Bittersweet Rain

Main Cast:

Byun Baekhyun

Park Chanyeol

Oh Sehun

Kris Wu

Summary : If you ever feel alone and the glare makes me hard to find, Just know that I'm always parallel on the other side

.

.

.

"Anda yakin?" Dokter itu mengangguk muram. Seragam operasinya yang

berwarna hijau masih bersih. Ia tidak cukup lama berada di ruang operasi,

tidak sampai membuatnya keringatan. "Maafkan saya, Tuan Wu. Penyakitnya sudah menjalar ke mana-mana."

"Tak ada cara untuk menyembuhkannya?"

"Kecuali untuk mengurangi rasa sakitnya, tidak ada." Si dokter menyentuh

lengan Tuan Wu dan melirik pria yang berdiri di samping pria itu

dengan penuh arti. "Ia takkan mampu ber-tahan lama. Maksimal beberapa

minggu."

"Ya, saya paham..." Tuan Wu menyeka matanya dengan tisu yang basah

dan kusut.

Iba hati si dokter melihat pria ini. Ketika keluarga pasien menjadi histeris

saat mendengar kondisi buruk si pasien, ia merasa mampu menenangkan

mereka. Namun sikap berani pria tersebut, yang penampilannya sangat

simple dan rapuh, ketika menerima kabar tadi membuatnya merasa seperti dokter yang belum berpengalaman dan canggung. "Andai suami anda

memeriksakannya lebih cepat, barangkali..."

Tuan Wu menyunggingkan senyum getir, kehilangan harapan. "Tetapi ia

tidak mau. Sudah saya bujuk dia untuk memeriksakan perutnya yang tidak

enak. Ia berkeras itu cuma masalah pencernaan."

"Kita semua tahu Tuan Kris Wu keras kepala," pria yang berdiri di samping Tuan Wu menyela. Dengan lembut Do Kyungsoo menggenggam-kan jari-jari Wu Baekhyun di lengannya. "Apakah ia boleh menjenguknya?"

"Beberapa jam lagi," sahut si dokter. "Pengaruh obat biusnya baru akan hilang nanti sore. Bagaimana kalau Anda berdua pulang saja dulu dan beristirahat?"

Baekhyun mengangguk. Dibiarkannya Kyungsoo, pengacara yang juga sahabatnya, menggandengnya menuju lift. Mereka menunggu lift dalam diam. Baekhyun merasa agak bingung, tapi tidak terkejut. Hidupnya tidak pernah berjalan mulus-mulus saja dan tanpa masalah. Mengapa ia begitu berpegang pada harapan bahwa operasi besar Kris hanya akan membuktikan suaminya itu cuma mengidap usus buntu?

"Kau tak apa-apa, kan?" Kyungsoo bertanya lembut ketika pintu lift menutup dan mereka aman dari tatapan menyelidik orang-orang di sekeliling mereka.

Baekhyun menarik napas panjang. "Sebaik yang mampu dirasakan

Seorang pasangan yang mengetahui suaminya akan meninggal. Segera."

"Maafkan aku."

Baekhyun menatap Kyungsoo dan tersenyum. Hati Kyungsoo luluh. Senyum Baekhyun, yang sering bagai minta maaf untuk kekurangan-kekurangan yang tak kasat mata, mampu menggugah perasaan pria maupun wanita. "Aku kenal siapa dirimu, Kyungsoo. Tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata betapa bahagianya aku punya sahabat seperti dirimu."

Mereka berjalan melintasi lobi rumah sakit yang baru direnovasi. Beberapa

karyawan rumah sakit dan pengunjung sekilas melirik Baekhyun, tapi kemudian cepat-cepat membuang pandang. Wajah-wajah yang dipalingkan itu dipenuhi rasa ingin tahu tetapi tetap penuh rasa hormat. Semua orang sudah tahu. Saat warga terpandang di kota sekecil Busan sakit berat, beritanya akan tersebar cepat ke seluruh penjuru kota.

Kyungsoo menemani Baekhyun sampai ke mobil dan membukakan pintu untuknya. Baekhyun masuk ke mobil tapi tidak langsung menghidupkan mesinnya. Ia duduk, pandangan matanya jauh ke depan, tenggelam dalam pikirannya,cemas, sedih. Begitu banyak yang harus diurusnya. Dari mana ia mesti mulai?

"Chanyeol harus diberitahu."

Nama itu menghunjam tubuh Baekhyun bak pemecah es, dingin, tajam, dan

menusuk. Nama tersebut seakan menusuk organ-organ penting dalam tubuhnya. Nama laki-laki itu menggemuruh di dalam benaknya. Perasaan sakit saat mendengar nama itu membuat Baekhyun merasa sekujur tubuhnya seperti lumpuh seketika.

"Baekhyun, kaudengar apa yang kukatakan? Aku bilang—"

"Ya, aku dengar."

