Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rate : T

Genre : Romance

WARNING : Typo bertebaran dimana-mana, EYD yang amburaul, Penempatan tanda baca yang tidak sesuai, OOC, Gaje dan masih banyak kekurangannya.

PLEASE IF YOU DON'T LIKE DON'T READ

.

.

.

X0X0X0X0X0X0X0X

Menjadi yatim piatu diusia belia sangatlah tidak mudah, terlebih harus mengurus sang adik yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak tanpa ada sanak saudara yang mau membantu. Hal inilah yang dialami dan dirasakan oleh Hinata Hyuga, sejak berusia empat belas tahun gadis cantik bersurai indigo ini harus hidup seorang diri. Setelah sang ibu wafat ketika melahirkan sang adik dan tiga tahun yang lalu ayahnya wafat karena sakit keras. Tak hanya harus mengurusi sang adik, memenuhi kebutuhan kehidupan mereka, Hinata juga harus membayar hutang mendiang sang ayah yang jumlah sangat besar, tiga puluh juta Yen.

Sudah dua minggu ini Hinata bekerja disebuah Bar dengan memaluskan umurnya.

"Hinata-chan, tolong kau antarkan minuman ini kemeja nomor delapan," ujar Hidan sang Bartender.

"Dua gelas Bir biasa dan satu gelas Bir hitam, meja nomor delapan," Hinata mengulangi pesanan agar tidak salah membawa pesanan.

"Kau benar, hati-hati saat membawanya," ujar Hidan seraya mengedipkan sebelah matanya.

Gadis cantik bersurai indigo ini langsung mengambil tiga gelas minuman yang telah diracik oleh Hidan dan membawanya.

Dengan hati-hati Hinata membawa minuman beralkohol itu.

Sudah lebih dari dua bulan ini Hinata bekerja disebuah bar dengan memalsukan usianya, Hinata bekerja hingga larut malam di tempat ini. Gadis cantik ini terpaksa bekerja dibar ini karena upah perjamnya yang besar dan cukup untuk biaya makan Hinata dan Hanabi.

Ditempat ini Hinata harus ekstra hati-hati karena sebagian besar pelanggan datang ketempat ini rata-rata adalah pria mata keranjang dan tangan mereka suka jahil pada pelayan ditempat ini tak terkecuali pada Hinata, awal-awal Hinata bekerja tanpa sengaja ia memukul seorang pelanggan dengan nampan yang dibawanya karena menepuk pelan bokongnya.

Hinata dimarahi habis-habisan oleh sang pemilik bar namun setelah memohon untuk terus bekerja, sang pemilik bar-pun menerima Hinata bekerja kembali akan tetapi dengan catatan jika Hinata berbuat ulah lagi maka Hinata akan dikeluarkan.

"Ini Tuan minuman anda," Hinata menaruh minuman itu keatas meja dengan cepat.

Gadis cantik bermata lavender ini tidak menyadari kalau seorang pria bersuai hitam panjang dikuncir satu terus memperhatikannya dengan serius.

Saat Hinata hendak pergi dari meja itu dan kembali untuk mengantarkan minuman.

Wajahnya langsung pucat pasi meliha pria bersurai hitam panjang itu.

"Astaga! Dia…." jerit Hinata frustasi dalam hatinya.

"Bukankah kau Hinata Hyuga, salah satu murid dikelasku," Tanyanya seraya menatap wajah Hinata untuk memastikan penglihatannya tidak salah.

Ucapan dari pria itu langsung mengundang kekagetkan dari teman-temannya yang berada bersamanya, termasuk dengan Hinata sendiri.

"Bukan Tuan, saya Hanako Kaze dan usai saya dua puluh dua tahun," elak Hinata berharap kedoknya tidak ketahuan.

Namun pria tampan ini tidak mudah tertipu sama sekali dan tetap bersikeras kalau gadis pelayan nan cantik yang ada didepannya adalah Hinata Hyuga murid dikelasnya.

