NARUTO FANFICTION
Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Warning : Typo and OOC
Pairing: NaruHina
goGatsu no kaze present
-THIS IS HANDCUFFS FAULT!-
Sudah hampir seminggu. Ya, sudah hampir seminggu Hinata mendiamkan Naruto. Sebenarnya hanya kesalahan sepele. Naruto menggoda Hinata kalau dia suka dengan Kiba. Namun Hinata yang merasa kesal karena digoda terus-menerus. Bagaimana tidak, letak tempat duduk mereka yang bersebelahan membuat Naruto jadi makin gencar untuk terus-terusan menggodanya.
Hinata tak menampakkan kekesalannya dengan membentak atau membanting barang. Ia terlalu pemalu untuk melakukan itu semua. Cara yang paling ampuh untuk menunjukkan kalau ia sedang marah hanyalah dengan diam. Sebagian orang menganggap kalau diam itu emas, tapi bagi Naruto yang gemar berbicara diam itu neraka. Diam itu bagaikan akhir dunia. Terdengar berlebihan, namun itulah yang sekarang dirasakan oleh pria blonde bermata sapphire ini.
"Ayolah, Hinata. Sudah seminggu. Kau masih bertahan dengan sikap yang seperti ini," Naruto membujuk Hinata agar kembali berbicara dengannya. Pria yang satu ini tidak peka. Bahkan sampai sekarang ia tak tahu apa kesalahan yang buat sehingga Hinata mendiamkannya.
Gadis indigo bermata lavender yang terus diajak bicara dengan Naruto tak bergeming. Ia terus fokus dengan novel yang ada di tangannya. Omongan Naruto yang tadi ia anggap hanya angin belaka. Ia bahkan tak melirik barang sedikitpun pada laki-laki yang dijuluki 'Tuan Periang' itu.
Atmosfer antara keduanya memang sangat dingin. Bahkan teman-teman sekelasnya pun bertanya-tanya. Kedua anak itu biasanya sangat rukun. Bahkan terlalu rukun sampai-sampai mereka dijuluki 'sepasang suami-istri ideal kelas XI-2' padahal mereka hanya teman yang kebetulan duduk bersebelahan.
"Kau apakan istrimu, Naruto-kun?" goda Yamanaka Ino, teman sekelas Naruto yang terkenal sebagai ratu gosip.
"Akupun tak tahu. Dia sudah seperti ini dari awal minggu ini. Ne, Hinata. Ada apa? Kalau aku salah, katakan salahku padamu," Naruto kembali beralih pada Hinata yang masih pada posisi sebelumnya, membaca novel.
Nara Shikamaru, ketua kelas XI-2 maju ke depan kelas yang saat ini sedang tak ada guru. Hal ini dikarenakan minggu depan akan diadakan festival sekolah. Jadi siswa-siswi dibebaskan selama sehari untuk membicarakan persiapan akhir tiap-tiap kelas yang ikut dalam festival sekolah. Kelas XI-2 mengambil tema Crime and Justice dimana orang-orang dikelasnya akan costplay sebagai polisi dan penjahat.
"Haah, mendokusai," dengus Shikamaru, "Teman-teman, jangan lupa besok datang ke sekolah untuk persiapan akhir kelas kita. Jam enam pagi sudah harus datang. Kalau tidak kalian akan dikenai hukuman. Hukumannya adalah membelikan cemilan untuk semua orang yang hadir tepat waktu. Sekian," Shikamaru lalu kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan aktifitasnya yang tadi terganggu, tidur.
Hari ini lagi-lagi Naruto harus menelan pil pahit. Didiamkan Hinata selama seminggu ini membuatnya kesepian. Hinata yang pemalu sebelumnya selalu senang berbicara dengannya. Walau kadang kala omongan yang mereka bicarakan bukanlah trending topic yang sedang hits saat ini, namun bagi mereka berdua obrolan itu tetaplah menarik. Akhirnya pria blonde itu harus merelakan kalau tema besar untuknya selama seminggu ini adalah: Didiamkan Oleh Hinata.