"Sebelum masuk ke ruang operasi, Kris memintaku segera menghubungi Chanyeol bila hasil pemeriksaan dokter tentang penyakitnya buruk."

Mata yang berwarna asap itu menatap si pengacara. "Kris memintamu

menghubungi Chanyeol?"

"Ya. Ia dengan tegas meminta aku mengontak Chanyeol."

"Aneh. Kukira permusuhan di antara mereka takkan pernah terdamaikan."

"Kris sekarat, Baekhyun. Kurasa ia tahu, begitu masuk rumah sakit ia takkan pernah meninggalkannya. Ia ingin melihat putranya sebelum meninggal."

"Mereka tak pernah berjumpa atau bicara pada satu sama lain selama dua belas tahun, Kyungsoo. Aku tak bisa memastikan apakah Chanyeol bersedia datang."

Chanyeol pasti datang kalau tahu situasinya seperti ini. Akankah ia datang ke sini? Oh, Tuhan, apakah laki-laki itu akan datang ke sini? Apakah ia akan bertemu Chanyeol kembali? Bagaimana perasaannya bila mereka benar-benar bertemu? Bagaimana rupanya sekarang? Peristiwa itu sudah lama

berlalu. Dua belas tahun yang lalu.

Jari Baekhyun mencengkeram kemudi mobil Lincoln-nya yang empuk. Telapak tangannya basah. Baekhyun merasa sekujur tubuhnya juga basah.

"Jangan terlalu mencemaskannya," ujar Kyungsoo, yang merasakan keresahan menyergap Baekhyun. "Karena kau tidak kenal Chanyeol, biar aku yang menelepon dan menyampaikan berita ini padanya."

Baekhyun tidak ingin mengoreksi pendapat Kyungsoo yang mengganggapnya tidak mengenal Chanyeol. Bahwa mereka saling mengenal dengan baik merupakan rahasia selama dua belas tahun. Ia tidak ingin menyingkap rahasia itu saat ini. Ia malah menumpangkan tangannya di tangan Kyungsoo yang diletakkan di jendela pintu mobilnya.

"Terima kasih untuk semuanya."

Wajah Kyungsoo bersahaja dan biasa saja, mirip muka anjing jenis basset,

panjang dan murung. Pipinya menggelayut seperti tas kulit kosong yang

tergantung di kedua sisi rahangnya. Waktu Baekhyun mengelus pipinya, wajah Kyungsoo merah padam seperti remaja. Ia sudah cukup umur meskipun kadang gerakannya lamban, bicaranya lembut dan ramah, tetapi penampilan dan perilakunya itu mengelabui banyak orang. Di balik wajahnya yang biasa itu tersembunyi otak yang cerdik dan jujur. "Aku senang bila bisa menolongmu. Apa lagi yang bisa kubantu?"

Baekhyun menggeleng. Ia lega Kyungsoo bersedia menelepon Chanyeol. Mana mungkin ia sanggup melakukan hal itu? "Aku harus memberitahu Sehun." Bola matanya yang keabu-abuan berkaca-kaca. "Menyampaikan berita seperti ini pada Sehun bukan hal mudah."

"Kau yang paling mampu melakukannya." Kyungsoo mengelus tangan Baekhyun lalu melangkah mundur. "Nanti sore kutelepon lagi. Bila perlu, aku bersedia mengantarmu kembali ke rumah sakit."

Baekhyun mengangguk, menyalakan mesin mobil, dan memasukkan gigi. Lalu lintas kota padat ketika ia melaju. Kris, suaminya, dijadwalkan dioperasi pagi dini hari tadi. Siang begini dunia sedang sibuk-sibuknya. Orang-orang membereskan urusannya sebagaimana biasanya, mereka tidak menyadari dunia Wu Baekhyun untuk kesekian kalinya kembali akan terjungkal.

Pria yang disayanginya, yang semula majikan-nya, kemudian menjadi suaminya,akan meninggal. Masa depannya, yang selama ini tampaknya aman, kembali akan mengalamai kekacauan. Kematian Kris tidak hanya akan membuatnya kehilangan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya, tetapi juga kehilangan kehidupan baru-nya.

Baekhyun mengemudikan mobil melewati Kebun Wu. Mereka akan panen

raya kapas tahun ini. Mandor-mandor pabrik harus segera diberitahu perihal keadaan Kris. Ia yang harus memberitahukannya, karena selama beberapa bulan ini, sejak kesehatan Kris tak memungkinkannya menjalankan bisnis,ialah yang melakukan semuanya. Para mandorlah nantinya yang akan meneruskan berita tersebut kepada para karyawan. Dalam waktu singkat, seluruh warga kota akan tahu Kris Wu sakit berat.