"Tidak aku yakin sekali kalau kau ad…."

Belum juga pria ini menyelesaikan perkataannya, Hinata sudah keburu pergi meninggalkannya.

"Dasar anak itu." Gumamnya.

Hinata kembali kedapur untuk bersembunyi dan berpura-pura sakit perut pada bosnya agar bisa menghindari pria itu yang tak lain Itachi Uchiha wali kelasnya disekolah. Hinata tidak mengira kalau gurunya bisa datang ketempat seperti ini. Mengingat kalau penampilan dan sikap dari sang Sensei terkesan sebagai orang yang lurus dan kalem.

"Kenapa juga ia bisa mengenaliku? Padahal aku sudah berdandan secantik mungkin dan memakai wig." Gumam Hinata dalam hatinya.

Setelah bersembunyi hampir satu jam Hinata kembali bekerja seraya menengok kekanan kekiri saat mengantarkan minuman, takut-takut sang Sensei masih berada di tempat ini. Akan tetapi saat mencoba mengintip ke meja yang tadi diduduki oleh Itachi dan teman-temannya ternyata sudah berganti orang dan Hinata terlihat lega lalu melanjutkan pekerjaan kembali dengan tenang.

Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi, jam kerja Hinata telah usia. Gadis cantik ini langsung kembali kepenampilannya sehari-hari. Menjadi gadis culun dengan rambut dikepang satu, kacama mata baca juga memakai jaket yang kebesaran menutupi bentuk tubuhnya yang indah.

Dengan berpenampilan seperti ini Hinata yakin tidak ada pria yang mau menggodanya dan dirinya bisa pulang kerumah dengan aman.

"Hati-hati dijalan Hinata-chan." Ucap Hidan dari arah bar.

"Ya, aku pulang dulu Hidan-san. Sampai jumpa besok." Hinata melambaikan salah satu tangannya seraya keluar dari bar.

Baru juga Hinata keluar dari Bar dan hendak pergi kehalte Bus. Itachi terlihat berdiri bersandar disebuah mobil yang terparkir didepan Bar seperti tengah menunggu dirinya.

"Ya ampun! Itachi Sensei." Serunya kaget.

Hinata-pun langsung memutar badannya dan berlari seribu langkah kabur dari Itachi.

"Hei..." teriak Itachi yang mencoba menghentikan langkah kaki Hinata namun sayangnya muridnya itu malah menyetop sebuah taksi.

"Haah~~" Itachi menghela nafasnya dengan berat.

"Dasar anak itu, bisa-bisanya lari dariku." Gumamnya seraya masuk kedalam mobil lalu melajukannya meninggalkan area bar.

Sementara itu Hinata turun dari taksi sebelum sampai dirumahnya setelah dirasa kalau ia sudah jauh dari Itachi dan mengingat biaya taksi yang mahal, Hinata melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki menuju rumahnya namun sebelum pulang Hinata membeli sesuatu dimini market 24 jam.

"Aku pulang." Ucapnya seraya membuka pintu menggunkan kunci cadangan yang dibawanya.

Saat Hinata pulang suasana rumah gelap dan saat masuk ke kamar ia melihat sang adik masih terlelap tidur diatas futonnya. Hinata menghampiri sang adik lalu mengelus pelan helain rambut cokelat panjang sang adik.

"Apakah tidurmu nyenyak, Hanabi." Ucapnya pelan.

"Maafkan kakak karena selalu meninggalkanmu sendirian dirumah." Dikecupnya kening sang adik.

Andai saja kedua orang tuanya masih hidup dan berada diantara mereka saat ini mungkin sang adik tidak akan mengalami kehidupan seperti ini dan tidak ditinggal sendirian oleh Hinata untuk bekerja, setetes air mata keluar diujung mata Hinata mengingat tentang kedua orang tuanya dan nasib sang adik.

Selain bekerja di Bar pada malam hari, Hinata juga bekerja menjadi penjaga toko roti disore hari setelah pulang sekolah.