-THIS IS HANDCUFFS FAULT!-
Matahari rupanya masih enggan untuk bersinar dengan cerahnya. Hanya terlihat segaris cahaya di ufuk timur. Hari baru menunjukkan pukul 05.35 menit. Hinata sudah siap untuk kesekolah. Ia tak mau menerima hukuman yang kemarin dikatakan Shikamaru. Tapi, walaupun tak ada hukuman pun Hinata juga sudah terbiasa bangun pagi.
Gadis indigo itu lalu bergegas ke dapur. Menyiapkan sarapan untuk ayah, kakak, dan adiknya yang masih terbuai dalam mimpi. Biasanya mereka bangun pukul tujuh. Hinata membuat nasi goreng omelet untuk adiknya, Hanabi. Roti bakar serta kopi untuk ayah dan kakaknya. Keluarga Hyuuga sebenarnya memiliki pekerja rumah tangga, namun ia hanya dipanggil pada awal dan akhir minggu. Sedangkan urusan memasak memang sepenuhnya diserahkan pada Hinata.
Setelah semuanya selesai, tanpa membangunkan keluarganya yang lain, ia lekas pergi ke sekolah dengan sepedanya. Tiap hari ia memang bersepeda ke sekolahnya, karena letak rumahnya yang tak terlalu jauh. Bahkan semenjak kenal Naruto, ia sering berangkat dan pulang bersama dengannya. Namun karena situasi mereka yang sedang tidak memungkinkan untuk berangkat dan pulang bersama lagi, Hinata seminggu ini hanya bersepeda sendirian.
Ketika gadis itu sampai, ia melihat sudah ada beberapa siswa sekolahnya telah ada disana. Matanya terus mencari kalau-kalau ada salah satu siswa yang ia kenal. Tiba-tiba ketika ia serius mencari seseorang, sebuah tangan menepuk bahunya. Dari kerasnya pukulan, ia menebak kalau yang menepuk itu adalah laki-laki.
Ia lalu menoleh ke belakang. Ternyata yang menepuk bahunya adalah Naruto. Hinata sedikit terkejut, bukan karena ia yang masih mendiamkan Naruto, namun karena tidak biasanya anak yang satu ini bisa datang ke sekolah sebelum pukul enam pagi. Karena biasanya ia selalu telat, atau paling tidak tiba di kelas dua menit sebelum bel berbunyi.
"Ohayou, Hinata," Naruto mengeluarkan cengiran khasnya. Tangan pria blonde itu masih berada di bahu Hinata.
Hinata tak bereaksi. Ia malah menatap tangan Naruto yang kini ada di bahunya. Gadis itu masih mendiamkan si Tuan Periang yang satu ini. Naruto yang diperlakukan seperti itu jadi gemas sendiri. Ia benar-benar tak tahu apa salahnya sehingga Hinata mendiamkannya. Sedangkan gadis yang ada di hadapannya masih teguh dengan pendiriannya. Ia akan memaafkan Naruto kalau pria itu menyadari kesalahannya sendiri.
"Ya ampun, Hinata. Kau masih marah padaku?" Hinata mengacuhkan Naruto. Gadis itu lalu pergi meninggalkan pria bermata sapphire yang kini sedang bingung akan kesalahannya.
Naruto frustasi. Selama hapir seminggu penuh ia berpikir keras tentang kesalahan yang ia perbuat. Namun tak ada satupun jawaban yang ia dapatkan. Ia mengacak-acak rambut blonde jabrik yang sudah menjadi trademark-nya. Matanya terus menatap ke arah Hinata yang kini menjauh meninggalkannya.
"Ohayou!" tiba-tiba saja ketika Naruto masih dalam lamunannya, Kiba merangkulnya dari belakang. Si pecinta anjing ini memang pasangan 'duo baka' dari kelas XI-2. Namun selama semingguan ini duo baka sudah tak mengorbit lagi dikarenakan Naruto yang sedang dilanda dilemma.
"Ohayou," jawab Naruto. Tak ada energi sama sekali dari suaranya.
"Hinata masih marah padamu?" tebak Kiba.
"Ya, dia masih mendiamkanku. Kiba, menurutmu apa yang membuat dia marah padaku," mata Kiba berputar mencari-cari jawaban yang Naruto minta.
"Coba kau ingat-ingat lagi kejadian sebelum Hinata marah padamu. Siapa tahu ada petunjuk disitu."