Pernikahan Byun Baekhyun dengan Kris Wu menjadi peristiwa yang

paling hangat digosipkan di seluruh penjuru kota, karena pria yang menikahinya itu tiga puluh tahun lebih tua daripada dirinya. Mereka mengatakan putra keluarga Byun yang melarat berhasil menaikkan status sosial keluarganya,tinggal di Busan, naik mobil Lincoln baru dan mengilap, dan selalu berpakaian bagus.

Hebat! Memangnya siapa dia? Seingat mereka, Baekhyun hanyalah bocah ingusan berpakaian lusuh yang bekerja diBusan sepulang sekolah.

Kini setelah menjadi Tuan Wu, suami orang terkaya di kota, ia berlagak betul!

Sebenarnya, Baekhyun menghindari warga kota karena tidak tahan melihat cara mereka memandang dirinya, pandangan yang dirasanya penuh prasangka,sorot mata penuh tuduhan bahwa ia memakai kekuatan magis untuk membuat Kris menikahinya setelah bertahun-tahun menduda.

Tak lama lagi orang-orang itu pula yang akan menemuinya untuk

menyampaikan penghormatan padanya. Baekhyun memejamkan mata sesaat, tubuhnya gemetar membayangkannya. Hanya ingatan akan The Retreat yang mampu meringankan kepedihannya. Sampai saat ajal menjemputnya pun,membayangkan rumah itu walau sekilas tetap akan menggetarkan hatinya.

Sejak pertama kali Baekhyun melihatnya, ketika masih kecil, mengendap-endap memandangi rumah besar itu dari celah-celah pepohonan, rumah itu sudah menawan hatinya. Pohon-pohon ek yang rindang tumbuh menge-lilingi rumah. Cabang-cabang pohonnya yang kokoh, yang penuh ditumbuhi lumut keabu-abuan keriting yang menjuntai, terjulur mengelilinginya seperti tangan-tangan kuat yang selalu siap memberi perlindungan. Rumah itu terletak di tengah, seperti perempuan yang penuh pesona, yang memakai rok lebar menggelembung. Dinding batanya

dicat putih bersih. Pilar bergaya Corinthian tegak menjulang di bagian depan,tiga pilar di setiap sisi pintu depan. Pilar-pilar itulah yang menyangga lantai dua rumah dengan teras yang luas di sekelilingnya.

Seperangkat meja-kursi dari rotan yang berwarna putih menghiasi teras. Meja-kursi itu hanya dimasukkan pada musim dingin, pada bulan-bulan yang cuacanya terlalu dingin dan basah. Besi tempa putih, indah seperti renda pakaian dalam perempuan, memagari balkon. Daun jendela berwarna hijau daun mengapit jendela berukuran besar

yang mengilap seperti cermin di bawah sinar matahari.

Pada musim panas, serangga-serangga beter-bangan dengan riang mengelilingi bunga-bunga yang bermekaran, warna mereka sangat mencolok sehingga menyakitkan mata. Tidak ada tempat di muka bumi ini yang memiliki rerumputan sehijau dan setebal rumput yang tumbuh di sekeliling The Retreat.

Keheningan menyelimuti rumah bak kabut sihir yang mengelilingi puri dalam dongeng. Sepanjang pengetahuan Baekhyun, rumah itu merupakan perwujudan semua yang didamba orang di dunia ini. Kini dia menjadi penghuni rumah tersebut. Setelah peristiwa pagi tadi, Baekhyun sadar ia hanya menghuni rumah itu untuk sementara waktu.

Baekhyun menghentikan mobil di halaman yang berbatu-batu, yang dibentuk melingkar di depan rumah. Sejenak Baekhyun berusaha menenangkan pikiran dan mengumpulkan seluruh kekuatan, yang mungkin dibutuhkannya beberapa jam lagi. Petang ini takkan menjadi petang yang menye-nangkan.

Ruang depan menjadi terasa remang-remang setelah sinar matahari yang

membutakan di luar. The Retreat memang didesain dengan gaya rumah

pertanian. Di bagian tengah ada foyer yang membentang dari pintu depan sampai belakang. Di salah satu sisinya dibangun ruangan perjamuan resmi dan perpustakaan, yang digunakan Kris sebagai ruang kerja. Di sisi lainnya ada ruang tamu resmi dan tidak resmi, yang dipisahkan dari foyer dengan pintu geser berukuran besar yang menghilang ke dalam dinding. Seingat Baekhyun, pintu itu tidak pernah dipakai. Tangga besar meliuk naik dengan anggun menuju lantai dua, tempat empat kamar tidur.

Udara di dalam rumah sejuk, tempat berlindung dari udara musim panas yang lembap. Baekhyun melepas jas, menyangkutkannya pada gantungan mantel, lalu menarik blus sutra yang lengket di punggungnya yang basah.

"Well? Bagaimana kabarnya?"

