P.S: ini adalah fic yang telah saya edit. Saya mohon maaf kepada para readers atas typo dan kesalahan yang begitu banyak waktu pertama kali publish. Lagi-lagi saya melakukannya -_-; tentu itu membuat para readers tidak nyaman bukan? Hahha, saya memang author yang ceroboh T.T sekali lagi saya mohon maaf. Kalau para readers berkenan, silakan membaca ulang agar dapat lebih mengerti ceritanya, soalnya ada sedikit alur yang saya ubah. Gomenasai ne...

Disclaimer: kubo tite-sensei yang telah hebat membuka simpul-simpul imajinasi para otaku untuk membuat berjuta-juta fic yang ada di fandom bleach ini (hahahaha, lebai) dan yana toboso.

Character: kurosaki ichigo dan kuchiki rukia.

Author: rukii nightray.

Genre: Tragedy, Angst dan sedikit (perhatian: sangat sedikit) Sci-Fi.

Inilah ketiga kalinya saya membuat fic di fandom Bleach dan... lagi-lagi bergenre tragedy. Entah mengapa saya tidak pernah bosan^^. Cerita ini terispirasi setelah saya membaca manga Kuroshitsuji. Setelah itu saya jadi ingin membuat cerita dengan latar tempat di London, dengan tahun yang sama seperti saat cerita Kuroshitsuji berlangsung yaitu sekitar tahun 1980-an. Jadi, itulah alasan saya mencantumkan nama 'yana toboso' di disclaimer di atas.

Oh ya, fic ini sama sekali tidak plagiat cerita 'Kuroshitsuji'. Saya hanya terinspirasi dengan lokasi ceritanya saja. Disini tidak ada Butler iblis ataupun tuan muda manja yang minta dilayani setiap saat. Juga tidak ada 3 orang pelayan bodoh yang suka menghancurkan rumah dan seorang kepala pelayan yang maniak dengan macha (?), Loh kok jadi trailer Kuroshitsuji (?) Ya, sudah... Selamat membaca…

Guillotine no Uta

Avenue: one: "nyanyian itu, nyanyian kematian?"

Suara itu adalah untaian nada-nada yang indah.

Meluluhkan setiap sendi-sendi kegelapan yang ada di dalam diriku.

Aku bahkan berpikir, diriku tak pantas mendengarnya.

Karena aku adalah seorang manusia yang hina, manusia yang terkutuk.

Sedangkan dia... adalah manusia terindah dengan semua keindahan yang ada pada dirinya...

Tolong jangan sentuh aku, jangan tersenyum padaku dan jangan bernyanyi untukku.

Biarkan aku sendirian di tempat yang gelap itu.

Sampai... guillotine menjemputku.

...

Pada pemerintahan Ratu Elizabeth, perkampungan kumuh berkembang di belakang galangan kapal di bawah London Bridge. Galangan kapal ini memproduksi kapal-kapal yang akan di ekspor ke Dunia Baru dalam peperangan melawan Spanyol. Mereka membutuhkan banyak pekerja. Pekerja yang tinggal di pinggiran, mendiami desa-desa seperti Bethnal Green dan menyebar ke sebelah timur sungai Thames. Bagian kota London ini adalah East End.

East End sangat berbeda dengan West End yang begitu berkembang dan dihuni oleh para bangsawan dan golongan orang-orang kaya lainnya. Rumah-rumah yang ada di East End lebih kecil, lebih rendah dan seringkali dihuni oleh banyak orang karena semakin tinggi tingkat populasi di kota London.

Dalam keadaan seperti itu, tempat tinggal yang terbatas dan populasi yang perlahan-lahan semakin meningkat, banyak orang-orang yang menggelandang di bagian belakang gedung-gedung perumahan di East End. Tempat itu bagaikan selokan-selokan kecil yang kumuh dan dingin. Tempat dimana semua hal yang buruk berlabuh. Tempat yang begitu identik dengan kemiskinan, penyakit dan kriminalitas. Jauh dari segala kemewahan dan keagungan yang melekat di image kota London.