Naruto pasrah. Mengingat adalah keahlian terburuknya. Dari ia terlahir ke dunia, tidak lebih dari lima persen kemampuan otak yang ia gunakan. Oleh sebab itu kejeniusannya bisa dibilang hanya rata-rata kalau tidak mau dibilang sedikit diatas garis kebodohan. Mungkin kalau ada yang ingin membeli otaknya, otaknya akan berharga sangat mahal karena masih 'fresh from the oven'.
-THIS IS HANDCUFFS FAULT!-
Semua teman-teman sekelasnya sudah berkumpul di ruang kelas. Ternyata ancaman Shikamaru kemarin membuat mereka jadi 'termotivasi' untuk datang tepat waktu. Di depan sudah ada barang-barang yang akan digunakan untuk festival sekolah. Barang-barang itu bermacam-macam dari mulai kostum, properti untuk hiasan kelas, serta pernak-pernik aneh lain untuk melengkapi tema kelas mereka.
Tatapan Naruto masih saja terfokus pada gadis yang dari tadi mendengarkan penjelasan Shikamaru dengan seksama. Gadis itu sebenarnya tahu kalau Naruto menatapnya, namun ia enggan untuk menoleh.
"Baiklah, sekarang kita bersihkan properti yang akan kita gunakan. Properti ini masih kotor karena sudah setahun diletakkan di gudang," Tenten, seksi bagian properti, memberikan instruksi kepada anak-anak kelas XI-2.
Semua anak mengangkat bangkunya ke sisi-sisi ruang kelas agar menghasilkan ruang kosong tengahnya. Sebenarnya Naruto ingin membantu Hinata mengangkat bangkunya, namun ia kalah cepat dengan Sasuke yang telah lebih dulu mengangkat bangku gadis bermata lavender itu. Naruto menatap Sasuke dengan kesal.
Kekesalannya makin bertambah ketika ia melihat Hinata dengan santainya bercengkrama dengannya. Bahkan siswi-siswi yang memang penggemar Sasuke dibuat iri karenanya. Ia menatap ke arah kedua orang itu dengan tajam. Hinata dengan leluasanya berbicara dengan Sasuke padahal sepatah katapun tak pernah gadis itu keluarkan untuknya selama hampir seminggu ini.
Kesempatan Naruto untuk berduaan saja dengan Hinata akhirnya datang juga. Sai yang merupakan wakil ketua kelas menyuruhnya untuk mengambil properti yang tertinggal di gudang dengan Hinata. Gadis itu ingin menolak, namun dihalangi Naruto dengan cara menariknya secara paksa ke gudang sekolah.
-THIS IS HANDCUFS FAULT!-
"Demi Kami-sama, Hinata. Aku hampir gila karena memikirkan kesalahan apa yang telah kulakukan padamu. Tak ada satupun jawaban yang muncul," Naruto mengungkapkan apa yang ada dipikirannya saat ini, "Katakanlah padaku, apa yang telah kulakukan sehingga kau marah padaku?"
Gadis itu masih terdiam, mengacuhkan Naruto yang kini terlihat ingin teriak karena terlalu frustasinya. Namun, sifat optimis Naruto yang kadarnya di luar batas membua pria itu tetap bertahan dengan ke'diam'an Hinata. Naruto kini mencari-cari properti yang Sai minta.
Tak sengaja ia menemukan sebuah borgol. Kuncinya masih menggantung disitu. Sifat isengnya yang sejak dulu tak pernah hilang membuatnya ingin mencoba memakai borgol tersebut. Ia memakaikannya pada tangannya sendiri. Matanya lalu melirik tangan Hinata yang putih mulus. Dengan sengaja lalu ia memakaikan borgol tersebut ke tangan sang gadis.
"Dengan begini kau tak akan bisa kabur lagi dariku," Naruto lalu melepaskan kunci yang ada di borgol tersebut.
"Na-Naruto-kun, ja-jangan bercanda. Ce-cepat lepaskan," akhirnya ia bisa mendengar suara Hinata yang selama hampir seminggu ini ia rindukan. Senyuman terukir di wajah tan-nya. Hinata yang melihat senyuman itu jadi sedikit merona.
"Akhirnya, aku bisa mendengar suaramu."