Pengurus rumah tangga, Yixing, yang bekerja di rumah itu sejak mendiang istri Kris, Huang Zi Tao, menikah dengan Kris Wu, berdiri di ambang

pintu melengkung yang menuju ruang makan. Sambil berjalan dari dapur yang letaknya berseberangan dengan ruangan itu, ia mengeringkan tangannya yang terampil, kasar, dan besar, sesuai dengan ukuran bagian tubuhnya yang lain, dengan handuk tipis.

Perlahan Baekhyun menghampirinya lalu memeluknya. Lengan pengurus rumah tangga yang kurus itu balas mendekap tubuh Baekhyun yang sedikit ramping. "Buruk?" tanyanya lembut sambil mengelus-elus punggung Baekhyun.

"Yang terburuk. Kanker. Dia takkan pulang ke rumah lagi."

Dada Yixing yang besar bergetar karena menahan tangis. Kedua pria itu saling menghibur. Yixing sebenarnya tidak suka pada Kris, kendati ia sudah bekerja pada pria itu lebih dari tiga puluh tahun. Kesedihan yang dirasakannya terutama ditujukan pada orang-orang yang ditinggalkan Kris, termasuk Baekhyun yang masih muda.

Semula Yixing mencurigai dan menolak kedatangan suami baru di The

Retreat. Tetapi ketika melihat Baekhyun tidak mengubah tatanan rumah sama sekali, tetap membiarkannya sebagai-mana ketika almarhumah Zi Tao masih hidup, mulailah ia menyukai Baekhyun.

Baekhyun kan tidak bisa berbuat apa-apa bahwa ia berasal dari keluarga miskin. Tetapi Yixing tidak ingin berprasangka padanya gara-gara asal-muasal keluarganya. Apalagi Baekhyun menunjukkan sikap penuh kasih sayang dan lembut terhadap Wu Sehun. Itu sudah cukup bagi Yixing untuk menganggap Baekhyun punya hati malaikat.

"Yixing? Baekhyun? Ada apa?" Keduanya berbalik dan melihat Wu Sehun berdiri di anak tangga bawah. Dalam usia dua puluh dua tahun, putra Kris itu kelihatan masih seperti pria remaja saja. Rambutnya yang cokelat dipotong cepak dengan meninggalkan poni tergerai lurus ke bawah.

Kulitnya seputih porselen. Matanya sipit nan sayu dan berwarna cokelat,

dengan bulu mata yang panjang. Tubuhnya berkembang sejalan perkembangan pikirannya. Wu Sehun bak pangeran yang belum mekar sepenuhnya.

Perubahan tubuh prianya mulai tampak, tetapi takkan pernah sempurna.

Seperti pikirannya yang berhenti tumbuh, begitu pun tubuhnya. Wu Sehun

takkan pernah berubah seiring berlalunya waktu.

"Operasi Daddy sudah selesai? Ia akan pulang hari ini?"

"Selamat pagi, Sehun," sapa Baekhyun sambil menghampiri anak tirinya,

yang lima tahun lebih muda darinya. Digandengnya lengan gadis itu. "Mau

menemaniku jalan-jalan di luar? Udara cerah hari ini."

"Mau. Tetapi kenapa Yixing menangis?"

Yixing tampak tengah menyeka mata dengan kain handuk.

"Ia sedih."

"Kenapa?"

Baekhyun menarik tubuh pria muda itu ke arah pintu depan dan

menggandengnya menuju ke teras. "Karena Kris Daddy. Sakitnya parah, Sehun."

"Aku tahu. Ia selalu mengeluh sakit perut."

"Kata dokter, perutnya tidak bisa disembuhkan lagi."

Mereka berjalan menyusuri rerumputan taman yang terawat rapi.

Dua minggu sekali, setiap musim, didatangkan sekelompok tukang kebun untuk merapikan taman The Retreat. Sehun memetik sekuntum bunga daisy dari rumpunnya yang tumbuh di dekat jalan setapak batu yang penuh lumut.

"Daddy kena kanker?"

Terkadang kecerdasan laki-laki ini mengejutkan mereka. "Ya, benar," sahut

Baekhyun. Ia tidak ingin menutup-nutupi keadaan ayahnya. Itu tindakan yang keji.

"Aku banyak mendengar soal kanker di televisi," katanya sambil menghentikan langkah dan menatap Baekhyun. Keduanya saling memandang. "Daddy bisa meninggal karena kanker."

Baekhyun mengangguk. "Ia memang akan meninggal, Sehun. Kata dokter,

ia bisa meninggal dalam waktu seminggu atau lebih."

Bola mata yang cokelat itu tetap tak berkaca-kaca. Sehun mendekatkan

bunga daisy ke hidungnya dan menciumnya. Kemudian ia menoleh pada

Baekhyun lagi. "Ia akan ke surga, kan?"

"Kurasa begitu... Ya, ya, pasti, ke surga."