Bagi Hinata tiada hari tanpa bekerja dan mencari uang jika ingin terus hidup dan meninggalkan sang adik sendirian dirumah namun Hinata terpaksa melakukannya karena harus membayar hutang mendiang sang ayah dan menghidupi sang adik maka dari itu Hinata rela bekerja keras.

*#*

Setelah tidur beberapa jam Hinata bangun dan menyiapkan sarapan untuk sang adik juga bersiap-siap pergi kesekolah. Tapi sebelumnya Hinata mengantar Hanabi kesekolahnya baru ia pergi kesekolah namun karena minggu ini dirinya tengah berhemat untuk membelikan sang adik sepatu baru, Hinata terpaksa harus berjalan kaki menuju sekolah dan gara-gara itu Hinata telat masuk kesekolah. Gerbang sekolah sudah ditutup saat gadis bersurai indigo itu tiba, namun Hinata tidak diam dan menyerah ia memutar otaknya untuk bisa masuk sekolah tanpa ketahuan Sensei yang bertugas piket.

"Apa aku bisa!?" Hinata memandangi tembok belakang sekolah yang ada dihadapannya.

Namun tak ada jalan lain untuk Hinata selain memanjat tembok ini agar bisa masuk sekolah dan dengan bersusah payah Hinata berhasil memanjatnya, namun saat melompat turun tanpa diduganya sama sekali kalau ada Itachi Sensei yang tengah berjalan memantau keadaan belakang sekolah.

BRUK...

Cup'

Bibir Hinata menempel di bibir Itachi, kedua mata Hinata dan Itachi sama-sama membulat sempurna juga kaget dengan ciuman kecelakaan ini.

Tubuh Hinata menimpa Itachi dan buru-buru Hinata bangun dari posisinya seraya memegangi bibirnya, wajahnya juga terlihat merona merah karena malu.

"Ma-maafkan aku..." ucapnya dengan tergagap.

Disaat wajah Hinata yang merona merah karena malu lain hal dengan Itachi yang berwajah biasa saja.

"Aku tidak menyangka kalau murid berprestasi sepertimu melakukan hal ini," Itachi menatap tajam pada Hinata.

"Nanti siang temuilah aku diruang bimbingan dan tunggu hukuman dariku Hinata." Kata Itachi seraya pergi meninggalkan sang murid yang berdiri mematung.

Hinata merasa kalau pagi ini dirinya merasa sial karena harus ketahuan oleh Itachi yang merupakan Sensei paling menyebalkan baginya karena selalu memberikan nilai jelek pada ulangan bahasa inggrisnya, saat masuk kekelas pelajaran belum dimulai karena Kurenai Sensei datang terlambat.

TING...TONG...

Bel istirahat berbunyi dan Hinata harus pergi menemui Itachi diruangan para guru. Namun saat menemuinya Itachi malah mengajak Hinata untuk makan siang bersama dibelakang sekolah.

Hinata merasa bingung dan heran untuk apa sang Sensei mengajaknya ketempat ini.

"Sudah berapa lama kau bekerja di bar itu?" tanya Itachi to the point.

Wajah Hinata pucat pasi mendengarnya namun sebisa mungkin ia bersikap biasa saja dan berpura-pura tidak mengerti pertanyaan dari Itachi.

"Kau tak bisa menipuku Hinata, walaupun kau berdandan dan memakai wig untuk menutupi jati dirimu," lirik Itachi.

SRUK...

Tiba-tiba Hinata bersujud dihadapan Itachi, "Aku mohon Sensei rahasiakan hal ini," pinta Hinata.

"Kau tahu-kan kalau sekolah melarang muridnya bekerja sambilan?" Itachi melipat kedua tangannya didada.

Hinata masih dengan posisinya bersujud memohon pada sang Sensei, "Aku terpaksa melakukannya demi melunasi hutang keluargaku dan membiayai adikku." Ucap Hinata dengan nada memohon.