"Na-Naruto-kun, cepat lepaskan," Hinata lalu ingin merebut kunci yang ada di tangan kanan Naruto. Namun dengan sigap tangan Naruto menghindar. Aksi saling rebut kunci itu berlangsung hingga beberapa menit sampai terdengar suara retakan dari si kunci.
Naruto lalu membuka genggaman tangannya yang berisi kunci borgol tersebut. Ia menelan ludahnya ketika ia dapati kalau kepala kunci borgol itu patah. Hinata yang melihatnya juga panik. Kunci itu memang sudah berkarat karena sudah lama tak dipakai, hal ini yang menyebabkan si kunci mudah patah.
"Kuncinya patah. Bagaimana ini?" sapphire Naruto dan lavender Hinata saling menatap dalam kepanikan yang mereka buat sendiri.
-THIS IS HANDCUFS FAULT-
Semua anak kelas XI-2 semangat untuk menghias kelas mereka. Walaupun masih pagi, jam delapan, wajah bangun tidur mereka sudah berganti dengan wajah kerja keras pantang lelah. Ada yang menjahit kostum yang telah berlubang, ada yang membuat replika mobil polisi dari sterofoam, ada juga yang memasang pernak-pernik kelas. Tak hanya kelas mereka saja, kelas yang lain juga melakukan hal sama.
Naruto dan Hinata berjalan beriringan. Ya, itu dikarenakan borgol yang melingkar ditangan keduanya. Mata Hinata terus saja menatap nasib tangannya yang kini terborgol dengan Naruto. Berbeda dengannya, Naruto justru merasa tak terjadi apapun. Pria itu terus tersenyum semenjak dari gudang tadi.
"Ki-kita harus cepat bertemu dengan Gai-sensei. Di-dia yang mengurus gudang, siapa tahu dia memiliki kuncinya yang lain," perkataan Hinata nampaknya tak digubris Naruto. Pria blonde itu malah menariknya ke arah berlawanan dari ruang guru.
"Nikmati saja dulu kebersamaan kita saat ini," Naruto lalu tersenyum tipis, "Seandainya ideku untuk memborgol tangan kita sudah kutemukan sejak awal minggu ini, aku pasti akan melakukannya. Tak bicara denganmu selama seminggu membuatku kesepian, Hinata," lanjutnya. Hinata hanya memutar kedua bola matanya. Gadis itu lalu berhenti sejenak sehingga membuat tangan Naruto tertarik.
"Ki-kita harus bertemu dengan Gai-sensei sekarang," Naruto menghela nafas sejenak lalu mendekat ke Hinata. Gadis itu menatapnya dengan tatapan waspada karena siapa tahu pria di hadapannya ini akan berbuat macam-macam padanya.
"Ya ampun, Hinata. Gai-sensei belum datang. Biasanya dia datang jam sepuluh. Masih dua jam lagi. Bisakah kau lebih sabar lagi?" sebenarnya Hinata tak begitu percaya dengan perkataan Naruto. Namun nampaknya ia harus membenarkannya. Gai-sensei memang hobi datang siang. Menurut gosip anak-anak di Konoha High, sebelum ke sekolah ia harus berlatih dulu. Entah latihan apa yang ia lakukan.
Akhirnya Hinata mengikuti kemauan Naruto. Gadis indigo itu pasrah dengan tarikan Naruto yang membawanya kembali ke kelas mereka. Kelas mereka letaknya tak jauh dari gudang. Hanya beberapa ruangan yang harus mereka lewati.
Setibanya mereka disana, tatapan seluruh anak kelas XI-2 tertuju pada mereka berdua. Tatapan mereka semua adalah tatapan heran. Tentu saja, karena sebelum pergi ke gudang mereka masih dilanda perang dingin. Tapi saat ini mereka berdua masuk kelas berdampingan. Bahkan tangan mereka saling bersentuhan.
"Kau sudah membawa barang yang kuminta, Naruto?" tanya Sai.
"Ini," Naruto menyerahkan barang yang Sai minta yaitu tongkat pemukul, stuntgun tiruan, serta topeng untuk peran sebagai penjahat.
"Sepertinya kalian sudah berbaikan," goda Sai pada Naruto dan Hinata. "Dari buku yang pernah kubaca, kalau seseorang yang sedang bermusuhan saling berdekatan itu tandanya sudah berbaikan. Dan lagipula, tanganmu," Sai menunjuk tangan mereka, "Saling bergandengan," lanjutnya.