"Kalau begitu Daddy akan bersama Baba lagi. Sudah lama Baba berada di

sana. Pasti Baba senang berjumpa dia. Dan aku masih tetap punya kau, Yixing,dan Kai." Ia melirik ke arah kandang kuda. "Dan Chanyeol. Chanyeol selalu mengirimiku surat setiap minggu. Katanya ia selalu menyayangi dan merawatku. Apakah Chanyeol akan melakukannya, Baekhyun?"

"Tentu saja." Baekhyun mengatupkan bibir, menahan tangis. Akankah Chanyeol pernah menepati janji? Bahkan terhadap adiknya?

"Tetapi mengapa Chanyeol tidak mau tinggal bersama kita?" tanya Sehun.

"Mungkin ia akan segera pulang." Baekhyun tidak ingin memberitahu Sehun bahwa tidak lama lagi Chanyeol memang akan tiba di rumah sampai ia melihat sendiri Chanyeol muncul.

Sehun jadi tenang. "Kai menungguku. Kuda betinanya melahirkan

semalam. Ayo kita lihat."

Diraihnya tangan Baekhyun, lalu ditariknya menuju kandang kuda. Baekhyun iri melihat kegembiraan Sehun dan berharap ia pun bisa menerima kematian Kris dengan pikiran sesederhana putra Kris itu.

Udara di kandang kuda hangat, berbaur dengan bau kuda, kulit, dan jerami

yang tajam. "Kai," panggil Sehun riang.

"Di sini," jawab suara bernada rendah.

Kim Kai bekerja sebagai manajer kandang kuda keluarga Wu. Mengembang-biakkan kuda-kuda keturunan murni termasuk salah satu kesukaan Kris, tapi ia tidak terlalu memedulikan perawatan kuda. Kai muncul dari lorong salah satu kandang kuda. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tetapi sangat tegap. Wajahnya persegi dan kasar, tetapi terkadang terpancar ekspresi yang melembutkan kekasarannya. Ia memakai topi koboi dari jerami menutupi kepalanya. Celana jinsnya sudah tua dan kumal, sepatu botnya penuh debu, kemejanya penuh bercak keringat. Tetapi ia tersenyum berseri-seri ketika melihat Sehun berlari mendekatinya. Hanya saja, sorot kepedihan dan keputusasaan tak pernah lenyap dari matanya, kendati bibirnya tersenyum. Wajahnya kelihatan lebih tua daripada usianya, yang baru tiga puluh tujuh tahun.

"Kai, kami ingin melihat anak kuda itu," kata Sehun terengah-engah.

"Di sana." Kai menoleh ke arah kandang kuda yang baru ditinggalkannya.

Sehun masuk ke kandang kuda. Kai menatap Baekhyun dengan pandangan

bertanya.

"Kanker," ujar Baekhyun menjawab pertanyaan Kai yang tak

terucap. "Tinggal menunggu waktu."

Kai menyumpah pelan sambil memandang pria muda yang berlutut di

tumpukan jerami, mengelus-elus anak kuda. "Kau sudah memberitahunya?"

"Ya. Ia bisa menerimanya lebih baik daripada kita semua."

Kai menggangguk dan tersenyum sendu pada Baekhyun. "Ya. Pasti."

"Oh, Kai. Anak kuda betina ini cantik sekali ya?"

Kai menepuk bahu Baekhyun dengan penuh kesadaran, kemudian masuk kedalam kandang. Baekhyun mengikutinya, dan mengawasinya saat pria itu dengan gerakan kaku berlutut di sebelah Sehun. Perang Korea membuat Kai kehilangan separo kaki kirinya. Ia tidak kentara memakai kaki palsu, kecuali bila ia harus berlutut, seperti saat itu.

"Ia cantik sekali, kan? Dan induknya kelihatan sangat bangga pada anaknya."

Kai mengelus surai kuda betina itu, tetapi matanya tetap tertuju pada Sehun. Baekhyun terus memerhatikan-nya, ketika Kai menjulurkan tangan

untuk menjumput jerami yang menempel di rambut Sehun. Jari-jarinya

mengelus pipi Sehun yang sangat halus. Sehun menatap Kai dan

mereka saling tersenyum. Sejenak Baekhyun tertegun menyaksikan ke-mesraan di antara kedua orang itu.

Apakah mereka saling mengasihi? Baekhyun bingung mendapati kenyataan ini. Baekhyun bersikap taktis, ia berniat meninggalkan tempat itu, tetapi Kai melihatnya. "Tuan Wu, bila ada yang bisa saya lakukan..." Kai tak

melanjutkan kata-katanya.

"Terima kasih,Kai. Untuk sementara ini lakukan saja apa yang menjadi

tugasmu seperti biasa."

