Aku melihatnya disana, dia tertawa diantara kumpulan siswa di gerbang sekolah. Tawanya bahkan masih sama dengan yang biasa kudengar dahulu. Tapi sekarang ia terasa jauh, tak bisa kugapai. Karena aku dan dia, bukan orang yang sama lagi.

Hwang Minhyun x Yoo Seonho

.

.

.

.

.

Still In To You

by

Kim Leena

.

.

.

Minhyun membuka lokernya, mengambil ranselnya, lalu memeriksa isinya apa ada yang tertinggal atau tidak. Waktu shiftnya sudah berakhir sebagai barista cafe di Hills, sudah waktunya ia pulang ke flatnya, membersihkan diri, lalu berguling di kasur kesayangannya.

"Sudah selesai shiftmu?" Minhyun menoleh. Sungwoon, salah satu pattisier ada di sana bertanya padanya.

"Iya, Sung-hyungie. Aku akan segera pulang."

"Hati-hati di jalan yah, sekarang banyak copet di bus."

"Iya, Hyung. Terima kasih, sampai jumpa besok." Minhyun berjalan keluar ruang ganti. Ia keluar lewat pintu belakang cafe. Lalu berjalan ke arah timur, jalan menuju halte bus.

Kehidupan sebagai mahasiswa memang tak seindah yang dibayangkan, apalagi dia anak rantauan dari Busan yang mengejar cita-cita ke kota yang katanya penuh keajaiban ini. Ia harus mengambil kerja part time di Hills, dari siang sampai malam hari seperti sekarang. Jika akhir pekan, shiftnya akan full. Karena pelanggan juga akan banyak yang datang pada akhir pekan. Tapi dia bersyukur, karena teman sesama karyawan dan bossnya sangat baik. Bossnya juga tidak pelit memberi bonus, sehingga ia bisa menggunakannya untuk kebutuhannya sehari-hari.

Minhyun menghela nafasnya, malam ini terasa lebih sepi dari biasanya. Hanya ada beberapa orang yang berjalan seperti dirinya di tempat pejalan kaki ini.

"Bruk."

Minhyun merutuk pelan, bokongnya terasa ngilu bersentuhan dengan aspal. Minhyun membalikan badannya, mencoba melihat sosok yang berlari sampai menabraknya itu.

Ketika ia melihat mata penabraknya, dunia seakan berhenti berputar. Tubuhnya membeku meskipun ia sudah memakai mantel di penghujung musim dingin. Mata yang jernih itu seakan menariknya, menjeratnya, dan tidak membiarkannya terlepas. Sebuah perasaan yang telah lama tidak ia rasakan muncul ke permukaan. Rasanya masih sama, mendebarkan dan menyenangkan di saat bersamaan.

"Joseonghamnida." Anak laki-laki yang menabraknya segera berdiri, dan mengulurkan tangannya untuk membantu Minhyun berdiri. Ia pun tersadar dari keterpakuannya, menatap tangan yang terulur padanya sebelum menyentuhnya, menggenggamnya erat.

Anak itu menarik Minhyun untuk berdiri sebelum membungkuk lagi. "Maafkan aku, aku sedang terburu-buru dan tidak melihat jalan."

Minhyun terdiam sebelum menepuk bahu anak di depannya. "Tidak apa-apa. Tidak masalah, aku mengerti."

Anak itu menengadahkan kepalanya untuk menatap Minhyun. Ia memberikan senyum hangatnya pada anak itu. Anak itu ikut tersenyum. "Terima kasih."

Lalu anak itu berlari kembali, sepertinya ia memang terburu-buru.

Minhyun menatap kepergian anak itu, dengan sorot mata tak terbaca. "Akhirnya aku menemukanmu, Yoo Seonho."

/MS/

Bus hari itu terasa penuh, ada beberapa penumpang yang tidak mendapatkan tempat duduk dan berdiri. Maklum Senin pagi memang selalu padat, oleh pekerja maupun anak sekolah.

Hari itu Minhyun mendapatkan keberuntungan dan bisa duduk di pojok kiri bus. Menatap ke pemandangan yang tersaji dari kaca bus di sampingnya.

Bus berhenti di sebuah halte, mata Minhyun menangkap seseorang yang berdiri di sana akan masuk ke bus yang ia tumpangi. Jantungnya berdebar kencang, tidak menyangka bisa bertemu dengannya lagi.

Sosok itu pun menaiki bus, berdiri beberapa langkah di depan Minhyun, sehingga ia masih bisa memandangnya dengan jelas.

