Happy Reading
.
.
.
Bagi Tsukishima Kei, Nishinoya Yuu adalah sosok yang tak pernah dia bayangkan eksistensinya. Seperti sebuah angan yang tak dia harapkan kedatangannya. Tak pula pernah dia membayangkan dirinya akan menjadi seseorang yang mengisi hatinya, namun nyatanya tak ada satupun bayangannya yang berakhir dengan baik.
Pertemuan itu dimulai dengan jatuhnya kelopak sakura yang memenuhi jalanan. Angin berhembus sedikit membawa hawa dingin. Dan Kei benci itu. Membenci bagaimana kebahagiaannya seolah terenggut bersamaan dengan meninggalkannya kelopak sakura dari ranting tempat mereka mekar selama ini.
Kei selalu membenci jatuhnya bunga sakura tanpa syarat. Namun di usianya yang ke-16, tepat ketika sebuah angin menerbangkan guguran sakura, dia melihatnya. Menggunakan hoodie aneh yang menutupi kepalanya, dan berperawakan kecil. Dia menatap kelangit, dimana awan-awan bergerak pelan. Berdiri tak bergerak, mendongak tanpa peduli sinar matahari membakar matanya. Tangannya bergelantung tanpa ada sarung tangan, yang membuatnya terlihat aneh. Kenapa dia menggunakan hoodie coklat panjang, namun tak bersarung tangan? Jelas tujuan penggunaan Hoodie itu bukan untuk melindungi tubuhnya dari dingin.
Orang itu membalikkan badannya. Mungkin merasa terganggu dengan Kei yang mengunci pandangan padanya. Sebuah desiran halus mengisi dadanya, ketika sebuah wajah kecil, terlihat polos, namun terasa amat kesepian ditangkap oleh bola matanya. Hoodie bergerak karena semlilir angin. Sejumput pirang muncul dari balik tudung Hoodie-nya.
"Siapa?" tanyanya, terasa begitu jauh meski jarak mereka begitu dekat.
"Tsukishima Kei," Kei bertanya-tanya apa yang membuatnya tanpa sengaja memperkenalkan dirinya pada orang asing di depannya? "Kau?" bahkan ia pun ikut bertanya pula.
Seulas senyum diterima oleh pemuda berkaca mata, "Nishinoya Yu."
OooOooO
Haikyuu milik Furudate Haruichi
Warning : BL, Tsuki x Neko!Noya, Typo(s), Gaje, berbelit-belit, dll.
By : Arina Ash
Saya menolak menyesali keberadaan fic ini.
OooOooO
"Kei!"
Entah sejak kapan Kei menikmati hari berisik yang di bawa oleh Yu. Bukan berarti dia keberatan, keberadaan Yu adalah salah satu kesenangan dihidupnya. Akan tetapi, bila setiap hari dibangunkan oleh suara cempreng kelewat semangat dari kucing jalanan yang di pungutnya beberapa bulan lalu akan membuatnya jengah juga. Meski setengah dari peristiwa itu adalah dia penyebabnya.
Bukannya bangun, Kei hanya mengerang, dan mengeratkan pelukannya. Membuat apa yang ada dalam kukungannya mengerang frustasi sambil mencoba mendorongnya.
"Ayolah Kei, kita akan terlambat."
"Ada satu jam lagi, tidurlah lagi, Yu."
Dan Kei tidak peduli sejak kapan mereka mulai memanggil dengan nama kecil. Toh mereka tak keberatan. Toh mereka menikmatinya.
Kei bisa merasakan pinggang ramping di pelukannya bergerak tak nyaman. Telinganya pun mendengar beberapa gerutuan, dan entah apalagi. Dia masih cukup mengantuk setelah tidur lewat tengah malam akibat tugas sekolah yang anehnya bisa sangat banyak. Tubuhnya masih pegal-pegal karena kegiatan clubnya yang kelewat ekstrim hanya gara-gara kejuaraan musim semi akan segera datang.
"Kei!" kali ini lebih lembut, namun terkesan menuntut. "Aku harus berangkan lebih pagi hari ini."