Itachi menghela nafasnya cepat, "Baiklah aku akan tutup mulut tapi ada satu syaratnya."

Wajah Hinata langsung berbinar senang mendengarnya, "Terima kasih Sensei."

*#*

Setelah Itachi berjanji akan menutup mulutnya, Hinata bekerja dengan tenang dibar.

"Aku permisi dulu, sampai besok semuanya." Ucap Hinata seraya berjalan keluar bar.

Saat keluar dari cafe lagi-lagi Hinata melihat Itachi berdiri disamping mobilnya menunggu dirinya, padahal Sensei tampan itu berjanji padanya untuk menutup mulut tapi mengapa juga pria bersurai hitam panjang dikuncir satu itu masih menunggunya pulang bekerja.

"Sensei?! Kenapa anda ada disini?" Hinat berjalan menghampirinya.

"Hinata! kebetulan sekali, ya," ucap Itachi santai.

Wajah Hinata merengut tak suka mendengar, "Sudah pasti ini bukan kebetulan, pasti Sensei menungguku dari tadi." Pikir Hinata.

"Bukannya Sensei berjanji akan tutup mulut dan tak menggangguku?" tanya Hinata kesal.

"Ya, memang tapi ini adalah syarat dariku jika kau masih mau bekerja sambilan ditempat ini." jawab Itachi datar.

Itachi membuka pintu mobilnya, " Ayo cepat naik, aku akan mengantarkanmu pulang." Ajak Itachi.

Mau tidak mau Hinata menurutinya dan masuk kedalam mobil, Hinata duduk diam disamping Itachi.

"Dengar, Hinata mulai sekarang beritahu aku jam pulang kerjamu, nanti aku mengantarmu pulang," ucap Itachi tanpa menolehkan kepalanya.

Hinata menatap bingung sang Sensei lalu sedikit menundukkan kepalanya, "A-anda tidak perlu melakukannya. Nanti Sensei jadi repot,"

"Aku tidak merasa repot. Lagipula mana bisa aku acuh saat tahu ada muridku yang berkeliaran diluar,"

Blush..

"Terima kasih Sensei." Ucap Hinata dengan wajah yang sedikit merona.

Setelah percakapan itu keduanya terdengar diam dan tak berkata satu sama lain menikmati perjalan menuju kediaman Hinata.

Setelah Itachi mengantar Hinata pulang kerumah, kesokan paginya gadis bersurai indigo itu membuatkan bekal makan siang untuk sang Sensei sebagai ucapan terima kasih. Dan

siang ini Hinata terlihat mondar-mandir didepan ruangan guru seraya mendekap sebuah kotak bekal makan siang.

"Mungkin aku tak usah memberikannya." Batin Hinata dengan masih mondar-mandir.

Hinata tidak menyadari kalau Itachi berdiri dibelakangnya memandanginya dengan heran, "Hinata?" panggilnya.

Deg'

Hinata kaget saat mendengar Itachi memanggilnya.

"Apa yang sedang kau lakukan? Jika ada perlu denganku, masuk saja kedalam." Ucap Itachi bingung.

Awalnya Hinata ragu memberikan bento buatannya tapi karena sudah terlanjur dibuat dan membalas kebaikan hati sang Sensei, Hinata memberanikan dirinya, "Ini untuk Sensei," Hinata menyodorkan bento buatannya.

"Terima kasih Hinata," Itachi menerima bento dari Hinata.

Itachi-pun mengajak Hinata kesebuah ruangan untuk menikmati bento buatan Hinata.

"Wah, ini kau yang membuatnya," ucap Itachi takjub saat membuka kotak bekalnya.

"I-itu se-sebagai u-ucapan terima kasihku," ucap Hinata gugup.

Itachi tersenyum tipis mendengarnya, "Kalau begitu aku makan." Itachi memasukkan sepotong telur gulung kedalam mulutnya.

Dengan perasaan berdebar-debar Hinata menunggu komentar Itachi mengenai masakannya.