Naruto terdiam. Mata levender Hinata lalu sedikit melirik ke arah Naruto. Ia melihat pria itu sedang membuang pandangannya dari Sai. Seandainya tangannya tidak terborgol. Ia pasti sudah berlari meninggalkan tempat itu. Saat ini teman-teman sekelasnya memandang lurus kearahnya. Hal ini membuatnya malu.
"Kau tidak lihat?" Naruto mengangkat tangannya dan tangan Hinata yang terborgol, "Kami terus bersama karena ini."
Berbagai macam reaksi ditujukkan oleh teman-teman sekelasnya. Ada yang tertawa terbahak-bahak, ada yang terheran-heran, ada pula yang tidak peduli dan melanjutkan aktifitasnya. Sasuke yang sejak tadi fokus dengan pekerjaannya nampaknya juga tertarik dengan tontonan di kelasnya itu.
"Dobe, kau seharusnya menemui Gai-sensei. Kenapa ada disini?" perkataan Sasuke membuat pandangan Naruto teralih padanya.
"Baka-Teme, Gai-sensei belum datang. Makanya aku disini. Lagipula aku juga tak mau terburu-buru melepaskan borgol ini," ucapan Naruto sontak membuat Hinata terkejut. Sasuke yang mendengar ucapan itu hanya bisa menggelengkan kepalanya singkat.
-THIS IS HANDCUFS FAULT!-
"Kau tahan itu, aku akan mengambil palu sebentar," Naruto meminta Hinata untuk memegang sebuah hiasan yang ingin mereka tempel di dinding. Sementara Hinata memegang hiasan itu, mata Naruto mencari-cari palu.
"Ittai," pekik Hinata pelan saat tangannya tak sengaja tertarik oleh Naruto. Walaupun suaranya kecil bahkan nyaris tak terdengar, pria blonde itu masih bisa menangkapnya.
"Go-gomen, Hinata," Naruto lalu mencari seseorang untuk dimintai tolong, namun semua orang dikelasnya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Sepertinya kita harus mencari berdua," lanjutnya.
Hinata akhirnya menurunkan hiasan yang akan mereka pasang tadi lalu mengikuti Naruto. Tangan putihnya kini memerah karena gesekan dari besi borgol yang membelenggunya. Naruto menyadari hal itu. Ia lalu menggenggam tangan Hinata. Gadis itu sontak pipinya mengeluarkan semburat merah karena perlakuan Naruto. "Kalau seperti ini tanganmu tak akan lecet," ucap Naruto.
Kini kemanapun mereka pergi, tangan mereka saling menggenggam. Hinata yang pada awalnya malu kini telah terbiasa dengan genggaman tangan Naruto. Sebenarnya gadis itu diam-diam menyukai Naruto sejak awal masuk di KonoHigh. Kenangan ketika penerimaan siswa baru membuatnya terus menyukai pemuda penyuka ramen tersebut.
Saat itu Hinata yang bingung dengan sekolah barunya tersesat ketika ingin ke aula untuk upacara penerimaan siswa baru. Namun secara tak sengaja ia bertemu dengan Naruto yang terlambat datang. Mereka berdua bertabrakan karena Naruto berlari saat itu. Singkat cerita, akhirnya Naruto mengantarkan Hinata ke aula dan menemaninya hingga selesai karena ia juga merupakan siswa baru. Hinata mengetahui nama Naruto karena pria blonde itu memperkenalkan dirinya. Namun sayang, ia dan Naruto tak satu kelas.
Kebaikan Naruto membuat Hinata ingin terus mengetahuinya lebih jauh. Sampai pada akhirnya benih-benih cinta muncul di hati Hinata. Bagaikan doa yang tersampaikan, ketika kelas dua mereka satu kelas. Yang lebih membuat Hinata senang adalah ia duduk bersebelahan dengannya. Setiap hari mereka bertemu yang membuat mereka jadi lebih akrab.
Gadis Indigo itu melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh, "Na-Naruto, ayo kita ke ruang guru. Mu-mungkin Gai-sensei sudah datang," Hinata menunjuk jamnya.