Kei membuka matanya reflek, "Kenapa?" kemudian menunduk menatap Yu yang mendongak kearahnya dengan sebelah alis yang terangkat heran.
"Tugas sekolah."
Kei bisa menangkan kebohongan dari wajah Yu. Bukan hal yang sulit karena sejak awal Yu bukanlah orang yang pandai berbohong. Lihat saja wajahnya yang terlihat gugup, dan matanya menatap hal lain selain dirinya. Kei bisa merasakan tubuh Yu menegang ketika dia mengeratkan pelukannya.
"Tidak," desis Kei.
Yu mengerang dalam keputus asaan. Dia tahu betul Kei takkan memperbolehkannya pergi bila sudah berperilaku seperti ini, "Ayolah Kei, kali ini saja," pintanya, "Kiyoko-san memintaku membantunya."
Hidung Kei tenggelam dalam surai—yang biasanya jabrik—Yu. Menghirupnya dalam, dan membiarkannya merasa nyaman dengan itu.
"Apa urusanku sehingga aku harus mengabulkannya?"
"Jangan keras kepala, Kei!"
"Cihh ..." Kei mendengus. Melepaskan pelukannya, dan beranjak dari tempat tidur. Tanpa melihat Yu, atau mengatakan sesuatu dia mengambil handuk, dan melemparkannya pada Yu. "Aku akan menemanimu kalau begitu."
Yu tahu benar, nada segan yang dikeluarkan Kei.
OooOooO
Yu tak habis pikir. Bagaimana sikap Kei yang amat posesif padanya. Seolah dia tak ingin melepasnya apapun yang terjadi. Bukan berarti dia tak suka, namun risih saja. Yu tahu betul kedudukannya, tahu betul apa statusnya. Hanya kucing jalanan yang dipungut, diberi makan, dan—anehnya—disekolahkan. Memang dia bukanlah manusia, hanya setengah siluman yang tak diterima dimanapun dia berada.
Masih teringat jelas pertemuannya dengan Kei beberapa bulan lalu. Di bawah hujan kelopak bunga sakura. Hari dimana dia kehilangan keluarganya karena ketidak terimaan atas takdirnya. Apa salahnya jika dia setengah siluman? Dia bahkan tak melakukan apapun seperti membunuh, atau menyakiti. Kenapa setiap hal buruk yang menimpa desa dan keluarganya, mereka selalu menyalahkannya? Mengkambing hitamkannya? Apa salahnya?
Hanya dengan sebuah hoodie untuk menyembunyikan telinga, dan ekornya—meski ia bisa membuatnya tak terlihat—Yu meratapi dirinya yang menolak uluran sang dewa kematian, membiarkan dirinya menderita dan berharap uluran itu datang kembali.
Hingga ia merasakan seseorang menatapnya dalam waktu yang lama. Dengan sendu yang seolah mengerti keadaanya. Tubuhnya tak bisa menelan rasa penasarannya, hingga ia berbalik dan bertanya, "Siapa?"
Bahkan Yu tak bisa merasakan bagaimana suaranya saat ini, namun pemuda itu menjawabnya, "Tsukishima Kei." Yu hampir tersenyum geli mendapati wajah pemuda itu yang terlihat kebingungan, "Kau?"
Seulas senyum tak bisa ia tahan untuk tak menampakkan diri, "Nishinoya Yu."
Begitulah awalanya, Yu tak bisa mengingat lagi apa yang mereka bicarakan. Namun dia masih hafal bagaimana bisa dia berada serumah dengan Kei. Sebuah tawaran, tidak bukan tawaran namun perintah. Kei menarik dirinya setelah obrolan singkat yang membuatnya tanpa sengaja menceritakan kehidupannya. Seingatnya Kei berkata, "Kalau begitu tinggal saja denganku." Dan Yu tak memiliki kesempatan untuk menolak.
Kei tinggal di sebuah apartement, dan mengenalkan Yu sebagai sepupunya pada tetangga. Memberinya makan, dan mendaftarkannya di sekolah yang sama dengannya. Yu terkekeh ketika mendapati Kei terkejut akan usianya, ketimbang fakta dirinya bukanlah manusia seutuhnya. Yu satu tahun lebih tua dari Kei, dan entah kenapa Kei cukup sebal dengan itu. Tidak sesebal dirinya yang jauh lebih pendek dari pada Kei tentu saja.