"Kau pasti bisa jadi istri yang baik Hinata." Puji Itachi yang tanpa sadar membuat kedua pipi Hinata merona merah mendengarnya.

"Terima kasih." Ucapnya malu.

Hinta merasa kalau ternyata sosok Itachi begitu baik dan lembut tidak seperti bayangannya selama ini, walaupun terlihat dingin diuar namun sebenarnya Itachi adalah pria yang baik juga hangat itulah pemikirannya dari Hinata selama satu minggu ini mengenal dan menghabiskan waktu bersama Itachi disela-sela istirahat siang atau mengobrol sedikit diwaktu mengantarnya pulang kerumah. Perlahan tapi pasti didalam hati Hinata tumbuh sebuah perasaan yang belum pernah dirasakannya kepada pemuda manapun seumur hidupnya yaitu sebuah perasaan yang disebut dengan 'cinta'. Kini gadis bersurai indigo itu mengakui kalau hatinya telah terpaut dan jatuh cinta pada Sensei tampan bermata hitam itu.

Akan tetapi kebahagian hati Hinata hanya sesaat ketika Sensei tampan itu menolak pernyataan cintanya dan menganggap Hinata hanya sebatas seorang murid saja dan tak lebih.

"Maafkan aku Hinata, karena bagiku kau adalah murid yang berharga." Ucap Itachi.

NYUT...

Hati Hinata terasa sakit dan dengan susah payah ia menyunggingkan senyumanya walau dengan kedua mata yang memerah menahan tangis.

"Te-terima kasih atas kebaikannya selama ini Sensei. Mulai saat ini anda jangan pedulikan aku dan bersikap baik padaku lagi," ucap Hinata lirih.

Itachi terdiam mendengarkannya dan tak bisa berkata apa-apa.

"Dan jangan datang ketempat kerjaku lagi, Sensei." Ucap Hinata seraya pergi meninggalkan Itachi

TAP

TAP

Hinata berjalan cepat meninggalkan kelas dengan air mata yang menggenang dikedua matanya.

DRAP

DRAP

"Hiks..." Hinata berlari keluar dari sekolah dengan berlinang air mata.

X0X0X0X0X0X0X0X

Setelah kejadian itu Hinata terlihat menjaga jarak pada Itachi bahkan ia terlihta selalu menghindari sang Sensei tampan itu. Gadis cantik bersurai indigo panjang ini keluar dari bar tempatnya bekerja, karena salah satu pegawai mengetahui kalau Hinata masih dibawah umur dan sang pemilik memecatnya tanpa mau mengerti atau mendengar permintaan Hinata yang ingin terus bekerja, hal hasil Hinata harus mencari pekerjaan lagi.

Pagi ini saat Hinata dan Habahi hendak pergi sekolah, mereka dikejutkan oleh beberapa orang berpakaian hitam yang datang kerumahnya dan meminta kedua kakak adik itu untuk pergi dari rumah ini yang merupakan satu-satunya harta peninggalan sang ayah.

"Kumohon padamu Tuan, beri aku waktu untuk membayarnya," Hinata duduk bersimpuh pada seorang pria paruh baya bersurai hitam didepannya. Dari penampilan dan pakaian yang dikenakan oleh pria itu beserta anak buahnya terlihat jelas kalau pria itu adalah seorang Yakuza.

"Tidak bisa Nona! Ayahmu sudah lama berhutang padaku dan sudah banyak waktu yang ku berikan padanya. Kau harus pergi dari rumah ini."

"Jangan Tuan! Aku mohon, beri aku waktu. Pasti aku akan membayarnya," Hinata masih duduk bersimpuh dihadapan pria paruh baya itu sedangkan Hanabi berdiri memeluk dibelakang sang kakak sambil menangis ketakutan.

"Beri aku waktu seminggu Tuan. Aku akan melunasinya beserta bunganya," ucap Hinata.