Di selokan itulah, hidup seorang pemuda bernama Ichigo. Ia tidak banyak bicara dan hanya berusaha untuk hidup lebih lama, walaupun ia sendiri tidak tahu untuk apa ia hidup. Ia menghuni bagian paling dalam dari selokan di East End. Sesama penghuni selokan pun tidak ada yang mau mendekatinya, ia bagaikan sebuah makhluk yang kotor, makhluk yang tidak diinginkan di dunia ini.

Bukan karena apa-apa. Tapi karena Ichigo sedikit berbeda dari manusia penghuni East End atau manusia-manusia lainnya di belahan bumi ini. Ichigo mempunyai sebuah kekuatan yang melebihi manusia biasa. Kekuatannya begitu besar hingga ia mampu untuk memecahkan kepala seseorang hanya dengan cengkraman tangan kirinya.

Ichigo sudah tidak ingat lagi bagaimana ia menghabiskan hari demi harinya di selokan yang dingin itu. Tapi, ia masih dapat mengingat dengan jelas bagaimana ia bisa datang ke selokan itu. Setiap detik-detik dari kejadian itu terekam dengan jelas di dalam memorinya. Begitu kuat dan begitu mengikatnya.

Jika memang ada hal yang harus dijadikan alasan agar ia tetap hidup di dunia ini. Mungkin hal itu hanya ada satu. Yaitu kedatangan seorang gadis kecil yang selalu tersenyum padanya. Seorang gadis kecil yang mau menerima dirinya apa adanya dan yang paling penting, gadis kecil itu tidak takut padanya. Mereka berdua lalu hidup bersama dan melewati hari-hari yang begitu berat di selokan East End.

Yachiru nama gadis kecil itu. Yachiru hanyalah salah satu dari sekian banyak anak yang dibuang ke selokan East End oleh orang tuanya. Walaupun begitu Yachiru tidak pernah menangis. Di tengah-tengah dinginnya dan gelapnya selokan East End, Yachiru selalu tersenyum dan berusaha untuk membuat Ichigo tetap kuat dan melupakan semua masa lalunya yang begitu menyakitkan. Ichigo pun telah bertekad bahwa ia akan mengorbankan nyawanya untuk melindungi Yachiru dari segala kekejaman hal yang akan terjadi di East End ini.

...

"Ichigo, aku bawakan buah apel dan roti kesukaanmu!" teriak Yachiru dengan suara beramplitudo begitu besar tepat di telinga kanan Ichigo.

Ichigo tidak bergeming. Ia hanya diam. Dirinya yang berbeda dari manusia normal lainnya mampu membuatnya menerima gelombang suara sebesar apapun. Baik itu suara bom atom ataupun suara teriakan Yachiru.

"Kau mencuri lagi?" ucap Ichigo akhirnya sambil menatap Yachiru penuh rasa cemas. Tapi sepertinya Yachiru tidak dapat merasakan rasa cemas yang Ichigo pancarkan padanya, ia tetap tersenyum sambil membersihkan apel yang ada di dalam genggamannya dengan bajunya yang lusuh.

"Dan tidak tertangkap lagi, tambahkan itu Ichigo."

Ichigo menerima apel yang diberikan Yachiru padanya. Mereka berdua makan dalam diam, tapi itu tidak akan lama.

"Tadi aku bertemu dengan seorang nona yang cantik, dialah yang memberiku roti ini," ujar Yachiru sambil menunjukkan roti yang dibawanya pada Ichigo. "Ia memakai tudung seperti sedang menyamar. Ia berkata padaku jika aku tidak menceritakan pertemuan kami hari ini kepada siapapun, ia akan datang lagi besok menemuiku dan memberikan kita daging yang banyak," lanjut Yachiru.

Ichigo menghela napas panjang, "Dan kau menceritakannya padaku?"

"Kalau dengan Ichigo tidak apa-apa." jawab Yachiru dengan mulut penuh roti. Baru kali ini mereka makan makanan enak seperti ini. Karena biasanya, Yachiru hanya bisa mencuri sedikit sekali makanan dan itu pun mereka bagi dua.

"Lalu, kau akan menemuinya lagi?"

"Iya."