Setelah berbulan-bulan berlalu, dirinya menjadi terbiasa dengan kehidupan normal yang disuguhkan oleh Kei. Yu tak mengerti satupun tentang keluarga Kei, begitu pula Kei yang tak tahu banyak tentang keluarganya—kecuali apa yang diceritakannya di saat pertama mereka bertemu—itu adalah topik sensitif bagi mereka berdua.
Berangkat sekolah seperti pagi ini bagi Kei adalah sesuatu yang berat, apalagi setelah hampir begadang semalam. Kei menunggu Yu mengunci pintu rumah sambil menguap, jelas masih sangat mengantuk mengingat ini masih terlalu pagi. Dia menggerutu tentang bagaimana bisa Yu menerima permintaan Kiyoko-san yang membuat mereka berangkat sepagi ini. Namun ketika Yu memprotes gerutuannya, Kei menjawab sambil lalu.
Yu bukanlah orang yang sabar, bukan pula orang yang kelewat bodoh, meski dalam pelajaran dia sungguh buruk. Yu tahu dirinya menyukai Kiyoko-san, karena itulah dia tak bisa menolak permintaannya, namun apa yang membuatnya bingung adalah reaksi Kei setiap kali Yu berhubungan dengannya. Yu menghela nafas untuk kesekian kalinya. Kemudian mengikuti langkah lebar Kei, yang sepertinya ingin cepat-cepat melanjutkan tidur di kelas sebelum jam pelajaran pertama dimulai.
"Kei, kau tidak perlu berangkat sepagi ini," ucapnya ketika ia melihat Kei menguap untuk kesekian kalinya di sebuah pemberhentian bus. Kei mengerling, mengacak rambut Yu, dan membuat sang pemilik rambut mengerang frustasi. "Berapa kali kubilang, jangan mengacak-acak rambutku!"
"Aku berniat untuk menarik telingamu awalnya, tapi kau menyembunyikannya." Kei mengangkat bahunya acuh, "Dan untuk ucapanmu yang pertama," tangannya meraih surai pirangnya sendiri dan menyisirnya asal dengan jari-jari panjangnya, "Aku hanya ingin bilang pada Kiyoko-san untuk tidak terlalu banyak mengandalkanmu. Itu hanya akan membuat pekerjaannya semakin banyak."
Yu menggerutu, "Aku tak mengerti, kau ingin melarang Kiyoko-san berurusan denganku, atau malah mengejekku."
"Dua-duanya."
Perbincangan mereka terhenti dengan datangnya Bus yang mengantarkan mereka ke sekolah. Cukup sepi. Yu mengedarkan mata mencari tempat untuk duduk, namun tangannya dicekal, dan dengan cepat dia telah duduk di sebelah jendela, dengan Kei disampingnya.
Selama Bus berjalan, Yu mendapati Kei telah membiarkan dirinya tertidur dalam posisi duduk. Tangannya bersidekap kedinginan, dan Yu ingat bahwa sebentar lagi salju pertama akan jatuh. Yu tahu Kei bekerja terlalu banyak tadi malam. Melembur semuanya dalam satu waktu, dan membuatnya tidur dini hari tadi. Yu tak habis pikir bagaimana bisa Kei menunda semua pekerjaannya. Meski Yu sudah terbiasa menunda pekerjaannya, dan menyelesaikannya dalam satu malam, tapi Kei bukan orang yang seperti itu.
Yu mengingat-ngingat apa lagi yang terjadi tadi malam. Seingatnya dia hanya memberikan kopi untuk Kei sekitar pukul sepuluh, sebelum Kei meminta—memerintahkan—nya untuk tidur terlebih dahulu. Kemudian sekitar pukul satu Kei menyusupkan dirinya di kamar Yu, dan memeluk Yu seolah dia adalah bantal peluk. Bukan hal yang mengejutkan, namun Yu tahu bila Kei tiba-tiba tidur sambil memeluknya, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Tapi apa?