"Baik, Tuan." Kai tahu, Baekhyunlah yang menolongnya bisa menjadi

karyawan Kris. Pria itu masih karyawan Kris ketika Kim Kai melamar pekerjaan sebagai manajer kandang kuda, dengan memanfaatkan air

muka penuh kegetiran sebagai senjatanya di hadapan Kris. Dengan air mukanya yang masam dan tampak suka berkelahi, Kai menantang Kris untuk berani memberikan pekerjaan, kesempatan padanya, sementara banyak orang lain yang menolak.

Baekhyun tahu akal muslihat Kai dan bisa menebak bagaimana karakter pria itu yang sebenarnya. Ia orang yang putus asa. Baekhyun otomatis merasa dekat dengannya. Baekhyun tahu bagaimana sakitnya hidup dengan predikat tertentu,tahu bagaimana rasanya bila orang menilai diri kita dari penampilan dan latar belakang kehidupan yang tidak bisa kita tolak. Karena veteran perang itu mengatakan pernah bekerja di peternakan kuda di California sebelum perang,Baekhyun membujuk Kris agar bersedia mempekerjakannya.

Kris tak pernah menyesali keputusannya menerima Kai. Kai memotong

pendek rambutnya dan mengubah penampilannya. Ia bekerja giat, sepenuh hati, dan membuktikan kemahiran-nya dalam merawat kuda-kuda

keturunan murni. Pria itu hanya butuh dukungan untuk memantapkan rasa percaya dirinya.

Baekhyun merenungkan semua itu ketika kembali ke rumah. Kai dan Sehun

saling mencintai. Ia menggeleng, tersenyum, saat memasuki serambi. Telepon berdering, secara otomatis ia mengangkatnya sebelum Yixing.

"Halo?"

"Baekhyun, ini aku Kyungsoo."

"Ya?"

"Aku sudah bicara dengan Chanyeol. Ia akan datang secepatnya, mungkin malam ini."

Banyak hal yang harus diselesaikan petang itu, banyak orang yang harus diberitahu. Kris tidak punya sanak saudara kecuali dua putra, karena itu masalah kerabat tak perlu dipikirkan. Tetapi penduduk kota, juga warga Busan, ingin tahu penyakit Kris. Baekhyun berbagi tugas dengan Kyungsoo untuk menghubungi mereka lewat telepon.

"Kyungsoo, sebaiknya segera siapkan kamar Chanyeol. Dia akan datang malam ini."

Mendengar berita itu, pengurus rumah tangga tersebut tampak seperti ingin menangis. "Puji Tuhan, Puji Tuhan. Aku sudah lama berdoa agar anakku yang satu itu mau pulang. Zi Tao yang di surga pasti menari-nari hari ini. Pasti ia senang sekali. Yang dibutuhkan kamar itu hanya seprai baru. Aku selalu membersihkannya, kalau-kalau suatu hari ia kembali menempatinya. Tuhan, Tuhan, aku ingin sekali segera berjumpa dengannya."

Baekhyun berusaha tidak memikirkan saat ketika ia harus berjumpa anak

kesayangan itu, berbicara dengannya. Ia menyibukkan diri dengan setumpuk tugas yang harus diselesaikannya.

Ia juga tidak memikirkan kematian Kris yang semakin dekat. Itu akan

dipikirkannya nanti, saat ia sendirian. Tidak juga waktu ia berkunjung ke rumah sakit petang hari itu dan duduk di samping ranjang suaminya, ia tidak membiarkan benaknya dipenuhi pikiran Kris takkan pernah meninggalkan tempat itu, Suaminya masih di bawah pengaruh obat bius, tetapi Baekhyun merasa tangannya ditekan pelan waktu ia menggenggam tangan Kris dan meremasnya sebelum pamit.

Saat makan malam, ia memberitahu Sehun tentang kabar kepulangan Chanyeol. Pria itu melompat dari kursi, menyambar tangan Yixing, dan menari-nari mengelilingi ruangan. "Ia memang berjanji suatu hari akan pulang, bukan,Yixing? Sekarang Chanyeol pulang. Aku ingin memberitahu Kai." Sehun langsung lari keluar lewat pintu belakang menuju kandang kuda, ke tempat tinggal Kai.

"Anak itu akan mempermalukan dirinya sendiri bila ia tidak membiarkan

pemuda itu sendirian."

Baekhyun tersenyum penuh arti. "Aku tidak berpendapat begitu." Yixing

menengadah dan menaikkan alis karena penasaran, tetapi Baekhyun tidak

meneruskan kata-katanya. Ia mengambil gelas es teh lalu berjalan ke teras

depan. Waktu duduk di kursi goyang bercat putih, ia menyandarkan kepala

pada bantalan kursi bersarung kain kembang-kembang dan memejamkan mata.

Inilah saat yang paling disukainya ketika menghuni The Retreat, waktu hari

menjelang malam, ketika sinar lampu di dalam rumah menyelinap ke luar dari celah-celah jendela, yang kelihatan seperti kemilau permata. Bayang-bayang memanjang dan berwarna-warni, saling menyatu sehingga tak ada sudut atau bentuk yang jelas.