Ichigo kembali terdiam setelah mendengar jawaban Yachiru yang begitu yakin. Ia memang tidak akan bisa mencegah Yachiru jika Yachiru sudah menjawab dengan nada yang penuh keyakinan seperti itu. Meskipun tindakan Yachiru itu akan membahayakan dirinya sendiri. Di saat seperti inilah Ichigo akan diam-diam membuntuti kemana Yachiru akan pergi.

"Ichigo tetap disini. Tidak boleh mengikutiku diam-diam."

Eh? Ia tahu?

"Tentu, Ichigo mencolok sekali sih."

Yachiru memang selalu berbicara apa adanya. Dan kali ini, perkataan Yachiru itu, membuat Ichigo sangat kecewa.

"Mengapa aku tidak boleh ikut menemuinya?"

Yachiru menghentikan makannya dan menatap mata Ichigo bulat-bulat, "Karena nanti ia akan tahu kalau aku bercerita pada Ichigo dan kita tidak akan mendapatkan daging yang banyak!"

Entah Ichigo harus memuji kecerdasan Yachiru atau memuji keinginan Yachiru yang begitu kuat hanya untuk makan daging.

"Tapi Yachiru..."

"Ichigo tenang saja, aku akan baik-baik saja."

...

Hari sudah begitu gelap. Angin musim dingin pun terasa semakin sakit menusuk-nusuk hingga ke tulang. Tapi Ichigo masih saja belum bisa memejamkan matanya. Hatinya begitu gelisah. Yachiru belum pulang. Apakah ia baik-baik saja? Apakah nona yang cantik itu menyakitinya?

Ichigo segera berdiri dan bergegas mencari Yachiru. Tapi, belum ada lima langkah Ichigo ambil, suara Yachiru yang begitu khas telah memanggil-manggil namanya melalui gema-gema yang berosilasi di lorong selokan East End.

"Yachiru! Kau darimana saja?"

"Hehehe... aku dapat daging Ichi..." jawab Yachiru tanpa sedikitpun rasa bersalah karena telah membuat Ichigo begitu khawatir padanya. Ichigo yang tadinya ingin marah menjadi luluh hatinya ketika melihat senyum yang mewarnai wajah Yachiru. Ia lalu berjongkok di depan Yachiru sambil menepuk-nepuk kepala Yachiru yang kecil.

"Sudah kubilang bukan? Jangan keluar hanya dengan pakaian tipis di malam hari. Kau bisa memakai selimutku untuk melindungi diri dari dingin."

Tapi Yachiru tidak merasa kedinginan. Ia tidak perlu selimut tebal atau baju berlapis-lapis untuk melawan hawa dingin East End ini. Ia hanya butuh kehangatan dari hati Ichigo. Sama seperti sekarang. Ia merasa begitu tenang dan hangat saat Ichigo berulang kali menepuk-nepuk kepalanya. Walaupun kehidupannya yang dahulu lebih baik daripada kehidupannya yang sekarang, Yachiru tidak pernah merasa menyesal. Karena dahulu, ia tidak pernah merasa seperti ini. Perasaan yang seakan-akan begitu melindunginya. Perasaan itu memenuhi seluruh rongga hati dan setiap hembusan nafasnya.

"Maafkan aku Ichigo, tidak akan kuulangi lagi."

Ya... malam itu... langit East End yang gelap terasa begitu tinggi. Tapi hal itu tidak menghalangi seorang gadis dengan wangi bunga lavender untuk melihat peristiwa yang begitu mengharukan di selokan East End. Bagaikan di atas panggung pertunjukkan Shakespeare.

"Kami-sama, kirimkanlah kebahagiaan kepada mereka berdua." ucap gadis itu hampir berbisik. Ia pun lalu tersenyum sambil memandang jauh ke langit gelap East End dan kemudian... kembali memakai tudung hitamnya.

"Ichigo... bangun Ichigo... bangun..."

"Yachiru...?"

Ichigo segera membuka matanya seketika saat mendengar Yachiru memanggil namanya dengan suara yang seperti merintih kesakitan. Benar saja, Yachiru sudah terduduk lemas di sampingnya dengan wajah yang memerah dan keringat yang mengalir pelan di pelipisnya.

