akan itu bukan pengalaman pertama.
Pemuda itu bermain kasar dan cepat.
"Hyunjinh! Pelan hiks!"
Tapi Hyunjin tak menggubris.
Tempo hentakan pemuda itu tak berkurang, dan Jinyoung hanya bisa mengerang dan terisak.
"jangan! Ahhn! Ayah! ukh! Jangan di –hahh... didepan hannn..."
"Oppa Oppa Oppa!"
manik Jinyoung berkaca kaca.
Kakaknya tengah disetubuhi dua orang di waktu yang sama
Dan ia dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana kedua pria dewasa itu menghajar kakaknya dengan beringas.
"ukh... hiks – Hyu uhmmmhhh –Hyung..."
"mulutnya menganggur"
Jinyoung mendongak.
Woojin tengah menatapnya lapar dengan kejantanan yang mengacung tegak.
Ia juga dapat merasakan hantaman Hyunjin pada lubangnya semakin cepat dan dalam.
"can i use it?"
Jinyoung mendengar suara helaan nafas kekasihnya sebelum Hyunjin menggumankan kata iya. Manik hazel si manis membulat.
Ia baru saja hendak menyuarakan protes, tetapi Woojin sudah mengisinya dengan penis besar nya yang berurat.
"umh – okh – goh... okhhhh puoh... mnohhhh"
Hyung, apa Hyung melakukan ini setiap hari untukku?
Manik Jinyoung yang basah mengerling pada Hyung nya yang baru saja orgasme entah untuk yang keberapa kali.
Bagaimana Hyung merasakan ini setiap hari?
"slurphhh – mnnn... hamphhhsss"
Hyung... aku minta maaf...
"Fuck! Jinyoung! You're tight! C-cum!"
"shit! So warm! Argh!"
"ukhhhhhh! Mnhhhooo"
"uhuk uhuk uhuk! Uhuk! Hoekk!"
Jinyoung tergeletak diatas lantai marmer dengan sperma yang mengalir diantara kedua pahanya. Ia memuntahkan cairan yang tadi dikeluarkan Woojin didalam mulutnya. Tenggorokannya panas. Penis Woojin terasa pahit dan amis ketika ia dipaksa untuk menghisap benda laknat itu. benda itu terlalu besar dan tak semuanya tertelan oleh mulut mungil Jinyoung.
"Hei Hwang Hyunjin! Sybian machine ini menunggu kekasih mu"
Jinyoung tak sanggup bergerak.
Ia dapat mendengar suara teriakan kakaknya yang melarang siapapun menyentuh dirinya, namun Hyunjin tetap menggendong nya dan melangkah ke sebuah alat aneh.
Hyunjin Tubuh kurus Jinyoung dibaringkan diatas kasur dengan lembut.
Mereka bertatapan sejenak.
"Menjauh dari adikku!"
Ah... itu Hyung.
Jinyoung mengerling pada Hyunjin yang kini tengah membelai surai coklatnya dengan lembut.
"what will you do?"
Hyunjin mengulas senyum tipis
"i'll broke your mind" ia mengecup sekilas bibir Jinyoung, kemudian berbisik didepan bibir tipis kekasihnya "like what they did to your brother before"
"like Jihoon Hyung?"
"yes"
Jinyoung tersenyum lemah. Ia meraup bibir Jinyoung. Menghisap bibir atas dan bawah kekasihnya bergantian. Sementara Hyunjin memperdalam ciuman mereka sembari memainkan nipple Jinyoung yang tegang.
Jinyoung merintih dalam ciuman mereka.
"cpkh! Mwah... hah..."
Tidak apa apa Hyung
"mmh... ahn~"
Lebih kita menikmati siksaan mereka bersama
"Hyunjinie, aku pernah melihat Hyungku bersetubuh dengan Guanlin Hyung"
"sayang, hei –"
"padahal Guanlin Hyung sangat kasar, tapi kenapa Jihoon Hyung menikmatinya?"
Hyunjin menghela nafas panjang, ia menarik tubuh kurus Jinyoung kedalam rengkuhannya yang hangat.
"dia memang tidak berbohong kan?"
Hyunjin mengangguk
"buku buku Daniel Hyung dan Woojin Hyung memang laris"
Jemari besar Hyunjin memberikan usapan lembut disurai coklat kekasihnya yang menenggelamkan diri di pelukan Hyunjin
"tapi uang sebanyak itu tidak bisa didapatkan dalam semalam, iya kan Hyunjinie?"
END
Sequel kapan kapan.
Aku buntu di akhir
Toh udah banyak ensi nya kan dari atas kebawah :x. Temen sekosan aku malah nyetel lagu sherina, letto, yovie & nuno dkk. Dan seketika feels ku buat nulis NC lanjutan ilang :v.
Maafkeun kalau kurang hot, kurang panas, kurang ena.
Ehe
Terimakasih buat temen temen di grup yang nagih dari ayam berkokok sampai ayam itu tersedak dan ngga bisa berkokok lagi.
Anggap saja suara kokokan ayam itu adalah desahan Jihoon dan dia tetiba disumpal mulutnya pake anunya si Guanrich /eh/
Bunda, ensi nya udah jadiiii. Aku diterima jadi calon istri hajun ngga nih? Bunda dari kemaren kan butuh asupan. Nih calon mantu udah kasih yang paling ena – paling mantab – paling laknat – paling ga berfaedah.
Kak , spesial for you yang udah nyemangatin dan nemenin diskusi bikin ensi. Dari hal terkecil macem embrio, sampai yang paling laknat kek funnel. Fiks, ini mah berasa ngejadiin si Jihoon bintang KAV. Aku padamu kak, talanghae.
Dan temen temen yang udh nunggu aku, yang aku ngga tahu uname nya di wp apa :3. Si boncabe dkk yg kangen gue :3, dan si bandar foto laknat yang lagi skripsi.
Tahu deh
Pokoknya anak anak PANWINK HARD SHIPPER terdabest :3
Btw Kalian tahu funnel?
Itu loh
Yang aku nanya
Itu loh
C – O – R – O – N – G
EHEHEHEHHHEEHEHEHHEHEHEHEHHEHEHEHEHHEHEHEH
Apakah itu kamu
apakah itu dia
selama ini kucari tanpa henti
yang mampu melengkapi
lubang jihoon butuh diisi :3
Sincerely
'shouharaku'