Naruto paham dengan yang dimaksud Hinata. Ia lalu bersamaan meninggalkan kelas dan menuju ruang guru. Mereka terdiam sepanjang perjalanan. Hinata berjalan sambil menundukkan kepalanya, sedangkan Naruto sibuk memencet-mencet tombol ponselnya dengan tangan kanannya. Kesunyian menemani mereka berdua.
Mereka lalu melewati sebuah koridor yang merupakan tempat pertemuan mreka berdua pertama kali di sekolah ini. Langkah kaki Hinata memelan, Naruto yang mungkin sudah lupa dengan kejadian satu tahun yang lalu itu jadi bingung dengan gadis yang ada di sampingnya sekarang.
"Nani, Hinata?" mata Naruto lekat menatap Hinata yang pandangannya kini sedang kearah lapangan depan koridor tersebut.
Gadis itu menggeleng. Ia lalu melanjutkan perjalanannya ke ruang guru. Naruto masih saja memandanginya. Gadis itu kini tertunduk dengan semburat merah yang keluar dari pipinya. Melihat Hinata yang seperti itu, entah mengapa jantung pria blonde itu berpacu sangat cepat. Tanpa sadar tangan tan-nya memegang dada sebelah kirinya. Meremas jantung kini berdetak tak karuan itu.
'Kusho, dia manis sekali! Kenapa aku baru menyadarinya?' batin Naruto.
-THIS IS HANDCUFS FAULT!-
Tebakan Naruto dan Hinata benar. Gai memang telah tiba di sekolah. Langsung saja kedua orang itu menghampiri Gai yang nampaknya sedang mengganggu Kakashi -guru Bahasa Inggris di Konoha High- yang sedang menikmati sleeping beauty-nya.
"Summimasen, Gai-sensei," sapa Naruto dan Hinata bersamaan. Sapaan itu membuat Gai menghentikan kegiatannya yang ingin membuka masker yang Kakashi kenakan.
"Ah..Oh, i-iya. Ada apa?" Gai yang tertangkap basah melakukan tindak kejahatan pada Kakashi.
"A-ano, Sensei..," Hinata dengan logat malu-malunya memberanikan diri untuk bertanya pada Gai.
"Kami terborgol bersama," ucapan Hinata yang bertele-tele langsung disambar Naruto. Ia lalu mengangkat tangannya dan tangan Hinata sebagai bukti.
"Oh, jadi maksud kalian menemuiku untuk meminta kunci borgol itu?" tanya Gai.
Naruto dan Hinata mengangguk bersamaan. Gai memijat pelipisnya, ia berpikir keras, "Bukankah kuncinya sudah terpasang disana?"
"Begini, Sensei," Naruto mengeluarkan kunci yang telah patah dari saku celananya, "Kuncinya patah," lanjutnya.
"Nani!?" Gai terkejut. Ia lalu meminta kunci itu dan memperhatikannya, "Sebenarnya borgol ini tak memiliki kunci ganda. Kunci ini adalah kunci satu-satunya," jelasnya.
"La-lalu apa yang harus kami lakukan agar borgol ini terlepas, Sensei?" tanya Hinata panik.
"Ah, aku baru ingat," gumaman Gai memberikan sedikit cahaya bagi Hinata. Namun Naruto sebaliknya, bersikap biasa saja, "Kunci ini bisa diperbaiki. Aku tahu tempatnya. Tapi.."
Belum sempat Gai meneruskan perkataannya, sudah dipotong Naruto, "Tapi apa, Sensei?"
"Tapi kalian harus menunggu hingga petang," lanjut Gai.
"Nani!?" pekik Naruto dan Hinata bersamaan. Mereka berdua hanya bisa pasrah. Naruto terdiam dan Hinata tertunduk lesu.
-THIS IS HANDCUFS FAULT!-
-To Be Continue-
Holla, minna-san!
Kaze dateng lagi ni dengan fanfic baru garapan Kaze
Ini orisinil buatan Kaze loh, sumpeh!
Huft, Kaze ga tau harus berkata apa lagi
Tapi yang pasti Kaze terus minta dukungan dari kalian semua agar Kaze bisa menelurkan fiction-fiction NaruHina yang lebih baik dan lebih banyak lagi
Sekali lagi, mohon dukungannya ya minna-san!
Adios!