Warna langitnya sangat khas, gradasi ungu yang cantik. Pepohonan menjulang di latar depannya. Kodok mengorek di sungai. Suara jangkerik menggema diudara tak berangin dan lembap dengan nada tinggi melengking. Tanah di delta itu menyebarkan bau yang subur. Setiap kuntum bunga menghamburkan harum yang unik dan memabukkan.

Setelah lama beristirahat, Baekhyun membuka mata. Ketika itulah ia melihat pria tersebut.

Ia berdiri tak bergerak di bawah dahan pohon ek yang menjulur. Jantung

Baekhyun seperti berhenti berdetak dan pandangannya kabur. Ia tidak tahu apakah sosok pria itu sungguhan atau hanya ilusi. Kepalanya pening,

dicengkeramnya gelas es teh erat-erat supaya tidak lolos dari cengkeraman

jemarinya yang kaku dan dingin.

Pria tersebut bergerak menjauh dari dahan pohon dengan gerakan seperti

harimau dan dalam diam, makin lama makin dekat sampai akhirnya ia tiba dianak tangga batu yang menuju teras. Ia hanya salah satu dari banyak bayangan yang ada, tetapi siluet maskulinnya jelas terlihat ketika ia berdiri dengan kaki terbuka lebar. Secara fisik, waktu tampaknya bermurah hati padanya. Ia tidak lebih kurus daripada saat pertama kali Baekhyun berjumpa dengannya. Kegelapan malam menyembunyikan wajah

pria itu dari pandangan Baekhyun, tetapi Baekhyun dapat melihat kilatan giginya yang putih ketika ia mulai tersenyum. Senyumnya ramah, sebagaimana juga nada bicaranya.

"Well, kalau tak salah, kau Byun Baekhyun." Ia meletakkan sebelah kakinya

yang mengenakan sepatu bot di anak tangga dan membungkukkan badan, satu tangan bertopang di lutut. Ia menatap Baekhyun, sinar lampu dari pintu utama menerpa wajahnya. Dada Baekhyun terasa sesak oleh perasaan sakit... dan cinta.

"Ya, tapi sekarang margaku sudah menjadi Wu, bukan?"

Wajah itu! Wajah yang selalu muncul dalam mimpi-mimpi dan khayalannya. Wajah tetap paling memesona yang pernah dilihatnya. Tampan ketika berusia dua puluhan, dan makin tampan dalam usia tiga puluhan. Rambut hitam, yang bagai menggambarkan keliaran jiwanya dengan helai-helainya yang tak bisa dikendalikan. Sorot matanya, yang memikat Baekhyun sejak pertama kali melihatnya, menggugah perasaannya lagi. Orang yang tidak punya imajinasi akan menyebutnya cokelat muda.

Padahal warnanya keemasan, seperti warna madu murni, liquor paling mahal, seperti batu ratna cempaka berkilau. Terakhir kali ia berjumpa pria itu, mata tersebut penuh gairah. Besok... Besok,sayangku. Di sini. Di tempat kita ini. Oh, Tuhan, Baekhyun, cium aku lagi. Kemudian: Besok, besok. Hanya saja ia tidak muncul keesokan harinya, dan selamanya.

"Lucu," komentarnya dengan nada yang membuat Baekhyun berpikir sebaliknya, "kita menyandang nama keluarga yang sama."

Tak ada tanggapan untuk yang satu itu. Ingin rasanya Baekhyun berteriak bahwa mereka bisa memakai nama keluarga yang sama beberapa tahun yang lalu andai pria itu bukan penipu, andai ia tidak mengkhianatinya. Ada beberapa hal yang lebih baik tidak diungkapkan. "Aku tidak melihat mobilmu."

"Aku terbang, mendarat, dan berjalan kaki kesini.

Landasan pacu kira-kira satu setengah kilo-meter jauhnya. "Oh. Mengapa?"

"Mungkin karena ingin tahu bagaimana sambutan yang akan kuterima."

"Ini kan rumahmu, Chanyeol."

Ia memaki. "Yeah, tentu rumahku."

Baekhyun membasahi bibir dengan lidah dan berharap punya keberanian untuk tetap menghadapinya. Ia takut kakinya tak mampu menopang tubuhnya. "Kau tidak menanyakan kabar ayahmu."

"Kyungsoo sudah memberitahu aku."

"Kalau begitu kau tahu ia sekarat."

"Ya. Dan ia ingin bertemu aku. Rupanya keajaiban tak pernah lenyap."

Komentarnya yang menyakitkan itu membuat Baekhyun bangkit dari duduk tanpa berpikir dua kali.

"Ia sakit keras, Chanyeol. Bukan seperti yang kau kenal dulu."

"Andai masih tersisa satu tarikan napas dalam tubuhnya pun, ia persis seperti aku mengingatnya."

"Aku tak mau berdebat denganmu tentang hal itu."

