Xu Minghao namanya. Seorang murid yang belakangan ini mencuri perhatian Jun. Dengan berbekal kemampuannya bersosialisasi Jun menanyakan apapun tentang Xu Minghao pada beberapa orang yang terlihat pernah bersama Minghao.
Beberapa kali Jun menyalahi hal-hal tentang privasi. Seperti contoh menguntit Minghao sampai tempat sauna karena tidak punya tempat tinggal. Atau mungkin saat Jun mencatat jadwal sehari-hari Minghao secara keseluruhan.
Minghao sendiri hanyalah seorang murid SHS biasa yang kekurangan —sangat kekurangan- uang. Seorang murid yang memiliki puluhan kerja part time untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya. Seseorang yatim-piatu yang terlalu besar untuk diadopsi dan berakhir diusir dari panti asuhan dengan alasan logis; 'umur yang sudah mencukupi'. Hanya itu. Tapi eksistensinya di dunia ini seakan menghisap segala hal di sekitar Jun, dan hanya menyisakannya sebagai objek nyata. Sekolah yang sama mempermudahnya mendapatkan informasi detail tentang seorang Xu Minghao, dari letak kelas, jurusan, makanan favorit, warna favorit, tanggal lahir, bahkan kebiasaannya. Sekolah mereka masuk jajaran sekolah favorit yang mematok harga selangit tiap bulannya. Tidak heran jika Minghao bekerja sekeras itu.
Dan kali ini seperti biasa Jun akan membuntuti Minghao sejak sepulang sekolah sampai saat Minghao memasuki salah satu jajaran apartement kumuh yang mampu di sewanya beberapa hari yang lalu. Setelah itu Jun baru akan kembali kerumahnya.
Jun sudah mendapatkan semua detail tentang Minghao. Mencatatnya dalam notes kecil yang selalu dibawanya kemana-mana. Tidak ada yang bisa dicatatnya, karena Jun hapal hampir seluruh kegiatan Minghao dari sejak bangun tidur sampai tidur. Tidak hanya itu Jun bahkan berani membayar seorang penguntit handal untuk menggantikan tugasnya. Kedudukannya sebagai seorang Tuan muda mempermudahnya dalam segala hal. Ia juga memiliki ayah yang terlalu memanjakanya. Sang ayah akan memberikan segalanya untuk Wen Junhui.
"Aku pulang." Jun berseru.
"Selamat datang." sang ayah dengan apron pink melingkar di perut menghampirinya. "Sudah makan?" dan bertanya padanya dengan nada tenang.
"Belum." Sedang Jun hanya menyahut pendek. Sedit lelah menimpali sang ayah.
"Makanlah, sudah ku panaskan sayur kesukaanmu. Ayah akan ke ruang kerja. Jika 'dia' datang suruh langsung ke ruangan ayah."
Jun mengeratkan pegangan tangannya pada tali tas. Memilih diam dan tidak menjawab apa yang dikatakan ayahnya. Sementara sang ayah langsung melenggang pergi ke ruang kerjanya.
.
TING TONG~
Bel berbunyi tepat jam delapan malam. Jun mengeratkan gigi. Berjalan ke arah pintu dengan setengah hati.
Cklek~
"Permis—"
"Ayah ada di ruang kerja." Jun berujar cepat, sebelum kemudian ia pergi dari hadapan sang tamu.
Sang tamu hanya tersenyum tipis, merasa sudah biasa dengan perlakuan Jun padanya. Memilih masuk dan menutup pintu sebelum kemudian berjalan santai ke arah ruang kerja Tuan Wen.
.
"Oh kau sudah datang."
"Ya,"
"Lebih cepat dari dugaanku." Tuan Wen berjalan mendekat kearah sang tamu, bermaksud memberikan sambutan hangat untuknya. "Aku merindukanmu. ." berucap dengan hidung mengendus bahu sang tamu yang tertutup coat hitam.
.
"Ah.." Tuan Wen mengendus dan terus mengendus leher jenjang dan bahu kecil itu.
Sementara Jun disini berdiri dihadapan pintu kayu yang menyisakan cela untuknya 'menonton' adegan ini.
"Minghao..panggil namaku.." samar Jun mendengan bisikan sang ayah pada sang tamu. Seperti hari-hari biasanya saat Minghao 'bertamu' ke rumahnya —dalam artian datang, bercinta, kemudian dibayar- inilah yang Jun lakukan. Mengintip. Menyimpan segala memori tentang Minghao tanpa balutan kain dan digagahi ayahnya.
Jun geram pada sang ayah.
Jadi berbekal kemampuan kecerdasan otaknya, Jun meninggalkan ruang kerja sang ayah dan mulai menyusun hal-hal gila dikepalanya.
Minghao adalah miliknya. Dan Jun hanya perlu merebut 'boneka' kesayangan Tuan Wen itu.
TBC