"Yachiru! Kau baik-baik saja?"

"Aku tidak tahu Ichigo... tiba-tiba badanku terasa tidak enak... aku merasa begitu pusing... dan tadi sepertinya baru saja aku muntah darah..."

Ichigo tersentak. Tanpa banyak bicara, ia langsung menggendong Yachiru di punggungnya dan berlari mencari bantuan di sekitarnya. Tapi, percuma saja. Di tengah-tengah tempat kumuh yang penuh dengan liberalisme itu, tidak ada yang mau menolongnya. Rata-rata mereka mengacuhkan Ichigo dan malah memarahinya.

"Memangnya hanya kau saja yang harus ditolong?"

Batin Ichigo dipenuhi dengan kekhawatiran. Sedangkan wajah Yachiru yang biasanya ceria, sekarang diwarnai dengan warna pucat. Ichigo takut. Ia begitu takut. Ia tidak mau kehilangan Yachiru. Ia tidak mau kehilangan siapa-siapa lagi. Hanya Yachiru tempatnya bergantung. Hanya Yachiru tempat dimana ia merasa dibutuhkan. Jika Yachiru tidak ada, untuk siapa ia hidup?

Ichigo sudah tidak dapat berpikir apa-apa lagi. Ia tidak ingat akan larangan Yachiru untuk pergi ke kota. Disana ada warga kota yang pernah menyakitinya. Dan warga kota yang telah mengambil segalanya dari sisinya. Hanya satu yang dipikirkan Ichigo saat ini yaitu bagaimana caranya ia menolong Yachiru agar Yachiru dapat tetap hidup dan mereka kembali bersama menjalani hari-hari di selokan East End.

Ichigo pun lalu berlari menuju ke sebuah klinik di tengah kota. Saat itu klinik masih sepi karena hari masih malam. Sang dokter yang baru saja bangun dari tidurnya pun kaget karena kedatangan Ichigo.

"Tolong saya dokter! Adik saya sakit! Saya mohon... beri kami obat agar sakit yang dirasakan adik saya menghilang." ucap Ichigo membabi-buta sambil mengguncang-guncangkan tubuh sang dokter yang jauh lebih kecil darinya. Sang dokter pun sadar siapa Ichigo dan menjadi ketakutan.

"SIAPA KAU? Dasar monster selokan! Pergi kau dari tempat ini! MENJIJIKAN!" kata dokter itu berulang kali sambil melempari Ichigo dengan barang-barang yang ada di sekitarnya.

Ichigo berusaha untuk melindungi Yachiru agar tidak terkena lemparan barang-barang sambil terus-menerus membujuk dokter itu.

Ichigo pun mendekati sang dokter, "Saya mohon dokter... demi adik saya... apapun akan saya lakukan..."

Ya... apapun...

"PERGI! Jangan mendekat!"

"Sembuhkanlah adik saya..."

"TIDAK! Dasar kau makhluk menji- AKHHHH!" jerit sang dokter begitu keras ketika Ichigo meremukkan wajahnya dengan tangan kirinya. Darah segar terpancar ke seluruh ruangan. Mengenai wajah dan juga pakaian Ichigo. Mewarnai ruangan berbau obat itu dengan bau amis yang menyengat.

"Sudah kubilang bukan... akan kulakukan apapun..." gumam Ichigo tidak sadar sambil menatap tajam tubuh sang dokter yang wajahnya sudah hancur itu.

Ternyata, teriakan sang dokter telah mengundang puluhan warga kota untuk beramai-ramai mendatangi kliniknya. Ichigo pun kembali tersadar.

"A... apa yang telah kulakukan...?"

Ichigo pun segera berlari dan meninggalkan klinik. Para warga kota yang telah melihat aksinya pun beramai-ramai mengejarnya. Sambil berlari ternyata mereka telah membawa kayu dan berbagai macam benda tumpul.

Dengan penuh ketakutan Ichigo berlari tak tentu arah menyusuri selokan-selokan East End. Tapi warga kota juga tak henti-henti mengejarnya. Sebisa mungkin, Ichigo hanya ingin menyelamatkan Yachiru dan tidak peduli dengan apa yang akan terjadi padanya.