"Tidak bisa, kau harus pergi dari rumah ini sekarang juga!" pria paruh baya ini melemparkan pakaian milik Hinata dan Hanabi keluar rumah.

Hinata hanya bisa menangis pasrah melihatnya, tak ada yang bisa diperbuatnya untuk mempertahankan rumah peninggalan sang ayah. Dengan menangis Hinata memunguti pakaian miliknya dan sang adik lalu memasukkannya kedalam koper yang ikut dilempar keluar oleh orang-orang itu.

"Ayo Hanabi, kita pergi." Hinata menggenggam tangan kanan sang adik dan membawanya pergi.

Hari ini baik Hinata dan Hanabi tidak masuk sekolah karena mereka berdua harus mencari tempat untuk bermalam. Hingga langkah kaki mereka berdua berhenti disebuah taman kota yang cukup sepi, Hinata dan Hanabi duduk dibangku panjang yang berada ditaman.

Hanabi meletakkan kepalanya di paha sang kakak dan kedua matanya terasa berat, "Kakak, aku mengatuk,"

"Tidurlah Hanabi, kakak akan menjagamu," Hinata mengusap lembut kepala sang adik.

Tak lama kedua mata Hanabi terpejam dan pergi kealam mimpi, Hinata memandang sendu wajah tidur sang adik dan terselip perasaan bersalah dihatinya tak kala harus melihat sang adik tidur ditempat terbuka seperti ini.

"Maafkan kakak, Hanabi." Lirih Hinata.

Disaat Hinata hendak ikut tertidur bersama sang adik, seorang pria paruh baya setengah mabuk datang menghampiri menggoda Hinata lalu menawarnya layaknya seorang gadis nakal.

"Lima puluh ribu yen," ucap pria paruh baya itu.

Hinata berfikir sejenak mendengar tawaran dari pria paruh baya itu, walupun dirinya enggan melalukan hal ini namun melihat sang adik yang tertidur dipangkuannya mau tak mau Hinata menerimanya.

"Ba..."

BUAAGH!

Pria paruh baya itu tersungkur karena ditarik oleh seseorang dari belakang.

Iris almetsh milik Hinata melebar saat melihat Itachi berdiri dihadapannya dengan nafas yang terngeah-engah dan wajah yang berkeringatan.

"Sensei!" serunya bingung.

"Hosh..hosh...aku mencarimu Hinata!" ucapnya cemas.

Hinata memandang dingin sang Sensei, "Apa yang anda lakukan disini?"

GREP

Itachi mencengkeram erat tangan Hinata, "Ayo kita pulang,"

"Ke mana?" Hinata menatap bingung sang Sensei.

"Ikutlah ketempatku!" ucap Itachi datar.

"Tidak mau, aku tidak mau dikasihani oleh anda." tolak Hinata seraya memeluk erat tubuh Hanabi.

Gadis cantik ini merasa kalau Itachi datang mencarinya karena merasa kasihan dan iba dengan apa yang tengah menimpanya saat ini, dirinya benar-benar tak mau Itachi baik padanya karena Hinata takut kalau hatinya akan goyah lagi dan jatuh cinta lagi pada Itachi, pria yang sudah menolak cintanya.

"Aku tidak kasihan padamu Hinata," Itachi masih memegangi tangan Hinata lagi.

"Oh, ya? Kalau begitu apa anda mau membayar semua hutangku dan membiayai hidup kami!?" ucap Hinata tanpa sadar.

"Baik! Akan aku lakukan." Itachi menyanggupi permintaan Hinata.

Semenatara itu Hinata terdiam lebih tepatnya kaget sekaligus syok tak kala Sensei tampan itu menyanggupi permintaannya. Disaat Hinata tengah sibuk dengan keterkejutannya sendiri, ia tidak sadar kalau dirinya dan Hanabi sudah berada ke apartemen milik Itachi bahkan didepan mereka berdua sudah ada makanan lezat yang tesaji. Ke esokkan harinya Itachi membayar lunas semua hutang dari Hinata beserta bungnya pada seorang lintah darat.