Minhyun tersenyum kecil, tidak menyangka laki-laki yang sekarang berada dalam penglihatannya terlihat luar biasa dalam seragam musim panasnya. Tangannya terlihat memegang notebook kecil dan membacanya dengan serius di tengah kepadatan bus. Ingatannya memutar gambaran seorang lelaki yang sedang membaca buku di bawah pohon rindang.

'Kau masih sama ternyata.' Minhyun mengalihkan pandangannya kembali pada pemandangan di luar sana, tanpa menyadari objek pandangannya tadi kini melihatnya dengan rasa penasaran.

/MS/

Pertemuan ketiga mereka terjadi di tempat kerja Minhyun, Hills Cafe.

Ketika bel berdenting, Minhyun sedang membersihkan konter dengan konsentrasi penuh.

"Selamat da-" Mata Minhyun terpaku ketika melihat siapa yang memasuki cafe. Minhyun mengerjapkan matanya, menyadarkan dirinya sendiri kalau sekarang ia berada di tempat kerja.

"Selamat datang di Hills Cafe. Bisa kutahu apa yang ingin anda pesan?" Minhyun memberikan senyum terbaiknya yang jarang sekali ia perlihatkan.

Anak di depannya tersenyum cerah. "Wow, kita pernah bertemu sebelumnya. Ternyata kau bekerja disini, hyungnim. Senang bertemu denganmu, kau sangat tampan omong-omong."

Senyum Minhyun semakin lebar, tawa kecil keluar dari mulutnya sebagai respon dari perkataan anak di depannya. Jika anak itu melihat baik-baik, dia akan menyadari ujung telinga Minhyun yang memerah.

"Aku ingin caramel macchiato. Minhyun menuliskan pesanannya. "Atas nama?"

"Seonho." Anak itu menjawab dibarengi dengan senyum cerahnya. Minhyun menuliskan nama anak tersebut dengan perasaan membuncah di dadanya. Ia segera membuat pesanan pelanggan spesialnya itu.

"Hyungnim sudah tahu namaku, kenapa kau tidak memberitahu siapa namamu?"

Minhyun memandang anak itu-Seonho- tak percaya sebelum terkekeh. Sebenarnya mereka berdua tidak perlu bertanya untuk mengetahui nama satu sama lain. Karena mereka berdua memakai nametag, Seonho di seragam sekolahnya, dan Minhyun di baju kerjanya. Tapi ia tetap menjawabnya.

"Minhyun. Namaku Hwang Minhyun, Yoo Seonho hakseng."

Minhyun melewatkan senyum penuh kekaguman yang Seonho berikan padanya, karena ia fokus pada mimuman buatannya.

Setelah menyelesaikan pesanannya Minhyun menempelkan nama Seonho di minumannya sebelum memberikannya pada si pemesan.

"Aku senang sekali bisa bertemu denganmu, Minhyun hyung. Entah kenapa aku merasa sangat mengenalmu ketika aku menabrakmu malam itu. Padahal itu kan pertemuan pertama kita." Seonho berkata setelah ia menyelesaikan pembayaran. Matanya memandang permukaan konter, membasahi bibirnya yang terasa kering dengan lidahnya, kebiasaannya ketika gugup.

Minhyun tersenyum tipis. Anak di depannya ini, setelah tadi berkenalan dengannya dengan nada menggoda, beberapa menit kemudian berbicara padanya dengan canggung. "Benarkah? Aku senang jika kau merasa seperti itu."

Seonho mengangkat kepalanya, tersenyum cerah memperlihatkan giginya mendengar jawaban Minhyun.

Minhyun menahan diri untuk tidak menempatkan tangannya pada rambut halus anak di depannya, karena, astaga, Seonho terlihat manis dengan senyumannya itu.

"Aku juga senang bertemu denganmu."

/MS/

Setelah pertemuannya yang ketiga, ia semakin sering bertemu dengan Seonho. Dan sepertinya anak itu juga senang sekali berada di dekatnya. Setiap pertemuan tidak pernah dilewati tanpa perbincangan kecil.

Minhyun pernah mengantarkan Seonho sampai ke rumahnya ketika shiftnya selesai di malam hari berbarengan dengan jadwal les Seonho. Sepanjang perjalanan Seonho tidak berhenti menceritakan harinya di sekolah, dan di tempat les, dan betapa cintanya ia memainkan piano. Minhyun senang karena ia bisa tahu banyak tentang anak itu, dan senang karena Seonho merasa nyaman dengannya.

Suatu malam, Minhyun mendapatkan panggilan ketika ia sedang mengerjakan tugas kuliahnya. Ketika ia mengangkatnya, terdengar suara Seonho yang serak disertai isakan yang membuat pikirannya memikirkan hal-hal yang tidak baik.

"Hyung... Minhyun hyung..."