Namun, takdir berkata lain. Yachiru yang sudah tidak punya kekuatan karena berkali-kali muntah darah di punggung Ichigo, tiba-tiba melepaskan pegangannya dan terjatuh dari punggung Ichigo.

Ichigo baru menyadarinya setelah beberapa langkah. Yachiru tergeletak tidak berdaya. Dan para warga kota semakin menjadi-jadi bagaikan iblis yang ingin memburunya.

Semuanya terjadi begitu cepat. Tubuh Yachiru telah terinjak-injak oleh warga kota yang beramai-ramai mendekatinya. Seketika itu juga Ichigo kembali kehilangan kesadarannya dan ia pun mengeluarkan kekuatannya yang melebihi manusia normal lainnya.

Dengan membabi buta Ichigo melempar tubuh lawannya, menghancurkan wajah setiap orang yang berusaha mendekatinya dan menusuk setiap perut warga kota yang berbalik ingin membakarnya dengan obor kayu. Darah ada dimana-mana. Mewarnai selokan East End yang biasanya gelap itu dengan warna merah yang pekat.

Kesedihan yang begitu mendalam telah menguasai Ichigo. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya. Kesedihan itu telah mencengkramnya, membuat hatinya begitu sakit sehingga ia melampiaskannya dengan membunuh siapa pun yang mendekatinya...

...

Saat sadar... di depan Ichigo sudah dipenuhi oleh mayat-mayat bergelimpangan dan darah yang begitu banyak menggenang. Bau amis bercampur dengan bau hujan yang dingin. Di pangkuannya, Yachiru telah tertidur untuk selamanya.

Ichigo pun hanya bisa menatap kosong ke arah langit sambil mengelus-ngelus kepala Yachiru yang sudah mendingin. Tidak ada yang dipikirkannya. Semuanya telah usai... semuanya telah pergi... Ia bahkan sudah tidak peduli lagi akan apa yang terjadi padanya. Tidak ada alasan lagi untuk hidup.

"..."

Tiba-tiba saja suara seriosa kecil yang begitu indah menari-nari di telinganya yang telah ternodai dengan darah. Suara seorang wanita yang begitu merdu... tapi Ichigo sudah tidak punya kekuatan lagi untuk menggerakkan tubuhnya. Ia begitu lelah. Dan suara nyanyian lullaby itu... membuat kesadaran Ichigo semakin lama semakin menghilang. Tapi terasa begitu tenang dan nyaman... Ichigo pun memejamkan matanya.

... setelah sebelumnya... melihat bayangan senyuman seorang gadis di balik tudung berwarna hitam yang mendekatinya...

...

-tsuzuku-

Wah... berat banget ya ceritanya...? ugh... yang jelas cerita ini belum berakhir sampai disini... hahahhaha XP

Cerita ini tadinya mau saya buat dengan pairing Hyourinmaruxhaineko atas permintaan salah satu author teman saya. Tapi, setelah dipikir, image Haineko dengan tokoh gadis bangsawan di cerita ini sangat tidak cocok. Saya ingin mencoba menggunakan shirayuki saja, tapi tidak cocok jika dipasangkan dengan Hyourinmaru, ada yang janggal menurut saya. Jadilah saya kembali dengan IchixRuki... memang ini adalah pairing yang paling pas buat saya... Hahahaha -laugh-

Untuk chapter pertama ini saya belum bisa banyak berkomentar (padahal udah banyak banget... -_-;). Maka dari itu... AYO REVIEW! Agar saya bisa tahu apa kekurangan dari fic ini... dan bagaimana kesan-kesan kalian...

Oh ya, no flame! Tapi kritikan boleh kok...^^ itu semua bertujuan untuk membangun kreatifitas saya...

Sekali lagi! REVIEW! AYO REVIEW yang banyak! Ahahahha XP

Saya akan banyak berterimakasih pada author dan para readers sekalian...

Akhir kata, minal aidin wal fa idzin... (masih suasana lebaran, hehehehe)

Jaa mata nee... (/-o-)/