"Terima kasih Sensei, atas bantuannya. Aku berjanji akan membayarnya tapi akan butuh waktu yang lama karena uang sebanyak itu aku tidak mungkin bisa langsung melunasinya dengan cepat," Hinata sedikit membungkukkan tubuhnya.

Itachi tersenyum sangat tipis mendengarnya, "Kau tak perlu membayarnya Hinata,"

"Ma-maksud Sensei?" tanyanya bingung.

Pria tampan bermata hitam itu tersenyum penuh arti pada Hinata, "Maukah kau menjadi istriku Hinata?"

Kedua mata Hinata membelalak sempurna mendengarnya, "A-apa aku tak salah dengar, Sensei!?"

"Tidak," sahutnya.

Tiba-tiba ingatannya tentang Itachi yang menolak percintaanya muncul didalam otak Hinata bagaikan sebuah filem dan hatinya terasa sakit ketika harus mengingatnya lagi.

Hinata sedikit menundukkan wajahnya, "Aku tidak butuh rasa kasihana dan iba dari anda, bu..."

GREP

Itachi memeluk erat tubuh Hinata, "Aku menyukaimu Hinata,"

"Ja-jangan bercandan de..."

"Aku tak bercanda Hinata, aku benar-benar menyukaimu. Maafkan perkataanku waktu itu padamu, tapi semenjak kau menjaga jarak denganku aku merasakan kehilangan sesuatu didalam hatiku terlebih saat tahu kau tidak masuk sekolah dan saat aku kerumahmu, ternyata kau tidak ada dan tanpa sadar aku mencari-carimu."

Hinata diam mendengarkan pengakuan dari Itachi dan masih berada didalam pelukkan erat Itachi.

"Ijinkan kau untuk menjaga dan melindungi kalian berdua," pinta Itachi.

Tes...

Tanpa sadar air mata Hinata menetes dan kedua tangannya membalas pelukkan Itachi, keduanya terlihat berpelukkan tanpa menyadari kalau Hanabi sejak tadi terus melihat keduanya yang tengah asik bermesraan.

Dan hari ini Itachi mendaftarkan pernikahannya dengan Hinata ke kantor catatan sipil, tanpa adanya upacara sakral yang digelar, pertukaran cincin juga tak adanya saudara, sahabat juga teman yang menjadi saksi dipernikahan mereka berdua, hanya Hanabi yang menjadi saksi pernikahan antara Hinata dan Itachi, kini baik Hinata atau-pun Hanabi bukanlah seorang Hyuga melainkan Uchiha.

"Mulai besok dan seterusnya kita akan menjadi keluarga. Semoga kita bisa bahagia, Hime." Ucap Itachi seraya tersenyum lebar.

"I-iya." Hinata berusaha memberikan senyuman terbaiknya.

Kehidupan pernikahan apa yang akan dijalani oleh Hinata bersama sang Sensei, pria yang sudah menolak cintanya dan kini menjadi suaminya. Tapi didalam hati Hinata berharap kalau Itachi akan bisa membahagiakannya dan Hanabi karena kini pria bersurai hitam itu adalah sandaran baginya dan keluarga satu-satunya yang dimilikinya.

TBC

A/N : Entah kenapa Inoue lagi suka banget sama pair ini dan bikin Fic dengan pair ini, padahal masih banyak hutang Fic yang belum dibuat.

Fic ini terinspirasi dari komik yang Inoue baca, judulnya Faster Than a Kiss dari Meca Tanaka. Kalau ada kesamaan mohon maaf karena tema yang Inoue ambil sama yaitu kehidupan pernikahan antara murid dan Sensei tapi alurnya akan sedikit berbeda.

Inoue tahu kalau Fic ini sangat jauh sekali dari kata bagus, menarik tapi Inoue mau mengucapkan banyak terima kasih kepada siapapun yang sudah membaca Fic ini.

Jika berkenan Read and Riview.

Inoue Kazeka