Minhyun menghela nafasnya perlahan sebagai usahanya untuk menenangkan diri. "Ada apa, Seonho-ya?"

"Bisakah kau kesini? Aku membutuhkanmu sekarang."

Minhyun bergegas mengambil mantel dan dompetnya, meninggalkan tugasnya dan segera keluar dari flatnya menuju ke tempat Seonho berada.

/MS/

Minhyun menangkap sosok di bangku taman yang sepi itu, karena memang ini sudah larut malam. Langkahnya panjang-panjang setengah berlari menghampiri sosok itu.

"Seonho-ya."

Anak di depannya mengangkat kepalanya, sisa-sisa air mata terdapat di pipinya membuat hati Minhyun berdenyut nyeri.

Seonho mengangkat tangannya, meraih tangan Minhyun di depannya, mengucapkan nama Minhyun lirih.

Minhyun menghela nafasnya membuka mantel yang ia pakai sebelum dipakaikannya pada tubuh Seonho yang menggigil karena ia hanya memakai kaos tipis pada malam hari di pertengahan musim gugur.

"Apa yang terjadi?" Minhyun merendahkan tubuhnya menyejajarkan pandangannya dengan Seonho yang duduk di depannya. Tangannya menangkup pipi Seonho yang terasa dingin.

Minhyun merasa panik ketika mata Seonho mengembun, diikuti dengan isakan yang sukses membuat air matanya jatuh kembali. Seonho melingkarkan lengannya di leher Minhyun menenggelamkan kepalanya di bahu Minhyun yang terlapisi sweater.

Tangan kiri Minhyun bergerak melingkar di pinggang Seonho, dan tangan kanannya mengelus rambutnya lembut. Minhyun terus melakukannya sampai tangisan Seonho mereda. Bahunya terasa basah karena air mata Seonho, tapi itu diabaikannya karena fakta Seonho menangis sampai memintanya datang lebih membuatnya khawatir.

Minhyun menjauhkan tubuhnya, menangkup wajah Seonho kembali. Mengecup kedua kelopak mata Seonho, membuat anak di depannya membeku sebelum ia mengusap pipi Seonho dengan ibu jarinya, membuatnya rileks kembali.

Seonho menatap Minhyun di depannya, Minhyun membalasnya dengan tatapan khawatirnya.

"Aku mimpi buruk, Hyung."

"Seburuk itukah sampai kau menangis?"

Seonho mengangguk. "Buruk sekali, itu sangat menakutkan. Aku tidak mau itu terjadi padaku." Seonho mengeratkan tautan tangannya dengan Minhyun. "Katakan padaku, itu hanya mimpi, kan?"

Minhyun menghela nafas. "Itu hanya mimpi Yoo Seonho. Kau akan baik-baik saja, ada aku disini." Tangannya membalas menggenggam tangan Seonho tak kalah eratnya.

Seonho menjadi lebih tenang setelahnya, menghela nafas panjang sambil menutup matanya. Tatapan Minhyun tidak lepas dari anak di depannya. Di dalam pikirannya ia mengagumi sosok Seonho yang masih terlihat atraktif bahkan di keadaannya yang seperti ini. Terdengar seperti bualan, tapi itulah nyatanya yang ada di kepala Minhyun.

"Menginap di rumahku, Hyung?"

"Ha?"

Seonho menatap Minhyun lurus-lurus.

"Temani aku tidur, Hwang Minhyun."

Minhyun membeku, menatap Seonho dengan mata melebar tak percaya. "Kau..." -mengingatku?

Minhyun memejamkan matanya, menarik nafasnya pelan menjernihkan pikirannya. Tangannya bergerak mengusap pipi Seonho.

"Baiklah."

Senyuman Seonho setelah itu menjadi pemandangan yang tak ingin Minhyun lupakan seumur hidupnya.

TBC

.

.

.

.

Author's Note:

Akhirnya setelah lebih dari sebulan aku bisa post ff. Dan sebenarnya MinSeon/MinHo/SeonHyun/HwangSeon apapun sebutan couple ini adalah ship pertamaku di produce101 season 2. Dan, aku baru bisa post tentang mereka 6 bulan setelah survivalnya tamat. Meskipun mungkin pair ini sudah karam, tenggelam, terbakar sekalipun, aku akan tetep nulis tentang mereka. Semoga yang baca bisa menikmati.

Aku sedikit khawatir untuk memulai chaptered ff, karena takut terbengkalai. Tapi ff ini tidak akan memiliki banyak chapter. Paling banyak lima chapter. Jadi, mungkin aku tidak akan berlama-lama menyelesaikan fic ini.

Terima kasih sekali yang sudah membaca catatan tidak bermanfaat ini.