"Aku bukan berdebat."

"Dan aku takkan membiarkan kau mengecewakannya atau Sehun atau

Yixing. Mereka ingin bertemu denganmu."

"Kau tidak akan membiarkan? Astaga, astaga. Kau betul-betul menganggap

dirimu Tuan rumah The Retreat, ya?"

"Tolonglah, Chanyeol. Beberapa minggu ke depan segalanya akan cukup sulit tanpa..."

"Aku tahu, aku tahu." Tarikan napas panjang-nya terdengar sampai ke tempat Baekhyun berdiri tegang di teras, tangannya mengepal erat. Ia meletakkan gelas es teh di pagar teras karena takut menjatuhkannya. "Aku juga tidak sabar hendak bertemu mereka," katanya dan melirik ke arah kandang kuda.

"Aku lihat Sehun keluar dari rumah itu beberapa saat yang lalu, tetapi aku tidak ingin muncul tiba-tiba dalam gelap dan mengejutkannya. Aku mengingatnya sebagai bocah kecil. Tak kusangka ia sudah dewasa sekarang."

Ingatan akan Sehun dan Kai yang berlutut di tumpukan jerami di

kandang kuda, jari-jari Kai mengelus pipi Sehun, melintas di benak Baekhyun.

Ia tidak tahu apa pendapat Chanyeol bila tahu hubungan asmara adik laki-lakinya itu. Ia jadi resah menerka-nerka. "Ia pria dewasa sekarang,Chanyeol."

Baekhyun merasakan tatapan mata Chanyeol pada dirinya, menelusuri, menganalisis,menilai. Tubuhnya seperti dilumuri brendi yang menyentuh setiap inci. "Dan kau," katanya lembut. "Kau juga pria dewasa sekarang, bukan, Baekhyun? Pria dewasa."

Baekhyun sama sekali tidak berubah. Bagaimana pesona laki-laki lima belas tahun yang dikenalnya kini mendewasa. Ia berharap bertemu Baekhyun yang gendut, kumal,kusut, berambut kusam, dan berpaha besar. Ternyata ia masih kurus,dengan pinggang yang seolah akan patah bila ditiup angin. Badannya berisi dan lembut, namun tetap tegak, bulat, dan mengundang. Sialan! Seberapa sering ayahnya menyentuhnya?

Ia menaiki anak tangga perlahan-lahan, seperti pemangsa yang kelaparan tetapi hendak menyiksa korban sebelum melahapnya. Matanya yang ke-emasan,berkilat dalam kegelapan, nanar menatap Baekhyun. Senyum lebar di bibirnya menyiratkan pemahaman yang licik, seakan pria itu tahu apa yang ada dalam benak Baekhyun yang ingin dilupakannya, bagaimana bibir pria itu menyentuh bibirnya, lehernya, tubuhnya.

Baekhyun berbalik. "Aku panggilkan Yixing. Mungkin ia..."

Tangan Chanyeol menyambar pinggang Baekhyun, membuat langkahnya terhenti. Ia memaksa Baekhyun menghadap ke arahnya "Tunggu sebentar," katanya tenang.

"Setelah dua belas tahun, tidakkah kau merasa kita bisa saling menyapa dengan lebih akrab?"

Tangannya yang bebas menyentuh tengkuk Baekhyun dan mendorong wajah pria itu ke wajahnya. "Ingat, kita sekarang keluarga," bisiknya dengan nada mengejek. Kemudian bibirnya mencium bibir Baekhyun, kasar dan penuh kemarahan.

Diciuminya bibir Baekhyun dengan liar, seakan hendak menghukumnya

karena malam-malam ketika ia memikirkan Baekhyun, Baekhyun-nya yang polos,yang berbagi tempat tidur, tubuhnya, dengan ayahnya.

Baekhyun menyarangkan tinju ke dada pria itu. Terdengar suara mengerang keras. Lututnya lemas. Ia berusaha memberontak. Ia memberontak lebih keras. Karena ia ingin memeluk laki-laki itu, mendekapnya erat, merasakan kembali getaran yang pernah dirasakannya ketika berada dalam pelukannya.

Tetapi ini bukanlah pelukan, ini penghinaan. Ia bergulat sekuat tenaga untuk membebaskan bibirnya. Ketika ia berhasil melepaskan diri, Chanyeol memasukkan tangan ke saku celana jinsnya dan tersenyum mengejek penuh kemenangan melihat ekspresi marah dan bibir merah Baekhyun.

"Salam,Baek," dengusnya.

.

.

.

Well, saya balik dengan ff remake baru dengan maincast ChanBaek. Adakah yang udah pernah baca novel ini? Kalo udah ini saya remake menjadi versi ChanBaek. Hehe

How? Minatkah pada remake novel ini? Perlu dilanjutkah atau stop sampai disini saja? Readers~

Review please~ ^^