Sebenarnya ia tidak tega membangunkan Kei yang sedang tidur pulas, tapi mau bagaimana lagi. Bila tadi pagi alasannya adalah dia tak bisa bangun karena Kei memeluknya, sekarang karena mereka telah sampai di sekolah. Jelas Yu takkan membiarkan pak supir membawa Kei kemanapun bus itu pergi sebelum Kei terbangun dengan sendirinya.
"Kei?"
Yu mengguncang tubuh Kei pelan. Namun cukup untuk membuat mata dibalik kacamata itu terbuka. Kei menguap, merenggangkan tubuhnya dan berkata, "Sudah di sekolah?"
"Yeah," gumam Yu, "Ayo tukang tidur!"
Kei menggerutu sesaat, namun tetap berdiri dan keluar dari bus dengan Yu yang mengekorinya.
Sekolah mereka bukan sekolah besar. Namun cukup bergengsi. Dengan halaman cukup luas, bus khusus club berprestasi, dan dua gedung bertingkat. Yang menyambut mereka adalah gapura bertuliskan 'KARASUNO' dalam huruf kanji, seorang penjaga sekolah yang terlihat bersemangat, dan sesosok wanita yang terkenal akan kecantikannya.
Yu merubah wajahnya dengan ekspresi berseri, seperti melihat seorang bidadari, "Kiyoko-san, Selamat pagi. Hari ini pun kau terlihat cantik."
Kei mendenguskan tawa ketika melihat Kiyoko-san mengabaikannya, "Untuk hari ini bisakah kau memberikan ini pada Sawamura ketika dia datang nanti, dan pergi ke gedung olahraga satu setelahnya?" pintanya sembari memberikan map yang Yu tidak tahu apa isinya. Mungkin tentang kejuaraan Voli sekolahnya.
"Tentu."
Namun nyatanya Yu tak mempedulikannya. Baik itu Kiyoko-san yang mengabaikannya, atau dengusan Kei yang mengundang emosinya. Bahkan memberikan respons penuh semangat yang menjadi ciri khasnya.
Kiyoko-san berbalik, membungkuk singkat pada Kei demi mengucapkan salam, dan melenggang pergi meninggalkan Yu dengan wajah penuh kagumnya, atau Kei yang menatap mereka dengan pandangan tidak suka.
Yu mendongak, menatap Kei dengan pandangan bertanya. "Kei, ada apa?"
Kei mendengus, "Cepat selesaikan urusanmu, dan kutunggu kau di cafetaria. Tiga puluh menit sebelum bel masuk berbunyi!"
Belum sempat Yu memprotes Kei telah meninggalkannya. Oh Yu tidak pernah mengerti jalan pikiran Kei.
TBC or Disc?
A/N
Oh aku tak pernah jadi dewasa. Dan cerita apalagi yang kubuat ini? Biarkan sajalah.
Saya datang lagi dengan TsukixNoya dengan tema supranatural, Hurt/comfort, namun masih akan menonjolkan sisi kehidupan sehari-harinya. Noya adalah siluman kucing, you know /yes
Meski seperti yang kalian lihat di atas, konflik berasal dari keluarga, aku takkan menyebutkan tentang ayah ataupun bunda. Mungkin sepupu atau apa. Jika kalian bertanya tentang nekoma, itu bisa jadi satu spesies dengan Noya. Cuma Karasuno murni sekolah biasa. Saya adalah penulis yang tak bisa menggambarkan sesuatu yang abstrak macam perasaan, makanya selalu ada konflik yang agak berbelit demi menyokong keberadaan cerita contohnya genre supranatural. Saya tidak bisa membuat pure slice of life kalau kalian mau tahu. Minimnya pengalaman, pengetahuan, referensi, dan perasaan membuat saya tidak bisa membuat konflik tentang kehidupan sehari-hari.
Saya Ganti umurnyaTsukki, baru sadar tadi.
Maafkan atas segala ke-OOC-an mereka, saya agak bingung. Noya itu bersemangat, tapi kalo buat yang sedih-sedih gimana caranya? Dan akhirnya saya berpikir bodo amat.
.
.
Kritik dan Saran akan sangat membantu keberlangsungan cerita.
